Epilogue

Man From the Past
Please Subscribe to read the full chapter

Junho meraba-raba meja nakas yang terletak di samping tempat tidurnya, mencoba menemukan ponsel yang sejak tadi tak lelah berdering. Matanya masih enggan terbuka. Ia masih terlalu mengantuk saat ini.

 

Setelah berhasil menemukan ponselnya. Ia segera menggeser tombol hijau di layar ponsel tersebut, dan meletakkan ponsel tersebut di telinga kanannya. Junho memiringkan tubuhnya ke kiri, merubah posisi tidurnya dengan perlahan, mencoba mengabaikan rasa sakit yang berasal dari tubuh bagian bawahnya.

 

"Hallo." suara serak khas bangun tidur terdengar dari bibir Junho.

 

"Kenapa kau lama sekali hah! Aku sudah menelfonmu hampir 10 kali dan kau baru mengangkatnya?!" teriakan penuh kekesalan segera menyambut gendang telinga Junho. Junho bahkan harus sedikit menjauhkan ponselnya karena takut akan mengalami gangguan pendengaran. Ia melirik sekilas nama yang tertera di layar ponselnya.

 

"Ada apa Khun-hyung? Kenapa menelefon pagi-pagi begini?"

 

"Pagi katamu?! Demi Tuhan Junho, ini sudah jam 11, dan kau masih bisa mengatakan ini masih pagi?!" pertanyaan Junho hanya dibalas dengan teriakan bernada sarkastik dari ujung telefon.

 

Junho melirik ponselnya dan segera terduduk saat melihat angka 11.29 di layar ponselnya. 

 

"Ah! Maaf hyung, aku ketiduran." Junho mencoba mencari alasan.

 

"Sebenarnya apa saja yang kau lakukan hah?! Cepatlah! Aku tidak mau melihat Uyongie repot sendirian dan akhirnya kelelahan." suara bernada perintah mengalun dari ujung sambungan telefon.

 

"Iya Hyung. Aku akan bersiap-siap seka- ngh~" perkataan Junho terpotong oleh desahan tertahan yang tiba-tiba meluncur dari bibirnya. Ia melirik ke belakang dan mendapati Chansung masih memejamkan matanya damai dengan posisi menyamping. Junho mengalihkan pandangannya pada tangan kanan Chansung yang bersembunyi di balik selimut. Selimut yang sama dengan yang menutupi tubuh bagian bawah Junho saat ini. Junho kembali mendesah saat merasakan tangan Chansung kembali meraba paha bagian dalamnya dari bawah keatas, dan semakin keatas hingga punggung tangan Chansung bersinggungan dengan benda paling sensitif dari tubuh Junho. 

 

"Ada apa Junho? Kenapa suaramu aneh sekali?" nada khawatir terdengar dari ujung telefon.

 

"Hentikan Chan! Aku sedang menelfon!" kekhawatiran Nichkhun sama sekali tidak dihiraukan oleh Junho. Junho menatap Chansung -yang mulai membuka matanya- dengan tatapan kesal, tapi sama sekali tak dihiraukan oleh laki-laki bermata indah tersebut.

 

"Kau baik-baik saja Junho?" Nichkhun kembali bertanya dengan nada khawatir.

 

"A-aku baik-baik saja Hyung. Aku akan berangkat sebentar la- aahhh~ Channie!" perkataan Junho kembali terpotong oleh desahannya sendiri, bahkan kali ini desahannya terdengar semakin keras. Ia memberikan deathglare terbaiknya pada Chansung yang dengan sengaja meremas kejantanannya saat ia tengah berbicara dengan Nichkhun.

 

"Junho? Ada apa? Apa yang sedang kalian lakukan hah?!" entah kemana hilangnya nada khawatir yang sejak tadi keluar dari bibir Nichkhun. Sekarang yang ada hanyalah nada jengkel karena ia kurang lebih sudah bisa menebak apa yang sedang dilakukan adik iparnya itu bersama kekasih tercintanya.

 

"Singkirkan tanganmu dari milikku Chan! Aku sedang berbicara dengan Khun-hyung!" dengan jengkel Junho menyingkirkan tangan Chansung dari daerah selangkangannya, mengabaikan teriakan bernada jengkel dari ujung saluran telefon.

 

"Aku hanya ingin menyapa Nuneo kecil, tapi dia belum bangun Nuneo. Aku ingin membangunkannya~" Chansung mengerucutkan bibirnya, berpura-pura merajuk dengan gaya yang sedikit aneh karena ia mencoba meniru gaya Junho saat sedang merajuk. Tapi anehnya hal itu mempan untuk meluluhkan hati Junho.

