satu

A Piece

 

"Biar kusuruh orang mengantarmu pulang."

  Langkah Yixing lagi-lagi tertahan saat laki-laki yang sekarang sudah bangkit dari duduknya di depan sebuah grand piano berwarna putih bersih. Kelas piano private mereka sudah selesai, diawal perjanjian memang sudah disebutkan dari dan sampai berapa Yixing mengajar. Yaitu jam 10 pagi sampai jam 3 sore. Untuk harinya, Sehun yang meminta sendiri agar Yixing datang setiap hari. Tak ada yang menolak,  Yixing seakan tak punya pilihan lagi selain mengangguk setuju lalu senyum Sehun akan muncul.

  Seperti dugaannya, anak ini butuh teman atau siapapun untuk tempatnya berbagi. Karena orangtuanya tak bisa memberikan hal itu.

"Tidak perlu, seseorang menungguku di halte dekat sini."

  Yixing berjalan kembali menghampiri Sehun dibelakangnya, sekaligus mengambil tas ransel hitamnya. Ia mengambil beberapa kertas partitur diatas grand piano, menyerahkannya pada sang murid baru.

"Tugasmu besok, harus sudah bisa memainkan lagu ini."

  Rambut coklat Sehun bergerak lucu karena gerakan mengangguknya. Yixing tersenyum lagi, tangannya seakan bergerak sendiri ke pucuk kepala laki-laki muda didepannya, mengusaknya lembut dan baru menyadari satu hal, "Sial! Kenapa kau lebih tinggi dari gurumu?!"

  Salah satu sudut bibir Sehun menukik naik, menghasilkan seringai yang sangat menyebalkan. Yixing menurunkan tangannya dengan rasa heran yang hadir. Anak ini punya berbagai ekspresi yang tidak biasa. Wajah dinginnya yang bikin merinding, senyumnya yang tampan dan hangat, lalu sekarang seringainya yang tampak menyebalkan.

"Kau yang kurang gizi, sepertinya."

"Hey!"

  Yixing menghasilkan satu tawa lagi di bibir Sehun kali ini karena wajah cemberutnya yang, "Kau imut sekali, saengnim."

  Oh, biarkan Yixing menampar wajahnya sendiri yang terasa panas mendengar perkataan itu terucap ditengah tawa Sehun. Tapi ia tidak mau disebut orang gila oleh murid barunya ini jadi Yixing hanya berdoa semoga wajahnya tidak sampai memerah seperti tomat!

"A.. aku pulang!"

  Secepat mungkin ia berbalik dan akan melangkah lebar-lebar sebelum salah satu tangannya ditarik kuat. Membuat tubuh kurus Yixing dalam sedetik sudah berada didekapan tubuh seseorang. Tangan-tangan yang mulai melingkari pinggangnya terasa hangat sekaligus membekukan bagi seluruh saraf ditubuh Yixing. Aroma maskulin dari parfurm mahal yang bercampur dengan bau tubuh alami Sehun membuatnya tenggelam dalam rasa nyaman. Hingga keinginan untuk mendorong mundur murid baru yang sudah seenaknya memeluknya, hilang.

"Terimakasih. Kau membuatku melupakan takdir buruk apa yang sedang kujalani saat ini."

  Yixing sendiri juga kaget, beberapa jam yang ia lalui untuk mengajar tadi membuatnya lupa bahwa laki-laki didepanya ini sakit. Karena yang ia lihat, Sehun hanya seperti anak seusianya yang punya keingintahuan besar, mempelajari hal-hal yang ia suka. Sama sekali bukan seperti orang yang sedang menghadapi kematian didepan mata. Dan tanpa sadar, tangan Yixing kembali bergerak, kali ini untuk balas mendekap hangat Sehun.

.

.

  Sore ini angin berhembus cukup kencang meski langit diatasnya tampak terang bersemangat. Yixing sedang berjalan santai di trotoar tepi jalan, saat pandangannya menangkap sosok tinggi laki-laki dengan warna rambut kecoklatan yang ia kenal. Berjubel bersama beberapa orang lain di halte tempatnya menunggu. Terlihat merasa kurang nyaman oleh tatapan para gadis SMA disana yang mengarah padanya, disertai bisikan kecil penuh kekaguman pada wajah tampannya. Dengan langkah cepat, Yixing bergerak maju menghampiri si laki-laki tinggi.

