keep secret

keep secret

Chapter 5

VIXXVIXXVIXXVIXXVIXXVIXXVIXXVIXXVIXXVIXX

“hyung? Hyung! Kenapa suka sekali menghilang?” teriak pemuda yang memiliki ketampanan alami dengan lesung pipi terlihat jelas ketika dia tersenyum. Ia sedang mencari kakaknya yang baru saja ia tinggal beberapa menit ke apotek. Ia mencari disetiap ruangan apartemennya; dapur, ruang tv, kamar tidur-kamar tidur, ruang tamu dan balkon namun nihil batang hidung kakaknya tak terlihat.

“aish, kemana lagi dia?” menggerutu, kesal. Kakak laki-lakinya terkadang suka keluar tidak jelas dan berulang-ulang berbicara sesuatu yang tidak bisa dipahami. Kakaknya suka mengucapkan sebuah huruf, mulanya pemuda itu tak mengerti yang diucapkan kakaknya itu tapi perlahan pemuda berwajah simetris itu mulai mengetahui makna satu abjad itu walau ada sedikit keraguan terbesit dibenaknya; apa benar satu huruf itu adalah nama orang? Ia terus menerus mencari informasi untuk memastikan keraguannya itu tidaklah salah hingga ia mempunyai kebiasaan; mengamati dan menyelidiki orang-orang yang berhubungan dengan kakaknya sampai tanpa disadarinya, ia menemukan sebuah rahasia yang membuat dirinya membenci nama yang sering disebut kakaknya itu.

“menyusahkan saja.” Lanjutnya, gusar. Meskipun ia mengucapkan kemarahannya yang cukup sarkastik, ia tetap sayang dengan kakaknya. Ia berusaha mempertahankan kakak tirinya yang berbeda DNA itu karena kakaknyalah yang telah merubah hidupnya lebih berwarna dan hanya kakaknya yang ia punya. Ia tak peduli jika Kakak laki-lakinya memiliki penyakit aneh, ia harus menjaganya dan tak boleh kehilangannya. Ia tak mau tahu lagi dengan Ayah mereka yang suka menghilang; ayah yang belum bisa diakuinya sebagai ayah seutuhnya, ayah yang sudah dianggapnya mati dan ayah adalah bapak kandung kakak tirinya sedangkan orangtua kadungnya sudah tidak diketahui keberadaannya, ia melupakannya sedangkan ibu sang kakaknya telah lama meninggal sebelum ayah dari sang kakak mendapatkan hak asuh dirinya.

“kakak selalu mengacaukan jadwal kesenanganku.” Bercicit resah, cemberut sambil berkeliling mencari kakaknya diluar apartemen. “semoga dia ada ditempat favoritnya.” Tukasnya, celingukkan; menelisiki satu persatu secara detail, disekitar apartemannya sebelum beranjak ke tempat yang sering dikunjungi kakaknya. Ia tak ingin kelewatan lagi seperti dulu, ia harus tenang dan teliti; karena kepanikkannya  bisa menyebabkan ia hampir kehilangan kakaknya, ia begitu bodohnya tidak melihat kakaknya yang  hanya berdiri berjam-jam kedinginan di taman mini; di balik apartemannya, dengan tatapan kosong; kakaknya hanya berucap “bean?” setelah ia menemukannya.

Membuyarkan lamunan akan masa lalunya, ia hanya bisa berucap “maaf hyung” didalam hati dengan menatap tajam langit mendung dan menanti bus yang akan ditumpanginya di halte dekat apartemennya.

.

.

.

.

.

 

“hyung?” panggil si pemuda yang memiliki gelar visual jika saja ia mengikuti kontes ketampanan dipastikan dia akan menang, menatap seseorang yang mirip kakaknya dari kejauhan; turun dari bus. Orang yang disapa tidak mendengarkan teriakkan pemuda tersebut. Orang itu masih duduk mematung di halte bus dengan kebiasaannya membawa segelas cairan berwarna coklat kehitaman dan kotak hitam berpita biru.

Pemuda itu berlari mendekati halte bus seberang jalan dan memanggilnya lagi dengan harapan orang itu mau menatapnya. “hyung?!” sapanya lagi berteriak lantang, tidak peduli pandangan sinis yang dilontarkan orang-orang disekitar lokasinya; ia yakin itu adalah kakaknya, setelah ia berlari mendekatinya.

Dalam dirinyapun terus berkata ia tak ingin kakaknya tidak ada disampingnya, ia harus acuh dengan hyungnya. Ia tak mau hyungnya lari darinya, ia tidak suka hyungnya memiliki sorotan mata sedih dihadapannya. Ia harus membuatnya bahagia. Apapun akan ia lakukan, ia tak akan menyerah semudah itu.

Sekuat tenaga dengan napas yang ngos-ngosan, ia berhasil menyeberang; ia sekarang berada disamping orang yang disebut sebagai hyung oleh dirinya, pemuda itu.

