Chapter 2

It Started With A Dare
Please Subscribe to read the full chapter

Pagi itu Sarra berangkat sekolah dengan mata setengah terpejam. Dia sama sekali tidak bisa tidur semalam. Dia baru bisa tidur pukul 5 dini hari dan sudah harus berangkat sekolah pukul 7 pagi. Pikirannya terus melayang ke kejadian dimana Kai menciumnya kemarin. Lihat saja kantong mata nya yang semakin tebal. Sebenarnya dia tidak ingin masuk sekolah hari ini, tapi dia tidak punya alasan yang tepat untuk disampaikan kepada ibunya. Ibunya benar-benar disiplin kalau soal pendidikan. Kalau dia tidak benar-benar sakit, Ibunya tidak akan membiarkannya membolos sekolah.

Sarra baru masuk ke gerbang sekolahnya ketika dia merasakan berpasang-pasang mata menatapnya. Ugh aku benci menjadi pusat perhatian batinnya. Beberapa diantara mereka berbisik-bisik sambil memperhatikan dirinya. Beberapa bahkan berani menunjuk-nujuknya. Kalau saja waktu bisa diputar kembali, dia tidak akan mau ikut permainan truth or dare itu. Dia benar-benar menyesal sekarang.

Sarra memperhatikan penampilannya pagi ini. Kaos putih bertuliskan ‘Sarc Mac’ dengan celana kodok pendek berwarna hitam serta sepatu kets putih, tidak ada yang salah dengannya. Hanya saja hari ini dia memakai kacamata, berharap orang-orang tidak mengenalinya. Tapi sepertinya kacamata itu juga tidak berguna. Buktinya pagi ini dirinya tetap menjadi pusat perhatian, hal yang sangat-sangat di bencinya.

Sarra sedang berjalan ke kelasnya ketika matanya menangkap sosok Kai di koridor. Lelaki itu sedang berjalan ke arahnya sambil berbicara dengan salah satu temannya. Sarra langsung berhenti berjalan. Kepalanya celingukan mencari tempat persembunyian. Dia tidak ingin bertemu Kai saat ini. Tidak ketika dirinya tidak bisa menahan rona merah di wajahnya jika mengingat kejadian kemarin.

Mata Sarra tertumbuk pada ruang kelas tidak jauh dari tempatnya berdiri. Tiba-tiba ide brilian muncul di kepalanya. Dia berjalan masuk ke kelas itu. Rencananya adalah dia akan menunggu Kai lewat baru dia berjalan ke kelasnya lagi. Bukankah rencananya brilian? Sangat. Sarra tersenyum sendiri menyadari bahwa otak nya hari ini berjalan dengan sempurna.

“Oh kau?” Seorang anak laki-laki jangkung berseru, membuat beberapa orang disana memperhatikan mereka. Senyum Sarra menghilang dari bibirnya. Sarra jelas-jelas tahu siapa lelaki di hadapannya.  Namanya Park Chanyeol, teman Kai yang juga anggota EXO. “Apa yang kau lakukan disini tanya Chanyeol.

Ya Tuhan, dari sekian banyak orang yang bisa memergokiku ketika bersembunyi, kenapa harus Park Chanyeol? Sarra membatin.

Sarra memandang Chanyeol sekilas sebelum menoleh ke kanan, ke kiri, dan ke belakang. Berpura-pura bingung dengan apa yang Chanyeol katakan. Sejujurnya dia tahu kalau Chanyeol berkata padanya, tapi dia berusaha berpura-pura seolah dia tidak mengerti. Dalam hatinya dia berharap bahwa Chanyeol tidak mengenalinya.

“Aku berbicara denganmu.” Kata Chanyeol sambil menunjuk Sarra dan tersenyum geli ketika yang ditanya hanya celingukan tanpa menjawab.

“Ne?” Sarra bertanya sok bingung.

“Apa yang kau lakukan disini? Kelasmu kan di sebelah.” Chanyeol berkata lagi.

“Eh-oh sepertinya aku salah masuk kelas.” Sarra menjawab dengan terbata. Tentu saja dia tidak mungkin mengatakan pada Chanyeol kalau dia sengaja masuk ke kelas itu untuk menghindari Kai.

“Oh kupikir kau mencari Kai.” Seorang anak laki-laki muncul dari belakang Chanyeol. Anak itu mengenakan eyeliner di matanya, membuat matanya terlihat lebih besar dari aslinya. Sarra mengenalinya sebagai Byun Baekhyun, anggota EXO yang lain.

“Anieo. Kupikir ini kelasku.” Sarra menjawab sambil memberikan senyum terpaksanya. Dia merasa bodoh ketika tahu caranya untuk menghindari Kai justru membuatnya berakhir di kelas lelaki itu. “Kalau begitu aku duluan.” Sarra berbalik dan hendak keluar ketika dia menabrak seseorang. Dia hampir jatuh ketika sebuah tangan menangkapnya dengan sigap. Dia menghela nafas lega ketika dia terselamatkan dari mempermalukan dirinya lebih jauh. Dia mengangkat kepalanya dan membuka mulutnya untuk mengucapkan terimakasih namun kata-katanya tidak bisa keluar dari mulutnya ketika dia menyadari siapa yang ada di hadapannya.

