chapter v

To That Sunflower Garden

LEE HOWON

Lebih dari seratus tahun yang lalu, tiga dinding tinggi dibangun melingkar mengelilingi wilayah yang dihuni manusia. Tentunya dinding-dinding itu dibangun karena suatu alasan.

 

Entah darimana asalnya, seratus tahun yang lalu tiba-tiba saja muncul ras misterius yang berwujud mirip seperti manusia. Dengan tinggi bervariasi mulai dari tiga meter hingga lima belas meter, mereka berdiri dengan dua kaki dan memiliki dua tangan seperti halnya manusia, tetapi organ-organ mereka tidak proporsional dan terdeformasi, ada yang berkepala besar, berkaki kecil dan lain-lain. Tapi mereka semua memiliki mulut yang sangat lebar, dan dengan mulut itu mereka memakan manusia.

 

Ya, mereka, titan, adalah makhluk pemakan manusia. Tubuh para titan memiliki kemampuan regenerasi yang sangat tinggi, luka sabetan pedang dengan mudah sembuh kembali dan mereka juga cukup kuat menerjang rumah-rumah. Para manusia terdesak dengan keberadaan para titan, dan untuk menjaga kelangsungan hidup, manusia kemudian membangun dinding tebal sebagai pertahanan dari para titan. Para titan tak dapat menjebol dinding pertahanan dan sejak saat itu hidup manusia hanya terbatas di dalam ketiga dinding pelindung.

 

Tapi, dua tahun yang lalu, di Distrik Shiganshina yang terletak di selatan Dinding Maria muncul titan raksasa yang tingginya bahkan melebihi tinggi dinding pelindung. Tak pernah ada yang melihat titan itu sebelumnya, selama ini titan terbesar yang diketahui hanya lima belas meter saja tingginya. Titan itu menjebol Dinding Maria dengan mudahnya, dan tidak hanya menghancurkan Distrik Shiganshina, gerbang belakang juga ikut dijebol. Sehingga kini para titan bebas berkeliaran di wilayah antara Dinding Maria dan Dinding Rose, dan menyebabkan distrik-distrik lain di Dinding Maria menjadi terbelenggu. Penduduk tak dapat keluar dari distrik itu karena wilayah mereka terkepung titan baik dari depan maupun dari belakang. Tidak mudah untuk mengungsikan penduduk kota yang sangat banyak, karena itu yang dapat dilakukan oleh satuan pengintai hanyalah bantuan pangan dan bahan-bahan penting lainnya. Lebih baik mengorbankan para prajurit untuk berkali-kali keluar ke wilayah yang dikuasai titan daripada mencoba mengungsikan warga sipil yang pasti akan sangat merepotkan karena jumlah mereka yang sangat banyak.

 


 


Setelah menembakkan sinyal asap, Howon menepikan kudanya, memperhatikan titan itu bergerak mendekat dengan langkah goyah, kakinya terlalu kecil untuk menyangga tubuhnya yang sangat besar. Barisan kereta dan gerobak pembawa bahan perbekalan masih sangat panjang, dan walau mereka sudah merubah jalur tapi tetap saja titan itu terlanjur terlalu dekat dengan mereka. Seorang senior, Jaewon, mendekat dan berhenti di sebelah Howon.

 

"Kau jalan terus saja, serahkan titan ini padaku," katanya sambil meraih pedang kembar dari pinggangnya.

 

"Tidak apa," kata Howon, ikut menyiapkan pedangnya juga. Ini kesempatan bagus untuknya, dia bisa mencapai tujuannya sekaligus menyelamatkan rombongan pengangkut. Dari sudut matanya Howon dapat melihat hanya tinggal separuh rombongan gerobak lagi yang belum lewat. "Serang sekarang?"

 

"Tahan dulu," mata Jaewon awas memperhatikan gerakan titan di hadapan mereka. "Sepertinya yang ini tidak terlalu agresif. Kita tunggu sampai--"

 

Tapi Howon tidak akan tahu apa yang harus mereka tunggu, karena seniornya itu tidak sempat menyelesaikan kata-katanya. Kaki titan itu tiba-tiba saja tersandung tembok dan dia terhuyung-huyung maju sebelum berguling ke arah rombongan mereka. Segalanya terjadi dengan sangat cepat.

 

"Awas," seru Howon. Dia mengaktifkan 3d manuver gear-nya, menembakkan ujung kaitnya ke sebuah pohon dan meloncat dari kuda sebelum menebas ke depan. Dorongan gas dari gear-nya memungkinkan dia untuk bergerak dengan lincah dan cepat.

