When I Grow Up P!1

Sweet Melody and Harmony

Pagi yang cukup sepi terlihat di sekeliling Pledis high school. Pagi itu cukup dingin dimana musim dingin berlangsung sejak bulan November dan ini hanya tersisa dua minggu menjelang natal. Jihoon memasuki sekeliling kelasnya yang hanya terdapat Boo Seungkwan, pria asal Jeju yang pindah ke Seoul untuk studinya sekaligus sahabat Jihoon. Jihoon mendekati pria itu setelah melepas jaket tebal yang ia pakai ke sekolah tadi.

“Seungkwan-ah”

“Ya Jihoon-ah, ada apa?” Tanya Seungkwan dan mengalihkan pandangannya ke pria mungil yang terbilang terlalu manis untuk anak seumurannya.

“Bagaimana pandanganmu terhadap seseorang yang lebih tua darimu?” Tanya Jihoon serius.

“Lebih dewasa, tentunya”

“Lalu?”

“Kenapa kau menanyakan hal itu?” Tanya Seungkwan mulai curiga.

Jihoon menjawabnya dengan sedikit ragu “Aku hanya penasaran. Bagaimana pendapatmu terhadapku?”

Seungkwan kebingungan mendengar jawaban yang lebih tepat menjadi pertanyaan untuk dirinya “Kau? Tentu saja imut seperti anak kecil”

Jihoon mendehem “Bukannya kita sudah SMA? Memangnya aku terlihat seperti apa daripada anak tahun pertama?”

“Kau seperti bocah berumur sepuluh tahun Jihoon” Jawab Seungkwan santai dan mendapatkan tatapan membunuh dari Jihoon.

Seungkwan mengelak dengan cepat “Hei Jihoon, kau meminta pendapat bukan? Jadi kenapa tatapanmu terlihat seperti ingin membunuhku?”

Jihoon menghela napas, memilih untuk menyerah “Ah, sudahlah” dan meninggalkan sahabatnya itu keluar kelas.

Jihoon berjalan dengan santai dengan memandangi taman yang mulai tertutup oleh salju yang berjatuhan sejak semalam hingga dia tidak sengaja menabrak seseorang.

“Maaf”

“Ji?” Suara itu terlalu familiar untuk Jihoon dan pria itu mendongakkan kepalanya.

“Seungcheol hyung?”

“Pagi” Sapanya ketika melihat ‘murid’-nya itu.

“Pagi” Balas Jihoon.

“Hei Ji, bagaimana dengan test matematikamu kemarin?” Tanya Seungcheol dan Jihoon menatapnya dengan sedikit ragu.

“Apa menurut hyung nilai 80 sudah cukup?” Tanya Jihoon ragu dan Seungcheol tersenyum.

“Itu nilai yang bagus, kau sudah berusaha Ji” Jawab Seungcheol dan mengusap pelan kepala Jihoon.

“Hyung soal tugas kimia itu bagaimana?”

“Nanti sepulang sekolah kuajari, santai saja Ji” Jawab Seungcheol dan Jihoon mengangguk tanda mengerti.

“Hei, aku ke kelas dulu oke?” Jawab Seungcheol dan meninggalkan Jihoon.

Jihoon berbalik dan melihat Seungkwan yang sudah tersenyum manis kepadanya. Jihoon menghela napas singkat dan berjalan mendekati Seungkwan.

“Lee Woozi, kau berhutang satu rahasia kepadaku” Ucap Seungkwan dan Jihoon menatapnya malas.

“Ceritakan nanti oke?”

Jihoon mengangguk malas mendengar permintaan sahabat baiknya itu dan Seungkwan tersenyum mendengarnya.

 


 

“Dia guru les privatmu?” Tanya Seungkwan dan Jihoon mengangguk.

Seungkwan meminum kuah ramyun di mangkuknya dan kemudian bertanya “Kenapa dia dapat mengajarimu?”

“Dia menawarkan diri setelah membantuku di perpustakaan saat kita masih murid baru disini dan kebetulan aku juga memerlukan guru privat” Seungkwan mengangguk mendengar penjelasannya.

“Tapi kau tau bukan dia murid terpintar sekota Seoul? Kudengar test sekota Seoul, dia mendapatkan peringkat pertama dengan nilai sempurna” Jelas Seungkwan dan Jihoon membulatkan matanya.

“Kau bercanda bukan?”

“Hei tidak mungkin aku membohongimu!” Elak Seungkwan.