Sarra memandang seseorang di hadapannya dengan mata membulat sempurna dan mulut setengah terbuka. Ingin tahu siapa yang menolongnya? Tak lain dan tak bukan adalah Kai. Seseorang yang tadi dihindarinya. Posisi mereka saat ini adalah dia yang hampir jatuh dan Kai yang menahannya. Tangan kiri Kai melingkar di punggungnya sementara tangan kanan Kai memegang erat tangan kirinya. Matanya dan mata Kai saling bertemu. Jantungnya berdebar tak karuan. Dia hanya berharap debaran jantungnya tidak cukup keras untuk Kai bisa mendengarnya. Pipinya terasa panas. Dia yakin saat ini wajahnya sudah lebih merah dari tomat.

Beberapa saat berlalu dan mereka masih dalam posisi yang sama. Mereka seolah ada didunia mereka sendiri. “Ehem” seseorang berdehem. Mereka berdua segera mengalihkan pandangan pada sumber suara, masih dengan posisi yang sama. Mata mereka menemukan Baekhyun, Chanyeol, D.O dan Suho yang memberi mereka senyum menggoda. Sepertinya salah seorang dari keempat teman Kai itu yang berdehem tadi.

“Nice catch, Kai.” D.O berkata sambil memamerkan heart-smile nya.

Kata-kata D.O seolah menyadarkan Kai akan posisinya dan Sarra. Kai segera menarik Sarra sehingga gadis itu bisa berdiri di kedua kakinya. Tapi hal itu justru membuat tubuh mereka menempel dengan sempurna. Dia sempat mencium aroma apel dari rambut Sarra sebelum melepaskan pegangannya. Dia memandang wajah Sarra sambil berkata dengan dinginnya, “Lain kali hati-hati.” Setelah itu dia melewati Sarra yang masih terdiam ditempatnya begitu saja. Sehun mengekor di belakangnya.

Kata-kata Kai menarik Sarra dari lamunannya. Dia menggigit bibirnya kesal. Ingin rasanya dia pergi menyusul Kai dan menendang punggung lelaki itu, tapi kemudian dia sadar kalau dirinya yang salah. Salahnya kenapa dia tidak melihat-lihat dulu ketika berbalik. Salahnya ketika dia asal masuk kelas saja. Salahnya menghindari Kai. Salahnya mencium lelaki itu kemarin. Salahnya memilih ‘dare’ ketika bermain dengan teman barunya. Salahnya ikut dalam permainan itu. Tidak, tidak. Dia ikut dalam permainan itu karena Inhwa dan Ahreum yang memaksanya, jadi itu salah mereka. Sarra segela keluar dari kelas itu dengan misi dikepalanya, membuat perhitungan dangan Jung Inhwa dan Han Ahreum.

.

.

“Kudengar pagi ini kau sudah menghebohkan sekolah dengan memeluk Kai?” Ahreum berbisik agar Mrs. Nam−guru sejarah mereka−tidak mendengarnya.

“Tidak juga” Sarra menjawab dengan berbisik juga.

“Tapi seluruh sekolah heboh ketika aku datang. Banyak siswa yang mengatakan kau sengaja datang ke kelas Kai untuk memeluknya.” Ahreum masih mencoba mencari tahu kebenaran dari gossip yang didengarnya.

Sarra menggigit bibirnya sedikit keras untuk menahan diri dari membentak Ahreum. Tadi pagi dia sudah berencana untuk marah pada Inhwa dan Ahreum, namun sayang Mrs. Yoon sudah keburu datang. Mrs. Yoon mengadakan kuis sehingga Sarra tidak sempat menyumpahi Inhwa dan Ahreum atas segala sesuatu yang terjadi padanya sejak kemarin. Untunglah Mrs. Yoon mengajar bahasa Inggris dan itu berarti salah satu subjek favorit Sarra−secara dia keturunan Inggris jadi pelajaran itu adalah salah satu yang termudah menurutnya.

“Ahreum aku sedang tidak mood untuk membahas apapun yang berhubungan dengan Kai!” Sarra menjawab lagi dengan nada mengingatkan.

“Tapi aku mau tahu Sarra. Ceritakan padaku, hmm?” Ahreum memberikan aegyo-nya.

Sarra diam saja, tidak menanggapi Ahreum. Pandangannya fokus ke papan tulis dimana Mrs. Nam sedang menuliskan beberapa hal yang bersangkutan dengan perang antara Korea Selatan dengan Korea Utara. Sarra tidak memperhatikan tentu saja. Sejarah memang tidak pernah menjadi subjek favoritnya. Memangnya apa gunanya menghafal nama-nama orang mati? Apalagi mood nya benar-benar buruk karena kejadian tadi pagi. Pikirannya bahkan entah sedang berjalan-jalan kemana saat ini. Otaknya benar-benar tidak bisa diajak kompromi. Belum lagi sosok seorang di sebelahnya yang tidak juga mau berhenti mengusiknya dengan pertanyaan tentang dirinya dan Kai.

