[4] Katie Bar the Door

The Dead Lake [Who Are You]

“Senang bertemu denganmu lagi, Jinri.”

“Senang bertemu denganmu juga, Dok.” Dia tersenyum kecil, lalu menatap Sunggyu dengan ragu. “Jadi... anda bukan seorang Dokter?”

Sunggyu mengangkat alisnya heran, “Kau sudah tau? Well, Aku memang seorang Dokter, walau tentu saja bukan Dokter umum.”

“Dan anda ada disini sekarang untuk mencari tahu mengenai kejadian pembunuhan tiga bulan lalu, benar?”

Yup.” Sunggyu mengangguk, “Karena kau sudah tau semuanya, bagaimana kalau kita mulai bercerita?”

“Tentu saja.”

“Mari mulai dengan apa yang kau lakukan di saat kematian Kim Jinwoo.”

“Oh itu..” Jinri menghela nafas, lalu menatap Sunggyu “Aku benar-benar sedang tidur. Aku tidak mengerti, mungkin suhu yang begitu dingin, atau entah apa. Tapi berada di villa itu membuatku lebih mengantuk dari biasanya. Dan begitu aku bangun, well, hal itu terjadi.

Kami membagi diri menjadi dua kelompok. Sungyeol benar, salah satu dari kami bisa saja adalah pembunuh Jinwoo dan yang lain. Dan aku terjebak di ruang tengah bersama Tuan Buck dan Lee Sungyeol, oh dan Myungsoo juga. Tapi dia pergi ke atas untuk menenangkan adik Jinwoo.”

“Jinwoo? Kalian dekat?”

“Oh tidak juga, kami memang mengobrol sesekali. Tapi hanya begitu. Aku bukan orang yang mudah dekat dengan orang baru, dan berada di villa itu membuatku merasa asing, tapi Kim Jinwoo adalah pria yang baik, sopan dan cukup menyenangkan. Kalau dipikir-pikir lagi, dia mungkin salah satu orang di dalam villa yang dapat ku sebut teman.”

“Bagaimana dengan dua orang yang lain? Sungyeol dan Buck?”

“Sungyeol pria yang baik, dan menyenangkan walau sedikit banyak bicara. Aku sudah mengenalnya cukup lama, seperti yang aku bilang aku lebih dulu mengenal Sungyeol, baru Myungsoo. Dia adalah senior yang paling sering membantuku saat ada pementasan walau kami tidak begitu dekat. Dia juga yang mengenalkanku pada Myungsoo.” Jinri menjelaskan. “Dan Tuan Buck... dia tidak banyak bicara, tapi kurasa dia cukup menyukaiku. Aku tau ini terdengar terlalu percaya diri, tapi setelah kematian istrinya, kurasa aku orang yang paling dipercaya Tuan Buck? Kami sering duduk berdua, hanya diam, tapi aku merasa nyaman, Dokter tau kan?”

Uh, tidak juga?”

“Oh maaf kan aku, lebih baik aku mulai bercerita tentang hari itu.” Jinri menyandarkan tubuhnya di kursi. “Jadi setelah Myungsoo dan yang lainnya pergi ke atas, hanya ada aku dan Sungyeol juga Tuan Buck. Dan Lee Sungyeol, seperti biasa, mulai bicara..”

“Aku benar-benar merasa terancam disini, pembunuhan dan semuanya. Bagaimana bisa kalian tetap terlihat begitu tenang?” Sungyeol menatap Jinri dan Nickhun yang duduk bersebelahan dalam diam.

Sungyeol mengerang, mengacak rambutnya yang memang selalu berantakan.

“Coba kalian pikir, pembunuhan tanpa jejak di sebuah penginapan antah berantah yang dikelilingi salju super tebal tanpa kemungkinan untuk kabur. Aku tidak tau siapa pelaku yang benar-benar pintar ini. Maksudku, semuanya terasa seperti kebetulan yang mengerikan. Penginapan di pinggir danau, lalu tanpa jaringan telepon, dan astaga! Salju yang bahkan tidak bisa di manipulasi oleh manusia. Aku mulai ragu jika yang kita hadapi ini benar-benar manusia biasa.”

“Kau punya headphone, Nona Choi?” Nickhun berbisik kecil, yang di balas oleh gelengan geli Jinri. “Dengarkan saja.”

