[6] Memory Like a Sieve

The Dead Lake [Who Are You]

“Aku sungguh harus mandi sekarang. Mungkin berendam di sabun busa vanila selama dua tiga jam.” Myungsoo segera berjalan menuju kamarnya begitu mereka tiba di apartemen. “Kamar mandi di penjara hanya memiliki satu buah sabun batangan yang berwarna putih kekuningan. Ew. Aku tidak ingin tau siapa saja yang pernah memakai benda itu.”

“Kau mungkin harus berendam lebih lama lagi.” Sunggyu terkekeh, meletakan tas jinjing besar Myungsoo ke atas sofa kulit hitam yang ada di ruang tamu. Ruang tamu yang luasnya paling tidak lima belas kali dua puluh meter ini berisikan satu sofa kulit hitam berbentuk L untuk delapan orang dan sebuah meja besar berbentuk peti abu-abu diatas karpet bulu perak yang tergelar luas, satu buah televisi 36 inci dilengkapi satu set pengeras suara, dan lemari hitam besar yang berisi koleksi kamera dan penghargaan Myungsoo.

Sunggyu memutar tubuhnya, menatap dinding ruang tamu yang seluruhnya diberi wallpaper hitam bergaris perak. Tidak ada satu foto keluargapun.

“Aku hanya berharap tubuhku bisa sebersih dulu, sebelum aku mati karena terlalu lama berada di air.” Myungsoo berkata, menyadarkan Sunggyu yang sibuk mengamati apartemennya. “Dan tolong pesan makanan. Panda Express biasa memakan waktu satu sampai dua jam di waktu makan siang. Nomor teleponnya ada di pintu kulkas. Aku mau Mie Goreng dan Ayam Jeruk.”

Sunggyu mengangguk, berjalan menuju dapur dan ruang makan luas yang berada di sebelah kiri ruang tamu apartemen Myungsoo. Dia sudah tinggal di tempat ini selama hampir dua bulan, tapi ini kali pertamanya benar-benar memperhatikan dapur (dan sebagian besar ruangan lain di apartemen ini). Dia biasanya hanya datang untuk tidur di ruang tamu dan mandi di kamar mandi yang ada di dekat dapur. Makanan cepat saji di toko seperti Seven Eleven sudah menjadi makanan sehari-harinya selama di sini.

Nomor telepon restoran Cina Panda Express memang ditempel di depan pintu lemari pendingin Myungsoo, lengkap dengan daftar menu dan harganya. Sunggyu mengeluarkan teleponnya, lalu mulai memperhatikan dapur dan ruang makan Myungsoo sementara menunggu petugas restoran mengangkat teleponnya.

Seperti ruang tamu, dapur juga di dominasi oleh warna hitam. Kitchen set perak putih bergaris hitam, meja kaca untuk empat orang dengan penopang dan kursi hitam, serta dinding dan meja pantry yang berlapis keramik hitam. Dan masih juga sama seperti ruang tamu, tetap tanpa foto keluarga.

“Selamat siang. Dengan Panda Express ada yang bisa dibantu?”

Sunggyu mengiyakan, menyatakan menu pesanan mereka dan menutup teleponnya setelah pihak restoran menyatakan makanan mereka akan siap dalam paling lama sembilan puluh menit (Myungsoo benar. Seberapa sering dia membeli makanan ditempat itu?). Menunggu makanan akan memakan waktu lama, jadi Sunggyu memilih naik ke lantai dua untuk menghabiskan waktunya.

Berbeda dengan lantai dasar yang di dominasi warna hitam, lantai dua justru nyaris seluruhnya berwarna putih. Tangga yang berada di ruang tengah –yang menghubungkan ruang tamu, dapur dan ruang makan, serta  kamar Myungsoo seolah menjadi penghubung dua dunia yang berbeda. Walau dua lantai itu memiliki ukuran yang sama, lantai dua hanya terbagi menjadi tiga ruangan yang dihubungkan oleh ruangan kecil enam kali delapan meter yang berisi satu meja dan dua sofa bulat untuk satu orang.