“OHMYGOD! Bisakah kau diam?” Sarra setengah berteriak pada Ahreum. Matanya memandang Ahreum kesal. Namun dia lupa kalau dia berada di dalam kelas sekarang.

“Kalau kau tidak menyukai pelajaranku, kau bisa keluar Miss Lee.” Mrs. Nam berkata dengan nada berbahaya.

“Animnida. Joesonghamnida Seonsangnim.” Sarra membungkuk, meminta maaf pada Mrs. Nam.

“Tidak. Sebaiknya kau keluar sehingga tidak mengganggu siswa lain yang ingin belajar.” Ujar Mrs. Nam lagi.

Semua siswa memandangnya seolah hal itu adalah hal paling menarik sedunia. Mihyun dan Inhwa memandangnya iba sementara Ahreum memandangnya dengan pandangan bersalah. Sarra menghela nafas sebelum akhirnya membungkuk lagi pada Mrs. Nam dan pergi meninggalkan kelas. Ini pertama kalinya Sarra diusir dari kelas. Dia bukan siswa yang suka membuat onar, meskipun bukan termasuk siswa teladan juga. Dia adalah siswa yang biasa-biasa saja. Dia bukan anggota cheerleaders yang populer, tapi juga bukan siswa nerd yang tidak diakui teman-temannya. Dia selalu menjaga perilakunya agar dirinya tidak terlalu terkenal tapi juga berusaha agar orang paling tidak tahu siapa namanya. Dan semua itu kini sudah hancur karena permainan laknat kemarin. Oh God!

Sarra menutup pintu kelasnya. Dia bingung mau kemana. Perpustakaan jelas bukan pilihan karena dia sedang tidak dalam mood untuk belajar ataupun hanya sekedar membaca. Kafetaria juga bukan pilihan karena dia tidak terlalu lapar, belum lagi tempat itu terlalu menarik perhatian. Tiba-tiba dia ingat kalau dia hampir tidak tidur tadi malam, jadi dia memutuskan untuk tidur saja di ruang kesehatan. Dia berjalan ke ruang kesehatan dengan lesu.

.

.

“Apa kau tahu apa yang terjadi pagi ini?” Tanya Mihyun pada Sehun yang baru saja mendudukkan dirinya di bangku taman tempat mereka berjanji untuk makan siang bersama.

“Apa?” tanya Sehun, keningnya berkerut bingung.

“Apa yang terjadi antara Sarra dan Kai pagi ini Oh Sehun?” Mihyun bertanya gemas.

“Oh itu. Memangnya kenapa?” Sehun balik bertanya. Tangannya mencomot sandwich tuna yang dibawa Mihyun.

“Ceritakan padaku apa yang terjadi!” perintah Mihyun.

“Kenapa kau mau tahu?” Sehun bertanya lagi dengan mulut yang penuh sandwich. Biasanya Mihyun akan menegurnya ketika dia berbicara sambil makan. Tapi kali ini tidak. Mungkin rasa penasaran gadis itu yang sangat tinggi membuatnya tidak peduli dengan hal itu.

“Pagi ini Sarra terlihat aneh. Dia tidak mengatakan sepatah katapun padaku, Inhwa dan Ahreum. Memang kami baru saja kenal kemarin, tapi kami sudah seperti teman lama kemarin. Sarra bahkan sempat membentak Ahreum tadi di kelas sehingga mengakibatkan dirinya di keluarkan dari kelas. Sebenarnya apa yang terjadi anatara Sarra dan Kai?” Mihyun menyerocos.

Sehun mengangguk-anggukkan kepalanya. Dia menelan sandwich di mulutnya sebelum berkata, “Mereka berpelukan.”

“Berpelukan? Jadi berita tentang Sarra yang datang ke kelas kalian untuk memeluk Kai itu benar?” tanya Mihyun.

“Mmmm, tidak juga.” Sehun menjawab dengan nada menggantung. Mihyun menunggu Sehun melanjutkan kalimatnya namun kekasihnya itu sudah disibukkan dengan kimbab yang ada di kotak bekal yang dibawa Mihyun.

“Jadi?” Mihyun bertanya tidak sabar.

“Jadi apa?” tanya Sehun dengan mulut penuh.

“Ya Tuhan Oh Sehun! Aku bertanya padamu tentang kebenaran berita yang menghebohkan sekolah kita pagi i

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
kunikuma #1
Chapter 6: Awesome
Ohhuse #2
Chapter 1: Keren ff nya. Apalagi main castnya kai. Aku selalu dapet feel kalo yg main ini orang. Fighting ya..
Hyostyle #3
Chapter 5: salam kenal eon ^^ aku pendatang baru di web ini, dan bru beberapa hr bca ff disini aku lngsung kepicut(?) ff ini.. aku suka ff ny eon ~~
Putripranata #4
Chapter 4: Really like this story, agak mainstream sih, tapi authornya bisa buat kesan tersendiri sama ceritanya! Fighting! Lanjut terus ya,, aku bakalan rajin baca