 

"Sial." Jaewon tidak kalah sigap, dia juga menerjang ke arah titan itu. Tubuh titan yang berguling itu menghempas salah satu gerobak. Gerobak itu terpelanting, rodanya rusak, kudanya terlepas dan langsung berlari menjauh sambil meringkik ketakutan. Anggota regu yang lain segera mengubah jalur gerobak sisanya dan memacu kuda mereka lebih kencang. "Cepat," perintah Jaewon pada mereka.

 

Howon menebas tangan titan itu yang hendak meraih rombongan mereka. Dia mendarat di atas tubuh titan yang masih terbaring di tanah itu, berlari melintasi dadanya untuk menebas tangan satunya juga.

 

"Howon, kau terlalu dekat," teriak Jaewon.

 

Mengangkat pedangnya, Howon berdiri di tengah-tengah dada titan itu dan menikam lehernya. Sekali, dua kali, dan sebelum Howon sempat melakukannya untuk yang ketiga kalinya, Jaewon mendarat di sebelahnya. Dengan mencengkram bagian belakang kerah baju Howon, Jaewon berayun membawanya ke atas pohon.

 

"Bodoh, walau kau lakukan itu berkali-kali titan itu tidak akan mati. Apa kau lupa, kau harus menebas bagian belakang lehernya!" bentak Jaewon, saat melepas cengkramannya dari kerah baju Howon, dia tak bisa menahan diri untuk tidak mendorong anak itu. "Cih, apa yang mereka ajarkan di akademi pada kalian?"

 

"Aku tahu," kata Howon pelan. "Aku cuma mau mencoba, kalau dipotong dari depan hingga ke belakang dia akan mati juga atau tidak."

 

"Oh ya? Lalu apa kau lupa dengan kemampuan regenerasi mereka? Lihat, tangan yang kau tebas itu sudah kembali sempurna dan dia hampir saja merenggutmu. Kau terlalu dekat dengan mulutnya, dalam sekali hap kau hanya tinggal nama."

 

Howon melirik ke bawah, dan benar saja, tangan titan itu sudah pulih seperti sedia kala, tak ada tanda-tanda sama sekali bahwa tangan yang sama itu tadi baru saja ditebas olehnya. Howon berpaling pada Jaewon. "Aku yakin senior Jaewon akan menolongku, makanya aku berani melakukan hal itu," katanya sambil tersenyum.

 

Kali ini aku selamat, mungkin lain kali, pikir Howon.

 

Jaewon mengerutkan alisnya. "Senyummu itu, tidak ada pengaruhnya padaku. Aku masih marah padamu, tindakanmu itu hampir bisa dibilang tindakan bunuh diri. Selalu jaga jarakmu dengan titan, mengerti? Jika tidak, aku terpaksa harus melaporkanmu pada Komandan Jonghwan."

 

Howon mengangguk singkat sebelum mengalihkan pandangannya pada titan yang masih tergeletak di tanah. "Apa yang harus kita lakukan padanya?" tanya Howon.

 

"Tinggalkan saja. Kakinya sangat kecil, tubuhnya terlalu besar, dia tidak akan bisa bangkit dari posisinya itu. Dia tidak akan menjadi ancaman bagi kita," kata Jaewon. Memang benar kata Jaewon, titan itu berbaring di tanah seperti bayi baru lahir yang tidak bisa duduk sendiri. Tangan dan kakinya bergerak-gerak kemana-mana, mulutnya terbuka lebar. "Lagipula rombongan kita sudah lama lewat, kita sudah aman. Ayo, kita susul mereka."

 

"Tapi, bagaimana dengan gerobak itu?"  Howon menunjuk gerobak yang hancur karena terhempas titan. "Kita bisa memindahkan isinya ke beberapa gerobak lain."

 

"Tidak, terlalu berisiko," desah Jaewon. "Bisa saja ada titan lain yang bersembunyi di balik tembok-tembok ini dan datang menyerang ketika kita sedang memindahkan isi gerobak itu. Hal itu berbahaya, bisa-bisa kita kehilangan lebih banyak gerobak lagi." Jaewon kemudian berayun turun, menuju tempat mereka tadi meninggalkan kuda-kuda mereka. Beruntung kuda-kuda itu sangat pemberani, mereka berdiri tegap, setia menunggu penunggangnya kembali.