“Masih tidak ada foto keluarga.” Sunggyu bergumam. Ini kali kedua dia berada di lantai atas, yang pertama adalah saat dia tiba di Seoul dulu. Dia suka suasana di lantai dua, tapi tidur di lantai dasar jauh lebih praktis dan menghemat waktu. Jadi dia tidak pernah lagi naik ke lantai dua sejak itu.

Sunggyu membuka pintu yang ada di sebelah kiri.

Sebuah ruang kerja. Dengan jendela besar yang di pasang di belakang meja kerja kaca luas, mengarah langsung ke jalanan sibuk kota Seoul Cukup luas, sekitar dua atau tiga kali lipat lebih luas dari pada ruang penghubung yang berada di tengah. Atau mungkin ruangan ini tidak seluas itu, mungkin dinding putih dan interior –satu set sofa, meja kopi, televisi, komputer, mesin cetak dan fax, dan bahkan kulkas yang berwarna senada membuatnya terlihat semakin luas.

Sunggyu mendekat ke arah sofa panjang berwarna putih yang berada di kiri ruangan, sementara disebelahnya terdapat satu sofa lagi, lebih kecil dan berbentuk persegi. Sofa yang biasa digunakan oleh para psikiater untuk mendengarkan masalah kliennya.

Tepat di sebelah ruangan kerja, adalah sebuah gudang. Walau masih mempertahankan warna putihnya, Sunggyu yakin ruangan ini memang benar benar luas, bukan hanya sekedar ilusi warna. Besarnya nyaris seperti ruang kuliahnya dulu yang berisi lima hingga enam puluh mahasiswa. Di dalamnya berisi banyak lemari penyimpanan putih besar yang dibuat menyerupai lorong. Dengan tanggal dan penjelasan di setiap pintunya.

Album Foto-Sunggyu1thn. Album Foto-Sunggyu3thn. Baju-Sunggyu5thn. Baju-Sunggyu6thn. Buku Pelajaran-Sunggyu6thn......

Myungsoo benar-benar menyimpan semua barangnya, bahkan dengan teliti mengelompokan dan memberi label pada semuanya. Oke, itu sesuatu yang dia selalu lakukan dulu. Tapi aneh rasanya jika orang lain yang melakukan hal itu untukmu. Dan sebagai seseorang yang menamatkan kuliahnya di jurusan psikologi, dia dapat memastikan kalau Myungsoo benar-benar terobsesi padanya.

Tapi apa salah kalau seseorang terobsesi pada Kakaknya sendiri?

Sunggyu membuka sebuah lemari secara acak. Di dalamnya terdapat tumpukan foto album yang berwarna kusam, tapi bersih tanpa debu. Di Sekolah Dasar-Sunggyu8thn. Sunggyu mengambil sebuah yang paling atas. Membuka isinya dan sesekali tersenyum kecil melihat bagaimana wajahnya sewaktu kecil. Si mata sipit yang berbadan besar. Dia terlihat begitu girang saat di foto, melemparkan berbagai pose aneh bersama dengan beberapa teman yang lain. Tapi kalau dilihat-lihat lagi, walau pose dan latar belakangnya selalu berbeda, ada seorang anak lelaki kurus tinggi dengan rambut hitam acak-acakan yang tampaknya selalu ikut bergaya bersamanya. Apa anak ini sahabatnya? Kenapa dia bisa sama sekali tidak ingat dengan temannya ini?

Hyung?”

Setelah meletakan kembali album foto ke tempatnya semula Sunggyu keluar dari gudang, menengok melalui tangga dan menemukan Myungsoo sudah selesai dengan mandinya. Sedang berjalan di ruangan tengah dengan dua buah handuk, masing-masing menutupi bagian bawah dan rambutnya yang basah.

“Aku harus berganti pakaian.”

“Jangan terlalu lama, jika Panda datang dan kau belum turun juga aku akan menghabiskan semuanya.”

