Chapter 1

Crown of Legilimency

Oke... Aku masih bisa tahan dengan hanya dikejar- kejar rentenir selama kurang lebih satu bulan. Aku juga masih bisa menjawab beberapa pertanyaan temanku tentang  kepindahanku, dan aku masih bisa berpura- pura sebagai putri seniman paling kaya raya di Korea. Tapi, kenyataan bahwa ayahku dipenjara karena tidak mampu membayar hutang itu, aku tidak bisa meyembunyikannya.

Semua orang sudah tau hal yang menurutku—enggak—banget itu. Hal yang membuat mereka memandangku rendah dan membuat mereka menatapku—iba.

            Ya... Gimana... Aku mau nggak mau harus menerimanya. Semuanya diambil dan sekarang aku hanya gadis jalang yang tinggal di apartemen murahan yang kayaknya bisa runtuh sewaktu- waktu. Apartemen yang kudapatkan dari seorang paman yang mengasihaniku.

            Ah ya... Sebelumnya mungkin harus kukatakan dengan gamblang kalau ayahku tersandung kasus illegal, ibuku meninggal karena bunuh diri, rumah kami disita, dan yang lebih menyenangkannya lagi, aku adalah anak tunggal yang menjadi satu- satunya pewaris hutang ayahku yang masih tidak terhitung jumlahnya.

            Aku heran— apa saja yang dibelinya selama 45tahun ini? Yang pasti—setauku— di rumah yang kutinggali dulu, banyak sekali manekin dan lukisan- lukisan karya pelukis terkenal. Aku sampe nggak hafal jumlahnya.

            Dan yang aku sesali, aku baru masuk SMA dan aku diusir dari rumahku sendiri, sehingga aku harus bekerja paruh waktu untuk membiayai hidupku. Aku nggak sadar betapa menyedihkannya ini, yang pasti, sekarang aku sama sekali nggak tau bagaimana caranya untuk membayar hutang- hutang itu.

            Nggak ada sodara yang mau nampung aku— mereka semua takut dimintai pertanggung jawaban terhadap hutang ayahku.

            Aku nggak maksa buat ditampung sih. Yang pasti aku masih punya harga diri. Seengaknya ada satu pilihan yang harus aku jalani sekarang—pilihan untuk mencicil hutang- hutang itu sedikit demi sedikit, mungkin lebih keren daripada aku harus bunuh diri sebagai pilihan kedua.

            “Alice!”

            Seorang pria memanggilku. Ah, dia Kai. Dia satu- satunya manusia yang masih mau ngobrol denganku di sekolah setelah berita bahwa ayahku dipenjara menyebar.

Kai beda denganku, dia pria yang tangguh dan aku gadis yang rapuh. Dia juga dari keluarga kaya raya yang katanya sih—keluarganya emang udah kaya dari beberapa keturunan sebelumnya. Jadi dia nggak pernah hidup susah. Beda denganku.

            Yah— Itu membuatku sadar betapa terhina dan mengerikannya strata sosial.

Mereka memperlakukanku seperti orang yang benar- benar miskin dan kotor.

            Aku nggak menyalahkan mereka sih, mungkin itu memang benar.

            Aku menyedihkan!

            “Aigooo! Kenapa dengan wajah si pirang ini?” Kai mencibirku. Tangannya ia letakkan di bahuku, dan dia sedikit menarik rambutku kebawah.

            “Ya!” Aku melepaskan tangannya dari bahuku.

            Dia tertawa,

“Jangan merubah sifatmu hanya karena satu hal besar merubah hidupmu, ms. Callaghan.”

Aku sudah tahan dengan cibiran Kai. Aku sudah terbiasa.

Dia emang tipe orang yang suka nyekakmat orang dan tipe orang yang sangat suka mengumpat. Aku sampai hampir pingsan kalau udah denger dia mengumpat dan protes tentang ini itu. Dia selalu protes saat di banding- bandingkan dengan Noonanya.

“mr. Kim... Aku baik- baik saja. Nggak usah khawatir!”

“Ya!” Kai membelalakkan matanya. Menatapku tidak percaya. “Kau hanya tidur dua jam sehari. Bagaimana bisa baik- baik saja? Gadis jalang...”

Lihat kan? Dia mengumpat lagi. Kurasa dia memang harus berdoa agar mendapatkan istri yang kepribadiannya lembut dan kalem agar mulut—berbisanya itu sedikit terkontrol.