“syukurlah, hyung tidak terlalu jauh. Aku sungguh mengkhawatirkanmu, hyung.” Tukas si pemuda tampan itu yang sekarang hanya memakai jumper tipis dan celana jeans.

“bean?” ucap lelaki yang disebut hyung, memasukkan kotak hitamnya dan melepaskan coat tebalnya, memberikan pada pemuda itu. “kau bisa kedinginan.” Lanjut lelaki itu yang sekarang hanya memakai pakaian hangat yang tidak terlalu tebal. “minumlah, lihat wajahmu memucat.” Katanya lagi dengan suara lembut, menyerahkan gelas yang belum diminumnya.

“hyung, ayo kita pulang. Udara semakin dingin. Aku lapar.” Jawab si pemuda tampan itu, hanya mengenggam gelasnya. “kau sungguh lapar?” Tanya balik, hyungnya.

“he’em…” gumam si pemuda yang dipanggil bean.

“kau ingin makan apa?” kata kakaknya antusias. Sifat kakaknya akan berubah drastris dan menyahut obrolannya jika itu membahas soal makanan. “sepertinya aku juga lapar.” Mengelus-elus perutnya sendiri dan memamerkan gerakkanya pada adiknya kalau perut lelaki itu juga perlu diisi.

“entahlah, aku ikut saja.” Balas si pemuda itu, mengangkat kedua bahunya dan merapatkan coatnya.

“kita makan diluar saja. Biasanya Ia tidak suka gopchang. Bagaimana kalau kita mencari makanan yang ada gopchannya?” jelas hyungnya, tersenyum tipis sedangkan bean hanya menanggapi dengan senyuman palsu dan menggoyang-goyangkan gelas itu tanpa minat.

Melihat gerakkan adiknya yang seakan tidak menghargai minuman latte itu dan isinya masih penuh, si kakak bertanya “kenapa kau tidak meminumnya? Apa karena sudah dingin? Jadi kau tidak suka?”

“ah? Bukan begitu.” Jawab si adik cepat, berhenti memainkan gelas isi latte itu. “aku menyukainya, kan hyung yang membuatku cinta mati dengan latte? tidak mungkin aku menolaknya walau minuman ini sudah mendingin.” Cerocos si pemuda yang dipanggil kacang itu lagi, berusaha mengelak ke kasarannya pada minuman favorit kakaknya dengan segera ia sedikit demi sedikit meminum cairan coklat muda itu sambil menatap kakaknya yang tersenyum lebar.

“ah, segarnya.” Tukas si adik menunjukkan respon baik terhadap minuman yang sudah habis ia minum dalam sekejab. “baiklah, kita lihat dulu. Apa disekitar sini ada makanan yang diminta kakak?” lanjutnya mengeluarkan ponsel, mencari tempat makan terdekat yang menyediakan gopchang. Si kakak hanya menganguk saja, ekor matanya mengikuti gerkakan tangan bean yang mulai mengetik pencarian.

“apa belum ketemu?”memiringkan kepala dengan menunjukkan wajah polos dan sesekali menggosok-gosokkan tangannya yang mulai terasa dingin. “sepertinya jauh dari sini, hyung. Kita harus berjalan kaki sekitar 1 km jika kakak mau.” Menunjukkan layar handphonenya untuk menunjukkan hasil pencariannya.

“ehm…” berpikir keras untuk mencari opsi lain, apa sebaiknya berjalan atau menunggu bus? Namun “bean, bagaimana kalau kita disini beberapa menit lagi?” ucap kakaknya, melihat kursi halte, sejak bertemu dengan bean; ia lupa untuk menduduki kursi halte yang kosong dan selalu tersedia agar tidak lelah berdiri, menunggu.

“tapi hyung, kita akan sakit. Besuk aku juga harus sekolah, hyung. ” Cibir bean membujuk kakaknya agar tidak terlalu berlama-lamaan di ruangan terbuka dan mencoba untuk melupakan sejenak tentang halte bus yang menjadi tempat favorit kakaknya.

“apa benar, ia telah melupakanku? Aku merindukannya, bean.” cercah kakak laki-lakinya lagi yang mulai melantur, menatap nanar pada jalanan yang tampak lengang sedangkan si pemuda yang lebih muda itu  yang mendengar , tanpa babibu mencium bibir merah yang memucat itu.

Si pemuda itu tampak tidak begitu suka jika kakaknya mulai merancau tentang orang yang memiliki nama julukan aneh, hatinya begitu sakit. Air matanya mengalir deras dengan memaksakan ciumannya semakin dalam tetapi kakaknya diam tidak membalasnya, kakaknya hanya menghapus air matanya dan membiarkan pemuda itu mengeleminasi bibirnya.

 

----TBC----

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
nonafaya
#1
Hey would you be able to write this in english? I would love to read it then ^^