"Menunggu seseorang?"

  Sengaja Yixing melingkarkan lengan di lengannya. Menghasilkan jeritan iri dan kesal dari para gadis yang sejak tadi menaruh perhatian pada sosoknya. Yixing hanya ingin menunjukkan kalau pria tampan ini miliknya.

  Laki-laki itu menoleh, senyumnya mengembang sempurna serta tautan tangan mereka ia pererat. "Kupikir akan ada yang lupa jika sedang ditunggu. Lalu pulang dengan diantar salah satu mobil mewah sang Menteri."

  Sindirannya membuat Yixing tertawa kecil, wajah tampan orang ini terlihat lucu jika sedang cemberut.

"Ya, Sehun memang menawarkan hal itu sih tadi."

  Sekarang alis tebalnya menukik naik. Memasang raut curiga mengantisipasi, "Siapa Sehun?"

"Murid baruku."

  Dan entah kenapa senyum Yixing semakin lebar saat bayangan Sehun dan beberapa hal yang mereka lalui di hari pertamanya mengajar. Sadar tentang sepintar apa muridnya dalam menerima pelajaran atau tentang obrolan mereka yang tampak ringan dan menyenangkan. Saling merasa nyaman satu sama lain.

"Dan.. Kenapa tersenyum seperti itu?"

  Suara beratnya mengembalikan Yixing dari semua bayangan Sehun. Yixing mulai mempertanyakan dirinya yang tiba-tiba memikirkan Sehun saat Yifan ada didepannya. Uh, ini mulai tidak benar.

"Apa? Aku tersenyum memang tidak boleh?"

  Tatapan curiga itu masih mengarah padanya, membuat Yixing kembali kesulitan menelan saliva. Ia tidak mengerti kenapa reaksinya seperti orang yang ketahuan.. "Jangan coba-coba selingkuh dengan murid barumu yang kaya itu."

"Tak akan pernah terjadi, Yifan. Jangan khawatir."

  Entahlah, Yixing merasa kata-katanya barusan seperti seharusnya ditujukan pada dirinya sendiri. Sebagai sebuah peringatan, mungkin.

  Bus yang berhenti didepan mereka jadi satu-satunya penyelamat situasi diantara mereka yang berangsur canggung, terlebih bagi Yixing. Beberapa orang mulai bergerak maju ataupun bangkit dari duduknya untuk menaiki bus. Tapi dua orang disana dengan tangan yang saling bertaut masih tetap diam pada posisinya. Yixing memberanikan diri mengangkat pandangnya ke arah Yifan dan menemukan pria itu sedang mengembuskan nafasnya keras-keras. Berusaha membuang sesuatu dari pikirannya.

"Kita tidak akan naik bus-nya?"

  Pertanyaan Yixing berhasil mengalihkan perhatian Yifan, saat mata mereka bertemu, senyum Yifan muncul "Joonmyeon menawariku lembur di cafe dengan upah dua kali lipat malam ini."

  Terkejut, Yixing melepaskan lingkaran tangannya di lengan Yifan. Rasa kesal jelas mendominasinya saat ini.

"Apa? Lalu kenapa kau menjemputku disini?"

  Yifan mengambil udara banyak sebelum kembali bicara dengan nada yang ia buat setenang mungkin agar kekasihnya ini tak semakin meledak.

"Maaf, Yixing. Aku hanya ingin bertemu denganmu sebentar sebelum kembali bekerja. Kau tau aku.."

"Ya ya, silahkan 'berkencan' lebih lama dengan si  manager cerewet Kim Joonmyeon. Kau akan pulang jam berapa jadi?"

 Menyadari Yixing yang tetap memberikan perhatian meski sedang kesal, perasaan Yifan menghangat, energinya yang sudah terkuras seharian ini seakan kembali terisi hanya karena melihat sosok orang yang paling berarti dihidupnya.

"Sebelas mungkin. Jangan menungguku pulang, kau tidur saja duluan oke?"

