Part 9 - Final

You Belong With Me (Indonesian)
Dengan sekuat tenaga, yeoja itu menyuruh namja yang berdiri tak jauh darinya untuk pergi. Namun bukannya pergi, namja itu malah bengong di tempat.

“Joongie-ah,” gumam namja tersebut yang tak lain adalah Yunho.

“Pergi! Aku tidak mau bertemu denganmu lagi! Pergi!”

Seakan baru melihat sesuatu yang tak biasa, Yunho diam terpaku menatap sahabatnya, Jaejoong. Ia tak menyangka bahwa Jaejoong akan berbuat begitu padanya. Membentaknya dan menyuruhnya pergi. Tubuhnya seakan kaku, ia tak bergeming sedikit pun. Lidahnya kelu, ia tak berkata apapun.

Hujan turun semakin deras. Kedua orang itu masih di tempatnya masing-masing, bergulat dengan pikiran masing-masing.

jae pov

Kenapa Yunnie ada di sini? Kenapa? Di saat aku sangat tidak ingin menemuinya, kenapa ia harus ada di hadapanku? Dia berdiri di hadapanku, memintaku pulang bersamanya.

Yunnie-ah, jebal .. jangan seperti ini. Jangan membuatku mengharapkanmu lebih dari seorang sahabat.

“Jaejoongie,” ia memanggilku lagi.

“Pergilah! Aku bisa pulang sendiri,” kataku ketus.

Maafkan aku, Yunnie-ah. Kurasa ini satu-satunya cara untuk melupakanmu, melupakan cintaku padamu.

“Jae—“

“Pergi, kubilang! Pergi!”

“Jae—“

“Kka! Tinggalkan aku sendiri!”

“Jae, dengar—“

“Pergi!”

“Tu—“

“PER—“

“SHIREO!”

“Mwo?”

“Aku tak mau pergi”

“A-Apa ya—“

“Aku-tidak-mau-pergi” ia memberi penekanan pada tiap katanya. Kutatap matanya, mata cokelat muda yang indah itu berkilat. Ada api amarah di sana. Dan itu karenaku.

“Aku tidak mau pergi. Aku tidak akan meninggalkanmu sendirian. Aku akan mengantarmu pulang. Arraseo?!”

Aku menggeleng. Aku tidak mau. Tidak. Bahkan aku belum memulai. Memulai melupakanmu, melupakan perasaanku padamu. Belum. Dan aku harus kembali tenggelam dalam cinta sepihak ini? Tidak. Aku tak mau.

Aku tetap menggeleng dan berjalan mundur perlahan menjauhinya. Takkan kubiarkan ia mengoyak perasaanku lagi. Tidak akan.

Grep.

“Ayo pulang,” ia dengan cepat menyambar pergelangan tanganku dan menarikku untuk pulang.

Ku tepis tangannya, bersikeras menolak.

“Joongie-ah, please jangan keras kepala begini,” suaranya mulai melunak namun tidak dengan sorot matanya.

“Kau juga tak perlu keras kepala menyeretku pulang. Aku bisa pulang sendiri,” jawabku dingin. Mianhae, Yun.

Sejenak keheningan menyelimuti kami.

“Kau bukan Joongie yang kukenal,” ucapnya memecah keheningan.

“Uh huh?”

“Joongie tak akan begini,” lanjutnya.

Aku tak menjawab. Aku hanya memberinya ekspresi datar.

“Ia tak akan membiarkan orang tua—“

“Ayah, aku hanya punya ayah sekarang,” selaku mengoreksi.

“Ah ne, terserahmu saja. Joongie tak akan membuat ayah dan kakaknya khawatir,” katanya. “Juga sahabat yang menyayanginya.”

“Sahabat?” gumamku lirih. “Ah yeah, hanya sahabat. Chunnie juga khawatir padaku?”

“Ne, dia dan Junsu hyung kebingungan mencarimu. Makanya, please pulanglah,” kini ia menampakkan wajah memelasnya.

