Chapter 6

It Started With A Dare
Please Subscribe to read the full chapter

 

Akhirnya nulis ini lagii.

Maafkan aku yang telah membuatmu menunggu terlalu lama awww :’)

[sok banget, kayak ada yang nungguin aja kkk~]

Paling beberapa chapter lagi selesai.

Nggak mau nulis banyak chapter, takut berhenti di tengah jalan.

Kan sayang hehe. 

Selamat membaca :*

 

 

 

“Kkamjjong, ini aku, Princess.” Ujar Eun Sae. “Maaf membuatmu menunggu terlalu lama.” Semua orang yang ada disana terkejut dengan pernyataan Eun Sae. Kai hanya memandang Eun Sae dalam diam. Sarra sendiri hanya bisa menggigit bibir bawahnya ketika dia menyadari arti dari kata Princess yang diucapkan Eun Sae. Cinta pertama Kai sudah kembali.

Ketika semua orang yang ada disana hanya bisa diam, Eun Sae berjalan ke arah Kai yang saat ini berdiri di sebelah Sarra. Mata Kai yang penuh emosi menatapnya tajam. Eun Sae tersenyum paa Kai sebelum kemudian melingkarkan kedua tangannya di leher Kai dan memeluknya. “Bogoshipda...” Ujar Eun Sae lagi.

Kai hanya diam. Dia tidak tahu apa yang harus dilakukan. Ia sudah yakin sekali ingin melupakan Princess-nya dan memulai kehidupan barunya dengan Sarra. Dia sudah membulatkan tekad untuk menyatakan perasaannya pada Sarrah Lee, gadis yang sudah beberapa lama ini mengusik ruang hampa dihatinya. Namun kedatangan Princess membuatnya ragu. Mana yang harus dia pilih? Sosok Princess, gadis yang sudah ditunggunya selama sebelas tahun terakhir atau Sarrah Lee, sosok yang mampu membuat hatinya yang sempat beku mencair? Dia tidak tahu. Yang dia tahu hanya pelukan Princess-nya terasa begitu berbeda, tidak lagi sehangat dulu.

Ketika menyadari sikap Kai yang kaku, Eun Sae melepas pelukannya. “Kenapa? Kau tidak merindukanku?” tanya Eun Sae.

Yang di tanya hanya memandangnya dalam diam. Jantung Eun Sae berdetak lebih kencang dari biasanya. Apakah Kai sudah mengetahui kebenarannya? Gadis itu melirik Sarra yang sedaritadi hanya bisa menggigit bibirnya, kebiasaan Eonni nya itu ketika sedah nervous. Tidak mungkin, Eonni tidak mengingat apapun, batinnya. Dia berusaha menenangkan diri, membuat dirinya rileks agar detak jantungnya kembali normal. Dia bisa melakukan ini. Ini kesempatannya, ini waktunya agar dia bahagia.

“Ada banyak sekali yang ingin ku tanyakan padamu Kkamjjong. Bagaimana kabarmu? Apakah kau hidup dengan baik selama aku tak ada? Apakah kau merindukanku sebanyak aku merindukanmu?” Eun Sae memulai, matanya menjadi berkaca-kaca.

Sarra yang melihatnya menjadi merasa bersalah karena dia tidak pernah berfikir Eun Sae akan menyukai seseorang sebesar itu. Bagaimanapun juga, 11 tahun adalah waktu yang sangat lama. Menunggu tidak semenyenangkan itu.

Hatinya bergemuruh. Ada rasa tidak nyaman disana. Entah kenapa rasanya sesak melihat betapa Eun Sae menyukai Kai. Kenapa mereka harus menyukai lelaki yang sama? Sarra sudah terlanjur jatuh untuk Kai. Dia tidak tahu bagaimana caranya kembali. Namun rasanya egois jika dia tetap berjuang memperebutkan Kai, sedangkan Eun Sae sudah menyukainya sejak lama. Baginya, maju untuk memperebutkan Kai atau mundur dan melepaskan Kai, itu bukan pilihan. Karena keduanya akan tetap terasa menyakitkan.

“Kita perlu bicara.” Suara Sehun membuat semua yang ada disana terlonjak dari pikiran masing-masing. Butuh beberapa saat hingga semua menyadari kalau yang di maksud Sehun adalah Kai. Kekasih Mihyun itu kemudian menarik Kai dari hadapan Eun Sae dan menyeretnya pergi.

