Part 7

Never Believe It

"Ya! Myung! Kenapa kau terus menyiksaku?" Sungyeol terhuyung mengikuti tarikan tangan Myungsoo yang semakin membabibuta. 

Sejak tadi Myungsoo tak berhenti memaksanya untuk meminta maaf atas kesalahan yang sama sekali tak ia perbuat. Dan sekarang namja itu tengah membawa Sungyeol ke rumahnya untuk bertemu langsung dengan Sunggyu.

"Minta maaf atau kau akan aku keluarkan dari sekolah!" tubuh Sungyeol menegang mendengar nada ancaman langsung dari bibir Myungsoo. Ia lebih baik menurutinya sekarang daripada ancamannya benar-benar terjadi.

"Myungsoo hyung." suara seseorang menyapa mereka. Myungsoo tak langsung menjawab panggilan yang tertuju untuknya itu. Ia hanya diam sedangkan tangannya memutar kenop pintu kamar Sunggyu.

Daun pintu terkuak. 

Menghembuskan hawa dingin yang tiba-tiba menguar dari kamar besar itu. Myungsoo bermaksud melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruangan pribadi milik Sunggyu, namun sesuatu menghentikan langkahnya. 

Dengan refleks kedua tangannya menutup mata kedua manusia lain yang berada tepat di sampingnya.

"Kalian tidak boleh lihat ini." bisiknya Myungsoo. 

Matanya masih menatap dingin ke arah dua orang yang berada dalam kamar itu. Ia membeku. Sulit sekali untuk sekedar menggerakkan kakinya. Hatinya bersikeras menolak pemandangan ini, tapi matanya tak sedikitpun ia alihkan dari dua objek dihadapannya.

"Myungsoo..." pekik Sunggyu kaget. 

Seketika Woohyun pun memberikan deathglare-nya pada Myungsoo ketika adik iparnya itu masih membatu.

"Ah, itu, aku.. Aku membawa dia." tunjuknya pada ruang hampa tanpa manusia di sebelahnya. 

Membuatnya terbelalak kaget dengan tidak adanya Sungyeol lagi di sebelahnya. 

"A-Aku haus, ya, aku haus, hyung. Ingin minum, udara panas sekali, ya. Haha. Jangan sungkan untuk melanjutkan, anggap aku tak melihatnya. Annyeong."

Sejurus kemudian Myungsoo melesat meninggalkan mereka berdua.

"Aish, anak itu." gerutu Sunggyu.

"Ah, iya tadi sampai dimana? Earphone, ya, hmm... Jadi earphone ini seharusnya diletakkan di perutmu, seperti ini." ujar Woohyun salah tingkah setelah apa yang ia perbuat dengan Sunggyu tadi. 

Ia menjilat bibirnya canggung. Bibir yang tadi sempat tersentuh dengan lembut oleh bibir tipis milik Sunggyu.

Sunggyu tak kalah gugup. Sesuatu yang panas menggelitik wajahnya. Masih dengan sensasi rona merah yang menjalar di setiap inci wajahnya. Ia mengangguk samar mengiyakan suara Woohyun.

"Ya sudah. Aku keluar sebentar. Ada urusan yang harus aku selesaikan. Lain kali dengarkan jika aku bicara, jangan terus menerus menggunakan earphone ini di telingamu." ujar sang cassanova itu. Kemudian ia melangkahkan kakinya menuju keluar kamar Sunggyu.

"Siapa bilang aku tidak mendengarnya? Lagipula ipod ini, kan, mati. Tapi apa katanya tadi?"

'Saranghae..' Sunggyu menutup wajahnya dengan telapak tangan, menggeleng pelan dan menyamarkan gelak senyum mengembang dari bibir mungilnya. Kata-kata Woohyun terus terngiang di pikirannya.

***

"Sungyeol Hyung, kau mau membawaku kemana?" sungut Sungjong di tengah larinya. Tangan kekar Sungyeol yang mencengkeram tangannya terus menariknya tak tentu arah.

"Ya!" Sungjong menyentak tangan Sungyeol. Menopang tangan di lututnya. Rasa lelah berlarian membuat napasnya tak beraturan. Kalau saja ada Myungsoo disini, mungkin saja Myungsoo akan memarahi habis-habisan pemuda jangkung tak tahu diri di hadapannya kini.

"Sungjong-ah, bantu aku. Tolong bujuk Myungsoo hyung untuk melepau." tangan Sungyeol bertaut sempurna memohon-mohon bagai korban yang sedang disandra oleh sang perampok. Apapun itu, ia memang seperti korban sekarang.

"Tidak mau!"

