Chapter 7

Let it all go

Irene seorang diri duduk di kursi taman, sambil memutar-mutar cincin pemberian Seulgi. Cincin yang sangat indah dari seseorang yang mencintainya, tapi mengapa ia tidak merasakan kebahagiaan yang seharusnya ia rasakan. Ia ingin bahagia bersama Seulgi seperti layaknya seorang kekasih, namun mengapa rasa itu datang justru saat ia bersama Wendy. Irene sangat ingin mencintai Seulgi seperti gadis itu mencintainya, ia menyayangi Seulgi, namun itu rasanya tidak cukup untuk membuat Irene tersenyum seperti saat Wendy hanya tersenyum dan mengucapkan terima kasih padanya.

"Mengapa kau tidak mencintai Seulgi seperti seharusnya kau mencintainya Irene ah," ujarnya frustasi pada diri sendiri. Ia tak sanggup jika harus berbohong seperti ini terus pada perasaannya sendiri, ia ingin terbebas dari rasa bersalahnya pada Seulgi. Meskipun Wendy tak kembali ke dalam kehidupannya seperti sekarang Irene tak sanggup lagi menjalani hal ini. Ia harus bicara pada Seulgi secepatnya sebelum ia menyakiti gadis yang selama ini menjaganya itu. 

 

"Bagaimana hasilnya Jae In-ah," 

"Aku diterima paman," Jae In merasa sangat senang karena ia bisa bersekolah di sekolah impiannya. Namun senyumnya hilang ketika melihat ke arah Wendy yang menatap dengan tatapan datar pada kakaknya. 

"Wan-ah, bagaimana denganmu, apa kau akan ikut Jae In atau tinggal di sini bersama paman dan bibi?" tanya Tae Yoen yang sedikit khawatir pada Wendy karena gadis itu.

"Tentu saja aku ikut oennie paman, aku tidak bisa jauh dari oennie ku." 

"Kau yakin?" Wendy mengangguk untuk kesekian kalinya. Tidak ada alasan untuk Wendy tinggal di kota ini seorang diri tanpa sang kakak. Ia tidak memiliki teman atau kekasih yang menjadi alasannya untuk tetap tinggal. Mungkin hal yang paling berat adalah kenyataan bahwa ia tidak akan bertemu lagi dengan Irene dalam waktu yang sangat lama. Namun bukankah selama ini ia baik-baik saja tanpa ada seseorang pun di sampingnya kecuali Jae In. Ia tidak akan sanggup jika Jae In tidak ada di sampingnya, menenangkan, menyayangi dan melindunginya. Saat ini bersama kakaknya adalah tempat yang paling aman untuknya. 

"Oennie sudah mendaftarkan mu di St. Mary's School, kita bisa tinggal di daerah Cambrige, sekolahmu pun tak begitu jauh dari kampus oennie." 

"Ya," jawab Wendy.

"Jadi, kapan kalian akan berangkat?"

"Minggu depan paman, setelah Wendy menyelesaikan ujian akhirnya." 

"Baiklah, paman akan mengatur semuanya. Kalian tidak perlu khawatir dan belajarlah di sana dengan baik,"

"Ya paman," jawab kedua kakak beradik itu dengan serempak. 

Hari berganti hari, persiapan ujian membuat semua siswa tenggelam dalam kegiatan belajar mereka, bahkan mereka tak memiliki waktu untuk bersenang-senang. Begitupun dengan Irene dan Wendy, yang hanya sekedar menyapa saat mereka berdua berpapasan. Wendy tak berusaha mendekati Irene, begitupun sebaliknya, karena Irene tak ingin perhatiannya teralihkan oleh apapun karena ia ingin benar-benar fokus untuk menyelesaikan ujian akhir dengan nilai yang baik. 

Wajah semua siswa terlihat sangat lega meskipun mereka masih harus menanti hasil akhir ujian mereka, namun perasaan lega itu tak bisa terelakkan karena ujian yang telah usai. Wendy meihat ke arah Irene, tatapan tak lepas dari gadis itu, meskipun Wendy hanya melihat punggung Irene dari tempat duduknya. Ia ingin bicara pada Irene untuk terakhir kalinya sebelum ia berangkat besok. Ia bangkit dari tempat duduknya sesaat setelah guru Kim keluar kelas dan segera mendekat ke arah Irene sebelum Seulgli sempat mengajak Irene untuk pulang. 

"Irene, hai."

"Hai," jawab Irene sambil tersenyum ke arah Wendy. 

"Bisakah, malam ini kita bertemu di taman pukul 7 nanti?" lama Irene diam. 

"Baiklah." 

"Kalau begitu aku tunggu ya." Irene hanya mengangguk dan Wendy segera meninggalkan Irene karena Seulgi sudah melihat ke arahnya dengan tatapan tidak terlalu senang. 

 

Seperti janjinya, Wendy menunggu di taman seorang diri. Ia memaikan tali bajunya dan bersenandung kecil, membunuh rasa bosannya. Satu jam, tak ada tanda-tanda Irene akan datang, namun Wendy tak ingin beranjak, ia masih ingin menunggu Irene, siapa tau gadis itu harus membantu ibunya terlebih dahulu dan agak terlambat. Ia melihat jam tangannya, pukul 9, dan supir Kang sudah menjemput Wendy, karena Jae Iin khawatir, dan juga mereka harus istirahat karena besok pagi-pagi sekali mereka akan menuju bandara. 

