Chapter #6
Vector of Fate#6
Sudah cukup lama Namjoon terlihat seperti orang depresi di mata Yoongi, dan sudah cukup lama juga mendadak sikapnya itu berubah 180 derajat. Tidak juga sih, dia terlihat seperti dikelilingi awan mendung hampir selama seminggu, kemudian suatu hari awan-awan itu tergantikan oleh pelangi baru selama tiga hari ini, tapi hitungan tujuh puluh dua jam itu sudah terasa cukup lama bagi Yoongi.
Yoongi menebak ke-putus asaan temannya itu dikarenakan dirinya yang hampir selalu mengerjakan segala hal dengan baik, harus berhadapan dengan kesulitan dalam penulisan liriknya. Memang ini bukan hal yang baru lagi, tapi melihat Namjoon seperti itu merupakan hal yang cukup jarang.
Kemudian ditambah perubahan sikapnya, tidak ada lagi Namjoon yang tersenyum dengan kesan terpaksa, Namjoon yang sering melamun, atau Namjoon yang setiap dua menit sekali melempar remasan kertas ke tempat sampah. Semua itu tergantikan dengan senyuman cerah, sikap ceria, dan tempat sampah yang kosong tanpa tumpukan kertas di dalamnya.
Itu semua membuat Yoongi bungung, dia jadi tersadar kalau dirinya terkadang tidak bisa memahami teman dekatnya sekalipun (atau mungkin bahkan dirinya sendiri). Dia sudah akan berpikir kalau Namjoon mungkin sedang PMS, saat pagi itu dia masuk ke kelas dan mendapati seorang Lee Hwarin sedang berbicara dengan Kim Namjoon.
Topik pembicaraan mereka tentu saja dipahami oleh Yoongi, tapi dia terlalu kaget untuk merespon berhubung pemikiran bahwa Lee Hwarin adalah penggemar hiphop sama sekali tidak pernah terlintas di kepalanya.
Tapi yang jelas, saat melihat Namjoon tersenyum sedemikian rupa memperlihatkan lesung pipinya, ada sesuatu yang baru mulai dipercayai oleh Min Yoongi, bahwa sering dikatakan kalau suasana hati seseorang bisa saja tergantung dari orang lain yang ada di sekitar mereka.
“Jeon Jungkook?”
Semua mata tertuju pada bangku kosong di sudut ruangan, tepat di samping pintu masuk kelas, lebih tepatnya itu adalah satu-satunya bangku yang kosong di dalam ruangan kelas 1-C. Keadaan begitu hening sampai Kim Taehyung mengangkat tangannya tinggi-tinggi, menandakan dia akan mengatakan sesuatu pada wali kelas mereka yang saat itu sedang meng-absen murid. “Jeon Jungkook izin absen karena sakit..”
Guru Lee membenarkan letak kacamatanya, “Sakit? Sakit apa?”
Taehyung buru-buru mengambil secarik surat lalu memberikannya pada sang guru, yang langsung membaca isinya kemudian mengangguk-angguk sambil kembali mengisi absensi kelas. Tanpa orang lain sadari, Park Jimin diam-diam tidak bisa berhenti menggigiti kuku di tempat duduknya.
Homeroom hari itu berlanjut seperti hari-hari sebelumnya, walaupun bisa dibilang ini terhitung pertama kalinya ada murid yang absen. Sebelum Guru Lee pamit untuk mengakhiri kegiatan, wanita setengah baya itu memanggil Hwarin. Memang, Lee Hwarin adalah wakil ketua kelas, tapi bukan itu alasan kenapa dia dipanggil melainkan posisinya duduknya yang berada tepat di depan meja guru.
“Ya seonsangnim?”
Suasana kelas saat itu sedikit ramai, hanya beberapa murid yang memperhatikan saat Hwarin maju menghampiri meja guru, sisanya bisa ditebak mereka sibuk dengan urusan sendiri-sendiri. “Teman sekelasmu, Jeon Jungkook, sedang dirawat di rumah sakit. Apa kau tahu tindakan apa yang harus kau lakukan?”
Hwarin tersentak, dia sama sekali tidak mengira gurunya akan mengatakan hal itu. Namun dia yang sudah berpengalaman menjadi suruhan dalam hal-hal semacam ini dengan sigap menjawab, “Apa saya harus menjenguknya, saem?”
Guru Lee menatapnya singkat lalu mengangguk. “Ya, kau akan kesana bersama salah satu teman sekelasmu yang lain, tunggu..” Wanita itu menghentikan perkataannya untuk mengedarkan pandangan pada seisi ruangan, Hwarin lalu melihat mata gurunya berhenti pada satu titik, saat Hwarin menoleh ke arah titik itu dia melihat Park Jimin sedang menatap dirinya penuh harap.
