chapter iv

To That Sunflower Garden

LEE HOWON

Menjadi anggota baru di sebuah kelompok itu tidak mudah. Kau harus menghafal nama-nama para anggota yang lain, mengerti pangkat dan jabatan semua orang, serta menyesuaikan diri dengan kebiasaan-kebiasaan yang ada. Tapi, menjadi anggota baru sekaligus yang berusia paling muda itu lebih menyusahkan lagi. Semua tugas-tugas remeh-temeh yang menyebalkan pasti akan dilimpahkan padamu. Dan itulah yang terjadi pada Lee Howon.

 

Sedari pagi Howon sibuk mengangkat dan memasukkan barang-barang ke dalam gerobak. Belum selesai dia dengan satu gerobak, sudah ada gerobak-gerobak lain yang menunggu untuk diisi. Anggota-anggota baru lainnya juga mendapat tugas yang sama, tapi Howon lebih sibuk karena sebentar-sebentar para senior memanggilnya untuk melakukan ini dan itu, memberinya tugas-tugas tambahan lain. Tapi meskipun sibuk dan tugasnya berat, senyuman tak pernah lepas dari bibir Howon, dia juga masih menyempatkan diri untuk membantu teman-temannya yang lain diluar tugas-tugas yang diberikan padanya. Karena itulah para anggota yang lain senang pada Howon, karena dia selalu tersenyum dan membantu mereka.

 

Hari itu, regu Howon akan melaksanakan misi pengiriman bahan makanan dan bahan baku lain. Sejak peristiwa yang sering disebut dengan Peristiwa Pendobrakan yang terjadi di Distrik Shiganshina dua tahun lalu, distrik-distrik yang ada di Dinding Maria menjadi daerah yang terpencil, para penduduk tidak bisa keluar-masuk, terkungkung dalam dinding tinggi yang membatasi distrik mereka. Bahan pangan menjadi sangat langka, maka bergantian dengan regu-regu lain yang tergabung dalam pasukan pengintai Survey Corps, dilakukan pengiriman rutin untuk distrik-distrik yang ada di Dinding Maria. Kecuali Distrik Shiganshina, tentu saja, karena sudah tidak ada yang tinggal di distrik itu lagi.

 

Walau misi ini sudah cukup sering dilakukan, tapi misi pengiriman ini adalah yang pertama bagi Howon dan teman seangkatannya. Mereka baru lulus dari akademi militer dua minggu lalu, selama berhari-hari Howon dan anggota-anggota baru pasukan pengintai diberi pelatihan dan bekal ilmu. Setelah dirasa cukup, mereka pun diutus untuk bergabung dalam misi pengiriman barang itu. Tidak ada yang istimewa dengan misi itu, formasi pasukan diatur cukup sederhana, mereka hanya perlu mengawal proses pengiriman barang, dan sebisa mungkin menjauhi bahaya. Karena itulah misi ini dijalankan pada malam hari, ketika resiko bahaya yang ada jauh lebih rendah dibanding siang hari. Tapi walau begitu, tetap saja misi ini terhitung rawan dan tidak mudah. Kemungkinan untuk terbunuh selalu mengintai mereka.

 

Akhirnya ketika matahari tepat di atas kepala, bahan pangan di gudang yang akan dikirim sudah masuk semua, dan gerobak-gerobak pembawanya juga sudah diparkir disebelah gerbang, siap diberangkatkan. Mereka tinggal menunggu hingga matahari terbenam. Hanya tersisa dua orang anggota baru saja yang menjaga gerobak-gerobak perbekalan, para prajurit lainnya sedang mengambil jatah makan. Tapi Howon hanya sebentar berada di markas, dia segera kembali bergabung dengan mereka yang ditugaskan menjaga gerobak.

 

"Hei, Soryong, Daeryong," sapa Howon sambil mengacungkan kantung makanan yang dibawanya.

 

Soryong dan Daeryong bersorak sambil menyambar kantung itu. "Whoa, kau ini benar-benar malaikat, Howon," kata Soryong.

