Don't Listen

Sweet Melody and Harmony

Spesial buat @bangtansebong yang ulang tahunnya udah lewat. Maaf ya telat hehe, hope you like it! And untuk ini ada sedikit Mingyu x Seungkwan, maaf author ga bisa menahan feels ini. Thank you~

 


 

Jihoon termenung di studionya yang sepi saat itu. Ruangan itu hangat, cukup hangat mengingat dia sudah memasang penghangat ruangan di studionya. Namun dia tidak mengingat kapan terakhir kalinya dia merasakan kehangatan dorm Seventeen. Jihoon menghitung dengan kedua jarinya, kapan terakhir mereka mengatakan akan kembali ke hubungan mereka seperti semula di Seventeen Project. Jari Jihoon tidak cukup untuk menghitungnya.

“Apa selama itu?” gumam Jihoon tersenyum lemah.

Jihoon tau dia memiliki perasaan ke sang leader sejak pertama kali mereka bertemu. Perlakuan-perlakuan manis yang diberikan Seungcheol kepadanya membuat perasaan itu semakin besar hingga Jihoon bingung bagaimana caranya untuk memperlakukan Seungcheol. Namun Jihoon terus saja menikmatinya karena Seungcheol membuatnya aman dan dia seperti rumah baginya.

Saat-saat mereka akan debut, Jihoon memiliki stress yang cukup banyak dan beban-beban pikiran yang dirasakan olehnya. Jihoon sendiri tidak sadar saat dia melawan Seungcheol atau beragumen dengan pria itu. Jihoon hanya ingat dia semakin akrab dengan Jeonghan, kalau tidak Jeonghan ada Jisoo dan Seungkwan yang berada di sampingnya.

Jarak semakin memisahkan mereka berdua. Saat mereka debut, Jihoon semakin sibuk berada di studio dan secara tidak langsung itu memutuskan komunikasi kepada member Seventeen termasuk Seungcheol di dorm. Kalau ada pun, Jihoon hanya akan kembali untuk mandi sebentar lalu mengisi perutnya di café-café yang berada di dekat gedung Pledis. Malamnya dia hanya tidur di sofa studionya sendiri. Sangat langka melihat Jihoon menghabiskan waktunya di dorm.

Jihoon semakin diam, dia hanya memilih untuk mendengarkan lagu saat mereka berada di van, mendengar member lainnya berbicara di acara-acara tertentu. Kalau latihan, dia akan menjadi orang yang serius dan fokus kepada latihan mereka. Jihoon tidak dapat mengatakan apapun itu karena Jihoon memang pemalu. Namun keadaan membuat kebiasaannya semakin parah.

Jihoon tidak tau apa yang dirasakannya. Perasaan sedih, tenang, marah, kecewa selalu berputar-putar namun Jihoon tidak mengerti. Di sisi lain, dia ingin Seungcheol kembali kepadanya, namun sang leader terlihat lebih bahagia dengan Jeonghan, maka dia lebih memilih untuk merelakannya. Jihoon ingin mengangkat wajahnya dan dapat melihat Seungcheol secara langsung, namun dia takut debaran jantungnya itu akan terdengar.

Jarak itu semakin lebar dan Jihoon mencoba untuk menahannya agar mereka dapat kembali. Namun dia menahannya dalam diam, tidak pernah ada kata, “Seungcheol hyung, aku ingin mengatakan sesuatu kepadamu.”

Atau kata, “Apakah kau yakin kita bisa kembali seperti semula?”

Jihoon menatap sheet lagunya yang dikerjakannya saat waktu libur sendirian di rumahnya yang berada di Busan. Apa yang dipikirkannya langsung saja dituang kedalam sheet kosong itu dan lagu itu sudah disetujui oleh Tuan Han tinggal menunggu waktu rekamannya saja.

Jihoon hanya dapat bernostalgia saat membaca lirik lagu itu atau mendengar instumen lagu itu ketika dia mendengarkannya. Namun Jihoon akan mencoba untuk melupakan semua yang sudah dirasakan olehnya.

“Huh?” Jihoon melihat sheet lagu itu membentuk titik-titik air. Dia dengan segera meletakkan lirik itu diatas meja dan mengusap wajahnya yang basah.

“Hentikan ini Jihoon,” gumamnya sambil memperingatkan dirinya sendiri. Namun smartphone miliknya bordering dibalik saku jaketnya. Jihoon melihat nama si penelepon itu lalu mengangkatnya.