“Jung Hoseok. Kau akan kesana bersama Jung Hoseok, nanti sepulang sekolah.”
Sayang sekali keberuntungan sedang tidak berada di pihak Jimin, tapi Hwarin kaget bukan karena Guru Lee tidak memilih Jimin, bukan pula karena dia harus pergi bersama Jung Hoseok, melainkan karena fakta kalau tugas itu harus dilakukannya hari itu juga.
Terkutuklah, Hwarin sudah membuat janji dengan Namjoon tadi pagi.
Satu-persatu murid mulai berjalan ke arah pintu meninggalkan kelas, sementara Hwarin memasukkan buku-bukunya ke dalam tas dengan keringat dingin yang terus mengalir. Dia tidak tahu harus berbuat apa setelah Guru Lee memberikan titahnya tadi, prinsipnya adalah untuk selalu menuruti perkataan guru tapi dia juga bukan orang yang sembarangan membatalkan janji yang dia buat sendiri. Lagipula dia benar-benar menantikan pergi ke toko musik bersama Namjoon, membatalkan hal yang dia anggap menyenangkan adalah hal yang cukup sulit untuk dilakukan.
Diliriknya bangku yang berada paling belakang, dia bisa melihat Namjoon masih membereskan alat tulisnya. Dalam hati dia mengulang lagi kalimat yang sekiranya akan dia gunakan untuk membatalkan rencananya dengan Namjoon sekaligus meminta maaf pada lelaki itu, tiba-tiba seseorang memanggilnya dan membuat Hwarin hampir terlonjak dari kursi. Beruntung itu hanya Park Choonhee.
“Ada apa Choonhee?”
“Buku Sejarahmu yang kupinjam kemarin lusa, terima kasih.” Choonhee menyodorkan buku catatan bersampul cokelat itu pada Hwarin. Dia tersenyum lalu hendak pergi menyusul Hyeso, tapi belum sempat dirinya berbalik Hwarin mendadak menghentikan gerakannya. “Tunggu, Choonhee!”
“Hm? Ada apa?”
“Umm.. Begini.. Boleh aku minta bantuanmu?”
“Jadi Jungkook sakit apa?”
Hoseok hanya bisa mengendikkan bahu saat Choonhee bertanya demikian, “Aku sama sekali tidak tahu, Hwarin tidak mengatakan apapun padaku.”
Choonhee menghela nafas, sekarang dia memandangi deretan rak di supermarket dengan pandangan gamang. Dimintai tolong Hwarin secara mendadak untuk menggantikannya menjenguk Jungkook di rumah sakit benar-benar diluar dugaannya, walaupun dalam hati ada sedikit rasa khawatir saat dia mendengar kata ‘rumah sakit’ dari mulut Hwarin tadi.
“Apa yang harus kita beli untuk Jungkook?” Terdengar suara Hoseok tak jauh dari tempat Choonhee berdiri.
“Menurutmu apa yang biasa diberikan pada orang yang sedang sakit..?”
“Tergantung orangnya sakit apa..”
Keduanya terdiam, mulai merasa bingung tentang apa yang harus mereka lakukan selanjutnya. Walaupun begitu mereka masih berusaha untuk memikirkan yang terbaik, pada akhirnya Choonhee memutuskan untuk mengambil dua bungkus roti isi krim keju kesukaannya, berharap Jeon Jungkook akan menerima pemberiannya apa adanya.
Sementara itu dilihatnya Hoseok mengambil sebungkus permen berbentuk pizza yang entah kenapa membuat Choonhee berusaha menahan tawanya. Mereka membayar di kasir lalu segera keluar dari supermarket itu, melanjutkan perjalanan ke tempat tujuan.
Gedung tinggi rumah sakit kota sudah terlihat di depan mata, saat Choonhee spontan menghentikan langkah kakinya setelah melihat toko bunga kecil di pinggir jalan. Dengan hati-hati dia memanggil Hoseok untuk menanyakan sesuatu, “Bagaimana kalau kita bawakan dia bunga?”
Pintu otomatis terbuka saat Hoseok menunjukkan ID-Card nya pada scanner di dinding, dia sedikit heran karena terakhir kali dia pergi ke rumah sakit cara membukanya hanya sebatas dengan digeser, betapa cepatnya zaman berubah. Tepat saat pintu itu terbuka lebar, terlihat jelas sosok Jeon Jungkook sedang duduk bersandar di atas ranjang dengan sebuah nintendo di genggamannya. Laki-laki itu menoleh, wajahnya berubah ceria saat menyadari Hoseok datang untuk men
Comments