"Tolonglah! Lalu aku harus bagaimana?"

"Itu urusanmu. Terserah kau mau melakukan apa!" Sungjong melipat kedua tangannya di depan dada. Enggan melihat Sungyeol.

"M-Maksudku, aku harus bagaimana supaya kau membantuku?" Sungyeol hampir frustasi. 

Begitu mengucapkan kalimat itu, sesuatu yang tak enak mengusiknya. Sungjong menyunggingkan seringai kecil, membuat Sungyeol mengutuk dirinya yang tidak berpikir sebelum berbicara. Menyesal. Ya, menyesal.

"SUNGYEOL, DIMANA KAU!!" Sebuah suara dikejauhan menggema di telinga Sungyeol. 

Dengan cepat membuat ia panik sejadi-jadinya. Ia sedikit ragu sesaat melihat lagi seringaian kecil Sungjong. Tapi ia juga tak mau ambil resiko menjadi bulan-bulanan Myungsoo.

"Sungjong-ah, aku mau melakukan apapun asal kau membantuku. Kumohon!" Meski ragu akhirnya Sungyeol menggunakan cara terakhir. Meski ia tahu, pada akhirnya ia akan menerima masalah lagi dengan ucapannya barusan.

"Kajja! Ikuti aku!" Sunjong menarik pergelangan tangan Sungyeol. Membawanya menghilang di perbelokan jalan.

***

Woohyun tiba di sebuah gang kecil. Seperti tempatnya meminta bertemu dengan seseorang. 

Tampak di kejauhan sesorang wanita tengah berdiri menunggu-nunggu kedatangannya. Begitu terlihat jelas, wanita itu segera menghampiri Woohyun.

"Aku tahu kau pasti berubah pikiran." ucapnya yakin.

"Jangan bersandiwara di depanku. Aku tahu ini semua ulahmu." ujar Woohyun dengan wajah datar. 

Sikapnya itu membuat tatapan wanita itu membeku, berganti seringaian tipis menghiasi bibir tipisnya.

"Kau memang cerdas. Kau tahu, apapun akan kulakukan demi mendapatkanmu."

"Noona, kumohon berhentilah mengejarku!"

"Kenapa? Kenapa aku harus berhenti? Lagipula, apa tidak ada wanita cantik lagi di dunia ini, hingga kau memilih seorang laki-laki sebagai pendampingmu? " Seungyeon tersenyum meremehkan. 

Sulit dipercaya baginya seorang Nam Woohyun lebih memilih laki-laki, sedangkan banyak wanita di luar sana yang menginginkannya.

"Kau tak pantas menganggap dirimu manusia, kau seperti iblis."

"A-Apa--"

"Aku peringatkan padamu, jika kau berani sekali lagi menyakiti Sunggyu. Aku tak akan segan-segan melakukan hal buruk padamu!"

Dan detik itu pula, Woohyun membawa langkahnya menjauh dari tempat sepi dan sempit itu. Mengabaikan dan menganggap gerutuan wanita itu angin malam yang hanya berhembus lalu menghilang begitu saja.

***

Suara sendok beradu memecah keheningan. Tak terdengar suara lain dari enam manusia itu. Hanya sibuk menikmati sajian makan di hadapan mereka dengan hikmat.

Hari telah berganti. Pagi menyongsong membiasakan cahaya yang redup dan perlahan menyinari bumi dengan terangnya.

Sunggyu menyuap sendok makanan terakhir kedalam mulutnya. Terlihat terburu seperti tak mau kehilangan waktu untuk melakukan hal lain. Segera ia tenggak air mineral sampai habis. Menatap pemuda di hadapannya yang masih dalam aksi kunyah mengunyah.

"Ng... Woohyun, bisa tidak kau temani aku di rumah?" Sunggyu berujar dengan nada ragu.

Ada kegugupan di hatinya ketika meminta hal itu pada namja yang kini di hadapannya. Hingga semua mata tertuju padanya.

Woohyun bergeming. Ia sudahi pula acara makannya. Mengalihkan pandangannya ke arah Sunggyu.

Pagi itu ia memang sudah bersiap untuk berangkat ke sekolah. Aktivitas yang memang harus dijalaninya sebagai seorang pelajar. Dan tidak ada acara membolos, apalagi untuk pelajar pandai sepertinya.

Ia masih menatap wajah cantik Sunggyu. Tak langsung menjawab pertanyaan yang tadi ditujukan padanya. Woohyun tahu, Sunggyu pasti merasa kesepian dan bosan berada di rumah. 