“Apa yang kau lakukan? Aku belum selesai bicara dengannya!” Eun Sae berusaha mengejar mereka berdua.

“Stop right there!” Sehun mengingatkan, nada suaranya sarat emosi. “Apapun keperluanmu dengannya, kau bisa menyelesaikan itu nanti setelah aku berbicara dengannya.” Ujar Sehun. Lelaki itu kemudian menarik Kai menjauh dari kelas Sarra.

Eun Sae berusaha mengejar keduanya, namun tangan besar Chanyeol menariknya kembali ke tempatnya. “Tunggu disini!” ujarnya dingin. Eun Sae sampai dibuat merinding karena nada dingin Chanyeol.

Tidak ada satupun yang berbicara sepeninggal Kai dan Sehun. Semua terlarut dalam pikiran masing-masing. Bahkan Inhwa yang terlampau cerewet pun terlihat memikirkan sesuatu. Hal itu terus berlanjut sampai akhirnya bel masuk berbunyi, dan EXO pun kembali ke kelasnya.

.

.

Sehun dan Kai ada di atap sekolah untuk yang kesekian kalinya. Hanya saja terakhir mereka ada disini adalah untuk membahas perasaan Kai pada Sarrah Lee, sementara hari ini mereka akan membahas Princess yang akhirnya kembali setelah 11 tahun menghilang.

“Bagaimana perasaanmu?” tanya Sehun pelan.

“Bagaimana menurutmu?” Kai balik bertanya.

“Mana yang kau pilih?” Tanya Sehun, to the point.

Kai menghela nafas panjang. “Tidak tahu!” ujarnya.

“Kau bilang kau sudah melepaskan Princess? Kau berkata begitu terakhir kali.” Sehun mengingatkan.

“I did say that, didn’t I?” Kai tersenyum miris. Matanya menerawang, memandangi langit yang tak berbatas. “In my defense, I didn’t think she would comeback. You knew how much I tried to forget about her. And thanks to a certain Sarrah Lee, I was able to foget. But Fate seems to want to play with me.”

Sehun hanya memandang Kai dalam diam. Lelaki it tahu sahabatnya belum selesai berbicara. “Ketika aku menyadari bagaimana perasaanku pada Sarra, aku melepaskan Princess. Aku yakin aku bisa lepas dari bayang-bayang masa laluku. Aku sudah melihat setitik cahaya yang akan membawaku keluar dari mimpi buruk yang selama ini menghantuiku. Namun saat aku sudah sampai diujung pintu cahaya itu, aku ditarik kembali kedalam dunia mimpi. Dan aku tidak tahu harus bagaimana.” Kai menjambak rambutnya sendiri. Sehun sampai iba melihanya begitu frustasi. “Apa yang harus ku lakukan sekarang, Sehun-ah?” tanya Kai, nada suaranya putus asa.

“Tanyakan pada hatimu.” Ujar Sehun sebelum beranjak dari tempatnya berdiri di samping pagar atap. “Bel sudah berbunyi, sebaiknya aku kembali ke kelas. Kau istirahat saja disini.” ujar Sehun lagi. Lelaki itu kemudian meninggalkan Kai berpikir sendirian di atap.

.

.

Sarra berjalan gontai menyusuri koridor sekolah. Hari ini entah kenapa rasa lelahnya berlipat-lipat. Otaknya terus-menerus memutar kejadian yang sama, mengingatkannya pada Lee Eun Sae dan Kim Kai. Dia bahkan tidak bisa menyerap pelajaran satu pun hari ini. Dia masih mengingat sesaknya saat melihat Eun Sae memeluk Kai. Rasanya saat itu dia ingin menarik Kai menjauh dari Eun Sae. Dia tidak rela Kai menjadi milik Eun Sae.

Mata Sarra membulat seketika. Oh God, Sarrah Lee sepertinya sudah jatuh cinta. Objeknya tak lain dan tak bukan adalah Kim Jongin a.k.a Kai. Tapi Kai dan Eun Sae punya cerita jauh sebelum Kai mengenalnya. Dia mungkin tidak akan menang dari Eun Sae, tidak peduli seberapa keras dia berusaha untuk bersama Kai. Tuhan, kenapa kehidupan cintanya harus serumit ini?

Sarra terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri untuk melihat kemana dia berjalan. Di anak tangga terakhir, dia terpeleset karena tidak memperhatikan jalannya. Dia sudah menanti rasa sakit yang akan menyapanya ketika ia merasakan kembali dekapan hangat yang begitu familiar.

