Chapter 9
TristfulWell... I hope you miss me, or at least my update :)
Chapter 9
“..singkatnya hidupku akhir-akhir ini sangat kacau dan yah.. mungkin itu dapat menjelaskan why I was there last night, completely wasted” Amber bergumam sambil menatap jalanan dibalik kaca mobil yang basah diterpa gerimis siang ini.
Kibum disebelahnya mengangguk kecil tanpa berniat menanyai lebih lanjut perihal kisah kacaunya hari-hari gadis tomboy dibelahnya saat ini. Matanya fokus menatap jalanan didepannya, mobil melaju stabil seiring keheningan dari dua makhluk didalamnya.
Bunyi ponsel Amber memecah keheningan, Kibum meliriknya sekilas sebelum kembali terlihat tak acuh menatap jalanan dan wiper yang bergerak menyapu kaca didepannya.
“Yeoboseyo?”
“Ya, baiklah saya menuju ke rumah sakit sekarang” respon Amber, percakapan hanya berlangsung 20 detik sebelum Amber meletakkan ponselnya kembali dipahanya.
Amber menghembuskan nafas berat, mendadak kepalanya terasa berat entah itu efek hangover yang terlambat baru datang siang ini.
“Aku akan menurunkanmu dirumah sakit, right?” ujar Kibum dengan tenang, sangat tenang disebelahnya.
Amber mengangguk dan menghadapkan tubuhnya ke arah lelaki yang tengah menyetir disebelahnya. Beberapa detik berlalu Amber hanya menatap wajah tirus Kim Kibum disebelahnya sambil memutar kembali ingatannya tentang beberapa bulan lalu.
“Apa kau memiliki motif terselubung padaku akhir-akhir ini? You look like totally different person ya know” gumam Amber menyandarkan tubuhnya dengan santai.
Kibum dibelahnya hanya menyeringai khas nya dan menjawab
“I dont know”
“Kenapa kau waktu itu terlihat sangat membenciku?” tanya Amber lagi.
“Sekarang pun aku masih membencimu” jawab Kibum dengan santai.
Amber tertawa kecil menatap jalanan didepannya, sama sekali tidak merasa terganggu ataupun terancam oleh kalimat lelaki disebelahnya.
“Kau tahu? Apa yang paling kutakuti belakangan ini? Yaitu orang terdekatku, satu-satunya yang paling kupercayai selama ini ternyata adalah orang yang menyembunyikan pisau yang sewaktu-waktu bersiap membunuhku..”
Kibum melirik gadis disebelahnya dengan tatapan dan wajah datarnya.
“..bayangkan saja orang yang selalu tersenyum untukmu dan selalu ada disaat kau membutuhkannya, ternyata orang yang paling membenciku, Gosh..I can’t even sleep at night, membayangkan sewaktu-waktu seseorang akan datang menikamku, karena tak ada lagi yang bisa kupercaya saat ini” sambung Amber dengan senyum pahitnya dan tatapan kosong.
“Thats why, when you said that you hate me, I’m just fine, since I know that you do”
Kibum tetap bergeming disebelahnya, membiarkan gadis itu tenggelam dalam ketakutannya, dan Kibum juga tenggelam dalam pikirannya.
“Aku ingin membuangnya jauh-jauh dari hidupku” gumam Amber pelan tapi Kibum dapat mendengar jelas ucapannya.
*
Amber dapat mendengar suara mesin yang terhubung sebagai alat bantu seseorang yang tengah terbaring koma dalam ruangan itu. Setiap detik kakinya berdiri disana semakin besar rasa takut dalam dadanya.
‘Should I kill him first? Or should I just run away and hiding somewhere before he awake’
Disisi lain dirinya Amber masih ingin melihat ‘sahabatnya’ itu bangun dan berteriak didepan wajahnya betapa menyesalnya ia telah menganggap Henry sebagai sahabat. Amber ingin berteriak betapa ia sangat membenci Henry atas semua yang terjadi pada keluarganya.