  Dengan wajah kesal yang masih ketara, Yixing mengangguk. Tangan besar Yifan bergerak mengusak lembut surai kehitaman Yixing, "Nah, cepat naik bus-nya sebelum tertinggal. Kuhubungi jika ada waktu luang."

  Yixing segera mengambil langkah untuk mulai memasuki bus berwarna hijau itu, karena sedetik lagi saja lebih lama disana ia tidak yakin bisa menahan diri untuk tidak merengek agar Yifan ikut pulang bersamanya. Demi apapun, Yixing tak ingat kapan terakhir kali memiliki waktu yang hanya ada dirinya dan Yifan. Kekasihnya itu terlalu sibuk mencari uang untuk keperluan mereka hidup disini, fakta yang membuat Yixing tak bisa protes lebih jauh.

  Bus mulai bergerak saat Yixing sudah duduk dibangkunya dekat jendela, melambai kecil pada pria yang masih bisa ia lihat berdiri di halte sana. Bibirnya bergerak mengucap tanpa suara kalimat sakral mereka,

"Aku mencintaimu."

.

.

  Yixing sampai didepan gerbang besar rumah Menteri Oh pukul sembilan pagi tepat. Memang lebih awal dari waktu mengajarnya, tapi itu bukan masalah untuknya berangkat lebih pagi karena dengan begitu akan lebih banyak waktu yang ia habiskan bersama Yifan meski hanya dalam satu jam perjalanan di bus.

  Dengan santai ia menekan bel rumah itu, berbeda sekali saat kemarin pertama kalinya ia melakukan ini dengan perasaan sangat gugup. Senyum yang ia pamerkan cukup menunjukan seberapa antusiasnya ia mengajar murid private-nya hari ini. Si Oh Sehun yang sedang sekarat..

"Selamat pagi"

  Suara berat serta gerbang yang langsung terbuka mengagetkan Yixing. Tapi senyumnya segera kembali saat orang yang sama dengan orang yang membukakan pintu untuknya kini ada dihadapannya, tersenyum lebar dan ramah.

"Ya, apa aku sudah bisa masuk? Sementara jadwal mengajarku pukul sepuluh nanti."

  Memang sebenarnya Yixing tak berharap banyak akan diijinkan masuk sebelum kelasnya dengan Sehun dimulai, mengingat siapa pemilik rumah besar ini.

"Tentu. Kau bisa masuk. Sepertinya ada yang harus kau bantu didalam."

.

  Chanyeol tidak bercanda saat bilang bahwa mereka butuh bantuan sang guru piano. Saat Yixing memasuki ruang tengah rumah itu, ia dikejutkan oleh kondisi ruangan yang jauh dari kata rapi. Bantal sofa berserakan dilantai, vas bunga mahal yang kemarin Yixing lihat masih berdiri anggun diatas meja kini pecah menjadi kepingan, dan yang paling terlihat menyedihkan bagi Yixing adalah foto keluarga penghuni rumah ini yang tergeletak dilantai dengan bingkai kacanya yang pecah seperti habis dibanting dengan keras ya atau memang benar seseorang sudah membantingnya. Membuat Yixing merasa sesak karena selama ini ia sangatlah menginginkan hal seperti itu, sebuah potret satu keluarga yang tampak saling bahagia terpajang dirumahnya.

"Apa yang terjadi disini, Chanyeol?"

  Yixing membalikan badannya dan melihat pelayan pribadi keluarga Oh itu tengah menunduk untuk memunguti bantal-bantal sofa yang berserakan didekatnya, menatanya kembali di sofa dengan nafas yang ia hembuskan berat.

"Tuan muda Sehun mengamuk pagi ini. Well, hampir setiap pagi sepertinya."

  Mendengar nama Sehun disebut, rasa takut dan khawatir merambati dirinya dengan cepat. Beragam spekulasi buruk mulai berdatangan, "Kenapa? Dan dimana ia sekarang?"

  Chanyeol nampak terkejut dengan pertanyaan yang dilontarkan bernada tinggi itu, terlihat jelas seberapa panik dan khawatirnya laki-laki bersurai hitam itu. "Cepat jawab, Chanyeol!"

  Bukan bermaksud membentak kurang ajar begitu, Yixing hanya tidak kuat dengan perasaan buruknya tentang Sehun saat ini.