“Aku akan pulang. Pasti,” kataku, masih dengan ekspresi datar. Hanya sekedar kamuflase supaya niatku tak goyah. Kulihat ia tersenyum senang dan hendak meraih tanganku, namun segera kuabaikan. Ia adalah sahabat baikku. Ia mengenalku, ani, sangat mengenalku. Pastinya ia bisa merasakan perubahan sikapku. Bukankah harusnya ia juga bisa merasakan sikapku yang ‘berbeda’ padanya? Sikapku yang mengisyaratkan bahwa aku mencintainya. Namun kenyataannya, ia tak bisa untuk satu hal itu.

“Aku akan pulang. Namun tidak bersamamu,” ujarku dengan nada dingin.

“Jae,” panggilnya lirih.

Aku tak mengindahkan kata-katanya lagi. Aku pun segera berlalu meninggalkannya. Baru beberapa langkah, kudengar kembali suaranya.

“Waeyo? Joongie-ah! Ada apa denganmu?” ujarnya sedikit berteriak. Namun tak kuhiraukan itu, aku terus berjalan.

“Joongie-ah!” teriaknya. Aku tetap berjalan.

“Kau mencintaiku. Apa itu benar? Joongie-ah! Apa benar kau mencintaiku?” teriaknya lagi.

Deg

Langkahku terhenti. Dia bilang apa tadi? Aku mencintainya? Bagaimana bisa—? Ah sudahlah semua sudah terlambat. Aku sudah memutuskan.

“Iya atau tidak, tak ada urusannya denganmu Jung Yunho,” aku pun berlalu.

Grep

“Joongie-ah, jebal~ dengarkan aku dulu. aku—“ Yunho berlari kemudian memelukku dari belakang. Aku meronta, namun ia tetap tak mau melepau.

“Shireo!”

“Jae”

Aku menutup erat kedua telingaku dengan telapak tangan. Ia meraih tanganku, menjauhkannya dari telingaku, dan membalikkan tubuhku sehingga kini aku berdiri berhadapan dengannya.

“Dengarkan aku,”

“Shireo” desisku

“Apa yang membuatmu begini? Kenapa kau melakukan ini padaku? Menjauhiku, bahkan sekarang kau mulai menjaga jarak denganku. Ada apa? Tadi pagi kita masih baik-baik saja, masih saling bercanda dan menyapa. Tapi kenapa sekarang begini?” cecarnya.

“Kau tak perlu tau—“

“Aku perlu tau, Jae!” bentaknya.

“Bukan urusanmu,” ketusku.

“Itu jelas urusanku,” katanya keras kepala.

“Tak taukah kau aku ingin mengatakan sesuatu padamu? Sesuatu yang sudah lama aku rasakan namun baru sekarang aku berani mengatakannya. Tidakkah kau ingin mendengarnya?” tanyanya, suaranya kini melembut.

“Terserah kau saja,” acuhku.

Ia memejamkan matanya. Cengkramannya pada bahuku pun dilepasnya. Ia menghirup napas dalam-dalam, seakan hal yang ingin ia sampaikan itu adalah hal yang besar.

“Aku,” ia memulai. “Aku hanya menyayangi 2 orang wanita di dunia ini. 2 orang wanita yang begitu berarti di hidupku. Ketika salah satunya meninggalkanku, yang satunya berdiri kokoh disisiku. Menopangku, memberiku semangat untuk bangkit. Yang kuingat, gadis ini begitu manis. Tak peduli apapun yang orang katakan, ia tetap dirinya. Gadis yang membuatku kagum, diam-diam mengaguminya. Bahkan secara tak sadar aku sudah jatuh dalam pesonanya. Namun sayangnya suatu ketika gadis ini terpuruk. Senyumnya menghilang dari parasnya. Ia bersedih. Secara tak sadar, aku ikut bersedih karenanya. Tapi aku ingat sikapnya saat aku berada dalam keterpurukan. Ia selalu menjadi penopangku, penyemangatku. Sejak itulah, kuputuskan untuk menjaganya. Menyemangatinya. Takkan kubiarkan senyum itu hilang dari parasnya,” ia berbicara seolah ia sedang jatuh cinta. Ah yeah, tentu. Ia jatuh cinta pada Jaehyun.

Aku tetap diam, tak bergeming sedikitpun.

“Bisakah kau singkat?” maafkan aku, Yunnie-ah.

“Baiklah. Gadis itu begitu memikatku. Awalnya aku tak menyadarinya. Namun kini aku sadar, bahwa aku hanya mencintainya,” ujarnya.

