Chapter 3

Let it all go

Angin bertiup dengan kencang dan udara juga menjadi lebih dingin. Wendy berdiri di depan pintu masuk sekolah menunggu kakak perempuannya untuk menjemput. Ia berkali-kali menggosok lengannya karena ia merasa dirinya cukup kedinginan. Namun ia kaget saat seorang menyelimutinya dengan pakaian hangat. Dan ia melihat Irene berlari meninggalkan sekolah.

"Aku harap kau tidak kedinginan." ujar gadis itu sambil melambaikan tangannya pada Wendy yang bingung mengapa gadis itu melakukan hal tersebut, namun ia tak sempat berfikir panjang karena Jae In sudah menjemputnya. 

"Sepertinya pakaian hangat ini bukan milikmu?"

"Teman sekelasku yang memberikannya,"

"Seulgi?" Wendy menggelengkan kepalanya.

"Namanya Irene, dia anak baru."

"Sepertinya ia menyukaimu." Wendy tak menjawab kakaknya, ia hanya menyandarkan kepalanya di bahu kakak perempuannya dan langsung tertidur. Akhir-akhir ini Wendy lebih gampang tidur karena tubuhnya menjadi lebih lemah karena belajar sampai malam dan harus merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Jae In hanya melihat Wendy yang tertidur di sampingnya dan membelai rambut adiknya itu. 

 

Karena sang ayah yang belum kembali dari perjalanan bisnisnya, Jae In mengajak Wendy keluar dengan menggunakan sepeda. Ia menggonceng Wendy yang memeluk erat Jae In dari belakang, ia merasa aman dengan memeluk kakaknya. Mereka berjalan mengitari komplek rumah mereka dan berjalan agak jauh sedikit karena Jae In ingat bahwa ia melihaat sebuah kedai makan yang tak jauh dari kompleknyaa. Kedua kakak beradik itu duduk sambil bersiap untuk memesan. 

"Oh, hai Wendy," Sapa Irene sambil mencatat pesanan Jae In dan Wendy.

"Hai," jawab Wendy seadanya. 

"Apa kau Irene?" Irene mengangguk sambil tersenyum.

"Aku Jae In kakak Wendy." Irene memberi hormat pada Jae In, ia sangat senang bisa di sapa dengan ramah oleh Jae In. 

"Kau bekerja di sini?"

"Ini kedai ibuku?" mereka berbincang sebentar dan Irene sadar kalau ia harus membuatkan pesanan pelanggannya itu. 

"Dia cantik juga." goda Jae In pada Wendy yang hanya menunduk. Tak lama pesanan keduanya datang, Wendy dengan lahap menyantap makanannya begitu juga Jae In. Kedua kakak beradik itu sangat menikmati makan malam mereka, dari kejauhan Irene selalu mengarahkan pandangan matanya ke arah, yang sesekali tersenyum saat bicara pada kakaknya. Ia sangat senang malam ini, dapat melihat Wendy. 

 

"Ini," Wendy memberikan pakaian hangat yang kemaren di berikan Irene padanya. 

"Terima kasih, dan kau tak perlu melakukannya lagi." Ucap Wendy dingin dan segera menuju mejanya. Irene hanya tersenyum bahagia melihat Wendy yang sudah duduk di kursinya. Tak lama Seulgi datang membuat konsentrasi Irene hilang.

"Apa kau sibuk malam ini?"

"Tidak, ibu memberiku libur malam ini."

"Kalau begitu kita nonton malam ini ya, aku jemput." Irene hanya mengangguk karena ia juga bosan harus berada di rumah dan belajar seharian. 

Sesuai janjinya, Seulgi menjemput Irene dan segera menuju bioskop. Keduanya berjalan bergandengan tangan. Pada saat hendak memasuki pintu bioskop Irene dan Seulgi berpapasan dengan dengan Wendy dan kakaknya. Pandangan Wendy tertuju pada tangan Irene dan Seulgi, sadar jika Wendy memperhatikan tangannya yang masih di pegang erat oleh Seulgi, Irene segera melepaskannya. Irene bahkan merasa kalau Wendy sedang menangkap basah dirinya sedang berselingkuh dengan Seulgi. 

"Hai Seul,"

"Jae In unnie, Wendy."

"Kalian sedang berkencan?" goda Jae In pada Seulgi.

"Ah, tidak Jae In ssi, kami hanya menonton bersama." dengan cepat Irene menjawab pertanyaan Jae In, entah mengapa Irene tidak ingin Wendy salah faham dengan hubungannya dengan Seulgi. 

"Kalau begitu ayo masuk, filmnya akan segera di mulai."

Dari tempat duduknya, Irene bisa melihat Wendy, ia bahkan tidak bisa focus dengan film yang ia tonton, karena terlalu asyik memperhatikan Wendy yang ternyata tertidur selama film di putar, Irene tersenyum melihat wajah Wendy yang sangat cantik saat ia tidur. 

 

"Sepertinya Irene dan Seulgi cukup dekat?"

"Mengapa membahas tentang mereka oennie?" Wendy menatap tajam pada kakaknya.

"Aku hanya penasaran saja."

"Aku tidak tahu, tapi mereka sering bersama."

"Wan-ah, bertemanlah, jangan menutupi dirimu. Ayah tidak melarang kita berteman Wan-ah." Wendy hanya diam. 

"Tidak ada salahnya membuka diri Wan-ah, setidaknya kau memiliki teman untuk berbagi pikiran, bercanda dan menghibur dirimu." 

"Aku memiliki oennie, itu sudah cukup".