“Tapi jika ini bukan sebuah kebetulan, dan memang sebuah pembunuhan yang sudah direncanakan dengan sangat teliti oleh entah siapapun itu. Maka itu berarti korbannya dan mungkin saja calon korban –yaitu kita semua, bukanlah korban random, melainkan ada sesuatu yang membuat orang ini memilih kita semua, kan?”

Jinri dan Nickhun berpandangan, mulai tertarik dengan teori Sungyeol.

Maksudku, orang gila mana yang mau melewati semua perencanaan dan perhitungan konyol seperti ini hanya untuk membunuh orang yang bahkan dia tidak kenal?”

You do have a point.” Nickhun mengangguk.

I am.” Sungyeol tersenyum lebar. “Nah sekarang, mari kita pikirkan apa yang membuat kita semua menjadi yang terpilih disini.”

“Contohnya?”

“Hampir 85% pembunuhan berencana yang terjadi adalah karena balas dendam. Dan sebagian diantaranya adalah dendam masa lalu, sudah begitu lama sehingga bahkan korbanpun sudah melupakan hal tersebut.”

“Wow, dari mana sunbae tahu hal itu?”

Sungyeol terdiam sebentar sambil menatap Jinri, “Sunbae? Kurasa sudah cukup lama sejak aku menyuruhmu berhenti memanggilku seperti itu.”

“Dan sudah cukup lama juga sejak kita terakhir bicara.” Jinri bergumam, lalu tersenyum kecil seolah meminta maaf pada Sungyeol.

Well, aku mengetahuinya dari drama, tapi kurasa tidak akan begitu jauh berbeda dengan yang asli.” Sungyeol berbicara dengan wajah serius. “Jadi siapa yang mau bercerita tentang masa lalunya?”

Sungyeol melirik Jinri dan Nickhun yang terlihat bingung, lalu mengangguk. “Oke, aku yang akan mulai. Aku lahir di Seoul, dan tinggal di sana bersama Ibuku hingga saat ini. Sejak aku lahir Ayah sudah bekerja di Jeonju, ku dengar dia bekerja sebagai tukang kebun atau semacamnya. Aku tidak begitu peduli, karena begitu umurku enam tahun, dia datang ke rumah setelah sekian bulan tidak pulang, meninggalkan satu koper penuh uang, lalu pergi dan tidak pernah kembali lagi. Kurasa dia menikah dengan seorang janda kaya di sana. Atau mungkin bukan, tapi itu tidak begitu penting.

Setelah itu well, tidak ada yang begitu istimewa. Aku tumbuh dengan cukup baik. Anak baik-baik dengan nilai standar. Seorang badut kelas yang tergila-gila pada Sechkies. Ku rasa aku tidak cukup jahat untuk menjadi sasaran balas dendam seseorang.”

Sungyeol melirik Nickhun, “Dan bagaimana denganmu, Buck?”

“Ayahku adalah seorang Psikolog. Cukup terkenal kurasa. Kami tinggal di Thailand cukup lama, lalu Ayah pindah ke Korea sebentar saat aku masih remaja, lalu Kanada, dan London selama beberapa saat, dan aku kembali lagi ke Korea karena pekerjaanku. Aku tumbuh dengan nyaman, sekolah Internasional, teman-teman yang menyenangkan, sederet nilai A yang membanggakan. Aku memiliki sebuah Travel Agency yang cukup besar, tiga cabang di Thai, Korea dan Kanada. Dan kurasa masa laluku terlalu bersih untuk membuat seseorang melakukan hal apapun itu kepadaku.” Nickhun mengangkat bahu.

“Wow, Buck kau benar-benar menjengkelkan.” Sungyeol menggelengkan kepalanya.

“Kau pernah tinggal di Korea saat masih remaja?” Jinri bertanya.

“Ya, tidak lama hanya sekitar enam bulan, kalau tidak salah kami tinggal di Jeonju.” Nickhun dan Sungyeol bertatapan horror.

“Jeonju? Jangan-jangan...”

“Aku tidak pernah tinggal disana.” Jinri berkata sebelum Sungyeol menarik kesimpulan.

“Aku menghabiskan separuh hidupku di Busan, lalu pindah ke Seoul saat berumur sepuluh tahun. Dan sungguh tidak ada satupun bagian dalam kehidupanku yang bisa aku ceritakan. Nerd, the quiet kid, the wall flower etc. Aku gadis yang membosankan. Terlalu membosankan untuk dibunuh dengan cara yang begitu rumit.”