“Oke, aku sudah mendengarkanmu. Sekarang aku pergi”

“Joongie-ah,” ujarnya lirih.

Aku hanya menoleh.

“Tak bisakah kau menebak siapa gadis itu?” tanyanya.

“Yang jelas bukan aku,” jawabku singkat, kemudian aku berlalu meninggalkannya.

“Nama gadis itu adalah KIM JAEJOONG! SARANGHAE, JOONGIE-AH!” teriaknya.

Deg

Apa yang barusan ia katakan? Ia.. mencintaiku? Pasti ini mimpi. Ya, pasti ini mimpi. Bukankah aku mendengarnya sendiri tadi, aku mendengarnya mengatakan ia mnyukai Jaehyun? Kim Jaejoong, sadarlah!

Aku terdiam sejenak.

“Joongie-ah, saranghae. Nae yeojachinguga dweojullae?” entah sejak kapan Yunho sudah berdiri di hadapanku (lagi).

Dan yang kusadari, hujan semakin deras, kami basah kuyup.

“M-Mwo?” hanya itu yang keluar dari bibirku.

“Saranghae,” ucapnya lembut, selembut beledu.

Kemudian yang kurasakan adalah sebuah sentuhan lebut di bibirku. Dapat kurasakan deru napasnya, sentuhan bibirnya yang bertemu dengan bibirku. Manis.

Tunggu dulu. Dia.. menciumku? MENCIUMKU? YUNNIE MENCIUMKU?!

“HUAAAAAAAAAA,” reflek kudorong tubuhnya menjauh hingga ia sukses jatuh terduduk di depanku.

“Aish appo~~ Ya! Joongie! Kau mau mencelakaiku? Aish appo,” ujarnya sambil berusaha berdiri dan menepuk pantatnya.

“Jung Yunnie! Apa baru saja kau lakukan, hah?!” dadaku naik turun, aku shock.

“Menciummu,” jawabnya polos.

“Ya! Kau! Aish” kuacak rambutku yang basah. Pasti penampilanku sangat berantakan sekarang.

“Ya! Kau ini kenapa sih? Tidak boleh kalau aku mencium kekasihku?” ia balas berteriak padaku

Aku menoleh, masih dengan tampang shock. “Apa katamu? Barusan kau bilang apa?”

“Mencium KEKASIHKU. KE-KA-SIH-KU. Jelas?”

“Aigoo,” aku menutup wajahku dengan kedua tanganku. Pasti wajahku seperti tomat, merona merah sekali.

“Sejak kapan aku jadi kekasihmu?” tanyaku dengan nada menuntut setelah aku bisa menguasai kekagetanku.

“Sejak hari ini,” jawabnya santai. Ia tersenyum.

“Aku belum bilang setuju,” kataku tak mau kalah.

“Diam artinya ‘ya’,” seringai jahil muncul di wajahnya. Kemudian ia berlari.

“Jung Yunnie, awas kauu~~~~!” aku mengejarnya. Perasaan sebal, senang, bercampur menjadi satu di hatiku.

Well, inilah kisah cintaku. Seseorang yang kuharapkan memiliki perasaan yang sama denganku. Rasa sakit dan perihku selama ini terbayar dengan satu kata tulus darinya. Saranghae.

END

=========================================================================================================================

selesai ^^ terimakasih buat yg sudah baca ya.. maaf kalo ceritanya aneh hehe baru ini nulis trus publish jadinya gini deh :D

semoga pada suka ya. ehm, kalo ada kritik saran, silakan lho^^ sekali lagi makasih, readers :D

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Exo_L123 #1
Chapter 10: Mereka itu sweet.. bahasanya juga simpel jadi enak bacanya.. Ngomong2 bikin sequelnya donk.. Atau extra Chap gitu.. Pas mereka kencan kek.. Hehe
WendyWu #2
Chapter 9: Wait, I thought Yunho's mom was dead? Or is it just me?
anmade #3
terimakasih sdh membaca ff ini^^
maaf ya tulisannya annoying.. aku masih cari tau cara buat balikin jd normal lagi :'(
so please bear with me :( ah sekali lg terimakasih :)
gitaawe #4
Chapter 7: Please comeback...update soon,please ^^