BRUKKK

Sarra jatuh bersama sosok lain yang memeluknya dan melindunginya dari kerasnya lantai sekolah. Gadis itu segera beranjak duduk dan akan bertanya apakah orang yang menolongnya baik-baik saja ketika dilihatnya Kai sedang balas memandangnya.

“Gwaenchanna?” tanya Kai lembut.

Sarra mengangguk. “Kau sendiri?” tanya Sarra, ada khawatir melekat di pertanyaannya.

Kai hanya tersenyum lembut. Keduanya masih dalam posisi yang sama ketika tangan kanan Kai tiba-tiba memegang pipi kirinya. “Apa yang harus ku lakukan denganmu?” Kai berbisik. Nada yang dia gunakan sama seperti saat dia meminta agar Sarra tidak sakit lagi beberapa waktu lalu. Sarra rasanya ingin memeluk Kai saat itu juga. Tapi dia berusaha menahan diri sekuatnya. Dia tidak boleh egois. Lagipula Eun Sae jauh lebih berhak atas Kai ketimbang dirinya.

Sarra bangkit dari dekapan Kai. Gadis itu mengulurkan tangan untuk membantu Kai berdiri. “Terima kasih sudah menolongku lagi.” Ujarnya. Sarra sudah akan pergi ketika Kai menariknya ke dalam pelukan lelaki itu, untuk yang kedua kali hari ini.

“Kai?” Sarra bertanya lirih. Sebenarnya dia senang Kai memeluknya, tapi dia juga tidak mau menjadi sosok yang egois. Dia menyukai Kai, tapi dia tidak ingin berebut dengan Eun Sae. Dia ingin Kai untuknya, tapi dia tidak ingin melukai Eun Sae. Rasanya lucu ketika selama ini dia dan Eun Sae selalu bertengkar dan kini dia kembali mengalah pada Eun Sae. Rupanya perasaannya sebagai seorang kakak masih tersisa.

“Kalau kau memintaku tinggal bersamamu, aku akan melupakan semuanya.” Kai berkata sama lirihnya. Seolah kalau dia berkata lebih keras, dia akan hancur tak bersisa.

Mendengarnya, air mata Sarra sudah mendesak minta dikeluarkan. Tapi gadis itu mati-matian menahannya. “Aku tidak mau jadi orang yang egois Kai. Mom bilang orang egois itu hidupnya tidak bahagia.” Sarra memulai. Gadis itu balas memeluk Kai dan mengusap-usap punggung Kai yang terasa bergetar. Apa kai menangis? Dia bertanya dalam hati. “Lagipula kau punya janji. Kau sudah menjaga janji itu selama 11 tahun, kau harus menepatinya.” Kata Sarra lagi. Gadis itu kemudian dengan susah payah berusaha melepaskan diri dari pelukan Kai. Dia hanya bisa tersenyum sebelum berbalik, lalu berjalan meninggalkan Kai yang tidak bisa menahan hatinya untuk tidak patah.

Mungkin itu terakhir kalinya mereka terlihat bersama. Karena setelahnya Sarra menjaga jarak dengan Kai, sebisa mungkin menghindar jika bertemu. Rasanya seperti kembali pada saat dia pindah sekolah pertama kali. Bedanya saat ini dia sudah tahu mana tempat-tempat yang harus didatangi dan tidak saat menghindar. Kini keduanya hanya bisa memandang dari jauh, berharap hal itu cukup membuat mereka bertahan dan merasa baik-baik saja.

.

.

“Hai sayang, ada Kai di bawah.” Evelyn memanggil putri kesayangannya yang sedang sibuk menulis sesuatu di meja belajarnya. Sementara keponakannya, Eun Sae, sepertinya sedang mandi karena tidak ada di kamar.

Sarra menghela nafas pelan. “Mom dia datang untuk menemui Eun Sae. Dan tolong katakan padanya untuk menunggu, Eun Sae masih mandi.”

Evelyn memandang putrinya yang sama sekali tidak mengalihkan fokusnya sedikitpun dari pekerjaannya. Putrinya sudah besar rupanya, sudah bisa mengalah demi orang lain. Begitu pikirnya.

“Arrasseo.” Evelyn baru akan keluar dari kamar putrinya ketika dia mengingat sesuatu, “Sayang, hari ini aku akan pergi bertemu dengan editorku. Mau ikut? Kau bisa belajar banyak tentang novel, serta kau bisa berkonsultasi tentang cerita pendek yang akan kau ikut sertakan dalam lomba mengarang besok.”

