Oversized Teacups

Heartlines [Indonesian]
Please Subscribe to read the full chapter

Aku berdiri di depan kaca dan menatap dalam-dalam gaun koktail merahku yang tergerai sepanjang sedikit dibawah lututku. Aku cepat-cepat pergi ke mall kemarin saat menyadari aku tidak memiliki apapun untuk dikenakan. Seharusnya aku membeli baju sejak kemarin namun aku terlalu sibuk dengan kejadian memalukan di kantor mama.

Sudah dua hari sejak kejadian itu namun aku masih merasa bodoh. Begitu bodoh hingga aku ingin menarik rambutku sendiri. Aku bersandar di ujung ranjang dan mengingat kembali bagaimana aku terlihat seperti rusa yang tertangkap basah setelah lelaki itu menyeringai. Aku cepat-cepat menutup tirai; lututku mendadak lemah dan aku pun terduduk lemas di lantai, merasa sangat malu. Lalu aku segera berlari dan menunggu mama di area suster. Bahkan suster pun menyadari ada yang salah denganku karena aku terlihat pucat.

Pikiranku begitu kacau dalam perjaanan pulang. Aku khawatir lelaki itu akan mengenali wajahku namun aku meyakinkan diri sendiri hal itu tidak mungkin karena aku sendiri tidak dapat mengingat wajahnya. Namun aku baru sadar aku lupa mematikan lampu. Dan dari caranya menyeringai, ia seolah yakin aku menontonnya. Dan aku memiliki perasaan bahwa yang ia maksud tidak hanya malam ini namun juga malam-malam lainnya saat aku menontonnya yang semakin membuatku merasa terhina. Aku tidak lagi berani mendekati kantor mama sejak itu.

Aku mengambil bantal, membenamkan mukaku dan berteriak frustasi.

Eun Hye, yang menginap kemarin malam, keluar dari kamar mandi dan menatapku terbahak. Kami menghabiskan menit berikutnya menyelesaikan berdandan. Aku baru saja selesai mengenakan anting bentuk awan favoritku saat bel berbunyi. Ibu Eun Hye mengantar kami menuju kafe.

Saat kami sampai, kami bergerak menuju sinyal kecil di pintu masuk. Kami menyerahkan undangan ke seseorang lalu ia memperbolehkan kami masuk.

Kami berjalan menuju beranda dimana pesta digelar meskipun beberapa wilayah di kafe telah didekorasi dengan Alice in Wonderland dan warna-warnanya mewarnai seperti lentera kertas yang tergantung di benang, kunci tengkorak, topi mad hatters dan kelinci, cangkir besar yang berada di rak, dan barang-barang berwarna cerah lainnya yang pasti membuat mamaku pening.

Pesta telah dimulai saat kami memasuki beranda yang terkena lampu ungu dan pink, lagu pop mengalun dan para tamu telah berkumpul dan menari di lantai dansa. Eun Hye mengambil minuman sedangkan aku mengagumi lengkungan di pintu masuk beranda yang terbuat dari tumpukan kartu. Tiba-tiba Kyungsoo muncul di sebelahku sambil membawa nampan berisi minuman warna-warni.

“Sangat indah.” Kata Kyungsoo setelah memberikanku minuman. “Tapi kami kesusahan untuk memasukkannya.” Aku tertawa. “Kau terlihat cantik.” Puji Kyungsoo dengan tulus.

“Terimakasih.” Kataku. “Kau juga terlihat tampan.”

Kyungsoo menunduk melihat pakaiannya: polo shirt hitam, celana putih dan dasi. “Benar, kecuali aku mengenakan pakaian yang sama dengan enam barista lainnya.” Aku mengerutkan dahi. “Teman sekolahmu meminta kami mengenakan pakaian seperti ini.” Kyungsoo mengklarifikasi.

Aku tidak dapat menahan tawa melihat raut mukanya. Aku menanyakan soal barista lainnya karena seingatku hanya ada empat barista. Ia berkata ia meminta bantuan beberapa temannya karena daftar tamu Da Hee tiba-tiba membeludak. Aku melihat sekeliling kafe dan benar, sangat ramai. Da Hee sepertinya mengundang murid sesekolah dan beberapa murid dari sekolah lain. Saat aku berpisah dengan Kyungsoo, terdengar suara tabrakan di sebelah kananku. Seorang lelaki, yang menurutku barista juga, sepertinya telah menabrak salah satu dari cangkir raksasa di tumpukan dekorasi. Beberapa tamu menatapnya dengan lucu. Aku melihat Kyungsoo membantunya—mungkin ia salah satu temannya.

Eun Hye akhirnya kembali tanpa minuman di tangannya, berbanding terbalik dengan apa yang ia katakan lima menit yang lalu. Aku bertanya kemana ia pergi tapi ia malah tidak menjawab dan menghabiskan minumanku dalam satu tegukan.

“Wow, sama-sama.” Jawabku sinis, ku balikkan gelas kertasku, ia benar-benar menghabiskannya. Aku menoleh kembali kepadanya dan melihatnya melihat sekeliling, tatapannya seperti terganggu. “Kau tidak apa-apa?” Tanyaku. “Eun Hye.”

Ia menarik lenganku dan menggeretku ke dalam kafe dimana suara agak teredam. “Ia disini.” Desisnya panik.

Aku menunggunya untuk menjelaskan lebih lanjut tapi Eun Hye kembali menatap beranda. “Mad Hatter?” Tanyaku.

