Willingness

Definition of Love

Sanghyuk membuka pintu rumahnya. Dengan wajah lelah, ia mendudukan diri di sofa ruang tamu. Baru beberapa detik ia memejamkan mata, tiba-tiba Namjoo memanggilnya dari arah kamar mereka.

“Oh, Sanghyuk. Beruntung kau sudah pulang. Sungjae masuk rumah sakit. Ayo cepat siap-siap, kita ke sana sekarang. Aku sudah menanyakan ruangan tempatnya di rawat,” kata Namjoo yang keluar masuk kamar mereka sambil membawa tas kecil yang akan digunakannya untuk membawa barang-barang yang diperlukan. Sesekali ia berkaca, melihat apakah make upnya sudah benar.

“Apa? Sungjae masuk rumah sakit? Dia kenapa?” Sanghyuk terkejut mendengar perkataan istrinya barusan. Itu karena di kantor tadi, Sungjae baik-baik saja.

“Ia pingsan ketika sampai di rumah. Aku diberi tahu oleh bibi Yoo tadi. Ayo cepat kita ke sana.” Namjoo kesal melihat Sanghyuk yang masih duduk di sofa ruang tamu tanpa bergerak sedikit pun.

Bukan maksud Sanghyuk untuk tidak menghawatirkan kondisi sahabatnya itu. Bukan juga karena ia cemburu dengan Sungjae yang diperhatikan Namjoo. Namun, kepalanya yang sakit dan tubuhnya yang lemas daritadi adalah penyebab mengapa ia hanya diam. Sepertinya ia akan sakit.

“Namjoo. Kita ke sananya besok saja, ya? Sepertinya aku tidak enak badan,” ucap Sanghyuk dengan lemas. Ia benar-benar ingin segera tidur.

Melihat Sanghyuk yang sepertinya malas-malasan untuk menjenguk Sungjae membuat Namjoo makin kesal. Ia menatap Sanghyuk dengan tatapan mengancam. Perempuan itu sangat menghawatirkan Sungjae. Ia berpikir kalau Sanghyuk sedang cemburu dengan Sungjae

Sebelum Namjoo menikah bersama Sanghyuk, ia dan Sungjae merupakan sepasang kekasih. Namun, mereka berdua kemudian memutuskan untuk berpisah dengan alasan memiliki prinsip yang berbeda.

“Jangan banyak alasan. Apa kau tidak khawatir dengan Sungjae? Ia masuk rumah sakit! Kau tidak usah cemburu pada Sungjae!”

Sanghyuk membulatkan matanya yang sipit ketika mendengar Namjoo yang berkata kalau ia cemburu terhadap Sungjae.

“Astaga. Aku tidak cemburu pada Sungjae! Aku cuma sedang tidak enak badan. Jangan menuduhku sembarangan.” Kepala Sanghyuk semakin sakit karena memikirkannya. Ia memejamkan matanya yang memerah karena lelah.

Sanghyuk tidak habis pikir terhadap Namjoo, tidak bisakah perempuan itu melihat guratan lelah di wajahnya? Atau matanya yang memerah dan bibirnya yang sedikit pucat. Sanghyuk pasti akan mau menjenguk Sungjae, namun tidak untuk hari ini karena kondisi badannya yang kurang baik.

“Ya sudah kalau kau tidak mau. Aku akan ke sana sendiri.”

Namjoo melangkahkan kakinya hendak ke luar rumah. Ia tidak peduli dengan Sanghyuk saat ini. Ia kesal mengapa laki-laki itu tidak memikirkan keadaan Sungjae dan malah bersikap manja.

Namun, belum sempat Namjoo pergi ke luar rumah, Sanghyuk memanggilnya.

“Tidak. Ayo kita ke sana.” ajak Sanghyuk sambil berdiri dan kemudian bergerak mengambil kunci mobil. Mana mungkin Sanghyuk membiarkan istrinya pergi ke luar malam-malam sendirian. Ia sebagai suaminya harus bisa menjaga Namjoo dengan baik.

Dengan kepala yang berdenyut sakit dan tubuh pegal-pegal serta mata yang terasa panas, Sanghyuk menyiapkan mobil yang masih berada di depan rumah.