 

"Aku akan membiarkanmu membangunkan dan menyapa Nuneo kecil." senyuman kemenangan terbit dibibir Chansung. "Tapi setelah aku selesai berbicara dengan Khun-hyung." Chansung terlihat akan memprotes perkataan Junho saat Junho kembali berujar, "Kalau kau tidak mau, jangan harap kau bisa menemui Nuneo kecil sampai dua bulan kedepan Chan!" dan ancaman dari Junho sukses membuat Chansung mengurungkan aksi protesnya.

 

"Tidak bisakah kalian berhenti melakukan itu saat aku sedang menelfon?!!!" teriakan jengkel kembali mengalun indah dari speaker ponsel Junho. Membuat Junho kembali menjauhkan ponselnya dari telinganya.

 

"M-maaf Hyung. Itu tak akan terjadi lagi." Junho merasa malu sekaligus gugup. Rona merah bahkan mulai menghiasi pipi putihnya saat ini.

 

"Sudahlah. Aku menyesal menelfonmu. Yang jelas hari ini kau harus sudah sampai di Seoul. Kau harus membantu my baby Woo yang sedang menyiapkan pamerannya sendirian karena aku sangat sibuk dengan pekerjaanku akhir-akhir ini. Kuharap kau bisa menemani dan membantunya mempersiapkan pamerannya, karena aku takut dia akan jatuh sakit kalau terlalu memaksakan diri." Nichkhun menghela nafas lelah mengingat Wooyoung yang bersikeras menyiapkan pameran pertamanya sendirian dan menolak jasa Event Organizer yang ditawarkan oleh Nichkhun.

