The Persuasion

Heartlines [Indonesian]
Please Subscribe to read the full chapter

Jongin kurang menyukai pagi hari. Aku tidak dapat bertanya terlalu banyak dan bergurau di pagi hari karena dengan pasti ia akan membencinya. Rekan kerjaku memberitahuku akan hal itu. Mereka memberitahuku di hari pertama kerjaku. Aku tidak tahu mengapa aku tidak menanggapi hal tersebut dengan serius.

Di hari pertama kerjaku, aku melihat Jongin di pintu masuk saat ia datang di Selasa pagi. Ia menguap dan masih matanya masih terlihat berat. Aku menyapanya dan ia hanya merespon dengan anggukan. Sebenarnya aku tidak seberapa yakin ia menganggukkan kepalanya atau tidak. Ia memberikanku tas kertas dan menyuruhku mengganti pakaianku dengan seragam. Jadi aku pergi ke ruang ganti dan memakai blus putih dan celana hitam. Aku keluar dari ruang itu sambil mengikat rambutku dan melihat Jongin menunggu di hall. Ia memintaku untuk mengikutinya dengan sedikit menggerakkan kepalanya kesamping.

Ia mengajakku berkeliling toko dengan singkat. Aku tidak menyangka toko ini sebesar ini. Toko ini terlihat nyaman, rapi, dan bola-bola lampu di dinding membuatku merasa hangat.

“Sudah berapa lama toko ini berdiri?” tanyaku saat kami berjalan melewati hall menuju bagian belakang toko.

Sejujurnya, aku sudah tahu jawabannya. Aku sudah membaca semua yang tertera di website. Aku hanya ingin membicarakan sesuatu sehingga kami tetap bercakap-cakap karena keheningan membuatku merasa tidak enak.

“Kakek-nenekku membuka toko ini sekitar 30 tahun yang lalu.” Balasnya dengan tangan di dalam kantong. “Nenekku suka mengoleksi barang-barang antik sejak muda. Ia juga suka membuat mainan dari kain dan ia membuat boneka kecil serta barang-barang lainnya dengan dekorasinya sendiri.”

Aku melirik sedikit saat ia berbicara. Ia terlihat mengantuk dan suaranya tidak hidup sama sekali.

“Lalu kakekku berpikir hobi nenekku bisa dijadikan sesuatu.” Ia melanjutkan dengan intonasi yang sama dan memicingkan matanya sesekali. “Lalu, mereka memutuskan untuk membuka usaha bersama. Mereka memulainya kecil-kecilan lalu menjadi berkembang.”

Jongin membuka pintu menuju jalanan berbatu. Kami berjalan menjaga jarak dan berdiam-diaman lalu akupun memanfaatkan saat itu untuk melihat sekeliling. Bagian ini tidak ada di website. Tempat ini besar sekali hampir seperti halaman tertutup. Terdapat pohon serta semak belukar dimana-mana. Kami berjalan melalui danau kecil dengan jembatan kayu. Tempat ini tidak terasa seperti berada di kota sama sekali.

“Tempat ini indah sekali.” Kataku takjub. Jongin hanya mengangguk pendek.

“Kakekku adalah tukang kayu.” Ujarnya selang beberapa menit kemudian. Ia menunjuk suatu tempat yang kuasumsikan sebagai tempat kerja. Aku dapat mendengar suara palu dan desingan dari dalam saat kami mendekati tempat itu. “Ia mulai membuat piagam kayu, meja kecil, laci kecil, dan lemari.” Jongin membuka pintu ruangan itu dan mempersilahkanku untuk masuk.

Ada empat meja panjang dan dua lelaki sedang mengerjakan sesuatu yang nampak seperti sandaran tangan kursi. Peralatan-peralatan digantung di dinding, ada banyak sekali alat namun aku hanya mengenali palu dan sekrup, produk-produk yang telah selesai ditaruh dengan rapi di seberang ruang.

“Lalu para pelanggan meminta sesuatu yang lebih besar.” Lanjutnya sambil menganggukkan kepala pada dua pekerja di dalam. “Seperti rak buku, meja belajar, dan lainnya.”

“Kau tahu bagaimana membuatnya?” tanyaku sambil menunjuk meja antik yang hampir selesai.

“Iya.” Sahutnya santai. “Meskipun aku lebih suka membuat piagam kayu, kotak kecil, dan laci.”

Aku menganggukkan kepala lagi. Aku menanyakan beberapa hal tentang toko, seperti rutinitas kerja dan semacamnya, ia menjawabnya dengan pelan. Aku ingat perkataan rekan kerjaku saat aku melihat pertanda ia mulai terganggu. Jadi aku dengan tiba-tiba menghentikan pertanyaan ke-12 atau ke-13 ku.

Kami pergi keluar dan saat kami berjalan berbalik ke toko, aku melihat jalan setapal berbatu di perempatan. Mataku langsung tertuju pada sisi kanan dan melihat deretan rumah berbata merah dan pagar kayu tidak jauh dari sini.

“Apa itu?” Tanyaku sebelum aku dapat menghentikan diri.

Jongin berhenti sejenak untuk meliaht apa yang kutunjuk. “Rumah kami.” Sahutnya hambar.