“Kalau begitu apa yang mendasari semua ini?” Sungyeol bertanya heran, lalu melambai ke arah tangga, “Hoi Myungsoo!”

Myungsoo balas melambai, berjalan menuju sofa dan duduk di sebelah kanan Jinri. “Kau sungguh tidak apa?”

“Ya..” Jinri mengangguk sambil tersenyum kecil, menyandarkan kepalanya ke bahu Myungsoo.

“EWW Myung, you need to go get a room.”

Yeah, and you need to get a girl asap.” Myungsoo tertawa.

Sungyeol mengangkat bahu, dia tidak begitu memikirkan wanita saat ini. (Itu bohong, tentu saja). “Ngomong-ngomong, pernah tinggal di Jeonju?”

“Tentu saja. Aku tinggal disana sampai Sekolah Menengah.” Myungsoo menjawab santai, lalu melirik heran ketiga orang lain yang saling bertatapan.

Dan dia belum sempat menanyakan keheranannya ketika terdengar teriakan melengking seseorang dari lantai dua, teriakan Soojung.

 

******

 

“Kim.... Sunggyu?” Orang itu menatap Sunggyu cukup lama, matanya menyiratkan kesan familiaritas yang terasa aneh. Bukankah ini kali pertama mereka bertemu?

“Ya, anda mengenalku, Nona Jung?”

“Tentu– maksudku, L sering menceritakan tentang anda. Cukup sering hingga setelah bertemu langsung, anda terasa sangat familiar.” Jung Soojung tersenyum gugup. Sedikit mencurigakan tapi apa ada yang perlu dicurigai?

“L?”

“Maksudku Myungsoo.”

Myungsoo tidak pernah menceritakan sedikitpun mengenai dirinya ke Jinri, tapi dia bercerita cukup banyak ke Soojung?

“Begitu, jadi Nona Jung..”

“Anda akan bertanya tentang kejadian itu, kan?”

Sunggyu mengangguk, menyandarkan dirinya ke tempat duduk sementara Soojung mulai bercerita.

“Aku yang berteriak saat itu. Kim Yerim, gadis itu sombong, manja dan sedikit menjengkelkan. Tapi entah kenapa mengingatkanku pada aku yang dulu –atau masih aku yang sekarang. Dia terlihat sangat terpukul akan kematian Kakaknya. Jadi aku memilih untuk bersama dan menenangkan Yeri saat kami berbagi kelompok. Ada juga si pria tinggi –Lee Seunghoon kalau tidak salah. Tapi aku rasa dia memilih bergabung bersama kami karena dia membenci Tuan Buck.

L –maksudku, Myungsoo juga ikut naik. Tidak lama, dia hanya memberikan Yeri madu atau semacamnya, kurasa untuk menenangkan gadis itu. Lalu kembali turun ke bawah. Mungkin untuk menenangkan Jinri.” Soojung mengangkat bahu, dan Sunggyu benar-benar heran kenapa tidak ada sedikitpun nada cemburu dari perkataan Soojung. Sebenarnya apa yang terjadi di antara mereka?

Tapi tentu saja mencari tahu hubungan Myungsoo dan dua gadis itu bukanlah tujuan utamanya saat ini, jadi Sunggyu menahan diri dari bertanya, dan menunggu Soojung melanjutkan ceritanya.

“Yeri memang terlihat jauh lebih tenang setelah beberapa menit kemudian. Dia bahkan meminta kami untuk keluar sebentar untuk mengganti baju, sebab bajunya terlihat kumal karena air mata.” Soojung menjelaskan, lalu wajahnya berubah muram. “Aku tidak seharusnya menuruti permintaan gadis itu.”

“Kenapa?”

“Kami baru berada di luar kamar sebentar, lalu aku mendengar suara jendela di dalam berdecit dan suara pekikan tertahan Yeri. Pintunya di kunci dan Seunghoon mendobraknya, tapi Yeri tidak ada di kamar. Dan jendela besar di pinggir kamar itu terbuka.” Soojung menghela nafas sekali lagi. “Tubuh Yeri ada di bawah sana, terbaring kaku di antara salju tebal yang memerah karena darahnya.”

 

******

 

“Itu tidak masuk akal.”

“Kenapa begitu, Sungyeol?”

