Part 2

Never Believe It

Pagi itu benar-benar pagi yang melelahkan bagi Sunggyu.

Ia telah melewatkan hari kemarin dengan perasaan yang bercampur.

Dalam keadaan terpuruk, Tuhan seolah mempertemukannya dengan penolong seperti Woohyun.

Semalaman ia berpikir tentang pemuda itu, kalau diingat pemuda itu memang tak seburuk yang dianggapnya selama ini.

Dulu ia sangat membencinya karena sikapnya yang dingin.

Sunggyu membuang pemikiran itu jauh-jauh sekarang, pemuda bernama Nam Woohyun itu memang adalah penolong dengan caranya sendiri.

Sunggyu mulai menikmatinya.

Sekarang jam pelajaran sudah dimulai.

Kelas Jung Songsaengnim, guru sejarah yang terkenal galak dan tak mentolerir siapapun yang membuat ulah dalam pelajarannya.

Sunggyu tahu hal itu, Jung Songsaengnim bukan orang yang takut akan tingginya kekuasaan seseorang.

Jika memang anak itu salah, siapapun itu akan habis dimarahinya. Kali ini jabatan ayahnya tak bisa menjadi tameng untuk melindunginya.

Sunggyu mengantuk.

Wajahnya benar-benar letih dan perutnya terasa dikocok-kocok, seperti kemarin.

Tak peduli, ia memilih menenggelamkan wajahnya pada kedua tangan yang ia tumpu di meja dan mulai tertidur.

Pletak.

"Aw." Sunggyu meringis, sesuatu mengenai kepalanya.

Ia mendongak untuk memastikan apa yang terjadi. Sebuah spidol yang biasa digunakan untuk menggambar -coret- untuk menulis tergeletak tak jauh di mejanya. Ia menoleh ke depan dan mendapati gurunya yang galak itu berkacak pinggang.

"Jika kau ingin tidur, sebaiknya kau pulang! Keluar dari kelasku!"

***

Sunggyu berjalan lunglai, kepalanya pusing dan tubuhnya lemas.

Pengusiran Jung Songsaengnim setidaknya memberi pencerahan untuknya.

Bagaimana tidak, dari pada ia pura-pura menyimak dan nantinya mendapat masalah juga, lebih baik ia keluar dan cari tempat senyaman mungkin untuk istirahat.

Daun pintu ruang klub musik yang terbuka menarik perhatiannya. Daripada berjalan-jalan di koridor tak jelas, ia memutuskan masuk.

Tapi, baru selangkah ia memasuki ambang pintu, ia menabrak meja panjang dan menjadi perhatian orang-orang di sana.

"Hei."

Suara seseorang mengagetkan Sunggyu.

Suara yang akhir-akhir ini tak asing di telinganya.

Sunggyu terus mencari-cari asal suara yang menginterupsinya, sampai berhenti pada satu titik.

"Woohyun-ah." Masih dengan lunglai Sunggyu menghampiri Woohyun yang tengah duduk didepan sebuah piano kemudian ia berangsur duduk di sebelah Woohyun.

"Kau kenapa?" tanya Woohyun tanpa mengalihkan matanya.

"Aku lelah dan mengantuk."

"Morning sickness?"

"Apa?" Sunggyu menatap Woohyun dengan tatapan bingung.

"Morning sickness, penyakit ibu hamil. Akan merasa lelah dan mengantuk di pagi hari." jawab Woohyun.

Sunggyu mengangguk, rupanya pemuda di sebelahnya ini memang tahu banyak hal. Atau mungkin ia pernah mengalaminya? Hah, tidak mungkin.

"Tapi, aku bukan ibu hamil." Sedetik kemudian Sunggyu meregut kesal atas penegasannya sendiri.

"Berarti kau ayah hamil." Woohyun tertawa geli, menanggapi ekspresi wajah Sunggyu yang semakin berkerut-kerut.

Lalu menepuk pundaknya. "Ini. Aku pinjamkan bahuku, jika kau ingin tidur."

Sunggyu melipat bibirnya ke dalam, susah payah ia menahan senyumnya mendapat perlakuan manis seperti itu.

Satu lagi yang ia kenal dari pribadi Woohyun. Tapi, tiba-tiba ia tersadar ketika ada yang meneleponnya, dengan cepat ia mengangkat ponselnya ke telinga.

"APA?! Kenapa kau bodoh sekali, sih?!" teriak Sunggyu yang membuat Woohyun terlonjak.

Untuk beberapa detik Sunggyu diam, mendengarkan ucapan di ujung telepon yang tak mungkin bisa Woohyun dengar.

"Ah, sudahlah terserah kau saja!"

Sunggyu membuang ponselnya asal setelah sempat berteriak-teriak tak jelas dengan orang yang menghubunginya.

Baru saja ia tenang, telepon tadi justru kembali mengusik ketenangannya.

Kemudian matanya beralih ke arah Woohyun yang tampak bingung. Alis matanya berkerut.

"Woohyun ini gawat, ini gawat, ini masalah besar!" Sunggyu mengguncang kuat-kuat bahu Woohyun.

Membuat tubuh pemuda itu bergetar hebat akibat guncangan yang membabibuta itu.

"I-Iya, ada apa?" tanya Woohyun suara yang putus-putus. 

Berusaha menyeimbangkan suaranya yang ikut bergetar akibat guncangan itu. 

"L-Lepaskan aku!"

Sunggyu menghembuskan napas yang kini terasa sangat sesak, kemudian ia melepas cegkeramannya pada bahu Woohyun.