"Aku hanya akan memberi tahu poin pentingnya, Oh Sehun adalah tuan muda pengidap kanker otak yang kekurangan perhatian dan kasih sayang. Selebihnya kau bisa bertanya langsung. Dia ada di kamarnya, lantai dua pintu pertama dekat tangga. Ini kunci cadangannya."

  Kalimat Chanyeol memberikan Yixing dua jawaban sekaligus. Tentang keadaan Sehun, juga tentang tidak adanya orangtua Sehun pagi ini. Yixing sudah menduganya, ya, kebanyakan tipe orangtua dikeluarga kaya. Lebih senang bekerja daripada mengurusi anak dirumah.

"Maaf, aku tidak bermaksud membentakmu."

"Aku tau. Cepat temui dia. Kau orang yang paling dibutuhkannya saat seperti ini."

  Setelah mengambil kunci berwarna perak ditangan Chanyeol, Yixing melangkah cepat kearah tangga. Berusaha mengabaikan ucapan terakhir Chanyeol yang membuat hatinya berdesir. Yixing hanya merasa ini tidak benar, saat ia menyetujui dalam hati bahwa Sehun sedang sangat membutuhkannya sekarang.

.

.

"Sehun?"

  Kesan pertama saat memasuki ruangan ini adalah gelap, tentu karena sang pemilik kamar tak menyalakan lampu serta menutup semua jendela beserta gordennya agar cahaya matahari pagi diluar yang hangat tak dapat menembus masuk. Yixing melangkahkan kakinya lebih jauh memasuki kamar yang aura-nya terasa sangat suram, seperti menggambarkan keadaan penghuninya.

"Pergilah."

  Suara pelan namun tajam dari Sehun menahan langkahnya hanya untuk melihat sekeliling dan mengira-ngira tepatnya posisi anak itu saat ini. Dan terimakasih pada warna coklat terang dirambut Sehun, Yixing jadi bisa melihatnya yang tengah duduk memeluk lutut dilantai depan ranjang.

"Kau pikir siapa dirimu? Berani mengusir seorang guru?"

  Jangan panggil ia Zhang Yixing jika tidak keras kepala. Bukannya menuruti Sehun untuk pergi, ia justru mengambil langkah untuk berjalan cepat memasuki kamar. Mengabaikan posisi sang murid yang terlihat menyedihkan dengan melewatinya menuju jendela besar yang langsung menghadap balkon. Dan tanpa ragu menyibak gorden berwarna cream pucat disana. Membiarkan terangnya sinar matahari menyusupi tiap-tiap sudut kamar, yang baru disadari Yixing keadaannya jauh lebih berantakan dibanding ruang tengah tadi.

  Ia bergumam kecil, "Sebenarnya apa yang sudah kau lakukan?" lalu pandangannya jatuh pada sosok pemilik kamar yang masih tak merubah posisinya sedikitpun. Menenggelamkan wajahnya pada lutut yang dipeluk erat. Yixing menghirup udara banyak-banyak dan menghembuskan perlahan, ia harus tetap tenang meski sesuatu terasa menimpa dadanya dan membuat sesak.

"Kelas kita akan dimulai sebentar lagi, jadi cepat bersiap-siap. Aku bahkan berani bertaruh bahwa kau itu belum mandi."

"Aku sudah menyuruhmu untuk pergi."

"Sekarang ini aku gurumu jadi.."

"Kubilang pergi!"

  Syarat tentang kesabaran yang harus ia penuhi untuk mengajar Sehun sepertinya berlaku untuk saat-saat seperti ini. Guru dan murid yang sama-sama keras kepala, entah akan bagaimana suasana kelas mereka nanti.

"Hey, Oh Sehun!"

  Bentakan itu nyatanya berhasil membuat sang pemilik nama mengangkat wajahnya, menatap sengit kearah seseorang yang baru saja berteriak didalam kamarnya. Udara ditenggorokannya tercekat saat melihat wajah Sehun pertama kalinya hari ini. Sama kacaunya dengan keadaan kamar. Bibirnya pucat seolah tak ada aliran darah disana, pipi tirusnya basah oleh airmata, lalu sesuatu yang memancar dari mata coklat disana terasa sangat menyedihkan. Membuat Yixing tanpa sadar menjatuhkan satu tetes airmatanya juga. Oh Tuhan, apa yang sedang terjadi pada dirinya? Kenapa Yixing seolah merasakan kesakitan yang pemuda itu rasakan?

