Chapter 6
TristfulChapter 6
Kibum menatap punggung gadis yang berjalan semakin menjauh dari pandangannya itu. Sosok kurus dibalik balutan pakaian berpotongan besar miliknya tak cukup menutupi kerapuhan gadis itu dimata Key.
Ia ingin gadis itu ratusan kali lebih menderita daripada saat ini. Tapi satu sisi kecil di kepalanya meneriakkan keganjilan yang Kibum sendiri tak tau apa.
Amber semakin menghilang dalam gelapnya malam itu, tubuhnya hanya terlihat seperti titik gelap dikejauhan. Kibum mengingat beberapa menit lalu gadis itu duduk di sebelahnya, tampak kikuk, canggung, gugup dan marah.
Kibum dapat melihat jelas wajah tirus dan lelah Amber dibawah remang lampu dimobilnya. Melihat sorot mata yang seolah setengah hampa itu membuat Kibum kembali mengingat kebenciannya.
Punggung itu sudah tak terlihat lagi, kemudian Kibum memejamkan matanya dan seketika sekelebat potongan memori masa lalunya kembali terputar dikepalanya.
Malam itu, 5 tahun lalu.
“Yah! Kibum-aa kenapa kau lemah sekali malam ini? Kau bahkan tak menghabiskan gelas pertamamu” Kibum mengangkat kepalanya yang sedari tadi hanya tertunduk menatap laki-laki yang sudah setengah mabuk didepannya yang tengah tertawa terbawa suasana club malam itu.
“Iya Oppa, kau tampak lesu sekali. Kau tak seperti biasanya, bersenang-senanglah! Bukankah malam ini kita merayakan kelulusanmu?!” ucap gadis cantik yang duduk disebelahnya sambil membelai pipi Kibum, Seohyun.
Tapi malam itu, Kibum sama sekali tidak tertarik lagi dengan pesta apapun itu malam ini. Dentuman musik club disana terdengar sangat menyakitkan ditelinganya. Gelak tawa dua orang yang duduk bersamanya malam itu terdengar seperti palu yang menghantam telinganya. Sentuhan tangan diwajahnya terasa gatal dan perih. Semua yang terjadi disekelilingnya saat itu sangat menyebalkan baginya.
“Come on bro! Kau akan merindukan masa-masa bebas seperti ini sebelum terikat dengan pekerjaan nantinya dan pasti akan sulit bagi kita bertiga untuk berkumpul lagi seperti ini” lelaki didepannya kembali tertawa sambil mengangkat gelas birnya untuk bersulang.
‘Berkumpul lagi seperti ini katamu? Brengsek.’
Dentingan suara gelas itu menyadarkan Kibum bahwa ia hanya menyuarakan itu dikepalanya. Kedua orang itu masih tertawa seolah benar-benar tak sadar dengan diamnya salah satu dari mereka.
Jika aku mengakhirinya sekarang, bagaimana jika aku menyesal? Siapa yang akan menghiburku dan mendengar keluh kesahku lagi nantinya? Apa bahkan aku memiliki teman lain selain mereka berdua?
Kibum kembali melirik lelaki didepannya, ia sudah mengenalnya dari mereka sekolah dasar, mereka melalui pahit manis masa kecil, remaja, hingga dewasa bersama. Woohyun menjadi tempat pertama yang akan dikunjungi Kibum untuk menceritakan tentang gadis yang disukainya , sampai semua permasalahannya. Jika pertemanan mereka berakhir, Kibum tak tahu apakah ia bisa mempercayai orang lain sebaik sahabatnya itu.
Ia meneguk abis seluruh isi gelasnya, berharap malam ini ia akan pingsan dan melupakan apa yang dilihatnya malam ini. Kibum menyandarkan tubuhnya ke sofa, seluruh suara berkelebat dibenaknya. Musik disko yang memekakkan telinga, obrolan-obrolan dan gelak tawa kedua rekannya malam ini membuatnya pusing.
Orang-orang tampak semakin liar menari mengikuti musik seolah semua yang berada ditengah kerumunan itu sedang mencoba membuang permasalahan mereka. Kibum tak peduli lagi dengan dua orang yang bersamanya saat itu, ia mengedarkan pandangan menyisir seluruh ruangan besar salah satu klub mewah yang terletak di kawasan Gangnam itu.
