Save Me Tonight

Heartlines [Indonesian]
Please Subscribe to read the full chapter

Aku telah mengenal Eun Hye sejak awal SMA.

Namun, kami tidak langsung berteman karena dulunya aku berteman dengan yang lain. Tetapi setelah kami menjadi rekan kerja di laboratorium pada tahun kedua, kami mulai semakin sering dan sering berpergian bersama. Aku benar-benar merasa senang bersamanya, aku merasa aku tidak perlu menjadi sempurna atau berpura-pura menyukai sesuatu yang tidak aku sukai. Aku tidak yakin apakah ia tahu akan hal ini, tetapi Eun Hye menunjukkanku apa teman yang sebenarnya. Aku menyukai kehangatan dan ketulusannya. Aku berjanji aku tidak akan memperbolehkan sesuatu hadir di antara kami.

Namun beberapa hari setelah ia menyatakan perasaannya kepada Jongin, sesuatu dalam diriku mengatakan bahwa aku tidak dapat memegang janjiku.    

Aku belum mendengar kabar apapun dari dirinya sejak kami pergi bersama pada malam Jumat lalu. Atau setidaknya tentang apa yang terjadi di antara Eun Hye dan Jongin. Saat aku tiba di sekolah pada hari Senin pagi, ia terlihat baik-baik saja. Ia tersenyum padaku dan kami berdua masuk ke dalam kelas, semuanya terlihat baik-baik saja. Aku berpikir dua kali untuk menanyainya tentang hal itu. Aku berharap ia mengangkat topik tersebut dalam percakapan kami. Tetapi kami berakhir berbicara tentang Jae Hoon. Aku memberitahunya bahwa kami sempat bertengkar setelah kami berpisah dari grup kemarin malam.

Aku mendesah dan bersandar pada tempat dudukku. “Kami sedang mencoba membenahi hal-hal di antara kami.”

Eun Hye menatapku dan sorot matanya menjadi lembut namun ia kembali mengalihkan perhatiannya pada makanannya. “Setidaknya ia mencobanya,” ujarnya, lebih seperti sebuah bisikan. “Tidak seperti orang itu.”

Merasa kebingungan, aku mengerutkan dahi dan mendekat pada Eun Hye. “Apa maksudmu?”

“Ia menolakku.” Jawab Eun Hye setelah terdiam beberapa saat, matanya masih terpaku pada makanannya dan ia menusuknya dengan garpu.

Pada saat itu aku tidak tahu apa yang harus kurasakan. Secara teori, aku seharusnya merasa kecewa dan sedih karena ia adalah teman baikku. Tetapi aku juga merasa seolah leherku terbebas dari jeratan dedurian yang membuatku mampu bernafas lega.

“Ia tidak memiliki perasaan yang sama denganku.” Lanjut Eun Hye.

Aku bergetar untuk beberapa saat. “Aku turut bersed—“

“Bahkan ia tidak ingin mencoba terlebih dahulu.” Eun Hye nyaris menangis. Ia akhirnya mengangkat kepalanya dan menatapku. Dalam mata kecoklatannya terlihat dengan jelas rasa sakit dan frustasi yang ia rasakan. “Aku bertanya apakah aku memiliki kesempatan…tapi ia berkata tidak. Ia—ia tidak ingin bersamaku.”

“Mengapa tidak?” tanyaku ragu setelah beberapa saat.

“Ia berkata…” Mulainya, kedua alisnya bertautan. Ia kembali menatap makanannya. “Ia berkata bahwa ia menyukai orang lain.” Suaranya sedikit terpecah saat ia mengucapkannya.

Eun Hye melanjutkan makan siangnya dan aku duduk terdiam, kebalikan dari jantungku yang berdebar. Terdapat sebuah sensasi membasuhku, tetapi sensasi tersebut datang dan pergi terlalu cepat, aku tidak dapat mendefinisikannya. Aku hanya merasakan sedikit kekecewaan. “Ia hanya meminta maaf karena tidak dapat membalas perasaanku.” Ucapnya dengan kecut. “Apakah kau tahu siapa dia?” lalu ia bertanya padaku.

“Tidak…” balasku seraya memikirkan orang-orang yang ada saat aku masih bekerja di toko. “Aku tidak melihat siapapun di toko sebelumnya. Jongin benar-benar merahasiakannya.”

“Sudah kukira.” Ujar Eun Hye.

Ia sangat diam dan tidak berenergi sepanjang hari. Namun, saat kami mulai syuting, ia mampu mempertahankan hubungan professional dengan Jongin. Meskipun aku menangkap bagaimana mereka menghindari tatapan satu sama lain saat percakapan di antara mereka mulai canggung.

Sesuatu dalam diriku berkata aku seharusnya melakukan sesuatu untuk membantu Eun Hye karena ia selalu ada untukku saat aku membutuhkannya meskipun aku tidak berkata sepatah kata padanya.

Jadi aku memutuskan untuk bertemu dengan Jongin setelah aku mengecat ruang kerja nenek. Aku dapat mendengar suara palu berdenting saat aku berjalan memasuki tempat kerja. Jongin sedang sendirian, memalu sesuatu yang terlihat seperti plakat kayu.

“Hai,” Panggilku untuk menarik perhatiannya.

