Chapter 6

Let it all go

"Irene, ayo kita pulang." ajak Seulgi.

"Kau duluan saja Seul, aku harus ke perpustakaan dulu, ada yang ingin aku kerjakan, biar malam ini tidak ada tugas lagi saat aku pulang setelah membantu ibuku." 

"Kalau begitu, aku duluan," Irene memberikan senyumannya dan langsung menuju perpustakaan. Di sana ia melihat Wendy yang sedang di tutori oleh guru Kim. Mata keduanya saling bertemu, namun dengan cepat Irene mengalihkan pandangannya dan segera mulai mengerjakan tugasnya. Tak selang beberapa lama, Wendy sudah selesai dengan tutornya dan ia memberanikan diri untuk menuju ke arah Irene yang sangat serius mengerjakan tugas-tugas sekolahnya. 

"Hai, boleh aku duduk di sini?" Irene hanya mengangguk. 

"Bagaimana kabarmu?"

"Baik," jawab Irene seadanya.

"Apa kau marah padaku?"

"Marah?, untuk apa?" 

"Karena aku menghilang begitu saja." 

"Itu adalah hak mu untuk menghilang." Wendy berusaha untuk tersenyum walaupun hatinya sedikit perih saat Irene menjawabnya dengan dingin. Ia merindukan Irene yang tersenyum padanya, dan selalu meraih tangannya. Ia ingin menceritakan semuanya pada Irene, tapi melihat sikap Irene, ia mengurungkannya. 

"Good bye Irene, semoga harimu menyenangkan." Wendy bangkit dari tempat duduknya dan meninggalkan Irene begitu saja. Irene meneteskan air matanya karena ia kesal dengan dirinya sendiri karena tak bisa bicara dengan baik pada Wendy. Begitu pun Wendy yang menyeka air matanya, ia tak ingin kakaknya melihat ia menangis. 

 

"Wan ah, kau mau makan apa malam ini?" tanya Jae In yang sudah selesai dengan pekerjaan sekolahnya, karena ia menyiapkan untuk ujian akhirnya. 

"Terserah oennie saja." Wendy memeluk kakanya dari belakang dan menaruh dagunya di pundak Jae In. 

"Ya sudah, kalau begitu oennie pesan dulu ya." keduanya menonton tv sambil menunggu makanan mereka datang.

"Oh, sepertinya sudah datang Wan-ah, sana ambil makanannya." Wendy bangkit dari duduknya dan segera membuka pintu. Ia cukup kaget saat melihat siapa yang mengantar makanannya. 

"Irene?"

"Ini makanan yang kau pesan."

"Oh, iya sebentar, ini" ia menyerahkan uang dari sakunya.

"Apa tidak ada uang pas?"

"Tidak usah dikembalikan." 

"Terima kasih", 

"Apa kau tinggal di sini?" tanya Irene penasaran.

"Ya, setelah ayahku meninggal aku dan oennie pindah kemari." Irene tidak tahu mengenai hal itu. 

Apa mungkin itu sebabnya Wendy menghilang begitu saja? - tanya Irene di dalam hatinya. 

 

Seperti hari-hari sebelumnya Irene akan ke perpustakaanterlebih dahulu, dan setiap hari juga ia mellihat Wendy mendapatkan tutor dari guru Kim. Wendy membutuhkan tutor agar ia bisa memaksimalkan nilainya. Biasanya Wendy akan menyapa Irene sebelum ia pulang, tapi kali ini Irene berusaha bicara pada Wendy, karena ia ingin tahu apa yang sebenarnay terjadi pada gadis itu. 

"Hai, apa kita bisa bicara di luar?"

"Hai, maaf tapi sepertinya supirku sudah menunggu." Wendy sangat ingin bicara pada Irene, tapi supir Kang sudah menunggunya, ia tidak begitu enak jika harus membuat supirnya menunggu lebih lama. 