 

***

 

Keringat dingin mengalir di dahinya. Wajahnya semakin pucat dan perutnya mulai terasa mual. Sanghyuk berusaha untuk tetap terjaga padahal matanya daritadi hampir tertutup. Sebenarnya ia tidak boleh mengendarai mobil dalam kondisi seperti ini, tapi apa boleh buat.

Namjoo yang terlalu menghawatirkan Sungjae akhirnya tidak melihat bagaimana keadaan Sanghyuk. Ia hanya fokus melihat jalanan dari balik jendela.

Sesampainya mereka di rumah sakit, keduanya segera menuju ruangan tempat Sungjae dirawat. Di sana ada bibi Yoo dan adik perempuan Sungjae. Namjoo dan Sanghyuk tersenyum ketika melihatnya dan langsung menanyakan perihal Sungjae yang pingsan tiba-tiba.

“Kata Dokter Shin, Sungjae kelelahan. Pola makannya yang tidak teratur dan istirahat yang kurang jadi penyebabnya,” kata bibi Yoo sebagai ibu Sungjae memberi tahu.

“Syukurlah. Aku khawatir Sungjae kenapa-kenapa, bi,” ujar Namjoo.

Sungjae yang mendengar suara-suara di sekitarnya akhirnya bangun dari tidurnya. Ia mengulas senyum ketika melihat Namjoo dan Sanghyuk yang berdiri di samping ranjangnya.

“Hei, bagaimana kalian tahu aku di sini?” Namjoo langsung memukul pelan lengan Sungjae ketika mendengar pertanyaan laki-laki itu.

“Kami khawatir, bodoh! Bagaimana bisa kau sampai pingsan?!”

Sungjae hanya tersenyum sebagai jawabannya. Ia tahu apabila Namjoo dan Sanghyuk pasti sudah mengetahui mengapa ia bisa pingsan.

Sanghyuk yang daritadi diam saja akhirnya bersuara, “Aku terkejut ketika mendengar kau pingsan. Padahal di kantor tadi, kau baik-baik saja.”

“Aku juga tidak tahu,” jawab Sungjae sambil tertawa pelan.

Mereka bertiga mengobrol sebentar sampai tiba-tiba Sanghyuk menggenggam tangan Namjoo. Kepalanya terasa semakin sakit dan tubuhnya makin lemas. Ia benar-benar ingin tidur sekarang.

Namjoo menatap Sanghyuk bingung ketika laki-laki itu menggenggam tangannya. Namun, ia akhirnya menyadari ada yang tidak beres dengan Sanghyuk. Suaminya terlihat tidak baik-baik saja.

“Sungjae, Bibi Yoo, kami pamit pulang dulu ya. Sebentar lagi jam besuk akan habis. Besok kami akan ke sini lagi,” pamit Namjoo sambil berdiri. Tangannya tidak melepas genggaman tangan Sanghyuk. Ibu jarinya mengelus punggung tangan Sanghyuk mencoba memberinya kekuatan.

Sanghyuk hanya bisa tersenyum pada Sungjae dan bibi Yoo. Saat ini, ia sedang tidak bisa berpikir dengan benar.  Seluruh tubuhnya terasa sakit.

Setelah pamit, mereka segera menuju parkiran di basement. Tanpa banyak bicara, Sanghyuk segera menuju mobil dan membuka pintu tempat untuk pengemudi. Sebelum Sanghyuk sempat masuk, Namjoo menahannya.

“Biar aku yang mengendarainya.” Sanghyuk kemudian pindah ke sebrang dengan merembet badan mobil. Ia terlihat lemas sekali.

Melihat Sanghyuk yang seperti itu membuat Namjoo menyesal memkasanya untuk datang menjenguk Sungjae malam ini, padahal masih ada hari esok. Sanghyuk tidak berbohong ketika ia mnegatakan sedang tidak enak badan.

 

***

 

Sesampainya di rumah, Sanghyuk segera berlari ke kamar mandi. Ia segera berlutut di hadapan toilet dan memuntahkan semua isi perutnya, bahkan sampai sisa cairan. Ia masih merasa mual padahal sudah tidak ada yang bisa dikeluarkannya lagi.

