Orgel

Please Subscribe to read further chapters

Description

 

~It goes round and round, slowly, my melody box

Round and round, getting dizzy

My orgel that is only mine..~

 

Diluar masih turun salju dan jatuh ke atas rumput yang sudah putih tertutup salju yang jatuh sebelumnya. Langit masih gelap dan belum ada tanda-tanda matahari akan menampakkan dirinya dipagi hari ini.

Aku berdiri didepan jendela kamar sambil menatap pemandangan diluar, salju yang sepertinya akan terasa lembut dan hangat ditanganku jika menyentuhnya, serta angin musim dingin yang akan berhembus menyejukkan kulitku.

 

Tragis, memang..

 

Bahkan diriku mulai memikirkan hal yang tak mungkin, pikiranku sudah mulai terbalik dan bisa jadi diriku sudah mulai gila? Aku tak akan menyalahkan imajinasiku yang sudah terlalu jauh melenceng ini, faktanya diriku sudah hampir setahun tak pernah keluar dari rumah ini . selama itu aku hidup di dalam rumah tanpa cahaya matahari langsung menyentuh kulitku, tanpa udara segar dari luar yang menyentuh paru-paruku, tanpa salju yang lembut, tanpa bertemu seorangpun.

 

Ralat. Aku hanya bertemu satu orang. Setiap harinya.

 

Bosan hanya dengan pemandangan salju diluar yang seolah mengejekku yang tak bisa menyentuhnya langsung, aku menuliskan sesuatu di kaca jendela yang berembun karena hembusan nafasku yang dengan ajaibnya masih hangat ini.

'Bisakah aku keluar hari ini saja?' 

 

Selama beberapa detik memandangi tulisan itu, sebuah senyum hampa lepas dari bibirku. Detik selanjutnya aku menghapus tulisan itu, dan perlahan kaca itu kembali berembun tertimpa hembusan nafasku. Kuku jariku yang diwarnai merah darah terlihat kontras dengan putihnya salju diluar saat tanganku menyentuh jendela kaca yang dingin itu. Udara hangat dari pemanas ruangan menyapu lembut permukaan kulitku yang tak tertutupi pakaian.

Aku hanya menggenakan kemeja besar yang bukan milikku, yang tergantung longgar sampai pertengahan pahaku yang semakin terlihat kecil dari hari ke hari. Aku memutuskan kembali ke tempat tidur, namun saat membalikkan badan, mataku disambut cahaya hangat yang memancar dari mata itu.

Aku tersenyum padanya, karena ia sangat menyukai senyumku, atau tepatnya ia menyukai seluruh diriku. Sepenuhnya. Seluruhnya. Tanpa terkecuali.

Dan pemilik mata hangat itu selalu terobsesi memiliki apapun yang ia sukai, dan sayangnya ia menyukaiku. Sialnya lagi dia sudah mendapatkanku, diriku tak bisa lepas lagi darinya walaupun ribuan kali mencoba.

Ia tersenyum sangat tampan, wajahnya seolah tertawa tanpa suara, matanya kembali terpejam dan tangannya terulur padaku. Aku berjalan patuh menuju tempat tidur mewah bernuansa klasik dengan design kuno itu. Sudah ku katakan kan? Ia sudah memilikiku dan aku tak akan lepas darinya sekuat apapun mencoba melarikan diri.

Senyum ini sudah terlatih untuk tak luntur saat dihadapannya, sekalipun ia sedang memejamkan mata, aku tetap tersenyum. Saat tubuhku sudah duduk disebelahnya, masih dengan mata terpejam dan senyum diwajahnya ia dengan alaminya menaikkan kepalanya berbaring dipangkuanku. Rambut hitamnya halus dan lembut menggelitik kulit pahaku, lengannya terasa hangat melingkari pinggangku.

Seperti hari-hari sebelumnya, ia tak pernah melewati menikmati pagi hari saat membuka matanya tanpa kesukaannya-diriku-disampingnya. Dan seperti hari-hari sebelumnya juga, dari 2 bulan yang lalu, aku selalu memberanikan diri menanyakan hal yang sama setiap harinya, berharap ia akan memberikan jawaban berbeda.

 

“Bisakah aku keluar hari ini saja?”

 

Seperti yang kuduga, ia tersenyum, kemudian dengan pelan dan manis ia menggelengkan kepalanya. Begitu saja. setiap hari menolakku, tanpa alasan.

 

Mungkin esok aku akan mulai membayangkan rumput diluar akan terasa nikmat dikunyah.

Kurasakan api didadaku, biasanya aku akan langsung marah pada siapapun itu yang berhasil menyulutnya. Dulu. Setahun yang lalu.

Anehnya, berbulan-bulan api itu disulut setiap harinya oleh orang yang sama, tapi apa yang aku lakukan? Tidak seperti diriku, dengan bodohnya, tanganku tetap mengusap rambutnya dengan sentuhan lembut sementara dadaku berperang melawan amarah dan memberontak untuk keluar dari rumah tua terkutuk ini.

 

Aku hanyalah sebuah boneka cantiknya yang menari berputar dalam kotak musiknya, baginya aku hanya boneka dalam orgelnya.

Foreword

Hey, I'm make my comeback really fast..

This oneshot as a price for my dearest subscriber, expecially for my Taestal story reader.

Seperti biasa tinggalkan jejak, komentar dan opini tentang fanfiction ini ya.. :)

happy reading.....

 

 

sincerely

-Y-

Comments

You must be logged in to comment
Sartika_L #1
Chapter 1: Wah nice story..I can feel it..good job authornim