Apalagi semenjak Sunggyu jatuh sakit, orangtua Sunggyu belum mengizinkannya untuk pergi kemanapun. Hanya di rumah, rumah dan rumah. Tentu saja membuatnya bosan.

"Aku janji akan pulang tepat waktu, kau tunggu saja ya." Senyuman terukir dibibir Woohyun.

Senyum yang tampak kaku, karena ia sadar baru saja mengecewakan Sunggyyu.

"Tidak apa-apa Woohyun. Lebih baik kau temani Sunggyu, sampai keadaannya benar-benar pulih." Ayah Sunggyu angkat bicara.

Membuat kelegaan di hati Woohyun. Jauh dalam hatinya, ia juga sangat ingin menemani namja cantik itu hari ini. Tanpa diminta pun Woohyun akan siap sedia berada disisi Sunggyu.

Namun, rasa malu dan segan yang seiring menggelayutinya, membuatnya membuang jauh-jauh keinginan itu. Toh, sekarang tanpa ia menawarkan diripun, Sunggyu kini tengah memintanya.

"Baiklah, ayah!"

***

Myungsoo berjalan terburu memasuki gerbang sekolahnya. Bukan takut karena terlambat, tapi, tujuannya kali ini adalah tetap memburu satu pemuda yang kemarin melarikan diri darinya. Lee Sungyeol. Walaupun keadaan Sunggyu sudah membaik, tapi Myungsoo masih ingin mempermainkan bocah jangkung itu.

"Myungsoo hyung!" langkah Myungsoo terhenti begitu Sungjong memanggilnya. Dan berlari menghampiri Myungsoo. Bagaimanapun ia sudah berjanji, membujuk Myungsoo agar tidak lagi menyalahkan dan menyiksa Sungyeol seperti yang dikatakan pemuda jangkung itu sebelumnya.

"Hyung, sudahlah, lepaskan saja Sungyeol. Kasihan dia!"

"Kenapa kau peduli?"

"Aku sudah berjanji padanya untuk membujukmu." Sungjong menunduk bersiap menerima omelan Myungsoo.

"Kenapa kau mau, dasar payah." sembur Myungsoo kesal.

"Karena semua itu ada imbalannya. Aku mau berbagi imbalan itu denganmu." ujar Sungjong lagi, ia mencoba melakukan penawaran agar Myungsoo mau menghentikan semuanya.

"Aku rasa aku punya ide."

***

"Woohyun temani aku jalan-jalan. Aku bosan di rumah."

"Tidak, sampai keadaanmu pulih." tolak Woohyun. Kini ia tengah berada di kamar Sunggyu yang beberapa hari ini juga telah menjadi kamarnya. Ia tengah berkutat dengan buku yang dipegangnya, tanpa sedikitpun menoleh ke arah pemuda yang kini tengah menatapnya kesal.

Sunggyu mendengus, kalau saja ia bisa merengek seperti biasanya, mungkin saja Woohyun mau menuruti permintaannya. Ia sudah berjanji untuk menuruti semua perintah Woohyun, mendengarkan nasihatnya tanpa sedikitpun membantah.

Tapi, ini justru membuatnya jengah. Hampir tak pernah ia sedikitpun menghirup udara bebas di luar sana. Baginya rumah sama saja dengan penjara, penjara tak berjeruji.

Woohyun tiba-tiba terkekeh. Ekor matanya melirik ke arah Sunggyu yang tengah meregut kesal. Membuat wajahnya yang cantik semakin lucu dan menggemaskan.

'Huh, apa-apaan.' Woohyun menggelengkan kepalanya. Membuang pikiran aneh yang sering menggelayutinya akhir-akhir ini.

"Baiklah, aku mengerti." Sunggyu menjatuhkan tubuhnya ke ranjang king sizenya. Menutupi tubuhnya dengan selimut dan bergumam tak jelas. Meski sejujurnya ia merasa sangat lega karena pemuda yang mulai menarik hatinya tersebut tengah menjaganya dengan baik.

Woohyun merasa miris. Di letakkannya buku yang sempat ia baca di tempat semula. Berujar menghampiri Sunggyu dan duduk di bibir ranjang. Mengamati tubuh Sunggyu yang terbalut selimut. Senyum kecil terukir di wajahnya.

"Ayahmu sudah mempercayakanmu padaku. Ya, aku memang tidak bisa memberikan janji apapun padamu. Tapi, selama kita bersama, aku akan memberikan yang terbaik yang aku bisa."

Sunggyu tertegun. Kata-kata Woohyun benar-benar berpengaruh baginya. Dengan kata sederhana itu, Woohyun mampu membuatnya merasa terbuai, merasa terhomati, terjunjung, dan merasa tersayangi.