"Aku tahu Wan-ah cobalah untuk kembali berteman ya." keduanya keluar dari mobil dan masuk ke dalam rumah. 

"Darimana saja kalian?" Jae in dan Wendy tersentak, dengan refleks Wendy berlindung di balik sang kakak. 

"Kami hanya menonton ayah."

"Masuk ke kamar kalian." kedua gadis itu berjalan sambil menunduk dan masuk ke kamar masing-masing. Jae In berusah meyakinkan Wendy kalau semuanya akan baik-baik saja. 

 

Wendy duduk seorang diri melihat anak-anak pemandu sorak berlatih, melihat mereka berlatih membuat Wendy terlihat bersemangat. Ia melihat Seulgi sebagai ketua team yang mengarahkan anggotanya. Wendy dulu selalu menemani sahabat-sahabatnya untuk berlatih meski ia tidak masuk ke dalam team. Ia sangat senang menghabiskan waktunya bersama mereka. Ia menudukkan kepalanya, ia biarkan dirinya menangis. Ia ingin menceritakannya pada seseorang selain kakaknya namun, ia sama sekali tak bisa membuka mulutnya sedikitpun. Ia menjadi lebih tertutup dan ketakutan setiap ada orang yang mendekatinya

"Wendy." gadis itu duduk di samping Wendy.

"Kau menangis?" tiba-tiba Wendy memeluk Irene sambil menangis, Irene yang tidak ingin kehilangan kesempatannya untuk menenangkan Wendy, menepuk perlahan pundak gadis itu. Lama keduanya berpelukan sampai akhirnya Wendy menjadi jauh lebih tenang. 

"Maaf jika membuatmu merasa tidak nyaman." ujar Wendy.

"Tidak apa-apa, jika kau membutuhkan teman untuk bicara kau bisa bicara padaku," 

"Terima kasih Irene, kalau begitu aku pulang dulu." 

"Ayo, kita jalan bersama." Irene mengulurkan tangannya dan diraih oleh Wendy yang awalnya sedikit ragu.

 

Selama bekerja Irene terlihat lebih bersemangat, nyonya Bae yang melihat putrinya hanya tersenyum. 

"Irene ah, kau pulang lah dulu, aku dan nyonya Shim yang akan mebersihkan semuanya." Irene hanya mengangguk dan bersiap untuk pulang. Tapi sepertinya Irene mengurungkan niatnya untuk pulang, ia ingat rumah Wendy tidak terlalu jauh dari kedai ibunya dan ia mencoba keberuntungannya untuk menemui Wendy di rumahnya.

Setibanya Irene di depan gerbang rumah Wendy, ia melihat dua orang gadis keluar dari mobil dengan pakaian yang indah. 

"Hai Wendy," Wendy melihat ke arah Irene dengan cukup terkejut. Ia tidak memperdulikan sapaan Irene dan meraih tangan kakaknya untuk segera masuk ke rumah. Tak lama ayah Wendy menyusul dan Irene hanya memberikan hormat pada tuan Son dan ia pulang dengan rasa kecewa.

Mengapa Wendy bersikap seperti itu padaku?, padahal kemaren ia menangis di dalam pelukanku- Irene hanya terus berjalan menuju rumahnya. 

 

Irene mencari-cari di mana Wendy, karena ia ingin bertanya mengapa ia bersikap seperti tidak mengenalnya kemaren malam. Ia menemukan Wendy di taman belakang sekolah, ia sedang membaca buku sambil memakan makan siang yang di siapkan oleh Jae In. 

"Wendy." gadis itu melihat ke arah Irene dan tersenyum, tentu saja senyuman itu membuat Irene bingung. 

"Maafkan aku soal kemaren malam ya," Irene mengurungkan niatnya untuk bertanya dan duduk di samping Wendy. 

"Ada ayahku di sana, dan aku tidak ingin ia banyak bertanya padaku tentang dirimu jika aku menyapamu. Aku tidak ingin menyebabkan masalah."

"Apakah ayahmu sebegitu menyeramkan?" Irene awalnya ingin bercanda dan tertawa, namun saat melihat wajah Wendy yang serius ia mengurungkan niatnya.

"Aku tidak ingin membahasnya." Irene hanya mengangguk dan tak lama bel sekolah berbunyi. 

"Ayo kita masuk." Irene bangkit terlebih dahulu dari kursinyadan mengulurkan tangannya terlebih dahulu, ia ingin Wendy tahu bahwa ia akan selalu ada untuk Wendy. Wendy tersenyum meraih tangan Irene.

"Kau sangat cantik jika tersenyum." 

"Terima kasih, ibuku selalu mengatakan hal yang sama denganmu pada ku dan kakak ku Jae In, agar kami selalu tersenyum." Mata keduanya saling bertemu, jantung keduanya berdegup kencang dan genggaman kedua tangan yang saling berpaut itu semakin erat.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
Dhedhe0788
Well, this is the ending..
Maaf kalau endingnya terlalu cepat.
Makasoh buat yang udah baca cerita aku dan komen di cerita ini. Bye bye enjoy the story

Comments

You must be logged in to comment
Yoyonjin
#1
Chapter 8: This is so beautiful 💗💗💗
Erichan07 #2
Chapter 8: Yeaaay akhirnya mereka bersama 🥰
Chynade #3
Chapter 5: Keren bangettt plotnya thorr, penasaran sama lanjutannya nihh 🤣 thank you for updating❤
Erichan07 #4
Chapter 4: Ini bagus, saya ingin melihat kelanjutannya.. terimakasih sudah menulis cerita. Semangat author-nim;D
Junariya #5
Chapter 1: I really like your story please continue the story 🙂
I wanna know what happen next.