Sunggyu masuk ke kamar. Pintu terakhir yang belum dia buka. Dan seperti yang lainnya, kamar ini juga di penuhi warna putih. Dinding, ranjang berukuran king, lemari pakaian dua pintu, lemari sepatu, meja rias, televisi dan pengeras suara, hingga pintu menuju kamar mandi. Semuanya putih.

“Aku suka warna putih.”

Sunggyu tersenyum, membuka koper yang saat tiba dulu hanya diletakannya di pinggir kamar, mengambil beberapa kemeja dan berniat untuk meletakannya ke lemari. Yang ternyata tidak kosong sama sekali.

 

*****

 

“Baju yang bagus, Myung. Bagaimana kau bisa tahu ukuranku?”

Myungsoo yang sedang menata makanannya di dapur mendongak, menatap Sunggyu dengan pandangan bertanya.

“Baju ini. Bukankah kau menyediakannya untukku?”

“Oh. Ya.” Dia mengangguk, kembali menyibukan diri untuk membuka pelastik penutup makanan yang mereka pesan. “Baguslah kalau kau suka.”

“Aku menemukan banyak sekali baju ukuranku di kamar atas. Kemeja, kaos, sweater. Kenapa kau membeli sebanyak itu?” Sunggyu duduk di ruang makan, menunggu Myungsoo selesai menyajikan makanannya.

“Kau kan tinggal di sini.”

Sunggyu terdiam. Menatap Myungsoo yang menjawab tanpa mengalihkan pandangannya dari wadah sterofoam ayam saus jeruk yang ternyata sedikit berlubang, membuat saus kecoklatan itu mengotori dapurnya.

Dia memang tinggal di sini saat ini. Tapi jika bukan karena kejadian tiga bulan lalu, kemudian kenaikan jabatan yang baru di dapatkannya, dia tentu saja tidak tinggal di tempat ini. Mungkin dia masih ada di belahan dunia sana. Sibuk mengajarkan teori psikologi dengan bahasa asing pada mahasiswa-mahasiswi yang juga asing, yang lebih memilih memandangi wajahnya daripada memahami pelajarannya.

Myungsoo sedang menunggunya. Anak itu selalu yakin bahwa dia akan kembali.

“Ayo makan.” Myungsoo menepuk tangannya, memandangi empat porsi makanan Cina yang sudah ada di hadapan mereka.

“Myungsoo?”

“Huh?” Dia menjawab dengan tak acuh, mengambil sepotong daging ayam saus jeruk yang masih sedikit berasap.

“Terimakasih sekali lagi.”

“Kau harus berhenti berterimakasih padaku, Hyung.” Myungsoo berhenti untuk mengunyah makanannya. “Lagipula aku membayarnya dengan kartumu.”

“Apa?” Sunggyu berdiri mengambil dompetnya yang ada di counter dapur. Uh. Dia pasti mengeluarkannya saat menelpon restoran tadi. Di sebelahnya terdapat nota restoran dan kartu kredit miliknya.

“Kalau makananku habis, aku akan memakan makananmu.” Myungsoo berkata dengan mulut penuh ayam dan mie, membuat Sunggyu segera berlari dan mengambil pesanananya sendiri –Daging asam manis dan nasi putih. Myungsoo tidak pernah main-main dengan makanannya.

Mereka menghabiskan makanannya dalam waktu kurang dari lima belas menit, meletakan bekas mangkuk dan piring keluar dari pintu apartemen dan berjalan menuju ruang tamu.

“Aku merasa perutku akan meledak.” Myungsoo merebahkan dirinya di sofa ruang tamu, sementara tangannya dengan aktif mengganti chanel televisi.

“Kau menghabiskan lebih dari tiga perempat nasiku, Myung.” Sunggyu bergumam jengkel, “Dan kau bilang kau benci nasi.”

“Paling tidak itu bukan nasi kacang.” Myungsoo tertawa. “Hyung?”

“Hmm?”

“Aku tidak boleh membicarakan tentang kasus itu, kan?”

Sunggyu menghela nafas, duduk dan mengangkat kepala Myungsoo ke pahanya, menjadikan tubuhnya sebagai alas bantal anak itu. “Tidak. Kau sudah tahu jawabannya, Myung.