Sunggyu mengangguk meski samar, meski Woohyun tak melihat. Jujur ia tak bisa mengeluarkan kata-kata apapun untuk membalas semua perkataan 'suaminya tampan itu. Sesuatu yang lagi-lagi dirasakan menggelitiknya.

'Saranghae.'

Sunggyu tersenyum lebar, kata-kata Woohyun waktu itu kembali menggelayut di pikirannya. Mungkin hanya kata cinta biasa, tapi jujur Sunggyu memang merasakan hal yang sama.

Ia menyukai, TIDAK, maksudnya mencintai cassanova yang selama ini terus berada di sampingnya. Memberinya kekuatan dan perhatian yang belum pernah ia dapatkan selain dari orang tuanya sendiri.

"Tapi, baiklah jika kau memaksa. Aku juga bosan di rumah." ujar Woohyun tiba-tiba. Langkahnya sudah sampai di ambang pintu.

"Kau serius?" Sunggyu langsung membuka selimutnya dan memandang Woohyun. Meski ia tak begitu mengerti maksud kalimat terakhir itu. Namun, mendengar Woohyun berucap begitu membuatnya begitu senang.

"Cepatlah, cepatlah. Sebelum aku berubah pikiran!"

"YA! Tunggu aku!!!!!!!!" Sunggyu berlari mengejar Woohyun. Setelah tiba di ruang tamu Woohyun berhenti daan berbalik lagi ke dalam.

"Ada yang terlupa."

"Benda ini?" tanya Sunggyu yang sudah lebih dulu memegang kunci mobil, jaga-jaga karena ia tak mau naik sepeda lagi.

Woohyun menggeleng. "Lalu apa?"

"Dompetku, pasti nanti kau minta yang aneh-aneh." jawabnya sambil berjalan ke arah kamar.

"Ya, berhenti, biar aku yang ambilkan." tawar Sunggyu.

"Terima kasih, istriku."

"Huek."

Sunggyu tersenyum geli, begitu menemukan dompet kulit jelek yang di beberapa bagian kulitnya sudah mengelupas, ia kembali keluar kamar.

"Tuan Nam, tangkap ini!" Sunggyu membuat Woohyun menoleh karena seruan itu, tanpa persiapan tiba-tiba dompet itu melayang dan salah sasaran.

Woohyun tak dapat meraihnya dan benda yang pikir Sunggyu harus segera dimuseumkan itu tergeletak dan meluncur di lantai sampai ke kaki seseorang.

Seorang pemuda menjulurkan tangannya mengambil benda itu. Ia memperhatikannya sejenak tanpa bicara apapun.

Tiba-tiba terdengar suara lain. "Siapa yang membuang-buang benda ini?"

Woohyun terdiam, itu adalah suara cibiran seorang Kim Myungsoo. Seperti biasa suara beratnya itu mudah dikenali. Tapi Woohyun tak buru-buru mengambil dompetnya yang ada di tangan Sungjong, adik tirinya yang saat itu baru saja tiba dengan Myungsoo.

Sungjong tersenyum tipis, menghampiri Woohyun dan menyerahkan dompet itu pada Woohyun. Sunggyu ikut menghampiri.

"Kau tidak sekolah?" tanya Sunggyu pada Myungsoo.

"Aku bolos."

"Dasar anak bengal."

"Sama sepertimu."

"Aish, kau---"

"Ssst," Woohyun menghentikan makian yang hampir Sunggyu semburkan untukknya. Ia memberi isyarat untuk Sunggyu melihat ke arah kakak-adik tiri yang terdiam kikuk tanpa bicara sepatah katapun.

"Woohyun" Sunggyu mengingatkan. "Ini kuncinya."

Woohyun tersadar. "Ah, iya, mau kemana kita hari ini?"

Sunggyu terkekeh..

"Aku ingin makan bulgogi."

"Kau akan mendapatkannya."

Woohyun merangkul bahunya dan berniat mengajaknya langsung menuju ke luar rumah. Namun sebelumnya secara tiba-tiba dia menghentikan langkahnya, dan berbalik.

"Gomawo Sungjong-ah" "Mianhe Sungjong-ah"

Woohyun memeluk erat Sungjong memilih menghancurkan dinding pemisah diantara mereka, menyerah dan menerima bahwa bagaimanapun saat ini Sungjong adalah adiknya, bagian dari keluarganya.

Sunggyu dan Myungsoo tersenyum, melihat hal yang memang seharusnya terjadi diantara hubungan kakak adik.

***

"Hyung, kali ini kau mau membawaku kemana?" tanya Sungyeol.