“Gadis itu jatuh dari lantai dua, ke dalam tumpukan salju yang nyaris setebal tempat tidur. Dan dia berdarah sebanyak itu hingga membuatnya kehabisan nyawa? Tidak masuk akal.” Sungyeol menjawab.

Nice point, Sherlock.”

“Oh, bukan aku yang berpikiran begitu. Tapi Myungsoo.”

“Myungsoo?”

Uh-huh.” Sungyeol mengangguk, “Tampaknya Tuan Buck juga, tapi –ahh, dia tampaknya memang membenci Lee Seunghoon.”

“Tolong jelaskan.”

“Sehabis teriakan Soojung itu, kami semua berlari ke atas. Sungguh mengerikan, tubuh kecil gadis itu di dalam tumpukan salju yang memerah. Tuan Buck langsung meledak, menuduh Seunghoon dan Soojung melakukan sesuatu pada Yeri. Jadi sewaktu Tuan Buck dan Seunghoon –dan yang mengejutkan, juga Soojung sibuk beradu mulut di kamar Yeri, Myungsoo menarik tanganku dan Jinri ke dalam kamar kami.”

“Itu sangat aneh.”Myungsoo memulai, berkata dengan suara kecil.

“Apa?”

“Gadis itu, apa menurutmu tidak aneh dia bisa mengeluarkan darah sebanyak itu walau hanya jatuh dari ketinggian tiga atau empat meter? Dan dia bukannya jatuh ke tanah yang keras, tapi ke atas kumpulan salju tebal.”

“Jadi kau mencurigai Soojung atau Seunghoon?” Sungyeol bertanya heran; Myungsoo mencurigai Jung Soojung?

“Tidak juga, tapi apa ada penjelasan yang lebih logis?”

“Aku tidak pernah mengerti biologi, tapi mungkin pembuluh darahnya pecah karena kedinginan atau semacamnya?” Jinri berkata ragu.

“Aku juga tidak, tapi apa itu mungkin?” Myungsoo balik bertanya, dan dibalas gelengan kepala Jinri.

“Jadi kesimpulannya, ada sesuatu yang tidak beres pada Soojung atau Seunghoon, atau justru keduanya.” Sungyeol menyimpulkan.

“Kurasa begitu, kita perlu berhati-hati. Hal yang pasti adalah kita terjebak bersama satu atau lebih pembunuh di dalam villa ini, dan aku tidak tau berapa lama hingga kita dapat keluar dari sini.”  Myungsoo berkata.

“Itupun bila kita benar-benar bisa keluar.” Jinri menambahkan.

“Itupun bila kalian benar-benar bisa keluar...” Sunggyu bergumam.

“Apa?”

“Oh, tidak apa-apa. Lalu?”

“Kami keluar setelah mendengar ketiga orang itu berhenti bertengkar. Tuan Buck terlihat sangat merah, seperti benar-benar berwarna merah. Jika kami berada di tempat dan situasi yang berbeda, aku pasti akan membuat lelucon mengenai wajahnya yang seperti udang itu.” Sungyeol terkekeh sebentar, lalu melanjutkan. “Seunghoon juga terlihat sedikit emosi, Soojung yang paling netral. Dan oh, dia bahkan membuat makan malam untuk kami semua.”

“Membuat makan malam?”

“Bukan benar-benar membuat. Lebih tepatnya memanaskan. Kami hanya bertahan dengan makanan beku, ingat?”

“Kalian semua memakannya?”

“Keadaan saat itu masih cukup tegang. Lee Seunghoon tidak keluar dari kamarnya setelah kejadian di kamar Yeri. Soojung langsung ke atas setelah memanaskan makanan. Tuan Buck turun sebentar dan mengambil tiga potong sosis panggang lalu membawanya ke kamar.”

“Dan kalian bertiga?”

“Myungsoo melarang kami memakannya. Kurasa dia masih curiga pada Soojung. Aneh juga melihat Kim Myungsoo yang biasanya tergila-gila pada gadis itu justru mencurigainya.” Sungyeol mengangkat bahu. “Jadi setelah duduk sambil bicara beberapa hal tidak penting, kami pergi tidur ke atas.”

“Begitu saja?”

