Affair | 4

Affair

Himchan sangat mengenal Jongup. Jongup memang terlihat tegar dan kuat di luar, namun begitu rapuh didalam. Seperti yang terlihat malam ini. Ketika Himchan menemukan Jongup berdiri dengan baju basah kuyup kedinginan di depan pintu flat nya.

Rambut serta baju anak itu basah kuyup terkena butiran air hujan yang mengguyur kota Seoul. Tubuhnya gemetar dari atas hingga bawah, giginya bergemeletuk menahan hawa dingin yang menusuk tulang. Himchan hampir tidak mempercayai penglihatannya sendiri.

Jongup bergumam, “H..h-hyung… ijinkan aku masuk.”

Himchan terperanjat, ia baru menyadari dirinya belum mempersilahkan anak menyedihkan itu masuk. Himchan minggir, memberikan jalan agar Jongup dapat masuk ke apartemennya. Karena sudah terbiasa, Jongup langsung menuju ruang tengah menghangatkan diri. Ia duduk memeluk lututnya, tangannya mengusap-usap lengannya agar terasa lebih hangat.

Himchan melihat pemandangan itu dengan menyedihkan, ia duduk disamping Jongup. Ia nyaris tahu apa yang mungkin terjadi pada Jongup sebelumnya, sehingga ia memutuskan untuk tidak bertanya macam-macam pada anak itu. Himchan memeluk Jongup yang masih gemetar kedinginan itu, “Kau tunggu disini. Akan kusiapkan air hangat.” Ia lalu kemudian berjalan menuju kamar mandi untuk menyiapkan Jongup air hangat.

Ketika air hangat sudah siap, ia menyuruh Jongup untuk masuk sementara Himchan menunggu di ruang tengah membaca novel series favoritnya. Walaupun begitu, ia tidak begitu fokus untuk membaca apa yang ada didepannya. Seluruh organ tubuhnya sedang awas memikirkan Jongup. Ia menyerah, menaruh bukunya sembarangan di sofa lalu perlahan melangkahkan kakinya ke daun pintu kamar mandi. Samar-samar ia mendengar suara.

‘Apakah itu....’ ia menggumam pada dirinya sendiri ketika ia mendengar semacam suara tangisan dari kamar mandi.

Jongup menangis.

Himchan hanya dapat menatap langit-langit. Matanya menerawang kosong, hatinya terasa tersayat-sayat mendengar suara tangisan seorang yang sangat ia sayangi sedangkan ia sendiri tidak dapat melakukan apapun untuk menghentikannya. Ia merasa gagal. Ia gagal melindungi Jongup. Ia gagal memenuhi janjinya pada Jongup.

 

“Hyung….”

“Hm?” Himchan hanya menjawab dengan gumaman sementara tangannya sedang sibuk menyisir rambut Jongup yang sedang asik menyandarkan kepalanya dipangkuannya.

“Kau tahu Superman, kan?” Jongup terbangun, tangannya menahan berat tubuhnya.

“Ya, tentu saja!”

“Aku sudah menyukai tokoh superman sejak aku kecil. Berharap suatu hari nanti, Tuhan akan mengirim sosok superman kedalam hidupku.”

Himchan mendengarkan Jongup dengan serius, tapi ia tidak tahu arah pembicaraan ini. Terkadang memang Jongup tidak bisa ditebak. “Aku ingin kau menjadi Superman-ku. Will you?”

Himchan tercengang. Apa dia bilang? Superman? Ia tidak bisa menahan tawanya. Terkadang pula, Jongup terlalu kekanakan.

“Ya! Hyung!” Jongup memukul Himchan pelan, risih dengan tawanya yang seakan meledek dirinya.

Himchan menghentikan tawanya, tiba-tiba menjadi serius. Ia memasang kacamatanya, mengambil beberapa helai poninya kedepan, menggulungnya dengan jari telunjuk sehingga poninya itu menjadi satu dan berbentuk spiral seperti yang dimiliki oleh Clark Kent. Himchan sedang menirunya. Meniru tokoh Clark Kent.

Jongup tertawa renyah. “Himchan hyuuung! Kau sama sekali tidak mirip!”

Himchan tidak menghiraukan kata-kata Jongup, “Kim Himchan tidak akan menjadi Superman!”

“Eh?”

“Karena Superman… dia menyembunyikan identitasnya, melindungi Lois Lane tapi memendam perasaannya, membiarkan Lois Lane jatuh ke pelukan orang lain, membuat hatinya sendiri terluka. Pada akhirnya, aku sendiri tidak tahu apakah Superman dan Lois Lane akan hidup bahagia selamanya.”

“Aku tidak akan seperti itu. Aku akan terang-terangan melindungimu. Tanpa harus takut identitasku terbuka. Karena aku tidak harus bersembunyi untuk menunjukan betapa aku menyayangimu, Moon Jongup.”

“Janji?” Jongup menyodorkan jari kelingkinya,

“Aku berjanji.”