"Tuan Kang, bisakah kau mengantarku ke kedai makan yang biasa aku kunjungi." Tuan Kang mengangguk faham. Wendy mengeluarkan secarik kertas dari dalam tasnya, ia menulis sebuah surat untuk Irene, ia ingin berterima kasih pada gadis itu, namun ia sepertinya tidak bisa mengatakannya langsung dan entah kapan ia bisa bertemu dengan Irene lagi. 

"Permisi," hormat Wendy pada nyonya Bae yang membersihkan meja pelanggannya. 

"Oh, kau temannya Irene kan?"

"Ya, saya Wendy bu,"

"Kau mencari Irene?" 

"Ya, bu." 

"Irene pergi bersama Seulgi dan teman-temannya, kau tahu kan ujian telah usai dan mereka pergi untuk bersenang-senang."

"oh, jadi begitu. Mmm bu, bolehkan saya meminta tolong untuk memberikan surat ini pada Irene."

"Ah, ya baiklah." Wendy menyerahkan surat itu dan berterima kasih sekaligus berpamitan pada nyonya Bae.

 

Irene bangun dengan malas menuju dapur, ia mengambil segelas air minum dan duduk di meja makan. Sudah ada sarapan yang disiapkan oleh ibunya. Ia memakan nasi gireng kimchi dengan begitu lahap. Mungkin rasa bersalahnya pada Wendy membuatnya begitu lapar. Ia hendak pergi ke taman malam itu, namun tiba-tiba saja Seulgi dan teman-temannya mengajak Irene untuk pergi, dan ia tidak bisa menolaknya, karena mereka sudah memesan tempat dan segala macamnya. Selama bersama mereka, Irene sama sekali tak bisa bersenang-senang karena terus memikirkan Wendy yang menunggunya. Mereka pulang dalam keadaan lelah dan Irene pun langsung kembali ke rumahnya dan langsung tertidur,ia akan meminta maaf pada Wendy saat ia disekolah. Setelah makan, Irene pun membersihkan dirinya dan mulai menonton. 

"Kau sudah mandi?"

"Iya bu, maaf tidak bisa membantu ibu belanja hari ini."

"Tidak apa-apa, kau juga butuh istirahat." Irene membantu ibunya membersekan belanjaan yang di bawa ibunya. Sedang asyik beberes, ibu Irene teringat surat yang diberikan Wendy padanya untuk Irene, ia pun langsung ke kamar dan menagmbil surat itu. 

"Irene-ah, kemaren malam, temanmu yang bernama Wendy menitipkan surat untukmu."

"Surat?" nyonya Bae menyerahkan surat itu pada putrinya.

"Ia juga menitipkan salam untukmu, gadis itu sangat cantik." gumam ibunya sambil melanjutkan kegiatannya. Sementara itu, Irene menuju kamar dan jantungnya berdetak kencang membuka surat dari Wendy. 

Maaf, jika aku harus mengirimu surat, karena sepertinya kau tidak akan datang malam ini. Aku hanya ingin berpamitan padamu, aku dan Jae In oennie akan pindah ke Inggris dan kami berangkat besok pagi. Itu sebabnya aku ingin kita bertemu malam ini. Irene-ah, aku ingin berterima kasih padamu, karena kau telah menjadi teman yang baik, di saat aku tidak bisa terbuka pada siapapun, kehadiranmu di dalam hidupku sangat berarti bagiku. Maaf aku tak bisa berterima kasih padamu dengan cara yang jauh lebih baik dari ini. Aku harap, suatu hari nanti aku bisa bertierma kasih langsung padamu. Bye Irene. 

Irene segera keluar kamarnya, ia berlari menuju rumah Wendy yang searah dengan rumahnya. Air mata Irene tak berhenti mengalir, ia harus bertemu Wendy walaupun untuk terakhir kalinya sebelum gadis itu pergi jauh. Nafasnya tersengal ketika ia tiba di depan rumah Wendy. Ia berkali-kali memencet bel rumah itu, seorang pelayan keluar dan menyapa Irene. 

"Maaf, nona tapi non Son sudah berangkat satu jam yang lalu." 

"Apakah saya bisa meminta no handphonenya?"

"Maaf nona, kami tidak bisa memberikan no nona Son pada siapapun tanpa izin beliau."

"Aku mohon, aku harus menghubungi Wendy."

"Maaf, nona kami tidak bisa." Irene melangkah pelan meninggalkan rumah itu, ia terus saja menangis, hatinya sangat perih seperti separuh jiwanya pergi meninggalkannya. Irene yang tak tahu harus melakukan apapun untuk menghubungi Wendy hanya bisa berdiam di kursi taman sambil membenamkan wajah di kedua telapak tangannya.

"Wendy-ah, aku mencintaimu." 

 

 

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
Dhedhe0788
Well, this is the ending..
Maaf kalau endingnya terlalu cepat.
Makasoh buat yang udah baca cerita aku dan komen di cerita ini. Bye bye enjoy the story

Comments

You must be logged in to comment
Yoyonjin
#1
Chapter 8: This is so beautiful 💗💗💗
Erichan07 #2
Chapter 8: Yeaaay akhirnya mereka bersama 🥰
Chynade #3
Chapter 5: Keren bangettt plotnya thorr, penasaran sama lanjutannya nihh 🤣 thank you for updating❤
Erichan07 #4
Chapter 4: Ini bagus, saya ingin melihat kelanjutannya.. terimakasih sudah menulis cerita. Semangat author-nim;D
Junariya #5
Chapter 1: I really like your story please continue the story 🙂
I wanna know what happen next.