Sampai matanya tertuju pada beberapa kelompok anak muda, mungkin seumuran dengannya. Semua di meja itu tampak hampir menggila, hampir semua jenis minuman paling mahal disajikan dimeja mereka.
Kibum tak tahu apa yang membuatnya tak melepaskan mata dari kelompok yang mengenakan setelan yang kira-kira seharga diatas 100 dolar itu, terutama seorang anak laki-laki yang mengangkat kakinya keatas meja dengan rokok ditangannya, dan terlihat sangat mabuk.
Baru saja Kibum akan mengalihkan pandangan, anak itu mengangkat kepalanya dan seketika mata mereka bertemu pandang.
‘She’s a girl’
Kibum tak berniat memutuskan kontak mata mereka sampai gadis berambut pendek itu menyeringai jahat kearahnya. Kibum tak terlalu mempedulikannya, wajar saja gadis itu sudah kehilangan kesadarannya dibawah kendali alkohol atau mungkin obat-obatan terlarang.
“Yah! Kibum-ah, sebaiknya kita pulang sekarang. Lihatlah dia sudah tepar, kau tak ingin kita dimarahi eommanya bukan?”
Kibum menoleh kesampingnya, kepala gadis itu tengah terbaring diatas meja, ia benar-benar sudah mabuk total. Berapa lama dirinya larut dalam pikiran sendiri sampai-sampai gadis itu sudah mabuk seperti itu.
Kibum bangkit dari sofanya dan berjalan keluar, tanpa mempedulikan omelan sahabatnya dibelakang.
“Ah ada apa denganmu, kau menyuruhku mengangkat pacarmu? Kau bahkan belum mabuk.. hei tunggu aku...”
*
Three months later. .
Suara lalu lintas yang mulai sepi dibelakangnya ditambah heningnya sungai Han didepannya membuat Amber memejamkan matanya sambil menghirup udara segar tengah malam ini. Kejadian tadi siang kembali terputar dikepalanya.
Ketika Amber tengah berjalan bersama Henry menuju rumah, kemudian tiba-tiba sebuah motor melaju kencang ke arah mereka. Untung dengan refleks cepat Henry menarik Amber dan motor itu melaju dengan kencang menghilang. Anehnya Amber merasa kejadian itu seolah disengaja, tapi ia tak yakin dengan siapa yang berniat membunuhnya dengan cara itu.
‘Mungkin hanya kecelakaan’, begitulah Amber menghapus kecemasannya. Sejak kejadian dikolam berenang tiga bulan lalu itu Amber menjadi sangat paranoid akan banyak hal. Namun akhir-akhir ini kecemasannya sudah jauh berkurang dari sebelumnya.
Ia bangkit dari duduknya dan membersihkan rumput-rumput yang menempel dicelananya. Waktu sudah menunjukkan pukul 01.20 tengah malam, dan lagi-lagi Amber menemukan dirinya berjalan seorang diri ditepi sungai Han dengan pikiran mengambang. Entah yang keberapa kalinya dirinya menghabiskan waktu malamnya ditempat yang sama, hanya duduk seorang diri menikmati keheningan malam.
Sebulan yang lalu ia berbicara dengan Kibum ditempat ini dan berakhir begitu saja dengan penolakan Amber serta kalimat terakhir lelaki itu padanya ‘Aku akan membuatmu datang sendiri nanti padaku’.
Sampai saat ini ia masih bertanya-tanya, apa sebenarnya yang dilakukannya sampai lelaki itu terlihat sangat membenci dirinya. Selain itu apa maksud Kim Kibum itu datang memintanya kembali bekerja? Dan ada apa dengan ‘aku akan membuatmu datang sendiri nanti’-nya ?
Selama beberapa bulan ini Amber sudah mulai kembali seperti dirinya, dan ia sudah mendapatkan pekerjaan baru disebuah restoran Cina yang tidak terlalu besar namun memberinya gaji lebih dari cukup. Setidaknya kali ini Amber tak perlu lagi mencari banyak part time dan dapat meluangkan waktu untuk bersantai.