“Temui aku di café langgananku sekarang.”

 


 

Jihoon memasuki café itu, suasana hangat menyelimuti café itu dan dengan cepat dia menemukan sosok pria itu duduk di sudut ruangan itu dengan smartphone di tangannya. Dia tidak sendirian ternyata ada rekan satu grupnya berada di sana.

“Mingyu?” panggil Jihoon dan pria itu mendongakkan kepalanya, “Duduklah Jihoon hyung.”

“Hyung sudah makan?” tanya Seungkwan yang duduk berada di sebelah Mingyu. Jihoon menggelengkan kepalanya dan Seungkwan berjalan menuju ke kasir, memesan sandwich favorit Jihoon dengan croissant dan hot chocolate.

“Kapan hyung terakhir pulang ke dorm untuk tidur?”

“Sebulan yang lalu?”

“Dan apakah kau tau seberapa rapinya tempat tidurmu, Jihoon hyung?” Jihoon terdiam, dia mengerti apa maksud pembicaraan Mingyu sekarang.

“Kenapa kau tidak pulang sejak kita pindah dorm? Apa karena Seungcheol hyung?”

“Aku―”

“Untuk apa agensi kita memberikan empat tempat tidur di kamar kita kalau kau tidak menggunakannya?”

“Mingyu hyung, tenanglah,” gumam Seungkwan sambil meletakkan makanan yang sudah dipesannya untuk Jihoon di atas meja. Seungkwan duduk kembali dan kemudian mengusap pelan pundak Mingyu.

“Jihoon hyung,” panggil Seungkwan dengan lembut dan Jihoon menatapnya sambil mengunyah sandwich.

“Apakah kau percaya dengan Seungcheol hyung? Apakah kau tidak lelah menunggunya?” dia menghentikan aktivitasnya dan menatap Seungkwan.

“Apakah kalian datang hanya untuk menanyakan hal ini?” Seungkwan meraih tangan Jihoon perlahan, “Jihoon hyung… kami peduli denganmu dan Seungcheol hyung adalah sesorang yang dapat menyelesaikan hal ini.”

Dari semua hal yang dirasakan oleh Jihoon, Seungcheol seperti obat yang dapat menyembuhkan hal itu. Jihoon meminum hot chocolate itu dan menjawabnya, “Aku hanya takut dengan apa yang kurasakan.”

Mereka berdua terdiam dan Jihoon menghela napas pendek, “Aku tau kalian dapat membaca mimik wajahku dengan mudah.”

“Tidak dengan Seungcheol hyung,” potong Mingyu cepat dan Jihoon kemudian terdiam.

Seungkwan mendengus kesal, “Kenapa kau memotongnya.”

Mingyu kemudian tersadar dengan keadaan yang ada, “Maaf Jihoon hyung…”

Jihoon tersenyum pahit, “Tidak, yang kau katakan itu benar Mingyu. Sejujurnya aku masih menunggunya, aku belum lelah berhenti untuk hal itu. Aku percaya tetapi aku takut. Mungkin aku seperti orang bodoh di hadapan kalian sekarang.”

“Kau tidak bodoh Jihoon hyung,” jawab Seungkwan dan kemudian menatap Mingyu yang duduk di sampingnya.

“Kau tidak akan tau bagaimana aku selalu menunjukkan sikap manisku namun Seungkwan terus mengabaikannya,” Jihoon terkekeh pelan mendengar pernyataan Mingyu dan Seungkwan hanya dapat mengabaikan pria berkulit tan itu.

Jihoon menyudahi waktu makannya dan tersenyum, “Terima kasih untuk kalian, ah ya Seungkwan aku harus membayar untuk sandwich-ku ini.”

“Tapi lebih baik kau mentraktirku lain kali Jihoon hyung sebagai balasannya,” balas Seungkwan dan Jihoon mengangguk tanda mengerti, “Aku harus kembali ke studio dulu, sampai jumpa.”

Jihoon berjalan keluar dari café itu dan Mingyu maupun Seungkwan hanya menatap kepergiannya. Seungkwan menyenderkan kepalanya di bahu pria itu dan Mingyu menyenderkan kepalanya dengan menautkan tangan mereka berdua.

“Bagaimana dengan mereka?” tanya Seungkwan dan kemudian merapatkan kedua jari-jari mereka.

“Aku yakin mereka dapat menyelesaikan hal ini Boo.”