“Bagaimana mungkin dia mau menjadi guru privatku?” Tanya Jihoon lugu dan Seungkwan menatapnya heran.

“Bagaimana caranya dia menawarkan diri menjadi guru lesmu?”

“Dia bilang tidak masalah mengajariku dan aku menanyakan hal itu kemudian dia langsung setuju saja”

“Pantas saja kau sepintar itu” Gumam Seungkwan.

“Woozi memang pintar”

“Seungcheol sunbae!” Ucap Seungkwan saat melihat pria itu berdiri tepat dibelakang Jihoon dengan dua bungkus roti dan sekotak susu cokelat ditangannya.

“Seungcheol hyung?”

“Hei Ji” Jawab Seungcheol sambil memamerkan senyum manisnya.

“Ini, minumlah” Ucap Seungcheol yang meletakkan sekotak susu cokelat itu di tengah-tengah meja kemudian melesat keluar dari kantin.

Jihoon menatap heran susu itu, berpikir kenapa dia memberikan ini. Jihoon tau kalau dia itu mungil dan terlalu imut untuk dikatakan sebagai anak kelas satu karena tinggi badannya itu namun, susu cokelat itu adalah favorit Jihoon. Dia terus menatap aneh sekotak susu itu dan Seungkwan melempar senyum ambigu kepadanya.

“Sudah berapa lama dia menjadi gurumu?”

“Sekitar setengah tahun?”

“Sudah kuduga”

“Eh?”

“Tidak, tidak” Jawab Seungkwan dengan ekspresi yang masih sama.

“Hei, kau menyembunyikan sesuatu Boo Seungkwan” Dan bel berbunyi.

Seungkwan membereskan makan siangnya dengan cepat “Hei Ji, ayo cepat. Setelah ini Song seonsaengnim masuk. Aku tidak ingin dihukum olehnya”

“Kau yang sibuk bercerita Boo. Dasar…” Balas Jihoon dan tidak lupa mengambil susu yang belum disentuhya itu.

 


 

Di sore itu, salju masih saja belum berhenti jatuh ke tanah dan terdapat dua sosok orang yang masih memakai seragam sekolah mereka. Mereka duduk saling berhadapan dengan meja kecil yang terdapat beberapa buku teks, alat tulis maupun buku tulis.

“Hei Ji, unsur kimia yang kau tulis ini salah” Ucap Seungcheol dan Jihoon mengalihkan atensinya ke buku teks yang dipegang Seungcheol.

“Ini” Seungcheol memberikan buku itu dan Jihoon menerimanya dengan segera. Seungcheol mulai menjelaskannya dan Jihoon mencoba fokus terhadap mata pelajaran kimia itu.

“Kau sudah mengerti?” Tanya Seungcheol dan Jihoon mengangguk sekilas lalu melanjutkan tugas yang masih ada dihadapannya itu.

Hening kembali melanda mereka dan Jihoon membuka mulut “Hyung”

Dan dibalas satu deheman oleh pria itu. Jihoon kembali melanjutkan “Kau kenapa mau menjadi guru privatku?”

Sebuah senyum terlukis dari wajah Seungcheol “Memangnya kenapa? Kau penasaran?”

“Kudengar hyung adalah murid terpintar di Seoul”

Yang mendengar pun hanya terkekeh pelan “Kau kenapa Ji? Ngomong-ngomong siapa yang menatakannya kepadamu?”

“Temanku, Boo Seungkwan”

“Aku memang memiliki nilai tertinggi untuk test tapi aku memang mencoba untuk menjadi guru les privat sebagai modal awal dari cita-citaku”

“Cita-citamu?” Tanya Jihoon.

“Menjadi guru, itu adalah cita-citaku Ji” Ucap Seungcheol dengan penuh harapan di matanya. Jihoon hanya menatapnya dengan tersenyum tipis.

“Bagaimana denganmu?” Tanya Seungcheol dan Jihoon tersenyum mendengarnya.

“Mungkin menjadi produser lagu? Aku sangat suka menulis lirik”

“Itu cocok untukmu Ji”

“Ngomong-ngomong aku hanya dapat mengajarimu hingga bulan akhir januari, Ji. Setelah itu aku akan fokus untuk ujian dan memasuki universitas”

“Kau akan masuk ke universitas mana hyung?” Tanya Jihoon penasaran.