"Aku bisa saja menyakitimu jika kau berada lebih lama disini."

  Mendengar kalimat ancaman itu, Yixing justru bergerak maju mendekati pemuda yang kini berdiri menjulang dihadapannya. Matanya yang menatap langsung kearah Sehun seolah menantang, "Aku penasaran, seberapa berani kau bisa menyakiti orang lain, Sehun."

  Sehun tak bicara lagi setelah itu tapi telapak tangannya yang dikepalkan kuat-kuat jadi tanda seberapa keras ia sedang menahan emosinya.

"Kau tidak tahu apa-apa." suaranya mendesis sangat tipis untuk bisa didengar oleh orang lain, tapi Yixing mendengarnya. Yixing Menapaki satu langkah untuk semakin mendekatkan jarak mereka, dengan kepala terangkat untuk tetap berada satu garis pandangan dengan Sehun.

"Ya, memang. Kita baru saling mengenal kemarin. Tapi aku sama sekali tidak keberatan untuk mengetahui seperti apa dirimu sebenarnya."

  Dari jarak sedekat ini, Yixing jadi sadar seberapa pucat wajah laki-laki didepannya. Kulitnya yang putih bersih seakan tak sampai teraliri darah, sinar matahari dari jendela yang menyoroti mereka juga sama sekali tak membantu. Yixing berpikir mungkin seperti ini lah arti kata sekarat yang pernah disebut Sehun. Bukan hanya tentang kanker diotaknya, tapi juga hatinya yang terlalu dingin dan tak tersentuh.

"Kau tak akan punya banyak waktu untuk mengenalku lebih jauh, begitupun aku. Seberapa inginnya aku untuk bisa terus mengenalmu, sisa waktuku tidak akan cukup."

  Yixing merasakan dunianya tiba-tiba runtuh, ia sama sekali tidak mengerti dengan perasaan sakit yang ia rasakan saat mendengar ucapan Sehun. Juga saat sebuah keinginan yang besar tiba-tiba menghampirinya. Sebuah keinginan untuk tetap mengenal Sehun lebih lama.

"Aku tidak menolak jika kau ingin memulainya dari sekarang, Sehun. Kita bisa jadi teman baik."

"Aku sudah lama meninggalkan kata 'teman' saat penyakit ini muncul.."  jeda sesaat sebelum Sehun kembali bertanya sesuatu yang seolah menarik  raga Yixing dari tubuhnya, "Bagaimana jika aku menginginkanmu lebih dari teman?"

  Yifan. Secara ajaib satu nama itu segera memenuhi pikiran Yixing. Memaksanya sadar akan dimana statusnya sekarang berada. Tujuh tahun perasaannya hanya dimiliki oleh laki-laki itu, namun Oh Sehun yang sekarat merusaknya hanya dalam pertemuan sehari mereka. Dan untuk ke depannya, Yixing tak yakin akan bisa bertahan dengan yang dulu. 

 Juga belum sepenuhnya percaya bahwa ia akan memulainya dengan yang baru.

.

.

  Restoran cepat saji akan sangat ramai pada jam-jam makan siang. Karena itu, Yifan baru bisa menikmati makan siangnya sendiri di jam dua saat pengunjung restoran sudah mulai sedikit sepi. Ia membuka kotak bekalnya dengan semangat, meski menunya selalu sederhana-sekedar telur gulung dan nasi putih- tapi jika Yixing yang membuatnya akan terasa seperti steak dari hotel bintang lima. Berlebihan memang, tapi itu yang disebut Yifan kekuatan cinta.

"Hanya makan siang, tapi senyummu selebar itu,  Fan?!"

  Yifan berdecak saat sebuah suara menahan gerakannya memasuki sesendok nasi kemulut, matanya bergerak memberi lirikan mematikan pada sang pemilik suara.

"Kenapa kehadiranmu selalu mengganggu ya, Luhan?"