“Aku mengkhawatirkan leader-ku ini…”

“Aku juga mengkhawatirkan leader hip hop team kita,” dan Mingyu menghela napas, “Yakinlah mereka berdua pasti bisa.”

 


 

Jihoon kembali ke gedung Pledis, namun langkahnya tidak terhenti di depan studionya. Dia terus melangkah ke tempat yang sangat dia rindukan. Dia membuka pintunya, masih saja dinding ruangan itu berwarna hijau. Jihoon mencoba mengingat apa yang sudah pernah dilakukan olehnya dan Seungcheol di ruangan itu. Perlahan Jihoon mencoba mengingatnya.

Suaranya.

Candaan dan tawanya.

Pelukan yang menghangatkan mereka.

Duet-duet yang pernah dilakukan oleh mereka.

Jihoon pasti sangat merindukan hal itu namun sekarang Jihoon dapat memikirkan dengan jelas apa yang harus di lakukan olehnya, menunggu atau mengakhirinya sekarang juga. Pria mungil itu mencoba untuk berlari menuju tempat di mana Seungcheol berada saat itu juga. Langkahnya terhenti di depan pintu saat Seungcheol berdiri di hadapannya, menatap Jihoon dengan tatapan tidak percaya.

“Jihoon…” suara yang sangat dirindukan Jihoon setiap hari. Jihoon terpaku dan kemudian Seungcheol menarik tangan Jihoon menuju ke ruangan yang Jihoon ketahui dengan jelas. Seungcheol membawanya ke hadapan keyboard yang dulu dipakai Jihoon saat masih trainee. Jihoon duduk di kursi itu dengan Seungcheol yang berdiri di sebelahnya.

“Mainkan satu lagu dari album baru kita,” pinta Seungcheol dan Jihoon dengan berat hati memainkan lagu yang sedang berputar-putar di dalam pikirannya.

 

Don’t listen it to it secretly
Even if it becomes a song you can’t hear
The song that became such a song
This song I’ve made for you
Don’t listen it to it secretly

 

Jihoon menghentikan nyanyiannya bersamaan dengan tuts yang berhenti ditekan olehnya dan dia mencoba menanyakannya, “Hyung… apakah kita dapat―”

Semuanya terhenti saat Seungcheol menghapus jarak mereka berdua. Jihoon refleks menutup kedua matanya, merasakan apa yang menempel di kedua bibirnya. Dia diam, merasakan ciuman yang penuh perasaan marah, kecewa dan sedih.

‘Apakah Seungcheol hyung merasakan hal yang sama?’

Namun Jihoon tidak mencoba membalas mereka dengan hal yang sama, dia memberikan kecupan lembut yang membuat Seungcheol menghentikan tautan mereka, namun Seungcheol kembali melanjutkannya. Kali ini lembut dan manis seperti gula kapas yang Jihoon sukai saat masih kecil. Kecupan-kecupan itu semakin dalam dan Jihoon melenguh pelan hingga tautan itu diakhiri oleh Seungcheol.

“Baiklah, maaf dan aku mencintaimu,” Jihoon membulatkan matanya sesaat setelah mendengar semua itu dari mulut Seungcheol.

“Bukankah Jeonghan hyung―”

“Dia hanyalah sahabatku Jihoon, kau tidak tau aku sangat marah kepada diriku sendiri yang begitu idiot membiarkanmu menulis lirik lagu itu.”

“Lirik lagu itu…”

“Yang kau nyanyikan tadi,” wajah Jihoon seketika memerah.

“Apa yang kau tulis itu seperti kau melihat hubungan kita berdua?” dan Jihoon menganggukan kepalanya lemah. Seungcheol menarik Jihoon dari tempat duduknya dan meletakkan kepala Jihoon tepat di dadanya.

“Kau mendengarkannya?”

Jihoon diam sambil merasakan detak jantung mereka yang berdetak tidak stabil, “Jihoon… aku mencintaimu sejak awal. Maaf aku tidak mengatakan hal ini secepat mungkin dan aku benar-benar yakin saat aku melihat sheet itu di atas meja studiomu tadi, kupikir kau akan kembali dengan memasuki studio dan ternyata kau berjalan menuju ruangan ini.”

Jihoon mau menangis rasanya dan dengan nada bergetar dia bertanya, “Apakah kita dapat kembali?”

“Sepertinya tidak,” dan Jihoon membeku. Seungcheol menyadarinya lalu melepaskan Jihoon dari pelukannya, menatapnya dan kemudian tersenyum, “Karena aku ingin melangkah bersamamu menuju ke masa depan.”