Lagi-lagi Myungsoo menarik tangannya dan menyeret paksa menuju ke arah kantin sekolah. Bersama Sungjong juga. Sungyeol bingung, baru saja bel berbunyi dan baru saja ia menuju ke luar pintu kelasnya, ia sudah dikejutkan oleh kedatangan Myungsoo dan Sungjong.

Belum lagi Myungsoo tiba-tiba menarik tangannya tanpa berbicara apapun. Ia khawatir jika Myungsoo masih mempermasalahkan tentang kejadian kemarin.

"Ya, Lee Sungjong! Sedang apa kau di sekolah ini? Membolos?" tanyanya lagi.

Seingatnya, Sungjong tidak berada di satu sekolah yang sama dengannya.

"Aku libur."

"Bo-"

"Sudah sampai. Nah, Sungyeol, tenanglah aku sudah memaafkanmu. Aku ingin mengajakmu makan bersama. Kau keberatan?" Sungyeol menggeleng cepat.

Dalam pikirannya, ia berpikir bahwa Myungsoo membawanya kesini untuk mentraktir makan sepuasnya. Menurutnya hanya permintaan maaf, semacam itu.

"Bibi, pesan makanan seperti biasa ya!" ucap Myungsoo pada penjaga kantin itu.

Sungjong mengambil posisi duduk dekat Sungyeol.

"Kita akan makan banyak? Wah senangnya." ucap Sungyeol dengan wajah berbinar.

Beberapa menit kemudian, makanan yang mereka pesan tiba di meja mereka.

"Tentu saja. Makanlah yang banyak, biar kau cepat gemuk." sindir Myungsoo.

Kemudian wajah keduanya Myungsoo dan Sungjong tersenyum jahil melihat Sungyeol seperti tak sabaran melahap semua makanan itu. Ia melahap semua hidangan yang ada di hadapannya tanpa memperdulikan apapun.

Tok tok tok.

Tiba-tiba Myungsoo memukul meja tiga kali dengan sendok makannya.

"Pengumuman, berhubung temanku, Sungyeol hari ini sedang berulang tahun, kalian boleh makan apapun sepuas kalian. Jangan khawatirkan tentang uang kalian, karena kali ini Sungyeol yang akan membayar semua makanan kalian. Dengan kata lain, semua ini gratis. Kalau begitu, mari ucapkan selamat ulang tahun untuknya." seru Myungsoo yang membuat semua mata memandangnya dengan berbinar. Tentu saja, siapa yang tidak mau diberi makanan gratis.

"SELAMAT ULANG TAHUN SUNGYEOL"

Suara mereka serentak menggema di dalam kantin itu seiring dengan suara tepuk tangan meriah dari semua semua murid. Sedangkan Sungyeol kelabakan dan hampir mengeluarkan semua makanan yang hampir masuk ke dalam tenggorokannya. Karena menurutnya, ulang tahunnya baru saja ia lewati beberapa bulan yang lalu.

'OH TIDAK!!!!' teriak Sungyeol dalam hati.

TBC

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
imsmlee86 #1
Chapter 5: Sunggyu terlalu manjaaa, harus dimarahin sekali" kalau ga kasihan woohyun ;A;
imsmlee86 #2
Chapter 4: Myungsoo siap"itu mulut dijait sunggyu... btw kayak ada suasana bollywoodnya gitu ya woohyun sama sunggyu kejar"an mulu xD
imsmlee86 #3
Chapter 3: Rasanya pengen ke woohyun ke sekarang juga dan bilang: oppa aku hamil anakmu xD woohyunnya baik banget♡
imsmlee86 #4
Chapter 1: Buah jamblang... seriously hahahaha *emot ketawa nangis*
KiwiPrincess #5
Chapter 4: Huaaa..itu yg nguping siapa???? Ah, authornim selalu sukses bikin penasaran.. >.< semoga kelanjutannya bisa di update secepatnya.. >,<
pcyexx #6
Chapter 4: aaaaaa mkasih updatenyaaaaaa dibuat penasaraaannn wk, hidupp woogyuuuu wk
KiwiPrincess #7
Chapter 3: Waaahhh..jadi makin penasaran..what wil happen next?!? Jeng..jeng.. ?

Baru nyadar kalo aku blm ngesubscribe ini ff..aigooo.. ?
alonelover
#8
Chapter 3: Penasaran, Sunggyu bisa hamil gimana ceritanya.
pcyexx #9
Chapter 3: I'm seriously curious about the next chapter... please update soon author nim~
just please let woohyun show sunggyu that he really care about him, let they have their moment and understand each other better~ thank u for the update~ ^^