Amber melangkah santai dan menaikkan hoodie menutupi rambut pendeknya. Kemudian ponselnya berbunyi, panggilan masuk dari nomor tidak dikenal.
“Yoboseyo..”
“....”
Tak ada suara dari seberang, namun panggilan masih tersambung. Amber kembali menempelkan ponselnya ke telinga, sesaat sebelum Amber memutus sambungan seseorang dengan suara berat berbicara.
“Kau pikir hidupmu sudah bisa tenang saat ini? Aku memperhatikan setiap langkahmu, Amber-ssi”
Refleks Amber melihat kesekelilingnya, hanya ada beberapa orang terlihat beberapa meter darinya. Amber merasakan jantungnya berdetak kencang setelah mendengar suara berat yang tak dikenalnya itu seolah dibisikkan tepat ditelinganya.
Sambungan diputus dan Amber hampir tak mampu menopang tubuhnya sendiri dengan kaki gemetarnya. Tapi ia tak boleh terjatuh disini, seseorang mungkin sedang mengintainya dari tempat persembunyiannya. Dan Amber tak boleh menunjukkan ketakutannya, walaupun ia benar-benar ketakutan setengah mati saat ini.
Amber tak yakin arah mana yang harus ditujunya untuk segera pergi ketempat ramai. Ia tengah berdiri di tempat terlalu terbuka dan sepi. Jelas ini sangat berbahaya saat musuh dengan jelas mengatakan bahwa mereka dapat melihatnya dengan jelas.
Baru saja Amber akan melangkah telponnya kembali berdering, membuatnya tersentak dan lega didetik kemudiannya saat nama Henry tertera di layar ponselnya. Dengan cepat Amber segera mengangkat panggilan dengan tangannya yang bergetar.
“Yah, kau dimana? Jemput aku sekarang, Ppalli!!” Amber berbicara setengah berbisik pada sahabatnya diseberang telpon.
“Hei, chill girl. What happened?” jawab henry kebingungan di seberang.
“Aku sedang berada di sungai Han, dan beberapa menit yang lalu aku menerima telpon dari seseorang yang mengancamku dan ia mengatakan ia mengikuti setiap langkahku, Oh my god I’m soooo scared, come here! Ppalli!!!” jelas Amber panjang lebar.
Henry sepertinya sedang syok atau berfikir keras apa yang terjadi, ia terdiam beberapa detik sebelum kembali sadar.
“Alright, berlarilah ke tempat ramai, minimarket atau apapun.. I’ll be right there”
Amber menangkap sebuah minimarket yang tampak masih buka sekitar 50 meter dari tempatnya berdiri. Sesuai instruksi Henry, ia berlari kencang dan menunggu sahabatnya itu didalam dengan mata liar menatap sekeliling pada sosok-sosok yang mungkin tampak mencurigakan.
“Nomornya tak aktif lagi..” ujar Henry disebelahnya.
“Kau ingin kita melaporkannya ke polisi?” sambung Henry.
“Aniya.. kita lihat dulu apa yang terjadi, bisa jadi ini hanya prank atau orang iseng..” jawab Amber. Ia tak ingin lagi berhubungan dengan kepolisian.
“Kau yakin?” tanya Henry lagi, ia masih melihat sedikit kecemasan di wajah gadis tomboy itu.
Amber mengangguk dan melingkarkan tangannya ke bahu Henry sambil berjalan menuju halte bus. Berada disebelah sahabatnya ini setidaknya membuat Amber merasa aman dan tenang.
Namun anehnya Amber merasa dirinya tengah diperhatikan dari suatu tempat.
*
“Annyeong eonni” sapa Amber dengan girang saat memasuki tempat kerjanya itu.
“Wah kau tampak bersemangat hari ini” ujar Victoria, gadis cantik berdarah Cina, pemilik bangunan restoran tempat Amber bekerja beberapa bulan ini.
Victoria adalah sosok wanita cantik yang berusia kira-kira lima tahun lebih tua dari Amber. Ia berpenampilan ekslusif dengan blazer merah diluar tanktop hitamnya,
Comments