"Apa kau libur malam ini?" tanya Wendy, ia tidak ingin kehilangan kesempatannya untuk bicara pada Irene. 

"Ya,"

"Kalau begitu, bagaimana kalau kita bicara ditaman yang tak jauh dari kedai makan ibumu." 

"Pukul 7 malam." 

"Baiklah, kalau begitu aku duluan ya." 

 

Wendy duduk seorang diri di taman, banyak orang yang berada di sana. Ia melayangkan pandangannya, mencari-cari gadis yang ingin ia temui, ia tersenyum akhirnya Irene muncul dan berlari ke arahnya sambil tersenyum. Tanpa mereka sadari, mereka saling berpelukan, mungkin karena merak saling merindukan satu sama lain. Keduanya tersipu malu, Wendy senang akhirnya ia bisa melihat Irene tersenyum lagi padanya, meskipun butuh waktu yang cukup lama untuk hal itu dapat terwujud. 

"Apa yang ingin kau bicarakan padaku Irene?"

"Mengapa kau menghilang begitu saja?" Irene tak ingin berpanjang lebar, karena pertanyaan itu selalu ia tanyakan semenjak Wendy pergi dalam kehidupannya. Wendy tahu Irene pasti ingin menanyakan hal itu, sebelum ia pergi menemui Irene, Wendy bertanya pada Jae In. Apakah ia boleh menceritakan apa yang sebenarnya terjadi pada keluarganya. Jae In mengizinkan Wendy untuk menceritakan semuanya, karena Jae In tahu Wendy akan jauh lebih baik jika ia bisa menceritakan hal ini pada seseorang yang ia kenal. Dan Wendy memilih Irene menjadi tempatnya untuk bercerita karena ia tahu, Irene mampu menjaga rahasianya. 

Irene merasa tidak percaya dengan apa yang ia dengar. Tangan Wendy gemetar menceritakan hal tersebut, matanya mulai memerah, ia tercekak sebentar dan berdehem mengatur nafasnya. Sadar Wendy tidak baik-baik saja, Irene meraih tangan Wendy dan menggenggamnya. 

"Sudah, kau tak perlu lagi menceritakannya." Irene menarik Wendy ke dalam pelukannya, menenangkan Wendy. 

Malam semakin larut, namun kedua gadis itu masih belum mau beranjak dari kursi mereka, mereka seperti tak ingin malam ini berakhir, karena hari esok merka tidak tahu apakah mereka masih bisa seperti ini. Namun waktu tak bisa dihentikan, supir Kang datang dengan membawa pakaian hangat untuk Wendy dan meminta gadis itu untuk pulang karena Jae In yang merasa khawatir. 

"Apa mau aku antar?" Irene menggeleng sambil tersenyum.

"Bye Irene." Irene menunggu mobil hitam mewah itu menghilang dari pandangannya, ia berjalan menyusuri jalan dengan hati yang sedikit lega. Namun ia tidak bisa menghentikan tetesan air matanya saat tahu apa yang terjadi pada Wendy dan ia berjanji untuk tidak mengatakan pada siapapun apa yang terjadi pada Wendy. 

 

"Mengapa pulang larut seperti ini?" nada bicara Jae In datar.

"Maaf oennie, aku lupa waktu," Jae In menarik nafas panjag dan memeluk adiknya karena ia sangat khawatir. 

"Lain kali, kau harus memberi kabar, agar aku tidak terlalu khawatir," Wendy mengangguk faham dan ia meminta maaf lagi.

"Bersihkan dirimu dan tidur, besok pagi kita akan ke dokter untuk konsultasi.".

 

Dokter Yoon mengatakan bahwa kondisi Wendy sudah sangat jauh lebih baik dan mereka sudah tidak perlu mengunjungi dokter mereka lagi, kecuali ada sesuatu yang mengganggu pikiran mereka. Kedua kakak beradik itu sangat senang mendengarnya. Setelah dari dokter Jae In mengajak Wendy untuk pergi  ke toko milik paman mereka. Walaupun sudah menjadi pemimpin perusahaan, jika hari libur tiba Tae Yoen akan berada di toko kerajinan perak miliknya dan menghabiskan waktu bersama keluarga kecilnya. 