“Lihatlah! Itu ms. Callaghan kita yang sombong. – Kai... Bagaimana bisa kau jalan di dekatnya dengan wajah seperti itu?” Beberapa wajah mencibir mulai terlihat, cibiran yang lebih jleb dari punya Kai ke aku. Mereka adalah kumpulan para gadis—Fansnya Kai.

Mungkin—Aku bisa sedikit berbangga diri karena menjadi satu- satunya gadis yang dekat dengan Kai diantara banyaknya gadis cantik dan baik yang kata mereka akan selalu mengelilingi Kai dan setia untuk membantu Kai kapanpun.

Persetan... Itu omong kosong belaka! Mereka bahkan mengabaikan Kai saat pria itu terpuruk karena adiknya meninggal. Mereka mengabaikan Kai, seperti keluarga besarku mengabaikanku.

+++

“Tuh kan! Brengsek!” Kai mengumpat lagi saat melihat tulisan game over di komputernya. Aku hanya menggeleng dari komputer server yang berada di depan komputernya. Ya, bisa ditebakkan aku sedang apa? Tentu saja kerja... Dan Kai yang baik dan suka mengumpat itu sedang menemaniku.

Kai sedang menjalankan hobinya yang secara tidak langsung bisa menambah pundi- pundi dollar masuk ke dalam rekeningnya. Dia bermain game, tapi mendapat dan menjual senjata yang bisa membuatnya kaya atau bangkrut dalam sekejap. Aku nggak ngerti permainan semacam itu. Otakku hanya bisa menjalankan seperangkat komputer dengan normal, tanpa sisi keahlian. Mungkin bisa di bilang kalau aku ini gaptek kalau melihat internet. Soalnya sampai sekarang, aku belum bisa membuat blog. Nggak penting sih— Tapi itu adalah sisi yang kusembunyikan demi memperbaiki harga diriku yang sepertinya memang sudah dissolved berkat kelakuan jahanam ayahku sendiri.

Ting! Pintu terbuka dan terdengar bunyi nyaring yang memang secara otomatis di pasang untuk memberi tanda bahwa ada pengunjung yang keluar dan masuk saat itu. Aku nggak begitu peduli, tapi beberapa pria menghampiriku dan membuat otakku kembali rusuh dan kisut.

“ms. Alice Callaghan?” Tanya salah satu dari mereka. Dan begoknya, aku mengangguk. Ya sih... Soalnya aku nggak begitu yakin mereka ini anak buah rentenir yang biasanya. Wajah mereka terlihat lebih tenang dan lebih berkelas dengan pakaian serba hitam yang mereka kenakan. Aku nggak tau siapa mereka, tapi mereka nggak terlihat murahan dan mainstream. Setidaknya mereka nggak langsung maju ke arah topik dan menagih hutang ayahku.

Tapi siapapun mereka, aku yakin pasti mereka juga berhubungan dengan hutang ayahku. Dan itu nggak bisa di sangkal.

“ms. Callaghan...” Mereka mendudukanku di sebuah mobil. Aku nggak sadar telah mengikuti wajah tenang mereka dan meninggalkan Kai yang juga nggak sadar mengenai kepergianku.

Aku mendengarkan instruksi seorang yang wajahnya kebapakan dan terlihat berwibawa itu dan mulai membaca sebuah surat kontrak. – Yang katanya itu di setujui oleh ayahku dan atasan orang- orang ini.

“Apa ini?” Tanyaku merasa aneh. Om- om itu menatapku, dan mulai menjelaskan sesuatu.

“Ayahmu menjual sertifikat rumahnya untuk melunasi hutang. Tapi itu tidak cukup. Jadi dia juga menggunakanmu sebagai jaminan. Tapi sampai sekarang... Ayahmu tidak bisa melunasi hutangnya dan dia dipenjara. Karena itu kami harus membawamu.”

Aku terperanjat. Omong kosong apa ini? Apa beberapa om- om ini baru saja mengatakan kalau aku digunakan sebagai jaminan yang tidak bisa kembali karena ayahku tidak bisa melunasi hutangnya? Apa ini? Itu kan artinya... Aku di jual.

“Persetan.” Umpatku saat menyadari mobil yang kutumpangi ini mulai berjalan ke arah yang tidak mungkin aku tau.

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
asahi-asa #1
Chapter 9: Cool! It's so cool! Cool!

Kyak'y yg jdi dementor kris dehh #ngarang abis!
Gmana nasib alice?
D tnggu next part'y!
nabilLaLu #2
Chapter 7: Misteri banget! Lanjut, thor *-*