Chapter 11
Never Let Me Go [Indonesian]Aku tahu Jongin mulai bingung ketika kami menaiki bus. Tapi ia tidak mengatakan apapun , ia hanya terus mengikuti langkahku. Ketika kami berjalan melewati sebuah café di mana sebagian besar siswa menghabiskan waktu untuk mengerjakan pekerjaan rumah dan tugas sekolah lainnya, ia berhenti berjalan dan menarik lenganku dengan lembut . "Sebenarnya kita akan kemana?" Tanyanya , alisnya berkerut .
"Kukira kau tak akan pernah bertanya."Kataku, menyeringai padanya. "Ke sana." Lanjutku, menunjukkan jari ke seberang jalan.
"Bioskop?" Ujar Jongin, jelas bingung . Lalu ia berpaling padaku, ekspresinya berubah dengan cepat. "Kau tahu, jika kau ingin pergi kencan, harusnya kau menanyakannya lebih dulu." Ia memiringkan kepalanya ke samping , menyeringai menggoda padaku.
"Jangan menyanjung diri sendiri, Tuan." Aku mengejeknya . "Kita di sini hanya untuk menonton film. Sebuah film komedi lebih tepatnya." Aku mengklarifikasi dan kemudian mulai berjalan ke seberang jalan.
"Tunggu," kata Jongin, mengejarku. "Kupikir kita akan belajar?" Tanyanya saat kami bergabung dengan antrian yang tidak terlalu panjang.
"Ya, benar." Jawabku. Aku mendaratkan mataku ke dinding dimana poster film yang sedang ditayangkan terpasang disana. "Bahkan, kita sedang melakukan salah satu strategi belajar yang telah kulakukan." Ketika ia tak mengatakan apa-apa, aku berpaling untuk menatapnya. Ia tampak sedikit tentatif tapi matanya tertuju padaku. "Percaya saja padaku tentang hal ini, oke?" Kataku padanya .
Jongin menatapku lama. "Baiklah." Ia menghela napas dan kemudian ia membenarkan tali ranselnya dan menoleh ke bilik tiket saat kami semakin mendekatinya . "Menonton film komedi bagian dari strategi belajar?" Ia bertanya dengan suara keras ketika aku mendapatkan tiket dari bilik tiket. "Kupikir aku bisa terbiasa dengan ini."
Kami berdua tertawa dan masuk ke dalam bioskop.
------
Film yang kami tonton sudah berakhir beberapa menit lalu, tapi aku dan Jongin masih tertawa terbahak-bahak . Kami berjalan di trotoar dan mengingat adegan lucu dari film yang baru saja kami tonton.
"Tapi aku masih tidak mengerti apa yang sedang kita lakukan." Jongin menyatakannya setelah beberapa saat. Ia melirik mataku dan mengangkat alisnya, menunggu tanggapanku.
Aku melirik jam tangan, matahari telah mulai terbenam dan jalan-jalan mulai sedikit ramai. "Apa makanan favoritmu?" Aku bertanya , mengalihkan pandanganku darinya .
Jongin tampak terkejut dengan pertanyaanku. "Makanan favoritku?" Ulangnya sambil menautkan alis. Aku tahu ia mulai sedikit tak sabar denganku. Ia tampak lucu ketika ia mulai tak sabar, aku mengamatinya. Ia menghela napas dan berkata . "Apapun."
"Itu tidak jelas." Aku memberitahunya, mengerucutkan bibir dan menyilangkan tangan didada.
"Hana." Jongin mengerang , telinganya memerah karena kesal . Aku harus menggigit lidahku untuk menahan diri dari tawa. "Ini tidak lucu lagi. Katakan saja apa yang terjadi." Nadanya serius sekarang, tapi aku tidak punya rencana apapun untuk bergeming. Selain itu, apa yang aku lakukan sekarang adalah untuk ia sendiri.
Aku mempertahankan sikapku dan mengangkat dagu. "Pertama-tama , aku tidak mencoba untuk menjadi lucu." Aku menyatakan. "Apa pun yang kita lakukan sekarang sangat masuk akal, percayalah. Sekarang, katakan saja padaku makanan favoritmu. Aku berjanji akan memberitahumu apa yang terjadi setelah kau memakan makanan yang kau sukai."
"Tapi apa makanan favoritku ada hubungannya dengan tes penggantiku?"
"Semuanya." Aku memberitahunya semeyakinkan mungkin.
Jongin memiringkan kepalanya ke samping, mencerna perkataanku dan aku mencoba untuk pura-pura tidak tahu. "Well, makanan itu ada di kafetaria kita. Camilan, sebenarnya." Ia memberitahuku camilan yang sangat ia sukai.
"Tapi kita tidak bisa kembali ke sekolah." Kataku.
"Tidak." timpalnya. "Tapi toko di dekat sekolah kita juga menjual beberapa dari mereka." Ia memberitahuku dengan senyum di wajahnya. Itu cukup jelas dari ekspresinya bahwa ia semakin bersemangat, ia pasti sangat menyukai camilan ini.
"Oke." Ujarku, "Kalau begitu, ayo kita pergi ke halte bus."
Kami naik bus berikutnya dan tiba di toko familiar didekat tempat parkir sekolah kami. Ada beberapa siswa dari sekolah kami sedang bermain di luar sana, beberapa dari mereka ternganga ingin tahu pada kami ketika kami datang dan mereka mulai saling berbisik. Jongin, jelas tak memedulikan tatapan mereka dan bisikan teman sekolah kami, membuatku lebih bersemangat menuju toko yang ia katakan.
Itu semacam marshmallow ukuran besar yang ditutupi sirup coklat beku, seperti mallows, ia menjelaskannya padaku. Ia menyeringai seperti bocah berusia sepuluh tahun saat ia memandangi camilan di tangannya. Ketika aku mengatakan aku belum pernah makan makanan itu satupun, ia langsung menyerangku dengan tatapan tak percaya, seolah aku baru saja melakukan kejahatan yang tak termaafkan dan mengerikan . Mungkin begitu.
"Kau benar-benar melewatkan mereka." Katanya dengan tatapan menyedihk
Comments