Namjoo segera menghampirinya setelah melepas sepatunya. Ia memijat tengkuk Sanghyuk dan mengusap punggungnya mencoba meredakan rasa mual laki-laki itu. Badan Sanghyuk yang panas dan napasnya yang pendek  juga cepat membuat Namjoo khawatir.

“Sudah?” Tanya Namjoo yang dibalas dengan anggukan oleh Sanghyuk.

Namjoo kemudian membantu Sanghyuk berdiri dan membaringkan tubuhnya di atas ranjang. Ia menyelimuti tubuh Sanghyuk yang menggigil dan mengusap kening laki-laki itu. Menyingkirkan rambut yang menutupi dahi Sanghyuk.

“Sakit, Namjoo. Kepalaku sakit sekali.” Sanghyuk berkata dengan mata terpejam. Wajahnya yang tadi tidak begitu pucat kini terlihat sangat pucat.

“Iya, aku pijat ya.” Namjoo kemudian berbaring di sebelah Sanghyuk dan memeluk tubuh laki-laki yang menggigil itu sambil memijat keningnya.

“Maaf, ya. Aku egois. Harusnya aku tahu kalau kau benar-benar tidak enak badan. Maafkan aku.” Namjoo sangat menyesal. Ia hanya memperburuk keadaan Sanghyuk.

“Tidak apa-apa. Aku tahu kau sangat menghawatirkan Sungjae. Bagaimanapun, Sungjae merupakan orang terdekatmu juga.” Suara Sanghyuk terdengar parau dan gemetar.

“Maaf, Sanghyuk. Sudah hangat? Aku ambil obat dulu,” kata Namjoo yang dibalas dengan anggukan Sanghyuk.

Setelah minum obat, Sanghyuk kembali berbaring dan Namjoo juga kembali ke posisinya yang tadi memeluk Sanghyuk.

Rasa sakit di kepalanya tidak sepenuhnya hilang. Tetapi, pelukan hangat Namjoo sangat membantu.

“Kau harusnya marah padaku. Kau menjadi sakit seperti ini karena aku.” Namjoo bergumam sendiri, ia mengira Sanghyuk sudah tertidur.

“Mana mungkin aku marah padamu? Ini bukan salahmu, tapi ini adalah salahku karena terlalu mencintaimu hingga tidak mampu menolak permintaanmu.”

Namjoo yang mendengar ucapan Sanghyuk barusan langsung tertawa kecil sambil memukul kepala Sanghyuk sayang dan  lalu mempererat pelukannya. Keduanya pun tertidur dalam posisi itu sampai pagi.

 

 

 

Meskipun seluruh tubuhku mati rasa, aku rela demi bahagiamu

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
dsytw09 #1
Chapter 7: Mau nangis juga, siapa tau pas nengok ke belakang ada sanghyuk nawarin pelukan. Dalam mimpi hihi :D
Thanks author, ff nya bisa menutupi rasa rinduku pada hyukjoo /?
Chapt selanjutnya bisa tuh hubungan mereka dilarang sama orang tua namjoo, terus hyuk perjuangin namjoo biar disetujuin *abaikan :'D
blue54 #2
Chapter 2:
chocopologie #3
Chapter 6: HYUK SEMANGAT MOVE ON-NYAA:''')
dsytw09 #4
Chapter 3: Rayuan maut nih hihi. Pengalihan topiknya bisa banget sanghyuk kkk.
Namjoo mimpi sang putri dan pelayan? Mimpi buruk ga tuh?
Cute deh ceriyanya. Ditunggu chap selanjutnya :)
dapingda
#5
Chapter 3: Uwo uwoooo bisa banget hyuk nya kkkkk cheesy cheesy~ good joob author-nim
dsytw09 #6
Chapter 2: Serius banget baca yang awal. Eh......
“Mana mungkin aku marah padamu? Ini bukan salahmu, tapi ini adalah salahku karena terlalu mencintaimu hingga tidak mampu menolak permintaanmu.”
Duaarrr ada kembang api nya haha.
dsytw09 #7
Chapter 1: Horor :(((
Hyuk nya bunuh diri :'D
Kim_HaYoung #8
Chapter 1: Oh my god TT