Confession

Second Life

“Ge, bisa bantu aku?” tanya Baekhyun.

“Membantumu dalam hal apa?”

“Kita bicarakan nanti saja. Gege sekarang ada dimana?”

“Aku di parkiran, ingin pulang.”

“Tunggu disana, aku akan segera menampakkan diriku dihadapanmu dalam hitungan kesepuluh,” balas Baekhyun lalu tanpa aba-aba segera berlari seperti seorang atlet lari marathon yang hampir menyentuh garis finish.

“Sembilan....” ucap Luhan sambil menatap Baekhyun yang sudah berdiri dihadapannya dengan napas tersengal dan keringat bercucuran. “Kau terlalu cepat satu hitungan. Ayo masuk,” tambah Luhan lalu segera masuk ke dalam mobil terlebih dahulu disusul Baekhyun.

“Vio bagaimana?” tanya Luhan membuka pembicaraan mereka sembari tetap fokus menyetir.

“Kuharap baik-baik saja.”

“Kau harap?”

Baekhyun mengangguk lalu menatap kosong ke jalanan Seoul yang ramai seperti biasa, “Ada sedikit perasaan yang menggangguku sejak aku di dalam ambulance saat masih di Jakarta,” ucap Baekhyun tanpa sedikitpun mengalihkan pandangannya. Luhan mengangguk.

“Jadi, kau mau aku membantumu apa?” tanya Luhan penasaran. Baekhyun menarik napasnya terlebih dahulu dan membiarkan keheningan menjalar diantara mereka untuk beberapa saat lalu baru membuka mulutnya, “Tolong antar aku ke rumah ini, ge,” pinta Baekhyun sembari menyodorkan secarik kertas usang  dengan tulisan alamat lengkap diatasnya. Sedetik kemudian, Luhan memacu mobilnya cepat menembus jalanan Seoul yang ramai.

Sekitar dua puluh lima menit berlalu, Luhan akhirnya memberhentikan mobilnya di depan sebuah rumah bergaya klasik yang kental akan warna putih dengan taman yang penuh dihiasi bunga berbagai jenis. Baekhyun pun segera turun dari mobil dan meninggalkan Luhan yang masih mengagumi arsitektur rumah tersebut di dalam mobil.

“Ini rumah siapa?” tanya Luhan yang tiba-tiba saja sudah berada di samping Baekhyun. Baekhyun diam, ia tak lekas menjawab pertanyaan Luhan, ia masih saja sibuk menekan bel rumah tersebut berulang-ulang. Tatapannya kosong menembus ke dalam taman yang disesaki berbagai macam bunga itu. Tak lama, seorang wanita berbaju merah muda keluar dari rumah tersebut. Luhan menatap Baekhyun sekilas, kini diwajahnya tergurat sebuah senyum yang lebar.

“Baekhyun?!” ucap sang wanita itu tak percaya. Baekhyun mengangguk cepat. Wanita itu pun segera membukakan gerbangnya dan mengajak mereka berdua masuk.

“Wow!” pekik Luhan kagum ketika ia memasuki rumah sang wanita tadi. Begitu ia masuk, gaya klasik begitu kental di rumah ini. Dari dulu, ia sangat ingin tinggal di rumah seperti ini daripada tinggal di apartement nya yang sekarang di lantai tiga puluh.

“Silahkan duduk, aku akan membuatkan minum untuk kalian,” tambah sang wanita tadi lalu segera menghilang dari hadapan mereka.

“Dia bos mu atau teman bisnis orang tua mu?” tanya Luhan yang masih penasaran dengan identitas wanita tadi. Baekhyun masih mengunci mulutnya rapat. “Hei Byun Baekhyun jawab!” perintah Luhan sambil mengguncang-guncang tubuh Baekhyun kesal.

Bersamaan dengan itu, wanita tadi datang sambil membawa tiga cangkir gelas dan menaruhnya di atas meja dihadapan mereka. “Kapan kembali ke Seoul?” tanya wanita itu setelah duduk di sebuah kursi berhadapan dengan Baekhyun. Luhan seketika berhenti mengguncang-guncangkan tubuh Baekhyun.

“Baru saja. Bagaimana kabarmu?”

Wanita itu tersenyum, “Baik. Kurasa kau juga baik-baik saja, kan?” tanyanya. Baekhyun mengangguk. Luhan yang sama sekali tidak tahu siapa wanita ini sebenarnya dan apa hubungannya dengan Baekhyun hanya bisa menatap mereka berdua bergantian dengan tatapan bingung bercampur penasaran sambil menyesap secangkir minuman yang ternyata teh chamomile miliknya.