“Universitas Seoul adalah pilihanku Ji. Mungkin setelah itu kita akan sangat jarang memiliki waktu untuk bertemu”

Setitik kekecewaan terlihat dari sorot mata Jihoon dan dia hanya mengangguk mengerti. Seungcheol melihatnya, tersenyum kecil lalu mengusap kepalanya.

“Hei Ji, mari kita habiskan waktu hingga akhir bulan Januari oke?” Tawar Seungcheol dan Jihoon mendongakkan kepalanya.

Dia tersenyum mendengar hal itu dan menerima tawaran Seungcheol “Dengan senang hati”

Jam menunjukkan pukul delapan malam dan Seungcheol pamit untuk pulang tentunya. Setelah itu Jihoon berjalan menuju balkon kamarnya. Salju masih saja terus turun dan Jihoon memandangi peristiwa itu tanpa bosan. Sesekali ia meminum hot chocolate yang sudah diseduhnya tadi.

Jihoon tidak merasakan apapun itu dan itu membuat pikirannya tertuju kepada Seungcheol. Bagaimana pria itu tersenyum tentangnya. Bagaimana pria itu tertawa bersamanya. Bagaimana pria itu serius saat memberikan materi kepadanya. Bagaimana perilakunya kepadanya dan itu semua tentang

Mereka berdua

Lee Jihoon, pria mungil itu, sejak bulan ke dua Seungcheol menjadi gurunya, ia selalu merasakan pusing dan mencoba memahami apapun itu tentang mata pelajaran dan

Tentangnya

Dan itu kadang sukses membuat tubuh Jihoon kekurangan ion untuk memikirkan tentang kedua hal itu. Hal yang selalu mereka miliki hanyalah saat-saat mereka bersama, dimana Jihoon berusaha memahami maupun menyelesaikan mata pelajaran dan Seungcheol yang membimbingnya. Hanya itu yang ada.

Jihoon sendiri tidak mungkin mengatakan’Aku menyukaimu’ ataupun ‘Aku mencintaimu’ bahkan ‘Ayo kita berkencan’ hanya hatinya dan otaknya yang selalu berdebat tentang seorang Choi Seungcheol. Apakah dia seorang bocah, apakah dia masih kecil dan puncaknya apakah dia tidak dapat meraih sesosok pria yang memiliki kesan manly dan friendly itu?

 Akhirnya setelah memikirkan itu cukup lama, Jihoon memutuskan menjelajahi alam mimpi.

 


 

Part 2? Di tunggu yaa~

Song: Seventeen - When I Grow Up

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
leejihoon92
#1
Chapter 8: Asemmmm beginian doang buat gue mewek.... awas lu cheoll mpe beneran buat my bae sakit disana bakalan gua datangin lu ke korea... gua kick ur asshleeee!!!
Balalala1717 #2
Chapter 8: Ih akutu sering denger lagu ini tapi gatau kalo artinya kaya gini cobaa... Wkwkkw
jicheolssi #3
Chapter 8: Angst angst angst

Aku benci angst tapi aku suka angst

Mungkin kita2 ke csc kaya gitu kali ya kalo ada moment lain :')
lakeofwisdom
#4
Chapter 7: “Sepertinya tidak,” dan Jihoon membeku. Seungcheol menyadarinya lalu melepaskan Jihoon dari pelukannya, menatapnya dan kemudian tersenyum, “Karena aku ingin melangkah bersamamu menuju ke masa depan.”

CHEESY AAAAA
jicheolssi #5
Chapter 7: KYAAAAAAAAA MANISSSSSSSSS
Makasi eun
lakeofwisdom
#6
Chapter 6: Kenapa sih kalo jicheol itu selalu identik dengan fluff :' ) lucu bangeeet
sseundalkhom
#7
Chapter 6: LAGU UKISS YA? SAMBIL DENGERIN LAGUNYA... AKU BAPER ASTAGA ㅠㅠ tolong gula banget
Balalala1717 #8
Chapter 5: Pengen langsung dinikahin deeeeeh merekaa berduaa kenaapa imut sekaliii gakuaaaaatttt ><
lakeofwisdom
#9
Chapter 5: Gemash aaaaaaa
Altariaaa #10
Chapter 5: Gah--- kyuti kyuti. Lagu? Maknanya dalem? Paling suka addicted - stevie hoang sih. Jadi kayak mereka udah putus, mereka udah punya pacar tapi mereka masih ingin memiliki satu dgn yg lain. Atau ... thankyou for being born - vixx? ㅋㅋㅋmaafkan starlight khilaf ini