 

Howon sedikit kecewa karena tujuannya tidak tercapai. Tapi tak mengapa, misi masih berjalan, masih banyak kesempatan. Dia bersiap menyusul Jaewon, tapi sebuah suara menarik perhatiannya. Itu bukan suara erangan dari titan yang masih terbaring di tanah, lebih seperti suara isakan tertahan, dan asalnya dari… gerobak yang hancur. Howon mengerutkan kening dan melompat ke dekat gerobak. Dengan penuh waspada diangkatnya kain terpal penutup gerobak, dan dia terkesiap.

 

"Senior Jaewon," seru Howon, "lihat apa yang kutemukan."

 

Di dalam gerobak, diantara karung-karung perbekalan ada dua orang anak laki-laki, yang satu menangis tersedu memeluk erat temannya yang berbaring tak bergerak.

 

"Woohyun… Woohyun…." Anak yang menangis sibuk memanggil-manggil nama temannya, sebelum berpaling pada Howon. "Tolong temanku, aku mohon…"

 

Howon ingin sekali bertanya bagaimana dan mengapa kedua anak itu bisa ada di sana, tapi dia mengesampingkan pertanyaan-pertanyaan itu dari benaknya, ada hal yang lebih penting yang harus dilakukan terlebih dulu. Howon mendekat, memeriksa anak yang dia yakini bernama Woohyun. Sisi kepala Woohyun berlumur darah, tapi nafasnya stabil.

 

"Ada apa? Kenapa bisa ada anak kecil di sini?" Jaewon akhirnya tiba di sisi Howon, tangannya memegang tali kekang kedua kuda.

 

"Aku juga tidak tahu," jawab Howon. Dia berpaling pada anak yang menangis, memegang lembut pundaknya dan tersenyum ramah, mencoba menenangkan anak itu. "Hai, aku Howon. Siapa namamu?"

 

"S-sunggyu…," jawab anak itu sambil masih terisak-isak.

 

"Sunggyu, apa kamu dan Woohyun tadi ada di dalam gerobak?" tanya Howon.

 

Sunggyu mengangguk. "K-kami hanya ingin mencari bunga matahari, tapi gerbangnya tidak boleh dilalui. Jadi diam-diam kami menyelinap ke dalam gerobak agar bisa ikut keluar."

 

Howon menyipitkan matanya. Bunga matahari? Ah, anak kecil memang tidak mudah diduga, mereka selalu saja ada di tempat yang tidak seharusnya dan melakukan hal yang tidak sepantasnya. Apa mereka tidak tahu di luar sangat berbahaya sekali. Dan lagi nasib mereka apes sekali, gerobak yang hancur justru adalah gerobak tempat mereka bersembunyi. Sepertinya kepala Woohyun terbentur saat gerobak itu terhempas, sementara Sunggyu nampaknya tidak memiliki luka fisik yang parah, hanya sedikit shock dan terguncang.

 

Howon membungkuk dan memegang wajah Sunggyu, secara halus memaksa anak itu menatapnya. "Sunggyu, tenanglah… Woohyun tidak apa-apa. Kepalanya memang terbentur, tapi dia akan baik-baik saja. Sebentar lagi dia pasti akan sadar dari pingsannya."

 

"B-benarkah?" tanya Sunggyu. "Syukurlah…" Sunggyu kemudian memeluk tubuh temannya.

 

Saat Howon menegakkan tubuhnya, Jaewon berbisik ke telinganya. "Benar anak itu tidak apa-apa? Darahnya yang keluar cukup banyak."

 

"Tidak apa-apa," balas Howon dengan suara rendah, "lukanya memang cukup lebar, tapi tidak dalam."

 

"Baguslah kalau begitu, sebaiknya kita cepat menyusul rombongan lagi, lalu nanti kita bisa membebat lukanya. Kau bawa anak yang menangis itu." Jaewon naik ke atas kudanya.

 

Dengan penuh hati-hati Howon menggendong tubuh Woohyun yang kecil dan ringan, menyerahkannya pada Jaewon. Jaewon menyandarkan tubuh Woohyun ke dadanya dan memeluk pinggangnya dari belakang, tali kekang dipegangnya dengan tangan yang lain. Howon lalu memanjat naik ke kudanya sendiri sebelum membantu Sunggyu naik ke belakangnya. Ketika mereka berderap melewati titan yang masih terbaring di tanah, Howon dapat mendengar Sunggyu terkesiap dan merasakan Sunggyu memegangnya lebih erat.

