Curious

My Sunshine Sequel (Seulrene)
Please Subscribe to read the full chapter

Dari : Jekie

Untuk : Reader yang budiman

Pertama-tama, saya selaku jekie ingin mengucapkan minta maaf yang sebesar-besarnya karena jekie udah lama ninggalin ini cerita sampek keluar jamur kuping gajah di dalamnya. kesibukan untuk mendapatkan chicken diner dan booyah telah membutakan mata saya terhadap kewajiban yang harus saya emban yakni meneruskan cerita ini hingga akhir kata wassalam. maaf karena telah membuat reader yang budiman kemungkinan menunggu lanjutan kisah bumbu abal-abal ini. maaf juga apabila membuat kalian membaca ulang ataupun kualitas tulisan saya yang semakin buruk. sekian terima kasih.

tertanda,

jekie bukan budi

 


.

.

.

.

.

Pintu berbahan kayu perlahan terbuka membuat seseorang yang berada di ruangan tersebut memusatkan pandangannya pada insan yang sedang berjalan dengan raut muka kosong memasuki ruangan tempat dimana mereka tinggal bersama sebagai teman sekamar.

"Unnie?" panggil Joy yang memecah lamunan Irene yang entah memikirkan apa.

"Ya?" respon Irene kebingungan.

"Kau tidak apa?"

"Kau terlihat melamun, unnie" kata Joy khawatir melihat kondisi Irene yang terlihat murung beserta pikirannya yang seolah mengembara entah kemana dari sorot matanya.

"Begitukah?" 

Melihat teman sekamarnya masih berdiri tidak jauh dari pintu yang masih terbuka dengan ekspresi yang masih sama, Joypun memutuskan untuk mendekatinya dan menarik tangannya perlahan untuk mengajaknya duduk di tepi tempat tidur. Kemudian ia berjalan untuk menutup pintu memberikan privasi untuk mereka berdua berbicara empat mata.

"Apa unnie baik-baik saja?" hanya anggukan yang di dapat oleh Joy, membuatnya menghela nafas pelan karena jelas sekali bahwa Irene tidak baik-baik saja.

"Tidak apa untuk menceritakannya padaku, unnie. Kita adalah teman sekamar dan aku harap unnie lebih terbuka padaku baik itu masalah Seulgi ataupun yang lainnya" kata Joy menenangkan dengan memegang tangan Irene yang gemetaran. 

Dilihatnya Irene yang menundukkan kepalanya dengan bahu yang ikut gemetaran menahan tangis yang seketika itu pecah dan membasahi kedua tangannya "A-aku tidak tau apa yang harus aku lakukan" kata Irene disela isak tangisnya.

"Pikiranku terus menerus mengatakan bahwa aku harus menyerah padanya tetapi entah kenapa saat aku memikirkannya hatiku terasa sakit seolah memberikan penolakan atas pikiranku tersebut" kata Irene di sela tangisnya sambil memegang dadanya yang masih terasa sesak dengan semua yang terjadi saat ini.

"Apa yang harus aku lakukan? Haruskah aku menyerah?" tanya Irene yang menatap ekspresi sedih Joy dengan mata sembabnya.

 

"Jujur saja. Aku tidak tau apa yang harus unnie lakukan. Aku tidak dapat menyuruh unnie untuk tetap bertahan dan memperjuangkannya apabila unnie tidak menginginkannya. Tetapi yang harus unnie tau adalah diri unnie sendiri. pikiran unnie sendiri dan yang terpenting adalah hati unnie. Aku tidak ingin unnie menyesal dengan keputusan yang akan unnie ambil. Semua tergantung unnie apakah unnie mau mengikuti pikiran atau hati unnie sendiri"

"Yang aku tau. Si Seulgi bodoh itu" kata Joy dengan senyum mengingat Seulgi yang terkadang bertingkah bodoh di depannya.

"Si bodoh itu tidak pernah mengedepankan rasionalitas. Ia selalu bertindak sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh hatinya. Bahkan saat pertama kali bertemu denganku ataupun bertemu dengan unnie. Ia tidak pernah berpikir dua kali untuk membantu kita ataupun menemani kita. Dan aku yakin, meskipun si bodoh itu melupakan unnie ..." kata Joy yang menatap lekat mata sembab Irene dengan senyumannya "Seulgi tidak akan melupakan unnie di hatinya"

 

"Hanya saja si bodoh itu masih belum menyadarinya. Karena ia terlalu bodoh untuk menyadarinya" 

 

Kata-kata Joy membuat pikirannya yang sebelumnya kalut menjadi lebih tenang saat ini. Mengapa ia melupakannya. Mengapa ia melupakan hal penting tersebut.