“Vio, baik-baik saja?” tanya wanita itu lagi setelah hening yang panjang. Baekhyun mengangguk lagi. Wanita itu tersenyum bahagia, “Syukurlah.”

“Noona, ada yang ingin aku bicarakan. Bisa tidak?” pinta Baekhyun lalu memandang Luhan sekilas. Luhan mengangguk seolah mengerti maksud tatapan Baekhyun, ia pun segera bangkit dari sofa lalu permisi keluar dari rumah itu.

Baekhyun POV

 Saat ini, detik ini, di ruangan ini, aku kembali berhadapan dengan seorang wanita yang sudah aku cintai sejak dulu. Wanita yang sudah aku mimpikan menjadi ibu dari anak-anakku kelak dan seorang wanita yang akan selalu bersamaku hingga maut memisahkan kami.

Kami berdua masih berpandangan satu sama lain, sorot matanya yang teduh juga menenangkan masih sama seperti saat kami masih bersekolah di sekolah menengah atas yang sama. “Kau ingin membicarakan apa?” tanyanya memecah keheningan.

“Noona, menikahlah denganku,” ucapku pelan seperti  orang berbisik.

“Apa?” tanyanya karena tak dapat mendengar ucapanku. Aku terbatuk sebentar lalu kembali mengulang perkataanku dengan suara yang lebih keras, “Noona, menikahlah denganku.”

Sontak ia segera bangkit dari sofa lalu membuang pandangannya dariku. “Noona...” panggilku. Ia masih bergeming. “Bukankah ini mimpi kita berdua?” tanyaku berusaha membangkitkan memorinya ketika kami masih berpacaran dulu. Ia lalu berbalik dan memandangku dengan matanya yang mulai berkaca-kaca. Ia mengangkat tangan kanannya dan menunjukkan sebuah benda kecil yang melingkar di jari manisnya, “Aku sudah menikah.”

“Aku sungguh minta maaf. Dulu saat kau harus pergi sejenak ke Indonesia, kedua orang tuaku memutuskan untuk menikahkan aku dengan seorang anak dari pemilik perusahaan penerbangan. Seharusnya aku menolak, bukan?”

Baekhyun masih terdiam, wanita itu kembali melanjutkan, “Tetapi aku tidak bisa. Bersamaan dengan itu, appa sedang sakit keras, dan pada detik-detik sebelum kematiannya, ia memintaku untuk menikah dengan pria itu. Aku tidak dapat menolak permintaannya.”

Wanita itu berjalan mendekati Baekhyun lalu memeluknya, “Aku sungguh minta maaf. Kau boleh marah dan dendam padaku, aku pantas menerimanya. Aku percaya, kau akan mendapatkan wanita yang jauh lebih baik dariku. Sungguh, aku benar-benar minta maaf.”

Baekhyun dengan ragu membalas pelukan wanita yang pernah ia cintai dulu hingga sekarang itu. Tangis sang wanita itu pecah di pelukan Baekhyun. “Kuharap, kau bahagia. Karena percayalah, jika kau bahagia, aku akan lebih bahagia lagi.”

¥

Baekhyun berjalan gontai meninggalkan rumah bergaya arsitektur klasik itu. Luhan yang bingung dengan perubahan sifat Baekhyun tak berani bertanya apapun padanya, salah-salah perasaan Baekhyun malah bertambah buruk.

“Kau mau ke rumah sakit atau ikut aku ke apartement?” tawar Luhan.

“Aku mau berjalan-jalan sebentar, jadi gege tidak perlu mengantar. Terima kasih untuk hari ini,” tolak Baekhyun lalu menundukkan kepalanya sedikit dan berjalan meninggalkan Luhan. Luhan menggelengkan kepalanya singkat, lalu segera masuk ke dalam mobilnya dan berlalu pergi.

Baekhyun POV

Aku berjalan perlahan menyusuri jalan kota Seoul yang ramai dengan mobil yang lalu-lalang. Di otakku tak ada hal apapun yang terlintas selain wajah dan perkataan wanita yang dulu dan bahkan sampai detik ini masih aku cintai. Tiba-tiba, kudengar suara ban berdecit yang sangat keras di telingaku. Lalu samar, aku lihat cairan merah kental sudah membasahi jalanan beraspal. Aku tak tahu apa yang terjadi sekarang, tetapi yang jelas aku hanya melihat hitam.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
hikmahrzmn #1
Chapter 3: ditunggu update selanjutnya T-T
Marciakslp #2
I like this idea, update soon, neh? ^^