  "Baiklah Hyung. Aku mengerti. Aku akan tiba di Seoul sore nanti." Junho segera memutuskan sambungan telfonnya setelah itu. Ia merasakan ada sebuah tangan jahil yang mulai mengelus dan meremas pantat seksinya yang tak terbalut kain apapun.   "Bisa aku temui Nuneo kecil sekarang? Karena Channie junior sudah bangun dan ingin bermain dengan Nuneo kecil." seringai aneh yang sudah sangat dihafal oleh Junho terlukis indah dibibir Chansung.   "C-chanie, kau serius mau melakukannya lagi?"   "Kapan aku pernah bermain-main soal ini Nuneo?" seringai itu tampak semakin aneh dan lebar di mata Junho.   "T-tapi Chanie, tubuhku masih terasa sakit. Kau mengerjaiku semalam penuh, bahkan sampai aku pingsan." Junho merasakan pipinya memanas saat mengingat kegiatan mereka semalam. Ia yakin pipinya sudah sangat merah sekarang. Mereka memang melakukannya semalam penuh karena akhir-akhir ini Chansung sangat sibuk mengurus cabang perusahaan ayahnya yang ada di Busan. Sedangkan Junho baru kemarin bisa berlibur setelah disibukkan dengan pekerjaannya sendiri. Ia bekerja di sebuah perusahaan properti yang cukup besar di Busan. Ia menolak saat Chansung menawarinya bekerja sebagai sekretarisnya karena ia tahu, itu hanya modus kekasihnya agar bisa mengerjainya dimanapun dan kapanpun, yang pastinya akan sangat merepotkan bagi Junho. Setelah lulus kuliah, mereka berdua memutuskan untuk tinggal di Busan, menempati rumah peninggalan orang tua Junho.    "Aku akan memperlakukanmu dengan sangat lembut Chagy." Chansung membisikkan kata-kata itu dengan nada seduktif tepat di samping telinga kanan Junho setelah ia bangkit dari posisi tidurnya. Ia kemudian mengulum dan menggigit kecil daun telinga Junho yang membuat desahan samar mengalun dari bibir Junho. "Kau menyukainya Chagy?" anggukan dari Junho dianggap sebagai lampu hijau oleh Chansung untuk melanjutkan aksinya.   Dan suara-suara seperti 'ahh Nuneo, rasanya hangat dan nikmat sekali di dalam sini' atau 'aahhh~ ! Lebih keras chanie!' terus terdengar dari ruangan berukuran sedang tersebut. Menandakan betapa panas dan erotisnya atmosfer yang ada diruangan bernuansa coklat krem itu.   ~2PM~   "Aishh... Mereka itu. Dasar dongsaeng-dongsaeng kelebihan hormon!" Nichkhun melemparkan ponselnya ke meja kerjanya dengan kesal.   "Ada apa Chagy? Kenapa kau terlihat kesal sekali?" seorang laki-laki berpipi chuby yang merupakan belahan jiwa Nichkhun bertanya dengan alis yang berkerut sesaat setelah ia memasuki ruangan Nichkhun.   "Kenapa kau kemari Uyongie? Apa ada masalah dengan persiapan pamerannya?" Nichkhun mengabaikan pertanyaan Wooyoung dan malah berbalik bertanya karena Wooyoung tiba-tiba datang ke kantornya tanpa memberitahunya terlebih dahulu.   "Pertama, jawab dulu pertanyaanku sebelum kau bertanya padaku Hyung. Dan kedua, sama sekali tidak ada masalah dengan persiapan pamerannya. Aku hanya ingin mengunjungi suamiku saat bekerja. Apa tidak boleh?" Wooyoung berujar sembari berjalan mendekati orang yang paling dicintainya itu. Ia kemudian mendudukkan dirinya di pangkuan Nichkhun yang tengah duduk di kursi kerjanya.   "Tentu saja boleh Chagy. Kau boleh mengunjungiku kapanpun kau mau." Nichkhun memberikan senyum terbaiknya, dan kemudian menggesekkan hidungnya dengan hidung mancung Wooyoung sebelum kembali berujar. "Aku sudah menelfon Junho, dan dia bilang dia akan sampai di Seoul nanti sore Chagy."   "Sudah aku bilang aku bisa mempersiapkan pameranku sendirian Khunnie-hyung. Kau tidak perlu menghubungi Junho. Dia pasti juga sibuk dengan pekerjaannya." Wooyoung memprotes.   "Ya, pekerjaan memuaskan si beruang besar di ranjang." Nichkhun berujar sembari memutar bola matanya, yang membuat Wooyoung memukul dada Nichkhun pelan.   "Hyung!" wajah Wooyoung sedikit merona mendengar ucapan sarkastik Nichkhun.   "Kenapa? Kau menginginkan pekerjaan seperti itu juga?" Nichkhun mulai menggoda Wooyoung saat melihat rona merah mulai menjalari pipi chuby Wooyoung.   "Hyung! Jangan menggodaku!" Wooyoung telah berusaha mengucapkan kalimatnya dengan nada tegas. Namun yang keluar dari mulutnya justru nada malu-malu yang membuat Nichkhun semakin gemas.   "Kenapa? Apa aku tidak boleh menggoda istriku sendiri?" Nichkhun kembali menggoda Wooyoung. Ini adalah salah satu kegiatan yang paling disukai oleh Nichkhun.   "Aku ini laki-laki Hyung. Bagaimana bisa kau memanggilku 'istri'." Wooyoung mengerucutkan bibirnya sebal.   "Bagiku kau memang seperti seorang istri Chagy. Kau selalu melayaniku, menyiapkan sarapan, menungguku pulang kerja sambil melukis, memijat bahuku saat aku lelah, dan tentu saja yang paling penting adalah, memuau di ranjang." senyuman nakal terbit diwajah tampan Nichkhun.   "Hyung!" Wooyoung kembali memukul dada Nichkhun, namun sedikit keras sekarang.   "Ouch!" Nichkhun memegang dadanya sambil menunduk.   "A-apa aku memukulmu terlalu keras Hyung? Apakah sakit?" Wooyoung bertanya dengan nada khawatir yang terdengar jelas dari setiap perkataannya.   "Kau memukulnya hingga jantungku berdebar sangat keras Chagy. Dan rasanya sakit sekali. Kurasa sakitnya akan berkurang kalau kau memelukku." Nichkhun berkata dengan nada memelas yang dibuat-buat. Membuat Wooyoung kembali mengerucutkan bibirnya sebal, karena lagi-lagi Nichkhun mengerjainya.   "Berhenti menggodaku atau aku akan pulang." ancam Wooyoung.   Nichkhun hanya terkekeh mendengar ancaman Wooyoung. "Kenapa pulang secepat itu Chagy? Aku bahkan belum memberikan ciuman selamat datangku padamu."   "Ciuman selamat datang kau bilang? Mana ada ciuman selamat datang yang sampai mencium leher, meninggalkan kissmark, dan meremas pantat Hyung?! Kau selalu melakukan itu dimanapun dan kapanpun saat kita bertemu." kini Wooyoung menyilangkan tangannya di depan dada.   "Tapi kau juga menyukainya Chagy." Nichkhun berbisik di telinga kiri Wooyoung dengan nada seduktif. Membuat rona merah mulai menjalari pipi chuby Wooyoung karena apa yg dikatakan Nichkhun memang benar.   "B-berhentilah meng-godaku Hyung."   "Kau selalu-" Nichkhun mencium pipi kiri Wooyoung, "menyukai-" Nichkhun menangkup wajah Wooyoung dengan kedua tangannya kemudian mengarahkannya untuk menghadapnya, "apa yang-" Nichkhun mencium kedua kelopak mata Wooyoung yang otomatis terpejam saat Nichkhun mendekatkan bibirnya, "kulakukan-" Nichkhun mencium ujung hidung mancung Wooyoung, "padamu." Nichkhun mencium sekilas bibir tipis Wooyoung. "Benar kan Chagy?"   Pertanyaan dan perlakuan Nichkhun benar-benar sukses membuat rona merah di pipi Wooyoung semakin pekat. Wooyoung hanya mengangguk menanggapi pertanyaan Nichkhun. Ia telah dibuat meleleh dengan setiap perlakuan manis Nichkhun padanya.   Nichkhun kembali mendaratkan ciumannya di bibir Wooyoung. Namun kali ini cukup lama, dan dihiasi dengan hisapan dan lumatan lembut yang dilakukan oleh Nichkhun. Membuat Wooyoung semakin gila dibuatnya.    Nichkhun berniat untuk memperdalam tautan bibir mereka saat Wooyoung tiba-tiba mendorong dada Nichkhun agar sedikit menjauh darinya. "Ada apa Chagy?"   "Aku hampir lupa tujuanku sebenarnya kemari gara-gara kau menggodaku terus dari tadi Hyung." Wooyoung mencoba menjelaskan saat melihat tatapan bertanya dari Nichkhun.   "Memangnya ada apa Chagy? Bukankah ini hanya kunjungan biasa dari seorang istri?"   "Sudah kubilang jangan panggil aku istri Hyung! Aku ini laki-laki!" Wooyoung lagi-lagi mengerucutkan bibirnya, membuat Nichkhun terkekeh geli.   "Baiklah-baiklah. Katakanlah apa tujuanmu kemari Chagy." Nichkhun membelai pipi putih Wooyoung.   "Aku hanya ingin bertanya, apa undangan pameranku untuk Taec-hyung sudah kau kirim? Ia sama sekali belum menghubungiku. Atau jangan-jangan undangan itu tidak sampai ke tangannya Hyung?"   "Tenang saja Chagy. Aku sudah mengirimnya. Dan tadi pagi Minjun-shi menghubungiku dan mengatakan kalau ia telah menerima undangannya. Ia akan mencoba mengosongkan jadwal Taecyeon di hari pameranmu Chagy." Nichkhun mencoba menjelaskan dengan sabar.   "Hah~ syukurlah kalau begitu. Kukira undangan itu tak sampai kepadanya." Wooyoung menghela nafas lega setelah mengetahuinya.   "Jadi? Bisakah kita lanjutkan yang tadi?" tanya Nichkhun dengan senyum nakalnya yang biasa.   "Dasar mesum!"   ~2PM~   Minjun melangkah perlahan mendekati pintu ruang kerja Taecyeon. Ia mengetuk pintu itu sebelum mendorongnya dan melangkah memasuki ruangan bernuansa hijau tersebut.   Ia melihat Taecyeon tengah memeriksa lembaran-lembaran laporan di meja kerjanya. Ia menyunggingkan senyumnya saat Taecyeon mengangkat wajahnya dan ikut tersenyum membalas senyumannya.   "Aku hanya ingin memberikan sebuah undangan yang sangat penting padamu Taec." Taecyeon memang meminta Minjun untuk memanggilnya dengan panggilan akrab seperti itu kalau mereka hanya sedang berdua, walaupun mereka sedang ada di kantor sekalipun.   "Undangan?" Taecyeon mengernyitkan alisnya bingung.   "Sebaiknya kau lihat sendiri." Minjun mengulurkan undangan berwarna putih-krem itu pada Taecyeon.   "Pameran lukisan?" Taecyeon bergumam sendiri saat melihat sekilas tulisan berwarna emas yang menghiasi pojok undangan tersebut. Ia kemudian membuka undangan itu untuk melihat isinya lebih lanjut.   Beberapa saat hanya berlalu dalam diam saat Taecyeon membaca undangan itu.   "Wooyoung akhirnya menyelenggarakan pameran pertamanya?" pertanyaan bernada bahagia itu disambut anggukan oleh Minjun.   "Aku telah mengosongkan jadwalmu agar kau bisa datang ke pameran itu."   "Ah, terimakasih Minjunie. Kau memang yang terbaik." lesung pipit muncul di kedua sisi pipi Taecyeon seiring dengan senyumnya yang mengembang. "Kosongkan juga jadwalku untuk malam ini Minjunie."   "Malam ini? Tapi kau ada pertemuan yang cukup penting dengan kolega bisnismu. Atau kau mau aku menggantikanmu untuk pertemuan itu?"   "Tidak Minjunie. Kau juga harus mengosongkan jadwalmu malam ini. Batalkan atau tunda saja pertemuan itu."   "Kenapa aku juga harus mengosongkan jadwalku Taec?" Minjun bertanya heran.   "Karena aku ingin mengajakmu ke suatu tempat malam ini." senyum misterius terbit di bibir seksi Taecyeon. Membuat Minjun berpikir keras, apa yang sebenarnya direncanakan oleh atasan sekaligus orang yang sangat dicintainya itu.    ~2PM~   Chansung tengah mengangkat pancakenya dari teflon saat ia mendengar langkah kaki yang mendekat kearahnya. Ia menolehkan kepalanya dan mendapati Junho yang telah berpakaian rapi melangkah dengan susah payah kearahnya. Ia mematikan komya dan segera menghampiri Junho yang masih berjarak 3 meter darinya. Ia kemudian mengangkat tubuh Junho ala bridal style dan membawanya keruang tengah. Mengabaikan protes yang meluncur dari bibir Junho.     "Aku sudah bersusah payah berjalan ke dapur untuk mengambil air minum, dan kau malah membawaku kembali keruang tengah?" Junho berujar dengan nada kesal setelah Chansung berhasil mendudukkannya di sofa yang ada diruang tengah dengan sangat berhati-hati.   "Aku yang akan mengambilnya untukmu Nuneoku sayang. Cukup katakan saja apa yang kau butuhkan, dan aku akan memenuhinya." Chansung tersenyum lebar sembari terus menatap wajah Junho. Ia tak pernah bosan menatap wajah orang yang sangat dicintainya itu. Ia selalu menantikan setiap perubahan ekspresi dari wajah seputih susu itu. Dari ekspresi kesal, sedih, marah, kecewa, bahagia, terharu, da
Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
brat2104 #1
Chapter 10: Terbaik author nim
eyessmile14
#2
Chapter 11: Wah ternyata aku pernah subscribe fic ini tp kelupaan belum sempt selesain baca dan komen juga, mianhae authornim *bungkukbungkuk