Satu hal yang paling ingin Amber ingin dengar dari mulut sahabatnya langsung bahwa semua dugaannya adalah salah, semua hanya kebetulan, dan segalanya kembali seperti sebelumnya. Ada orang lain dibalik semua kematian orang tuanya dan hancurnya bisnis keluarganya. Amber masih mengharapkan kemungkinan kecil tersebut jauh didalam lubuk hatinya walaupun semua puzzle terlihat telah sempurna didepannya.
Pihak rumah sakit menghubunginya tentang masalah biaya rumah sakit Henry. Amber tak bisa untuk tidak memikirkan hal tersebut, Victoria berkata ia akan meminjamkan sejumlah uang untuk membantunya tapi tetap saja ada beban yang mengganjal didadanya.
‘apa ia masih berkewajiban untuk menyelamatkan hidup dalang dibalik teror-teror yang diterimanya? Orang mungkin yang telah menghancurkan keluarganya?’ suara kecil dikepala Amber berkata.
*
Kimbap segitiga, ramen kotak, air mineral, cola, beberapa kaleng bir, dan sekotak rokok dalam keranjang belanjaannya diserahkan kepada kasir. Amber tak benar-benar memperhatikan gerak-gerik kasir yang tengah menghitung barangnya atau apapun disekelilingnya sampai suara sang kasir yang menyebutkan total harga menariknya kembali ke realita.
Realita dimana cuaca malam ini sangat dingin namun entah bagaimana Amber menemukan dirinya keluar dalam balutan baju kaus dan celana pendeknya. Dinginnya udara mulai perlahan merasuki kulitnya sampai ke kepala yang membuat otaknya mulai terketuk kembali untuk bekerja. Amber menyerahkan beberapa lembar uang dan melangkah gontai keluar minimarket dan disambut tusukan tajam dikulitnya dari dinginnya malam.
“Now I’m sure youre crazy”
Amber tak perlu menoleh kesamping untuk melihat sosok yang tengah duduk santai dalam balutan mantel tebalnya itu. Ia sudah terlalu mengenal suara Kim Kibum yang baru tadi pagi didengarnya.
“Kenapa kau selalu berkeliaran di daerah dekat rumahku? Kau bahkan sering datang ke minimarket ini, apa diperumahan mewahmu tidak ada tempat seperti ini?” respon Amber dengan datar, sama sekali tidak merasa terganggu.
“Undang-undang di Republik Korea ini tidak pernah melarang siapapun untuk menginjakkan kakinya ditempat umum seperti ini” jawab Kibum sambil meneguk bir ditangannya.
Amber melirik sekilas wajah lelaki itu, hidung, pipi dan telinganya memerah karena dingin, namun tatapan matanya tidak berbanding lurus dengan pipi meronanya yang seharusnya terlihat imut.
“Baiklah, aku tak akan menganggu urusanmu” Amber berniat melangkah pergi dengan plastik belanjaannya.
“Wanna go somewhere? Lets make a deal”
Amber menghentikan langkahnya dan kali ini benar-benar menghadapkan tubuhnya pada lelaki tampan itu.
“What kind of deal? I thought you hate me?” tanya Amber penuh selidik tapi tak benar-benar penasaran dengan jawaban pertanyaannya.
Kibum tak menjawab pertanyaannya dan hanya memberi kode pada Amber untuk mengikutinya jika ingin tahu.
“Oke, anggaplah aku telah mengetahui setidaknya satu masalahmu akhir-akhir ini, kau tak perlu bertanya sumberku karena itu hanya akan memperlama semuanya” Kibum memulai pembicaraan dengan suara khasnya. Ia meneguk bir yang diambilnya dari kantong belanjaan perempuan dibelahnya itu.
Amber melirik Kibum dengan kening berkerut, kepalanya menerka kemana arah kalimat Kim Kibum ini.
Suara mesin pemanas didalam mobil mengisi beberapa detik kediaman dari dua sosok yang memiliki ikatan hubungan aneh diantara mereka.
“Aku bisa membantumu membuang temanmu yang tengah terbaring koma di rumah sakit saat ini”
Amber tak
Comments