 

 

 

Jongup benar-benar berterimakasih pada Himchan. Guru –dan juga kekasih nya, itu sama-sekali tidak memaksanya untuk bercerita. Jongup hanya menghabiskan sepanjang malam dengan memeluk Himchan dan berbagi kehangatan dengannya. Menciptakan keheningan yang menyamankan mereka berdua, sesekali dengan belaian lembut Himchan ke rambutnya yang dapat melupakan masalahnya. Jongup benar-benar bersyukur telah mengenal Himchan. Ia adalah satu-satunya orang yang mengerti dirinya. Satu-satunya yang dapat membuat Jongup bahagia telah hidup di dunia ini. Jongup tidak dapat membayangkan bagaimana hidupnya tanpa Himchan ditengah keluarganya yang kacau. Jika tidak, mungkin saja dia sudah kabur dan mengelana di jalanan Seoul.

 

 

Himchan memasukan setengah tubuhnya kedalam closet, berjongkok mencari satu stel baju seragam untuk dipakai Jongup hari ini.

“Aku masih ingat dimana aku menaruhnya, tapi kenapa sekarang tidak ada?” Himchan bergumam sendiri, suaranya menggema sedikit karena sebagian tubuhnya masih berada di dalam closet.

Jongup yang masih berdiri di belakang Himchan, sedang menggigit roti panggang menyeletuk ringan, “Itu berarti kau tidak mengingatnya.”

Himchan langsung mengeluarkan kepalanya, rambutnya berantakan kesana-kemari terkena gesekan dari baju-baju yang menggantung. “What?! Kau mempertanyakan kondisi ingatanku?” matanya setengah melotot pada Jongup. Namun Jongup hanya tertawa.

“Lagipula aku tidak ingin sekolah.”

“Kau harus!” Himchan berdiri berkacak pinggang.

Yang di ajak bicara malah pergi duduk santai di pantry, menaruh roti panggangnya yang tinggal setengah. Tanpa ia sadari ingatan itu muncul kembali.

 

 

“Dasar kau anak tidak berguna!”

Ayah, jangan membenciku.

“Kau hanya dapat membuat onar saja!”

Kumohon jangan membenciku.

“Kau harus lihat Yongguk! Walaupun dia hanya anak tiri, dia lebih dapat kubanggakan darimu!”

Ayah tolong hentikan itu.

 

 

“Jongup-ah?” Himchan menyentuh pundak Jongup. Merasa khawatir karena telah melihat anak itu kembali gemetar. Sesaat kemudian, Himchan menyadari Jongup kembali menangis.

Dia langsung memeluknya.

“Jongup-ah…uljimayo~” Himchan mengusap-usap rambut Jongup. Jongup masih gemetar.

Himchan memeluknya, memberikan Jongup sesuatu yang tidak pernah ia dapatkan di rumah.

Yang aku perlukan hanyalah ini ayah, pelukanmu.

“Appa….” Jongup bergumam disela isak tangisnya. “…mengapa dia sangat membenciku?”

 

 

~~~~~~~~~~ continued ~~~~~~~~~~

 

oke, sekarang mulai kelihatan kan masalahnya apa~~~

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
readme2010 #1
Chapter 7: Lanjutkaaaaan
Waijyn_Jung #2
Chapter 7: Hiks aku udah baca dari part 1 - 7, dan aku terhuraaa(?) banget :'(
next yah :'D
drew_alana
#3
Chapter 6: Jongup tuh 'sesuatu' banget! Cute kalo lagi genit begitu! Suka dech! Cepetan di update yach, next story nya!
KJNYeol
#4
Chapter 7: Akhirnya appa san anak berbaik semula..
BearLin
#5
Chapter 6: kasihan Jongup T_T mudah2an dg bantuan dokter Yoo hubungan appa dan anak ini baik kembali
Yongguk juga ayo bantu mendekatkan mereka berdua ^^
ckhybm
#6
Chapter 5: ih apa banget bapaknya nggak mau dengerin -_- emangnya nanti di luar sekolah, mereka nggak bisa ketemu? :/ aku jadi punya firasat buruk/? hahaha

kritik dan saran? hm sejauh ini aku blm ada. Cuma rasanya aneh aja, udah keseringan baca english dan skrg baca bahasa lagi, hahaha. Tapi secara keseluruhan sih udah bagus :)
KJNYeol
#7
Chapter 5: Jahat bangat appanya!!!
yah!! Jonup kata benaran malah gak percaya!!
ckhybm
#8
Chapter 4: aahh jongup melas banget sih :'''(

suka banget part jogup abis mandi yang mereka pelukan, terus sesekali himchan ngelus rambut himchan :""D sweetnya kebangetan <3333
ayo lanjut kaaaakkk <3:*
ckhybm
#9
Chapter 3: uhuk. yongguk bantuin jongup damai sama bapaknya dooong e_e
ckhybm
#10
Chapter 2: WHYY WHYYY UHUK kasian mereka ;;;; ayi bikin hubungan mereka ketauan kak. Biar seruuu wahahaha