  Pemuda yang dipanggil Luhan terkikik, lalu menarik kursi di depan Yifan untuk diduduki. Ia juga salah satu pelayan restoran ini sama seperti Yifan, serta fakta bahwa mereka sama-sama warga China yang sedang merantau membuat keduanya dekat begitu saja. Luhan juga mengenal Yixing dengan baik.

  Luhan membuka makanan yang baru saja ia minta dari si koki Kyungsoo didapur. Suasana di halaman belakang restoran memang selalu sepi karena sebagian tetap harus berjaga didepan.

"Ada apa? Tidak biasanya seperti ini?"

"Seperti apa?"

  Sambil memasukkan nasi dagingnya ke mulut Luhan bicara, "Ya, kau tau. Kau terlihat sangat bersemangat hari ini."

  Senyum Yifan mengembang karena ingat hal hebat apa yang akan segera ia lakukan. Setelah melahap lagi satu sendok nasinya, tangannya mulai sibuk merogoh saku celana, mengambil benda disana untuk ditunjukan pada Luhan dengan raut muka yang sangat antusias.

"Bagaimana menurutmu?"

  Luhan nyaris tersedak saat melihat benda berbentuk lingkaran dengan warna peraknya yang mengkilap serta satu titik permata ditengah yang menambah keindahan benda itu.

"Indah sekali.. kau tidak berniat memberikannya padaku kan? Karena Jongin pasti akan membunuhmu."

  Yifan mendengus mendengar candaan Luhan yang amat tidak lucu. Siapa juga yang mau berurusan dengan si hitam superprotektif milik Luhan itu.

"Jangan gila! Tentu saja ini untuk Yixing!"

  Tawa Luhan kembali muncul jadi pemuda berambut abu-abu itu harus menelan makanannya dengan pelan agar tidak benar-benar tersedak, "Aku bercanda, Yifan. Tapi serius cincin itu indah sekali, Yixing pasti akan memekik kesenangan."

  Dalam hati Yifan ingin protes tentang penggambaran reaksi kekasihnya yang dikatakan Luhan. Demi Tuhan, Yixing orang yang sangat tenang tidak suka heboh seperti Luhan.

"Benarkah? Cincin ini tidak terlalu mahal, tapi seperti ini saja aku harus mendapatkannya dengan kerja lembur selama tiga bulan. Aku takut dia akan kecewa."

  Yifan dan matanya tak lepas menatap benda berkilauan yang diapit ibu jari dan telunjuknya. Bagaimana ia bisa membahagiakan Yixing jika membeli benda-benda seperti ini saja membutuhkan waktu yang sangat lama dan usaha keras.

"Hey bodoh, aku mengenal Zhang Yixing dengan sangat baik. Dan Yixing yang selama ini kutahu bukan tipe matrealistis seperti perkataanmu itu!"

  Suasana menghangat berkat perkataan kurang ajar Luhan. Tapi Luhan tentu saja benar, Yixing yang ia kenal juga bukan seseorang yang selalu mengukur sesuatu dengan uang. Jika Yixing seperti itu, mungkin sudah lama Yifan ditinggalkannya.

  Melihat laki-laki didepannya mulai menyantap makan siangnya lagi, Yifan menyimpan benda mungil itu kedalam sakunya lagi dengan hati-hati. Ia akan membeli kotak untuk cincinnya sepulang kerja nanti. Setelah itu kembali melanjutkan makan siangnya yang sempat tertunda.

"Tapi omong-omong, kenapa tiba-tiba kau ingin memberikannya cincin? Apa kalian akan menikah?"

"Aku masih harus bekerja lebih keras lagi untuk bisa menikahinya, Lu."

"Lalu kenapa?"

"Aku hanya ingin memberikan sebuah tanda bahwa Zhang Yixing itu milikku."

"Ck, posesif."

 

 

 

 


 

kenapa Oh Sehun? Karena setelah diperhatikan dengan teliti semua Kray moment yang paling terkenal, disitu akan ada Sehun! Yah sejenis sama Luhan juga ni bocah satu -_-   Ini bakal end di chapter depan mungkin, gaakan panjang.. Soalnya ff ku yang lain sudah menanti untuk dilanjut *sigh*

Kali ini endingnya terserah kalian ah, maunya tetep Kray? Atau Hunxing?? Aku pribadi sih maunya Hunxing *dicekek yipan* etapi kan Sehunnya...