“Rumahmu.” Kataku pelan dan mengerutkan dahi. Jongin lanjut berjalan ke toko. Aku cepat-cepat mengikutinya. “Jadi kau tinggal sendiri?”

“Apa?”

Aku meliriknya dari samping. “Di apartemen. Ku pikir karena, kau tahu, kau berada di apartemen tersebut.” Sambungku dengan canggung.

Jongin tiba-tiba berhenti berjalan dan menoleh padaku. “Baiklah, jika kau harus mengetahui segalanya.” Ia berkata dengan perlahan, “apartemen itu milik kakakku.” Tutupnya dengan kasar. Aku yakin ia telah terbangun karena suaranya lebih jelas dan ia tidak memicingkan matanya lagi.

“Benar.” Ucapku pelan dan menekan bibirku, merasa bersalah. Ia menatapku dengan jengkel. Dengan langkah cepat, ia berjalan melewatiku dan masuk ke dalam.

“Ia ­benar-benar tidak menyukai pagi hari.” Aku mengomel sendiri dan masuk sendiri.

Aku tidak melihatnya disepanjang pagi ini. Ataupun saat makan siang. Hingga aku selesai kerja. Mungkin ia menghindariku, atau mungkin marah denganku.

Aku mengetahui sesuatu tentangnya. Menurut rekan kerjaku, Jongin biasanya berada di dalam tempat kerja dan tidak makan siang bersama mereka. Ia terkadang bersama kakaknya jika diminta. Selain itu, ia tidak banyak bersosialisasi dan temperamen. Aku baru tahu bahwa ia sudah lulus SMA. Ia langsung bekerja di toko setelah ia lulus, meskipun beberapa orang berpikir akan lebih baik jika ia kuliah.

Saat mereka berbicara tentang Jongin, aku melihat bahwa mereka menghindari beberapa topik. Mereka akan melihat satu sama lain dengan tatapan yang mengandung berbagai makna. Aku tidak memaksa mereka karena aku sudah cukup ingin tahu dan telah membuat jengkel salah satu bosku.

Pagi berikutnya, aku sedang menata barang-barang di meja saat aku melihat Jongin. Aku tersenyum padanya. Seperti biasa, ia hanya mengangguk dan memintaku untuk memberikan paket untuk kakaknya. Mungkin ia sudah tidak jengkel lagi padaku.

Setelah makan siang, aku terkejut melihat Eun Hye berada di toko. Ia melambaikan tangan padaku dan memberitahuku ia ada disini untuk berbicara dengan Jongin. Ia cepat-cepat bercerita bagaimana Kyungsoo memberitahu pengalaman akting Jongin di proyek sekolah semasa SMA dahulu. Maka dari itulah, ia mencetuskan ide yang sama denganku: meminta Jongin menjadi pemeran pria utama.

Aku ingin menanyakan beberapa pertanyaan, namun aku harus bekerja, jadi aku hanya memberitahunya dimana ia dapat bertemu dengan Jongin. Dengan senyuman penuh harapan, Eun Hye bergegas menuju tempat kerja Jongin. Dua menit kemudian, aku selesai membungkus barang pesanan pelanggan di konter saat Eun Hye kembali. Senyuman yang tadi menghilang dari wajahnya. Jongin telah menolaknya.

“Kau harus meyakinkannya, Su Ji.” Kata Eun Hye yang berdiri di belakang konter.

“Apa? Kenapa aku?”

“Kata Kyungsoo, ia adalah salah satu aktor terbaik dalam klub drama.” Kata Eun Hye. “Aku yakin ia tidak sedang memuji-muji teman baiknya.”

Aku berpendapat sama dengannya, melihat dari bagaimana ia menari di apartemen itu. Namun aku tidak yakin aku akan dapat berbicara dengannya, tidak setelah membuatnya jengkel kemarin. Aku yakin ia akan menolakku juga.

“Tidak bisakah kita memilih yang lain?” usulku. “aku yakin pasti ada yang tertarik.”

“Jongin adalah lelaki yang tepat  dalam flim pendek kita.” Tekan Eun Hye. “

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
suthchie #1
Chapter 15: sebenarnya jongin suji cocok bersama...
mereka bisa sama2 saling menguatkan satu sama lain...
suthchie #2
Chapter 14: walaupun break, seharusnya juga ngak gitu juga kali...
gimana kalo ntar malah keterusan...
untung suji orangnya baik
suthchie #3
Chapter 13: Jongin emang perhatian banget...
suthchie #4
Chapter 12: Semoga saja jongin ngak suka eunhye...
suthchie #5
Chapter 11: Kurasa suji lebih membutuhkan jongin, dari pada keluarganya sendiri
suthchie #6
Chapter 10: Siapapun yang ditekan oleh orang tua pasti mereasa marah...
suthchie #7
Chapter 9: Mungkin benar juga kalo jongin ang suka...
Tapi kalo ada jaehoon, kayaknya biasa aja dink
suthchie #8
Chapter 8: Padahal hubungan mereka udah makin dekat...
Kenapa harus ada masalah
suthchie #9
Chapter 7: Yah kok balikan sih
suthchie #10
Chapter 6: Ciye yang makin deket sam jongin