 

"Benar," sahut Daeryong, "kita hampir mati kelaparan di sini. Apa sebenarnya yang ada di pikiran para senior itu ketika menyuruh kita menjaga gerobak-gerobak ini? Apa mereka kira kita tidak perlu makan? Akan sangat ironis sekali kalau aku mati kelaparan padahal yang aku jaga adalah gerobak bahan pangan, seperti tikus yang mati di lumbung beras saja. Selain itu kita 'kan juga perlu istirahat karena sudah mengangkut berkarung-karung beras dari pagi, apalagi nanti malam akan dilakukan perjalanan jauh."

 

Howon tergelak. "Ah, kau ini, 'kan kalian hanya ditugaskan selama satu jam saja. Setelah itu akan diganti dengan orang lain."

 

"Howon, kau tahu tidak, satu menit itu terasa seperti satu jam ketika kau sedang lapar. Lalu satu jam itu… terasa seperti satu hari," kata Daeryong dengan nada serius, mulutnya sibuk mengunyah makanan yang dibawa Howon.

 

"Kembalilah ke markas," kata Soryong. "Istirahatlah. Di sini panas, nanti kau cepat lelah. Kau bekerja sangat keras 'kan tadi? Setelah ini kami juga akan kembali ke markas setelah waktu jaga kami habis."

 

"Tidak apa, aku akan menemani kalian dulu. Aku tidak mendapat jatah jaga, jadi tidak apa-apa," tolak Howon.

 

"Aduuuuh, Howon, kau sangat baik. Kau ini benar-benar pengertian ya, sebenarnya dari tadi aku bosan karena mendapat jatah jaga dengan Soryong. Kau tahu 'kan dia orang yang sangat dingin. Daritadi semua ucapanku tak ada yang ditanggapinya. Sebelum mati kelaparan, mungkin aku akan mati bosan terlebih dulu," keluh Daeryong.

 

"Yah, kau itu terlalu banyak bicara," bentak Soryong sambil memukul kepala Daeryong. Tapi Daeryong dengan sigap menghindar dan menjulurkan lidahnya, meledek.

 

Howon tergelak lagi.

 

Si kembar Soryong dan Daeryong adalah teman-teman dekatnya selama di akademi. Walaupun kembar mereka memiliki sifat yang jauh berbeda, Soryong lebih kalem sementara Daeryong memiliki sifat yang meledak-ledak dan penuh semangat. Tapi selain itu, mereka sangat mirip.

 

"Tapi Howon, kau ini memang sangat baik," kata Soryong tiba-tiba, "malah terlalu baik. Aku khawatir sifatmu yang terlalu baik ini membuatmu dimanfaatkan oleh orang lain, atau membuatmu terjebak dalam keadaan yang merepotkan."

 

Howon tersenyum. "Tidak akan," katanya menenangkan.

 

Muka Soryong berubah menjadi sangat serius. "Untuk misi nanti malam, aku ingin kau berjanji padaku kau akan memikirkan keselamatan dirimu sendiri terlebih dahulu. Jika ada bahaya datang dan kita tidak sanggup mengatasinya, kau harus lari, mengerti? Jangan pedulikan orang lain, kau harus tetap hidup."

 

"Tidak apa, Soryong, aku yakin misi nanti malam akan aman-aman saja," kata Howon. "Kita semua pasti bisa pulang dengan selamat."

 

"Yah, So, apa kau tidak akan mengatakan hal yang sama padaku? Aku ingin kau memintaku untuk tetap hidup juga," rengek Daeryong.

 

Soryong mendecakkan lidah. "Kalau kau sih, punya daya tahan seperti kecoa, tidak akan mati walau diinjak berkali-kali."

 

Daeryong membelalakkan matanya. "Ap--paa…? Kecoa? Hei, So, apa kau lupa kalau kau itu kembaranku? Berarti kamu juga kecoa! Hahahaha!"

 

Muka Soryong memerah. "Bodoh, maksudku kau tidak akan mati, aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi," gumamnya. Tapi Daeryong terlalu sibuk tertawa dan tidak mendengarnya.