“Bukan.” Kata Eun Hye, menatapku skeptic. “Ia disini.” Lalu ia menujuk seorang lelaki yang sedang berdiri di seberang lantai dansa. Lelaki itu adalah mantannya.

“Sialan.” Aku mendesah dan duduk di kursi.

“Ia berbicara padaku.” Lanjut Eun Hye duduk di sebelahku. “Ia berbicara padaku dan memuji gaun serta make up-ku. Bagaimana bisa?!? Bagaimana?” Tanyanya dengan sedih, seolah aku memiliki jawaban. “Bagaimana bisa ia berbicara padaku seolah ia tidak pernah mematahkan hatiku berkeping-keping?! Dan berani-beraninya ia membawa pacar plastiknya.”

Aku mengusap bahunya, mencoba untuk menenangkannya. “Tarik nafas, jangan menahannya.” Eun Hye melakukannya namun raut wajahnya tidak berubah. Ia pasti sangat kecewa. “Kau mau pulang?” Tawarku.

“Tidak. Tidak.” Jawab Eun Hye dan berdiri dengan penuh percaya diri. “Aku tidak akan pulang duluan! Aku akan menujukkannya apa yang telah dia sia-siakan!”

Eun Hye tidak seberapa ingin menunjukkannya karena mantannya sibuk bermesraan dengan pacar barunya, ia pun menatap tajam ke arah mereka berdua. Aku menarik Eun Hye kembali ke lantai dansa untuk merubah mood-nya. Aku mengajaknya menari denganku. Pada awalnya ia tak mau namun akhirnya ia setuju.

Setelah satu lagu selesai, kami kembali ke dalam kafe untuk mengambil air dan mengambil sesuatu untuk dimakan di meja pencuci mulut. Kami memakan cupcake warna-warni berbentuk topi mad hatter dengan tulisan “Eat Me”. Kami sedang menikmati makanan saat Da Hee menghampiri kami dan bertanya apakah kami bersenang-senang.

Kami menghabiskan satu setengah jam berikutnya di meja dalam kafe dan membicarakan pembuatan film kami. Kami setuju untuk mengadakan audisi pemeran pria utama kecil-kecilan minggu depan karena Eun Hye dan Da Hee telah menghubungi beberapa teman laki-laki mereka. Pembicaraan ini membuatku teringat dengan peristiwa kapan lalu. Aku merasa lega tidak memberi tahu Eun Hye tentang ini atau ia akan menggodaku terus-menerus.

“Sudah kubilang ini bukan salahku.” Suara seorang lelaki terdengar di dekat kami.

Kami berdua menoleh untuk mencari sumber suara itu. Ternyata itu adalah salah satu dari barista dan aku mengenali salah satunya adalah lelaki yang menabrak cangkir raksasa tadi. Barista itu menatap seorang gadis dengan tajam begitu pula sebaliknya dengan kedua tangan di pinggang. Aku tahu gadis itu di kelas kalkulus dan ia dikenal dengan perangainya yang mudah marah.

“Oh, jadi itu salahku?” ejek teman sekelasku itu. “Atau salah pacarku?”

Seorang lelaki muncul, ia adalah manajer kafe, sebelum teman sekelasku mencerca lagi. Manajer itu mencoba menenangkan teman sekelasku tetapi dia tidak tergerak dan tetap menyalahkan barista itu sengaja menumpahkan minuman di baju pacarnya. Barista itu berkata ia tidak mungkin melakukannya.

“Itu karena pelayan ini—“ potong teman sekelasku menatap barista, yang dengan jelas berusaha menahan amarahnya, dengan tajam, “—iri dengan baju desainer terkenal pacarku! Makanya ia melakukannya!”

Barista itu menatap teman sekelasku dan menggelengkan kepalanya tidak percaya.

Jujur saja, kejadian ini sangat memalukan. Pacar teman sekelasku itu terlihat sangat jelas malu akan apa yang dilakukan pacarnya yang tidak tahu situasi. Manajer itu memotong lagi namun teman sekelasku tetap bersikukuh bahkan ia mulai memanggil langsung nama barista itu. Ia meminta barista itu untuk minta maaf tapi ia berkata telah melakukannya.

“Lihat bagaimana pelayanmu bicara!” Sentak teman sekelasku. “Jadi begini caramu melatih mereka?”

Kyungsoo dan lelaki tinggi lainnya muncul. “Ada apa?!” Tanya Kyungsoo. Pada saat itu Da Hee

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
suthchie #1
Chapter 15: sebenarnya jongin suji cocok bersama...
mereka bisa sama2 saling menguatkan satu sama lain...
suthchie #2
Chapter 14: walaupun break, seharusnya juga ngak gitu juga kali...
gimana kalo ntar malah keterusan...
untung suji orangnya baik
suthchie #3
Chapter 13: Jongin emang perhatian banget...
suthchie #4
Chapter 12: Semoga saja jongin ngak suka eunhye...
suthchie #5
Chapter 11: Kurasa suji lebih membutuhkan jongin, dari pada keluarganya sendiri
suthchie #6
Chapter 10: Siapapun yang ditekan oleh orang tua pasti mereasa marah...
suthchie #7
Chapter 9: Mungkin benar juga kalo jongin ang suka...
Tapi kalo ada jaehoon, kayaknya biasa aja dink
suthchie #8
Chapter 8: Padahal hubungan mereka udah makin dekat...
Kenapa harus ada masalah
suthchie #9
Chapter 7: Yah kok balikan sih
suthchie #10
Chapter 6: Ciye yang makin deket sam jongin