 

"Tidak apa-apa," kata Howon. "Yang satu itu tidak berbahaya."

 

Howon dan Jaewon memacu kuda mereka, mengejar rombongan mereka. Hanya berdua di wilayah di mana titan bebas berkeliaran dengan membawa dua anak kecil tentu sangat berbahaya. Mereka yakin mereka tidak tertinggal terlalu jauh, dan memang, begitu mereka berbelok di balik bukit mereka dapat melihat gerobak dan kereta rombongan mereka. Hanya saja, gerobak dan kereta itu dalam keadaan hancur lebur. Tak ada seorangpun anggota rombongan mereka ada di sana. Yang ada hanyalah bekas-bekas pertempuran, sisa-sisa tubuh titan yang mulai berasap dan bercak darah di sana-sini.

 

"Apa? Apa yang terjadi?" Jaewon terengah.

 

Howon menggigit bibir bawahnya. "Sepertinya mereka disergap banyak titan," tebaknya. Ah, seharusnya tadi dia menurut saja pada perintah Jaewon dan terus mengawal iringan gerobak. Sepertinya dibanding dengan yang dialami iringan gerobak, titan yang tadi dihadapinya tidak ada apa-apanya.

 

"Senior Jaewon, sekarang bagaimana, kita tidak tahu ke mana mereka pergi, atau apakah masih ada yang selamat." Howon mengedarkan pandangan ke sekeliling mereka, tapi sejauh mata memandang tak ada tanda-tanda keberadaan sisa anggota mereka.

 

Jaewon meraih pistol asapnya, menembakkannya asap merah ke langit. "Jika ada yang selamat, mereka pasti akan membalas."

 

Howon dan Jaewon menanti sambil tetap waspada, berjaga-jaga jika ada titan lain yang datang. Tak lama kemudian di kejauhan tampak asap hijau yang ditembakkan ke langit. Howon melirik Jaewon, lalu tanpa kata-kata mereka berdua memacu kuda mereka ke arah yang diisyaratkan. Si kecil Sunggyu melekat erat di punggung Howon. Setelah mendaki bukit mereka melihat sisa rombongan, dan dalam waktu singkat mereka berdua sudah berhasil bergabung. Tapi hanya ada Komandan Jonghwan dan beberapa orang saja, tidak sampai seperempat dari jumlah rombongan awal. Mereka semua tampak terluka disana-sini.

 

"Komandan," seru Jaewon, "apa yang terjadi? Aku dan Howon tertinggal dari rombongan di bekas perkampungan, apa yang terjadi selanjutnya?"

 

"Titan, aku tidak menyangka mereka ada di balik bukit. Walau di malam hari gerak mereka lebih lambat dan tidak seagresif saat siang, tapi jumlah mereka terlalu banyak. Pasukan lingkar depan tidak sempat memberi sinyal, sehingga semua rombongan akhirnya terjebak di sana. Sayap kanan dan sayap kiri yang berusaha menolong juga tidak bisa berbuat banyak," jelas Komandan Jonghwan, wajahnya tampak sangat suram.

 

"L-lalu? Bagaimana dengan misinya?"

 

Komandan Jonghwan menghela nafas berat. "Misi gagal. Kita kembali ke Trost, tak ada gunanya melanjutkan perjalanan, tak ada bahan pangan yang bisa kita kirim. Aku sedang sebisanya mengumpulkan anggota rombongan yang tercerai-berai sambil kita kembali pulang. Ngomong-ngomong, kenapa ada anak kecil?" Komandan Jonghwan akhirnya menyadari tambahan anak yang dibawa Jaewon dan Howon.

 

"Mereka menyelinap ke gerobak kita," jawab Howon. "Yang ini Sunggyu, dan yang pingsan itu Woohyun."

 

"Hah, buat apa menyelinap ke gerobak kita? Eh, tapi rasanya aku pernah lihat anak yang itu," Komandan Jonghwan menunjuk Woohyun.

 

"Dia anak Tuan Nam, bukan?" seorang wanita yang berkuda di sebelah Komandan Jonghwan menyela. Dia adalah Kapten Jisun, orang kepercayaan Komandan Jonghwan.

 

"Tuan Nam?"

 

"Tuan Nam, orang kaya paling terpandang di Yarckel. Komandan ingat tidak, kita pernah ke rumahnya, mengambil logistik yang beliau sumbangkan untuk orang-orang di distrik Dinding Maria. Beliau orang yang dermawan," kata Kapten Jisun.