Jongin berhenti memalu dan mengangkat kepalanya untuk melihatku. Ia mengenakan pakaian santainya kapanpun ia bekerja, kaos tak berlengan berwarna abu-abu dan celana jeans. “Hai.” Jawabnya dengan datar lalu ia kembali memalu.

“Aku baru saja selesai mengecat ruang kerja nenek.” Mulaiku, mendekat pada dirinya. “Aku dapat menyelesaikannya dalam beberapa hari lagi.”

Apabila Jongin bersuara, atau suara apapun, aku tidak akan dapat mendengarnya karena ia masih memaku dengan kerasnya. Pada saat itu, aku tersadar akan ucapan rekan kerjaku sepertinya memang benar. Mereka berkata bahwa Jongin dalam mood yang buruk hari ini.

“Kau seharusnya beristirahat,” Ucapku, melirik jam di tanganku, “Waktu kerjamu sudah berakhir tiga puluh menit yang lalu.”

Tidak ada jawaban.

Hanya suara palu.

“Kita bisa makan pizza jika kau mau,” Tawarku. Ia berhenti memalu, akhirnya, leher belakangnya berkilau karena keringat dan ia masih tidak menatapku. “Setelah kau selesai bekerja. Kita dapat—“

“Apakah kita benar-benar akan makan pizza?” Ujar Jongin, mengambil kayu yang lain. Lalu matanya dengan dingin melirikku. “Atau kau akan mengajakku ke kencan bersamamu lagi?”

Aku langsung merasa terdiam.

“Kau pikir aku bodoh?” tanyanya dengan murung.

“T-tidak begitu!” ucapku dengan cepat, melangkah mendekat padanya. Namun ia sekali lagi mulai memaku kayu tersebut dengan palunya, sangat keras hingga memekakkan telinga dan aku mundur, menjauh. “Bukan begitu—aku tidak yakin apakah kau akan ikut jika aku memberitahumu tentang hal itu.” Aku mencoba menjelaskannya di antara pukulan palunya. “Apakah kau akan datang? Jika aku mengajakmu untuk ikut ke kencan bersama, apakah kau akan datang?”

Lagi-lagi, Jongin tidak merespon.

“Bisakah kau berhenti bekerja sejenak?!” Teriakku dengan jengkel.

“Tidak, tidak bisa!” balas Jongin, menatapku dengan kesal. “Aku akan memaku sebanyak yang aku mau!” ia kembali mengalihkan perhatiannya pada pekerjaannya namun semua paku telah tertancap. Ia menjatuhkan palunya dengan kasar di meja.

“Kenapa kau tidak memberikan Eun Hye kesempatan?” Ceplosku saat ia mencari sesuatu dalam kotak perkakasnya, sepertinya paku lainnya. “Ia baik dan menarik. Jika kau mengenalnya lebih jauh, kau akan menyukainya—“

“Aku menyukainya.” Jongin memotong ucapanku, “Hanya saja perasaan sukaku tidak sama dengannya.”

“Tapi—“

“Aku menyukai seseorang.” Ucap Jongin dengan tegas, menatapku sepenuhnya, matanya masih terlihat murung. Ujung-ujung poninya menempel pada dahi karena keringatnya. “Dan jika aku menyukai seseorang, aku hanya menyukainya.” Tutupnya dengan menatap mataku dalam-dalam.

“Hal itu sungguh manis, Jongin.” Ucapku dengan tulus setelah beberapa saat. Entah bagaimana aku masih terkejut saat ia memberitahuku perihal hal tersebut, meskipun Eun Hye telah memberitahuku sebelumnya. “Tapi Eun Hye, ia—“

Aku memotong ucapanku sendiri saat Jongin membalikkan badan padaku dan mulai bekerja. “Aku sudah mengucapkan apa yang perlu aku katakan kepada Eun Hye.” Ucapnya, ketidaksabaran terdengar dengan jelas dalam suaranya.

Aku mendesah dan membuka mulut untuk merayu Jongin lagi namun ia tiba-tiba menghentikanku. “Aku tidak ingin membicarakan tentang ini lagi, Su Ji.” Ujarnya, melihat padaku dengan tegas setelah sekali lagi menjatuhkan palu dengan keras di meja. “Aku tidak menyukainya. Aku menyukai gadis lain. Titik. Dan jujur saja, pikir

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
suthchie #1
Chapter 15: sebenarnya jongin suji cocok bersama...
mereka bisa sama2 saling menguatkan satu sama lain...
suthchie #2
Chapter 14: walaupun break, seharusnya juga ngak gitu juga kali...
gimana kalo ntar malah keterusan...
untung suji orangnya baik
suthchie #3
Chapter 13: Jongin emang perhatian banget...
suthchie #4
Chapter 12: Semoga saja jongin ngak suka eunhye...
suthchie #5
Chapter 11: Kurasa suji lebih membutuhkan jongin, dari pada keluarganya sendiri
suthchie #6
Chapter 10: Siapapun yang ditekan oleh orang tua pasti mereasa marah...
suthchie #7
Chapter 9: Mungkin benar juga kalo jongin ang suka...
Tapi kalo ada jaehoon, kayaknya biasa aja dink
suthchie #8
Chapter 8: Padahal hubungan mereka udah makin dekat...
Kenapa harus ada masalah
suthchie #9
Chapter 7: Yah kok balikan sih
suthchie #10
Chapter 6: Ciye yang makin deket sam jongin