“Oh, tentu tidak. Hal yang menarik justru baru mulai. Malam itu aku terbangun sekitar pukul sebelas. Aku tidak bisa kembali tidur karena terlalu lapar, jadi aku turun ke bawah untuk memanaskan makananku sendiri. Aku turun dengan perlahan, aku bahkan tidak menyalakan lampu karena takut membangunkan yang lain. Tapi tampaknya aku cukup berisik, karena saat aku memasukan dua potong roti beku ke microwave seseorang menepuk bahuku.”

“Sia– oh, Jinri. Kau mengagetkanku.”

“Maaf.” Jinri berbisik, menatap Sungyeol dengan mata hitamnya  yang seolah berbinar dalam gelap. “Lapar?”

“Tentu saja. Menghadapi masalah kita saat ini membakar banyak kalori dan Myungsoo justru menghentikan asupan kalori yang kita butuhkan.” Sungyeol mengeluh. “Dan aku tau kau juga pasti kelaparan.”

“Ya, bisa tolong panaskan sepotong roti lagi?” Jinri bertanya, lalu berjalan menuju jendela sementara Sungyeol mengambil roti ke lemari pendingin.

“Sungyeol.

“Ap–“ Sungyeol memandang Jinri kaget, ini kali pertama (setelah sekian lama) Choi Jinri memanggil namanya, tanpa ada embel-embel ‘senior’. “Ada apa?”

“Kurasa kita akan segera keluar dari sini.” Jinri menarik tangan Sungyeol menuju jendela, memperlihatkan salju yang tidak lagi berguguran. Tangannya yang pucat terasa dingin, tapi Sungyeol menolak untuk melepaskannya.

“Ya Tuhan, besok kita harus keluar dan mencari bantuan.” Sungyeol berkata, “Apa yang ingin kau lakukan setelah keluar dari sini?”

“Oh, aku tidak tau. Kurasa aku harus ikut program terapi atau semacamnya.”

“Telpon aku jika kau menemukan terapis yang mampu menghilangkan semua ingatan mengerikan ini.”

“Tentu saja.” Jinri tersenyum, “Bagaimana denganmu?”

“Oh kalau aku ingin-“ Ting. “Aku ingin makan roti.” Sungyeol menunjuk pada Microwave yang menunjukan angka nol, tanda makanan mereka telah siap.

“Aku juga.” Jinri tertawa kecil, berjalan untuk menyalakan lampu saat Sungyeol menarik tangannya ke ujung dapur.

“Ap–“ Sungyeol menggeleng, menutup mulut Jinri dengan tangan kirinya sementara tangan kanannya menunjuk ke atas.

“Aku mendengar suara.”

“Suara?”

“Ya, Myungsoo bilang aku orang yang sensitif. Ku rasa benar juga, itu terasa sangat pelan tapi aku yakin aku mendengar suara pintu di buka dan bisikan dua orang. Pria dan wanita.”

“Soojung dan?”

“Lee Seunghoon. Jelas sekali. Aku tidak dapat mendengar apa yang mereka bicarakan tapi jelas sekali itu suaranya. Sebenarnya aneh sekali kenapa aku menghentikan Jinri menyalakan lampu dan justru mengajaknya bersembunyi, maksudku, bisa saja mereka juga kelaparan atau semacamnya. Tapi entahlah, kurasa mungkin itu yang kau sebut dengan insting?

Saat aku mendengar suara mereka, yang ada dipikiranku adalah bersembunyi agar mereka tidak menyadari kehadiran kami. Dan benar saja, dugaanku itu. Mereka tidak pernah turun ke bawah, walau aku dan Jinri sudah menunggu –dan sebagian dari otakku sedang berpikir bagaimana cara menjelaskan posisi aku dan Jinri saat itu kalau-kalau mereka memang hanya sedang kelaparan dan turun untuk makan.”

“Jadi apa yang mereka berdua lakukan?” Sunggyu bertanya dengan tertarik, Lee Seunghoon dan Jung Soojung, apa benar mereka berdua yang melakukannya?

“Aku mendengar suara pintu di buka.”

“Kemana mereka pergi?” Sungyeol berbisik pada Jinri yang terlihat meme– memerah? Sungyeol memandang gadis itu heran, lalu menyadari tangannya yang masih berada di mulut Jinri. “Maaf.”

“Kurasa aku nyaris kehabisan oksigen.” Jinri balas berbisik sambil bergurau, walau wajahnya terlihat terlalu tegang untuk bisa dikatakan sedang ‘bergurau’.

“Perasaanku tidak enak. Kurasa kita harus naik.” Sungyeol berkata, yang di balas dengan anggukan Jinri.