“Tentu saja. Aku hanya penasaran. Siapa orang yang membuat Jinri begitu.” Myungsoo mendongak, menatap kepala Sunggyu yang tepat berada di atasnya. “Dia masih belum sadarkan diri?”

“Belum.” Sunggyu menggeleng, “Dan tenang saja. Yunho bilang kita akan menemukan jawabannya di televisi besok.”

“Mereka akan menyiarkan hasilnya?”

“Ya. Mengumumkan pelaku sebenarnya dan membersihkan namamu. Kau bisa kembali kuliah semester depan.”

“Oh, untuk pertama kalinya aku tidak begitu ingin kembali ke sana.” Myungsoo tersenyum getir. “Kampusku tidak akan sama tanpa Sungyeol dan Jinri.”

...dan Soojung? Sunggyu ingin menambahkan, tapi memutuskan untuk tidak melakukan hal itu. Banyak hal yang amat sangat membingungkan. Teorinya masih memiliki banyak lubang di sana sini. Dia akan mencari jawabannya, tapi tidak sekarang. Myungsoo baru saja kembali dan dia tidak ingin membuat lebih banyak kerusakan pada mental anak itu.

“Aku suka apartemenmu.” Sunggyu berkata, mencoba mengganti suasana.

“Saat pertama kali ke sini Sungyeol bilang apartemenku seperti miniatur surga dan neraka, yang kedua kalinya dia bilang apartemenku mungkin terinspirasi dari telur cicak.” Myungsoo menggerutu, dan Sunggyu membiarkan dirinya untuk tertawa.

“Jadi apa inspirasimu sebenarnya?”

Aku?

“Tidak ada. Aku hanya begitu menyukai warna hitam.”

“Lalu putih?”

“Kau kan suka warna putih.” Myungsoo mengangkat bahu, mematikan televisi dan menutup matanya. “Aku mengantuk.”

“Kalau begitu tidur saja.”

Sunggyu tersenyum, mengelus rambut coklat Myungsoo yang ada di pahanya.

Terimakasih karena sudah menungguku.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
bibimbab
Setelah hampir 2 tahun menghilang akhirnya saya posting lanjutan cerita ini. Saya tau cerita ini sangat not worth the wait, dan saya bakal sangat ngerti kalo pembaca unsubscribe.
Anw. Kalau memang masih ada yang berniat membaca saya saya cuma bisa bilang maaf banget, dan terimakasih!

Comments

You must be logged in to comment
Blue_light #1
Good story
Itadekimass #2
Chapter 8: Oke aku udah penasaran pake banget!!
Kak bi harus tanggung jawab! Plisss lanjutin kaaakkk :'(((
Itadekimass #3
Chapter 1: Hah! Kak bibimbab emang warbiasahhh :*
Wahyuni1998 #4
Chapter 8: Next please ??
babbychoi
#5
Chapter 8: Kak, btw aku masih nunggu cerita ini update loh :)
babbychoi
#6
Chapter 7: Ya Ampun kak Bi, aku nggak ngerti lagi mau nulis apa. Bahkan aku terlalu spechless waktu buka story kakak dan udah ada part baru dari cerita ini. Meskipun aku baca sambil "nyureng_nyureng" karena gagal paham tapi akhirnya aku sedikit ngerti sekarang sama jalan ceritanya. Tetep semangat kak, karena aku masih nunggu BANGET cerita-cerita dari kakak becoz ada Jinri-ku disini. Wkwkwk.
babbychoi
#7
Chapter 3: Bisa kali di update mba, nungguin nih dari kapan tau :(
babbychoi
#8
Chapter 3: Kak? Aku bener2 nungguin updatean mu! Kenapa gak update2? :( :( :(
seiranti
#9
Chapter 3: Cinta segitiga kah ini, ato empat, lima?? Tp loh kok mauu cewe2 kece d duain.. Jinri n soojung! Penasaran bgt nih thor
vanilla133 #10
Chapter 3: okayyy.... im really curious about jinri,L and soojung right now.