First of all, I would like to say.. I REALLY LOVE THIS FIC.
Bhak, sering banget baca ff yg model beginian tp aku tak bisa memungkiri kalau aku suka sama fic ini. Kkkk.
Pertama kali yg terlintas saat baca judulnya kirain genrenya fantasi gitu. Ada pria dari masa lalu terus datang ke masa depan buat nyelamatain sesuatu atau apakah hahaha ternyata aku salah ._.
Dan jujur author ovy, yg bikin aku suka baca fic2 author itu karena aku suka ide ide ceritanya dan bahasa yg digunakan enak banget, mudah dipahami lah pokoknya. Aku suka XD
dehana
#3
Chapter 11: Mesum sum sum sum sum hahaha, thornim chan dikasih makan apa sampe mesum begitu aduuhh, suka banget sama epilognya, meskipun gagal dapet taecho di cerita ini tapi endingnya yg sweet memuaskan hati. See you in the next story thornim
cutiechim #4
Chapter 11: Keren epilognya
Happy ending dan hot tentunya
Chansung ma nichkhun kelewat mesum haha
vargaskey #5
Chapter 11: Akhirnya semua couple bahagia ;D
oryzanaranatha #6
Chapter 11: Yeaaaaayyyy,,epilog nya dataaaaang,,
Eih,seme2 nya ini pada mesum akut,kcuali taec oppa,kalem bgd disini,gag ikutan mesum jg kayak khunnie oppa & channie oppa,,,
Hehe,,
Seneng,karna smw couple nya bahagia,,
Di tunggu FF lainnya yaaaaa,,,
FIGHTIIIIIIIING....!!!!!!!
DityaHwang #7
Chapter 11: Waaahh... epilognya keren, akhirnya semuanya bahagia... chansung ert bgt tp gpp yg pntg smua bahagiaaa...
Nunneo74
#8
Chapter 11: keluarga mesum..!!!
buahahahaha ..
panas butuh kipas..!!
dhe_dorayaki
#9
Chapter 11: huaaa .. akhir nya epilogue nya di update .. hooot ah..!!