Jihoon tidak dapat menahan apa yang menyelimutinya sekarang dan semua itu terlihat dengan aliran-aliran sungai di pipi Jihoon. Seungcheol terkekeh pelan, mengusap kepalanya penuh sayang dan mengecup puncak kepalanya.

“Hei… berhenti menangis,” gumamnya sambil mengusap air matanya. Jihoon berusaha untuk menyekanya sendiri dan Seungcheol tidak mengijinkan tugasnya dihentikan oleh Jihoon.

Seungcheol mengecup pipinya dan kemudian melumat bibir Jihoon perlahan. Jihoon tersenyum dan membalasnya. Kecupan-kecupan itu tidak akan berakhir jika Jihoon tidak memerlukan oksigen. Seungcheol melepaskannya dan kemudian menempelkan dahinya ke dahi Jihoon.

“Aku bahagia,” gumam Seungcheol dan melingkarkan tangannya ke pinggang Jihoon.

“Aku juga.”

 


 

Jihoon dan Seungcheol memasuki dorm mereka dengan menggengam tangan satu sama lain. Mingyu hanya menikmati snacknya dan kemudian bergumam kecil, “Sepertinya pangeran kecil sudah kembali ke istananya.”

“Hush… Kim Mingyu,” dan Seungkwan keluar dari kamarnya. Seungkwan tidak dapat menyembunyikan senyumannya lalu berkata, “Selamat datang kembali Jihoon hyung.”

Jihoon tersenyum mendengarnya, “Terima kasih Seungkwan.”

“Kalian sudah resmi?” mereka berdua tau apa yang ditanyakan Mingyu dan Jihoon hanya menundukkan kepalanya.

“Kau belum menga―” terlambat, Jihoon sudah membungkam mulut Seungcheol singkat di depan Mingyu dan Seungkwan yang menatap mereka tidak percaya.

“Aku mencintaimu…” dan dengan cepat Jihoon berlari ke kamarnya. Seungcheol dengan cepat berjalan menyusul Jihoon, “Apakah kita menjadi sepasang kekasih sekarang?”

“Biarkan aku sendiri,” balas Jihoon dengan wajah merah merona.

Mingyu dan Seungkwan saling menatap satu sama lain lalu tersenyum, “Sepertinya kita menjadi penganggu di sini.”

 


 

Untuk yang nanya kapan HOB di update sabar ya~ T.T

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
leejihoon92
#1
Chapter 8: Asemmmm beginian doang buat gue mewek.... awas lu cheoll mpe beneran buat my bae sakit disana bakalan gua datangin lu ke korea... gua kick ur asshleeee!!!
Balalala1717 #2
Chapter 8: Ih akutu sering denger lagu ini tapi gatau kalo artinya kaya gini cobaa... Wkwkkw
jicheolssi #3
Chapter 8: Angst angst angst

Aku benci angst tapi aku suka angst

Mungkin kita2 ke csc kaya gitu kali ya kalo ada moment lain :')
lakeofwisdom
#4
Chapter 7: “Sepertinya tidak,” dan Jihoon membeku. Seungcheol menyadarinya lalu melepaskan Jihoon dari pelukannya, menatapnya dan kemudian tersenyum, “Karena aku ingin melangkah bersamamu menuju ke masa depan.”

CHEESY AAAAA
jicheolssi #5
Chapter 7: KYAAAAAAAAA MANISSSSSSSSS
Makasi eun
lakeofwisdom
#6
Chapter 6: Kenapa sih kalo jicheol itu selalu identik dengan fluff :' ) lucu bangeeet
sseundalkhom
#7
Chapter 6: LAGU UKISS YA? SAMBIL DENGERIN LAGUNYA... AKU BAPER ASTAGA ㅠㅠ tolong gula banget
Balalala1717 #8
Chapter 5: Pengen langsung dinikahin deeeeeh merekaa berduaa kenaapa imut sekaliii gakuaaaaatttt ><
lakeofwisdom
#9
Chapter 5: Gemash aaaaaaa
Altariaaa #10
Chapter 5: Gah--- kyuti kyuti. Lagu? Maknanya dalem? Paling suka addicted - stevie hoang sih. Jadi kayak mereka udah putus, mereka udah punya pacar tapi mereka masih ingin memiliki satu dgn yg lain. Atau ... thankyou for being born - vixx? ㅋㅋㅋmaafkan starlight khilaf ini