 

Mati. Kata itu mungkin terdengar mengerikan bagi semua orang, tapi tidak bagi Howon. Dia tidak takut mati, dan itulah yang menjadi alasannya untuk tanpa ragu memilih bergabung dengan pasukan pengintai. Lulus dari akademi dengan peringkat delapan, Howon sebenarnya bisa memilih untuk menjadi polisi militer, karena hanya peringkat sepuluh besar saja yang boleh bergabung di kesatuan elit itu. Tetapi menjadi polisi militer akan sangat membosankan bagi Howon, mereka hanya bertugas mengawal keluarga raja dan menjaga kedamaian di Central. Sementara menjadi penjaga gerbang juga tidak ada tantangannya. Howon lebih memilih menjadi anggota pasukan pengintai, karena kesatuan yang memiliki jumlah anggota sangat sedikit dibanding kesatuan militer lainnya itu memiliki angka kematian yang sangat tinggi. Pasukan pengintai selalu ada di garis depan bahaya.

 

Tapi, yah, tidak perlu ada yang tahu, itu rahasia Howon. Orang lain cukup mengenalnya sebagai Howon yang berhati malaikat saja.

 


 


Malam itu sangat cerah, langit bebas dari awan dan tidak ada kemungkinan untuk turun hujan. Hal itu sangat menguntungkan, karena cuaca cerah memudahkan untuk melihat sinyal asap yang dikirim dan juga lebih mudah untuk mengawasi kemungkinan bahaya yang bisa datang kapan saja. Regu Howon berangkat tepat begitu matahari terbenam dalam formasi yang sudah mereka pahami dengan sangat baik dan gerbang distrik pun segera ditutup kembali begitu rombongan mereka melintas. Mereka bergerak dalam barisan yang berbentuk lingkaran, dengan Komandan Jonghwan,  berkuda di paling depan dan gerobak pembawa bahan makanan tepat di tengah-tengah.

 

Jika ada yang melihat bahaya, asap merah akan ditembakkan ke udara, dan pesan ini wajib diteruskan oleh yang lain sehingga Komandan Jonghwan bisa dengan segera waspada dan menyadari adanya bahaya tersebut. Komandan Jonghwan kemudian akan menembakkan asap hijau untuk merubah arah gerak mereka, dan yang lain juga wajib meneruskan sinyal ini, sehingga semua anggota regu dapat bergerak menghindari bahaya sesuai arah yang ditentukan oleh komandan mereka.

 

Howon dan beberapa anggota muda mendapat tugas untuk mengiringi gerobak dan kereta pengangkut, sementara anggota senior berkuda di baris-baris luar formasi. Kuda-kuda mereka yang kuat berderap kencang. Sejauh ini mereka baru mengubah jalur dua kali, dan kemudian kembali bergerak ke arah timur, ke distrik tujuan mereka. Sebenarnya akan lebih dekat jika mereka berangkat dari distrik timur yang ada di Dinding Rose, tapi ada sebuah hutan yang sangat besar yang dapat menyusahkan mereka untuk menghindari bahaya, karena bahaya-bahaya itu dapat bersembunyi di balik pepohonan. Melalui Distrik Trost, jalur mereka ke distrik timur yang ada di Dinding Maria lebih mudah karena jalannya landai dan tak ada yang dapat menghalangi pandangan mereka. Walau manuver bertarung mereka akan lebih diuntungkan jika ada bangunan tinggi, tapi dalam misi pengiriman bahan pangan ini yang lebih mereka utamakan adalah menghindari bahaya, bukan bertarung melawannya.

 

Mereka sudah seperempat jalan ketika di kejauhan tampak reruntuhan perkampungan di depan mereka. Di baris depan Komandan Jonghwan menembakkan asap hijau ke kanan, membelokkan arah rombongan. Namun tak berselang lama kemudian asap merah ditembakkan dari sayap kanan, mereka terpaksa kembali ke jalur semula. Terlalu terlambat untuk mengubah jalur lagi, mau tak mau rombongan pun masuk ke area yang dulunya adalah perkampungan penduduk. Tanpa perlu dikomando, semua orang dalam rombongan itu meningkatkan kewaspadaan mereka, berkuda dengan lebih hati-hati diantara bangunan-bangunan yang hancur.

 

Seram rasanya melihat reruntuhan bekas kampung itu, mereka-reka kejadian sadis yang pernah terjadi di sana. Para anggota regu, terutama para anggota baru menggigil ketika membayangkannya, ditambah pula malam itu angin berhembus cukup kencang di sela-sela dinding yang runtuh. Hampir semua orang mengeratkan jubah seragam mereka, jubah hijau sepinggang dengan lambang dua sayap menyilang yang wajib mereka pakai dalam setiap misi keluar dinding.