"Paman," seperti anak kecil Wendy berlari memeluk paman dan bibinya, serta mengecup pipi mungil Kim Jisoo, anak perempuan pamannya. Mereka mengobrol hangat sambil menikmati teh buatan bibi mereka. 

"Permisi," suara itu, Wendy mengenalnya dan ia melihat ke belakang dan benar saja Seulgi dan Irene memasuki toko pamannya sambil bergandengan tangan. Wendy membalikkan tubuhnya lagi berusaha tidak membuat kontak mata pada Irene. Tae Yoen bangkit dan mengambil pesanan Seulgi yang ia pesan beberapa minggu lalu. Sepasang cincin perak bertuliskan nama keduanya dengan ukiran indah.

"Jae In oennie," sapa Seulgi yang tidak sengaja melihat Jae In yang duduk di samping Wendy, Jae In memberikan senyum pada Seulgi tanpa bicara sedikitpun. 

"Wendy," ucap Irene.

"Hai," sapa Wendy sambil tersenyum.

"Kalian saling kenal?"

"Ya, paman, mereka teman sekelasku."

"Kami, membuat cincin couple, dan hasilnya sangat memuaskan, tidak salah kalau toko ini adalah yang terbaik." ujar Seulgi yang sangat puas dengan hasilnya yang sangat indah. 

Sangat indah, seindah cinta mereka- ujar Wendy. Tidak bisa ia pungkiri hatinya perih namun ia tidak ingin larut dengan perasaan sedih itu. Ia hanya bisa melihat kepergian sepasang kekasih itu dan menyesap teh dihadapannya dan memasang kembali senyumannya. 

"Bagaimana dengan perkembangan beasiswamu Jae In?"

"Hanya tinggal menunggu balasan saja paman."

"Memangnya oennie mendaftar di mana?"

"Cambrige, Inggri,"

"Apa?, oennie tidak pernah bilang padaku." Wajah Wendy berubah panik.

"Wan-ah, oennie.."

"Tidak, Oennie tidak boleh jauh dari ku, aku yakin oennie akan diterima di sana dan akan meningglaknku sendirian." membayangkannya saja sudah membuat Wendy ngeri. Ia tak pernah berpisah dari kakaknya itu. 

"Wan ah, kau kan bisa tinggal bersama paman dan bibi di sini." Wendy menggelengkan kepalanya, ia tertunduk sambil menangis. 

"Kalau oennie pergi, aku harus ikut." ujarnya sesenggukan, Jae In menarik Wendy ke dalam pelukannya. 

"Sudah, jangan menangis, oennie dan paman akan mengatur kepindahanmu juga, jika oennie di terima di sana, ya." Jae In membelai rambut Wendy sampai akhirnya gadis itu bisa tenang dan memeluk kakaknya dengan erat. 

 

 

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
Dhedhe0788
Well, this is the ending..
Maaf kalau endingnya terlalu cepat.
Makasoh buat yang udah baca cerita aku dan komen di cerita ini. Bye bye enjoy the story

Comments

You must be logged in to comment
Yoyonjin
#1
Chapter 8: This is so beautiful 💗💗💗
Erichan07 #2
Chapter 8: Yeaaay akhirnya mereka bersama 🥰
Chynade #3
Chapter 5: Keren bangettt plotnya thorr, penasaran sama lanjutannya nihh 🤣 thank you for updating❤
Erichan07 #4
Chapter 4: Ini bagus, saya ingin melihat kelanjutannya.. terimakasih sudah menulis cerita. Semangat author-nim;D
Junariya #5
Chapter 1: I really like your story please continue the story 🙂
I wanna know what happen next.