“Jam berapa Mom?” tanya gadis itu yang kini menoleh karena penasaran. Akhir-akhir ini Sarra memang sangat tertarik pada dunia tulis-menulis. Sebenarnya gadis itu sudah punya bakat, dia hanya malas. Namun setelah semua yang terjadi di sekolah –Evelyn mengumpulkan informasi dari berbagai sumber, read: Inhwa– Evelyn sadar kalau putrinya jadi semakin banyak menulis ketimbang berbicara. Mungkin putri semata wayangnya sudah menemukan kenyamanan dalam mengungkapkan perasaan lewat tulisan. Dia tidak keberatan, begitu pula Jun Hwa suaminya. Selama Sarra enjoy dengan apa yang dilakukan, merekan akan jadi pendukung utama.

“Sekitar satu jam lagi.” Ujar Evelyn.

“Arrasseo. Aku siap-siap dulu Mom.” Kata Sarra sambil membereskan peralatannya. Tepat saat itu Eun Sae keluar dari kamar mandi.

“Eun Sae, Kai menunggumu di bawah.” Ujar Evelyn.

“Ne, Imo. Aku turun sebentar lagi.” Eun Sae menjawab sambil melirik Sarra. Yang dilirik tidak menanggapi sama sekali.

Evelyn sendiri hanya mengangguk dan turun untuk meminta Kai menunggu.

.

.

“Maaf membuatmu menunggu lama, Kai.” Eun Sae baru saja menuruni tangga menuju ruang tamu diikuti Sarra dibelakangnya. Kai terpana. Bukan, bukan karena dandanan Eun Sae yang kelewat cantik. Tapi karena setelah sekian lama akhirnya Kai bisa melihat Sarra dari dekat tanpa membuat gadis itu menghindarinya. Eun Sae memang cantik, tapi bagi Kai Sarra jauh lebih mempesona, bahkan ketika gadis itu hanya mengenakan kemeja kotak-kotak berwarna merah di padukan dengan celana pendek jeans. Rambutnya yang digulung rapi membuat lehernya terlihat jenjang.

Tiba-tiba Kai merasa tidak rela jika leher jenjang itu diperlihatkan pada semua orang. Membayangkan bagaimana reaksi laki-laki lain ketika memandang leher jenjang itu membuatnya marah. Dia terlalu sibuk dengan pikirannya tentang Sarra sampai dia tidak memperhatikan Eun Sae didepannya dan sedang berbicara padanya. Hingga Eun Sae mengibaskan tangannya di hadapannya, barulah dia sadar bahwa dia terlalu sibuk memperhatikan Sarrah Lee.

“Kaii...!” Eun Sae memanggilnya manja. Ketika Kai akhirnya memandangnya, gadis itu menunjukkan wajah cemberutnya. “Kau mengabaikanku!” rengek Eun Sae.

Kai hanya tersenyum bersalah sebelum meminta maaf pada Eun Sae. Sarra sendiri melengos menengar engekan Eun Sae. Biasanya ketika ada Sarra, Eun Sae akan semakin menjadi dalam menarik perhatian Kai. Setiap Sarra berada dalam jarak dekat, Eun Sae akan melakukan apapun asal Sarra bisa melihat atau mendengarnya. Menggandeng tangan, memeluk, merengek manja, dan banyak lagi yang akan gadis licik itu lakukan. Sarra tahu Eun Sae sengaja melakukannya untuk memanas-manasi Sarra atau membuatnya marah. Namun sampai saat ini, sejak Sarra memutuskan untuk melepaskan Kim Kai dan perasaannya pada lelaki itu, Sarra tidak pernah peduli sedikitpun. Atau lebih tepatnya pura-pura tidak peduli. Bukankah hatinya

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
kunikuma #1
Chapter 6: Awesome
Ohhuse #2
Chapter 1: Keren ff nya. Apalagi main castnya kai. Aku selalu dapet feel kalo yg main ini orang. Fighting ya..
Hyostyle #3
Chapter 5: salam kenal eon ^^ aku pendatang baru di web ini, dan bru beberapa hr bca ff disini aku lngsung kepicut(?) ff ini.. aku suka ff ny eon ~~
Putripranata #4
Chapter 4: Really like this story, agak mainstream sih, tapi authornya bisa buat kesan tersendiri sama ceritanya! Fighting! Lanjut terus ya,, aku bakalan rajin baca