 

Ujung dari sisa-sisa perkampungan itu telah terlihat, ketika Howon menyadari adanya bahaya. Pasti Komandan Jonghwan dan anggota regu yang di depannya tadi luput melihatnya karena bahaya ini pada awalnya bersembunyi di balik reruntuhan sebuah rumah. Perlahan bahaya ini merangkak keluar dari balik tembok yang berjarak hanya sekitar sepuluh meter dari Howon. Tingginya tidak sampai tiga meter dan gerakannya lambat, tapi tetap saja dia adalah bahaya, dan berada tepat ditengah-tengah formasi mereka.

 

Itu adalah kali pertama Howon melihat bahaya itu dengan mata kepalanya sendiri, selama ini para kadet hanya pernah melihat gambar mereka, tidak pernah bertarung secara langsung. Tapi Howon tidak gentar, tanpa ragu dia meraih pistol asapnya yang diselipkan di ikat pinggang, menembakkan asap merah sinyal bahaya.

 

"Titan!"

 

 

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
diniazakee #1
Chapter 11: Amazing, author!
Ceritanya menarik dan menyentuh. Aku harap bisa menemukan ff Infinite/Woogyu sebagus ini, atau mungkin lebih.
Terima kasih, author atas ceritanya(ff). Semoga dikemudian hari aku bisa baca cerita/ff darimu.
Love love author ♡♡♡
keyhobbs
#2
Chapter 10: ahh.....woohyun meninggal,mana gk d lakukan upacara kematian lg,kasian....btw,nyonya nam jahat bnget, bahkan sampe d akhir hayatnya woohyun dia tetep gk mau ngakuin woohyun, kayaknya ini orang gk punya hati bnget-_- eh eh , awalnya kukira hoya itu udh dewasa lho..ternyata cuma beda beberapa tahun sma sunggyu hehe...
Alvin_19 #3
Chapter 10: Akhirnya q paham dan menangis.,,, cerita yang bener² bagus. Maksih buat author,,, cerita anda sungguh mengangumkan
Alvin_19 #4
Chapter 4: Ahh,,,, belum paham maksud ceritanya. *plakk (msih blum slesai udah kburu komen)
Maaf y,, Lanjut baca terus!!! ^_^
nwh311 #5
Chapter 10: tamaat xD demi apa terkejut woohyun tewas dimakan titan -- nyonya nam jahat banget sih gamau nerima bunga matahari woohyun T.T over all ff nya bagus meskipun ada beberapa part yang tulisannya masih agak berantakan /justmyopinyokay
nwh311 #6
Chapter 10: tamaat xD demi apa terkejut woohyun tewas dimakan titan -- nyonya nam jahat banget sih gamau nerima bunga matahari woohyun T.T over all ff nya bagus meskipun ada beberapa part yang tulisannya masih agak berantakan /justmyopinyokay
garichan #7
Chapter 10: tapi jalan ceritanya beda, tadinya sempet males baca soalnya mirip anime attack on titan. Tapi karna jalan ceritanya beda, jadi mau baca sampe abis apa lg menyangkut bunga matahari. Keren banget ff'nya. Dan kapan season 2nya??? Ditunggu thor!!!
garichan #8
Chapter 4: udah saya kira ini mirip shingeki no kyojin bukan mirip lg tapi sama dari tempat, nama dinding, dan seragam situasi juga. Apa lg ada titan
inspiritly_beauty
#9
Chapter 11: Udah tamat aja >.<
Awalnya aku aneh kok ga pernah ada updat lagi, ternyata aku ga subscribe. Mian... ;_;
Sad ending... kenapa Ny. Nam gamau terima bunga dari Woohyun? Tega banget.
Senang pas tau kamu ada rencana bikin Season 2. Semoga nanti ada karakter pengganti Woohyun >.< Atau ada anak lain yang punya nama sama kaya Woohyun. Soalnya sunggyu tanpa woohyun itu kurang afdol. lol
lovedio #10
Chapter 10: gilakk.. ini pengobrak abrik hati sayaaa T.T