 

"Yarckel? Bukannya itu jauh sekali dari sini, bagaimana mereka bisa sampai ke sini… Oh, tapi bukannya keluarga Nam cuma punya satu anak, yang sekarang bergabung di kepolisian militer?" tanya Komandan Yonghwan.

 

"Iya, tapi yang ini anak Tuan Nam yang satunya, anak yang itu," bisik Kapten Jisun, "yang bukan dilahirkan Nyonya Nam."

 

Meskipun Kapten Jisun sudah merendahkan suaranya, tapi Howon masih dapat mendengar kata-katanya. Dia menjadi sangat penasaran, apa yang diinginkan anak kaya dari Yarckel hingga dia pergi ke luar Dinding Rose.

 

"Yah… aku tidak peduli dia anak siapa, tapi kita harus mengembalikan dua anak ini dengan selamat," perintah Komandan Yonghwan.

 

Selama mereka membahas tentang kedua anak kecil itu, satu demi satu beberapa anggota rombongan yang tadinya tercerai berai bergabung kembali dengan mereka. Komandan Yonghwan kemudian mengarahkan mereka untuk membentuk formasi lingkaran seperti ketika mereka berangkat tadi. Tapi kali ini dengan radius lebih kecil karena hanya tinggal sedikit anggota yang tersisa, dan dengan pusatnya adalah Howon dan Jaewon yang membawa Sunggyu dan Woohyun.

 

 

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
diniazakee #1
Chapter 11: Amazing, author!
Ceritanya menarik dan menyentuh. Aku harap bisa menemukan ff Infinite/Woogyu sebagus ini, atau mungkin lebih.
Terima kasih, author atas ceritanya(ff). Semoga dikemudian hari aku bisa baca cerita/ff darimu.
Love love author ♡♡♡
keyhobbs
#2
Chapter 10: ahh.....woohyun meninggal,mana gk d lakukan upacara kematian lg,kasian....btw,nyonya nam jahat bnget, bahkan sampe d akhir hayatnya woohyun dia tetep gk mau ngakuin woohyun, kayaknya ini orang gk punya hati bnget-_- eh eh , awalnya kukira hoya itu udh dewasa lho..ternyata cuma beda beberapa tahun sma sunggyu hehe...
Alvin_19 #3
Chapter 10: Akhirnya q paham dan menangis.,,, cerita yang bener² bagus. Maksih buat author,,, cerita anda sungguh mengangumkan
Alvin_19 #4
Chapter 4: Ahh,,,, belum paham maksud ceritanya. *plakk (msih blum slesai udah kburu komen)
Maaf y,, Lanjut baca terus!!! ^_^
nwh311 #5
Chapter 10: tamaat xD demi apa terkejut woohyun tewas dimakan titan -- nyonya nam jahat banget sih gamau nerima bunga matahari woohyun T.T over all ff nya bagus meskipun ada beberapa part yang tulisannya masih agak berantakan /justmyopinyokay
nwh311 #6
Chapter 10: tamaat xD demi apa terkejut woohyun tewas dimakan titan -- nyonya nam jahat banget sih gamau nerima bunga matahari woohyun T.T over all ff nya bagus meskipun ada beberapa part yang tulisannya masih agak berantakan /justmyopinyokay
garichan #7
Chapter 10: tapi jalan ceritanya beda, tadinya sempet males baca soalnya mirip anime attack on titan. Tapi karna jalan ceritanya beda, jadi mau baca sampe abis apa lg menyangkut bunga matahari. Keren banget ff'nya. Dan kapan season 2nya??? Ditunggu thor!!!
garichan #8
Chapter 4: udah saya kira ini mirip shingeki no kyojin bukan mirip lg tapi sama dari tempat, nama dinding, dan seragam situasi juga. Apa lg ada titan
inspiritly_beauty
#9
Chapter 11: Udah tamat aja >.<
Awalnya aku aneh kok ga pernah ada updat lagi, ternyata aku ga subscribe. Mian... ;_;
Sad ending... kenapa Ny. Nam gamau terima bunga dari Woohyun? Tega banget.
Senang pas tau kamu ada rencana bikin Season 2. Semoga nanti ada karakter pengganti Woohyun >.< Atau ada anak lain yang punya nama sama kaya Woohyun. Soalnya sunggyu tanpa woohyun itu kurang afdol. lol
lovedio #10
Chapter 10: gilakk.. ini pengobrak abrik hati sayaaa T.T