“Jadi kami naik ke atas dan...uh.” Sungyeol mengernyit sambil memegangi kepalanya.

“Sungyeol, kamu tidak apa?”

“Kepalaku sakit.” Sungyeol berkata, masih memegangi kepalanya. “Kurasa aku harus pergi. kau bisa hubungi Jinri, Hyung.”

Sunggyu mengangguk, mengamati Sungyeol yang tampak sangat kesakitan.

“Sunggyu?

“Hmm?”

“Tolong jaga Jinri.” Sungyeol berkata, dan di balas dengan senyuman Dokter muda itu.

 

*****

 

“Kau tidak bisa hubungi Lee Sungyeol lagi?” Detektif Jung bertanya heran.

“Tidak, itu kali terakhir kita bisa berbicara padanya.”

“Apa? Bagaimana bisa dia bahkan–“

“Kurasa semua ini hampir selesai. Besok adalah hari dimana semuanya berakhir.”

“Oh aku baru ingat. Baguslah, para atasan mungkin akan memecatku bila kasus ini berjalan lebih lama lagi. Tekanan publik dan sebagainya.” Detektif Jung menggeleng, berusaha mengusir pikiran mengerikan dipecat dari pekerjaannya, bagaimana dia bisa membiayai cicilan apartemen dan mobil barunya? Belum lagi dia sedang mengincar smartphone baru yang–

“Tapi kalau begitu...” Sunggyu berkata, memutuskan khayalan Yunho. “..besar sekali kemungkinan Jung Soojung dan Lee Seunghoon lah pelakunya.”

“Kenapa? Kau percaya pada keduanya?”

“Percaya?” Sunggyu mengangkat bahu, membayangkan perkataan kasar Seunghoon dan tatapan aneh Soojung. “Tidak juga. Tapi entah kenapa aku merasa kalau bukan mereka lah dalang di balik ini semua. Mungkin ini yang kau sebut dengan insting?”

Sunggyu terkekeh, mengutip perkataan Sungyeol sebelumnya.

“Lalu kalau bukan mereka siapa lagi? Yang tersisa hanya adikmu, Lee Sungyeol, Jinri, dan Nickhun Buck. Nickhun tidak akan mungkin membunuh istrinya sendiri, sementara adikmu dan dua temannya? Nah.” Detektif Scott menggeleng.

Well, kalau begitu aku berharap instingku salah.”

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
bibimbab
Setelah hampir 2 tahun menghilang akhirnya saya posting lanjutan cerita ini. Saya tau cerita ini sangat not worth the wait, dan saya bakal sangat ngerti kalo pembaca unsubscribe.
Anw. Kalau memang masih ada yang berniat membaca saya saya cuma bisa bilang maaf banget, dan terimakasih!

Comments

You must be logged in to comment
Blue_light #1
Good story
Itadekimass #2
Chapter 8: Oke aku udah penasaran pake banget!!
Kak bi harus tanggung jawab! Plisss lanjutin kaaakkk :'(((
Itadekimass #3
Chapter 1: Hah! Kak bibimbab emang warbiasahhh :*
Wahyuni1998 #4
Chapter 8: Next please ??
babbychoi
#5
Chapter 8: Kak, btw aku masih nunggu cerita ini update loh :)
babbychoi
#6
Chapter 7: Ya Ampun kak Bi, aku nggak ngerti lagi mau nulis apa. Bahkan aku terlalu spechless waktu buka story kakak dan udah ada part baru dari cerita ini. Meskipun aku baca sambil "nyureng_nyureng" karena gagal paham tapi akhirnya aku sedikit ngerti sekarang sama jalan ceritanya. Tetep semangat kak, karena aku masih nunggu BANGET cerita-cerita dari kakak becoz ada Jinri-ku disini. Wkwkwk.
babbychoi
#7
Chapter 3: Bisa kali di update mba, nungguin nih dari kapan tau :(
babbychoi
#8
Chapter 3: Kak? Aku bener2 nungguin updatean mu! Kenapa gak update2? :( :( :(
seiranti
#9
Chapter 3: Cinta segitiga kah ini, ato empat, lima?? Tp loh kok mauu cewe2 kece d duain.. Jinri n soojung! Penasaran bgt nih thor
vanilla133 #10
Chapter 3: okayyy.... im really curious about jinri,L and soojung right now.