"Aku harap unnie membuat sebuah keputusan yang tidak akan unnie sesali dikemudian harinya" senyum Joy dan beranjak pergi dari tempatnya. Memberikan ruang bagi Irene untuk berpikir sendirian dengan dirinya sendiri dan memutuskan apa yang akan dilakukannya kedepannya.

 

 

 

 

Gadis dengan setelan mantel coklat dan buku yang melekat ditangannya sedang berjalan menyusuri taman di belakang kampus yang terlihat begitu indah. Daun-daun dan bunga-bunga berguguran mendandakan musim gugur sudah mulai datang di awal bulan oktober ini. Suasananya begitu menenangkan untuknya sekedar membaca buku dibawah pohon rindang yang menghiasi taman tersebut.

Dengan langkah perlahan ia melangkahkan kakinya sambil mengedarkan pandangannya menikmati karya tuhan yang ada disekitarnya.

Di tengah-tengah perjalanannya menikmati pemandangan. Pandangannya tiba-tiba tertuju pada seorang insan yang sedang duduk di bawah pohon besar dengan kuas yang melekat pada tangannya dan kanvas yang berada tepat di depannya.

Jantungnya terasa kehilangan keahliannya untuk berdetak saat matanya bertemu dengan gadis beriris hitam yang menatapnya dengan senyuman lebar hingga menghilangkan pemandangan akan iris hitam indahnya tersebut.

"Unnie!" panggil gadis yang sedang duduk dibawah pohon sambil melambaikan tangannya kepadanya.

Ia yang masih terpaku di tempatnya hanya dapat memandangnya bingung. Membuat gadis bermata sipit yang duduk tidak jauh dari tempatnya tersebut menghampirinya dan melambaikan tangannya di depannya.

"Unnie?" panggilnya penasaran karena tidak mendapati respon sedikitpun dari gadis yang ia panggil di depannya. 

"Ah... N-ne?" gugup irene dengan wajah merah meronanya karena mendapati wajah mereka yang terlalu dekat saat ini.

"Syukurlah. Unnie terlihat melamun. Aku kira kenapa. Hahaha" tawa Seulgi hingga membuat kedua pipinya menggelembung dan matanya menyipit karena senyum lebarnya.

"Ah ... Gwenchana" Jawab Irene salah tingkah dan menundukkan kepalanya karena malu.

"Oh iya, Apa yang Irene unnie lakukan disini?" tanya Seulgi penasaran dan dijawab senyuman oleh Irene sambil menunjukkan buku yang dipegangnya.

"The fault in our stars?" tanya Seulgi penasaran melihat cover buku dengan judul The Fault in Our Stars.

"Novel?" hanya anggukan yang diberikanoleh Irene yang menatapnya dengan senyuman.

"Unnie menyukainya?" tanyanya sekali lagi penasaran dengan buku tersebut. Irene hanya tertawa menanggapinya dan berjalan melewati Seulgi untuk duduk di dekat kanvas yang Seulgi taruh diatas bangku panjang di bawah pohon.

"Kenapa masih kosong?" tanya Irene penasaran melihat kanvas yang daritadi Seulgi amati dan ternyata tidak ada goresan apapun diatasnya.

"Ah itu. Aku masih belum menemukan inspirasi. Aku tidak tau harus menggambar apa saat ini" kata Seulgi dengan cengiran khas yang selalu ia tampilkan dan berjalan untuk mengambil tempat duduk yang sebelumnya ia tempati.

"Kenapa?" tanya Irene penasaran sambil menatap lekat iris hitam milik Seulgi. Berharap bahwa ialah alasan kenapa semua itu terjadi.

 

"Aku tidak tau"

 

Lama mata mereka saling menatap lekat kedua iris masing masing. Seolah mencari jawaban dari segala pertanyaan yang ada di benak mereka dengan menatap iris masing-masing. Tidak ada yang dapat mengganggu mereka. bahkan kicauan burung ataupun semilir angin yang menghembus melewati mereka.

Tidak ada kata-kata yang saling terucap diantara mereka. Seolah mata mereka sudah mewakilkan seluruh kata yang akan terucap.

"Aku tidak tau. Setelah aku bangun dari koma

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
SoneTw_ss
#1
Chapter 6: Aduh nanggung bet
kkuma_yoong #2
Chapter 3: Jadi Seulgi kecelakaan dan separuh ingatannya hilang ??? Poor bear...T.T
BaePolarBear
#3
Chapter 1: Tubuh seulgi dpake orang lain gt?..
jasonds #4
Chapter 1: penasarannnnn
yoongie23 #5
Chapter 1: Seulgi udah meninggal atau apa ?? Kenapa Irene g bisa liat ?? Terus yg d temui Irene tu sapa ?? Please jangan sad ending author ssi...T.T