Dan maaf banget komenan kalian belum sempet dibalesin  T.T serius nih, kalian mesti tau apapun yang kalian tulis dikotak comment itu selalu jadi sumber semangat buat akuuuu :')

Thank you and Love y'all~

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
famiexol #1
Chapter 7: Ahh kenapa bias.ku meninggal....
Bdw ini ff bagus banget..
Makasih udah sukses buat aku nangis.. :D
zhendy-mf #2
Chapter 7: ouwh ya ampuuun komplit rasanyaaaah, sedih, seneng trakhirnya guling2 deh. ceriate bgs, mantap. makasih....
nagarusa
#3
Chapter 7: Huweeeee sedih, sehun~ah.
Kirain sehun bakal sembuh. Tapi mungkin emg jodoh si yixing tuh yifan so ...
Sumpah ngarep bgt nh cerita bisa nambah chapter.
chamii704 #4
Chapter 7: sehun g bs brthn toh huhuhu sedih ah.. dan yixing kmbali pada jodoh&takdir dy yg sbnr'a..
Clovexo
#5
Chapter 7: aku pikir endingnya bener2 bakal sesedih itu, tpi syukurlah enggak... walopun ada rasa sedih jyga sehunnya meninggal..
Exo_L123 #6
Chapter 7: Ikutan nyesek waktu yixing nolak lamaran yifan, biar gimanapun mereka pacaran udh lama kan. Rasanya pengen nyalahin Sehun, tapi gimana, dia juga hanya seorang anak yang kesepian dan menemukan semangat setelah ketemu Yixing..

Tapi seneng, Xing kembali bareng Yifan akhirnya.. Dan Sehun yang menjadi bintang paling terang yang menerangi mereka :)
Tikakyu #7
Chapter 7: Wah!!! Daebak, kirain Lay akan bersama Sehun, Tapi bukan ya?

Ceritanya gokil, sayang cuma 6 chapter.
kimzy1212 #8
Chapter 7: Ye fanxing bersatu,ngak masalah ngak ada scane hari H pernikahannya,lu dobellin aja di wedding ne semangat la
moon29 #9
Chapter 7: *mewek* *nyusrut ingus*

Baca ini (pas bagian epilognya sih) pake lagu Mayday-nya BoA. Entah kenapa feelnya dapet banget...

Pertama, ijin nyalahin Yixing di sini. Labil sih! Pilih satu woooy, Yifan atau Sehun. Salah situ sendiri buntut-buntutnya sakit hati kan :p

Tapi... Yixing mah perasaannya halus euy, ga kayak saya yang kasar. Meskipun kalo yang saya tangkap dia nggak bener-bener 'suka' sama Sehun, cuma sekedar kasian, atau mungkin simpatik. Dan akhirnya dia berusaha untuk jadi sumber kekuatan Sehun untuk bertahan. Meskipun mungkin di sela-sela semua yang mereka lakuin, bisa aja sih ada rasa lain yang 'nyelip' di sana...

Sehun sendiri juga ngeselin.. Tapi memang bawaan lingkungan sih, dimana dia berasa diperlakukan sebagai sebuah 'objek' ..sampai akhirnya dia menemukan seseorang yang bersedia jadi tempat dia bersandar. Paling 'menusuk' memang pas bagian dia bilang: "Aku Oh Sehun, pria yang selalu mencintaimu". Ihik dek Sehun be a man banget :')

Yifan, meskipun bagiannya paling dikit, memang tokoh paling ngenes di sini... Tapi akhirnya toh dia mendapat akhir yang bahagia juga :')

Overall, nice story, alurnya enak.. Meskipun promptnya umum dan agak klise, tapi pendeskripsiannya enak. Penempatan karakternya juga pas. Keep going dear
Tikakyu #10
Chapter 6: Ya! Ige mwoya???

Tidak ada yang jadi pasangan disini? Aish....
Kasihan Yixing ditinggal Yifan dan Sehun.