Wajahnya tampak cemas sambil menatap Woohyun seperti tatapan seorang penagih hutang.

"Ayahku sudah mengetahui kehamilanku, Woohyun, bagaimana ini? Ia meminta bertemu dengan orang yang menghamiliku. Kau harus bertanggung jawab!"

Woohyun tercengang.

"Secepat itu? Lagipula kenapa kau memberitahu ayahmu?"

"Bukan aku, tapi Myungsoo." ralatnya.

"Adikmu itu? Darimana Myungsoo tahu?"

"Aku yang menceritakannya. Ya Tuhan, bodoh sekali. Woohyun, bagaimana ini? Kau mau menepati janjimu, kan? Masalahnya ayahku ingin bertemu denganmu pulang sekolah nanti."

Sunggyu menunduk lesu, memang sebagian besar ia menaruh harapan pada Woohyun, tapi disisi lain ia masih merasa takut jika Woohyun menjadi pelampiasan kekesalan ayahnya itu.

Woohyun tampak berpikir. Mengakui hal yang tidak ia perbuat, bukan perkara yang mudah.

Ia menyetujui permohonan Sunggyu saat itu karena ia merasa iba dengannya.

Untuk masalah pertanggungjawaban itu, ia sendiri belum memikirkan bagaimana menghadapinya nanti.

"Kenapa kau tidak mencoba bicara baik-baik kepada ayahmu itu, aku rasa ia akan mengerti!" bujuk Woohyun lagi, ia menggunakan cara selembut mungkin agar tak membuat Sunggyu marah dan agar Sunggyu mau menurutinya.

"Tidak bisa." Sunggyu menunduk dalam-dalam.

"Maaf, Woohyun, aku telah melibatkanmu dalam masalah ini. Lebih baik kau lupakan saja masalah ini, biar aku selesaikan sendiri."

Woohyun tergugu. Melihat keadaan Sunggyu yang seperti ini justru malah lebih mengoyak hatinya.

Kalau sekarang ia pergi tanpa bertanggungjawab, itu sama saja ia berbohong karena hanya memberi harapan palsu pada Sunggyu.

Lalu jika ia bertanggungjawab dan ayah Sunggyu membunuhnya, siapa yang akan bertanggung jawab atas kematiannya nanti?

Woohyun menggelengkan kepalanya.

Dalam sekejap tubuh namja manis itu telah berada dalam rengkuhannya.

"Sst, jangan menangis, aku akan bertanggung jawab."

"Terima kasih, Woohyun."

Woohyun mengangguk. Semoga keputusannya benar.

"Kau sudah makan?"

Sunggyu mendongak, menatap Woohyun kemudian menggelengkan kepalanya.

"Dasar bodoh! Jika perutmu kosong, kadar asam lambungmu akan naik. Dan itu akan membuatmu mual." ceramahnya.

Sunggyu tercengang mendengar penjelasan itu. Selama ini ia tak tahu, makanya tak pernah memikirkan hal itu.

Dan sepertinya Woohyun memang orang tepat untuk berada di sisinya saat ini. Woohyun tahu banyak, dan itu akan banyak membantu Sunggyu dalam menjaga anaknya.

"Kau tahu banyak. Kau pernah hamil?" tanya Sunggyu dengan polosnya.

"Iya aku pernah hamil, anakku kembar dua belas." seru Woohyun dongkol.

Dan setelah melihat Sunggyu tertawa lepas karena itu, tanpa sadar ia tersenyum.

"Makanlah! Untung tadi aku membawa ini."

Woohyun mengeluarkan semua kotak bekal yang sudah dipersiapkan dari rumah.

Mulai dari sandwich, nasi goreng dengan telur mata sapi.

"Aku mau yang ini, ah, yang ini juga. Apa boleh aku makan semua?" senyum Sunggyu sumringah, menatap satu persatu kotak berisi makanan dengan wajah seperti singa lapar.

Woohyun tertawa kecil, ia mengusap kepala Sunggyu dengan lembut.

"Dasar rakus. Ya, makanlah semuanya. Pelan-pelan saja." suruhnya.

"Orang hamil tidak boleh terlalu banyak pikiran dan tekanan. Jika kau ada masalah ceritakan padaku, ya."

Deg.

Sunggyu terpaku.

Perlakuan manis Woohyun membuatnya melihat sisi pemuda itu yang lain lagi.

Tanpa sadar ia tersenyum.

Diam-diam mulai mengakui kebaikan cassanova di hadapannya ini.

***

Setelah menghabiskan seluruh makanan yang berada didepannya, Sunggyu langsunv menenggak habis minuman yang disodorkan Woohyun.

Ia terlalu kenyang hingga rasanya matanya semakin berat saja.

Sepertinya ia malah semakin mengantuk.

"Sunggyu-ya." panggil Woohyun setelah sekian lama namja itu tak pernah menyebut nama pemuda cantik itu.

"Aku gugup, bagaimana, ya, cara mengakui semuanya pada ayahmu?"
Woohyu berkata tanpa memandang Sunggyu.

Dan Sunggyu tak bergeming.

"Bagaimana jika ayahmu justru membunuh kita berdua?" Woohyun menghela napas panjang.

Perkataannya masih tak ditanggapi oleh namja disebelahnya ini.

"Ya! Kau dengar ti-"

Woohyun tak melanjutkan kata-katanya begitu kepala pemuda itu jatuh tepat di bahunya.

Ia tertawa kecil melihat Sunggyu tertidur.

Kemudian ia membentangkan jaket miliknya menutupi tubuh Sunggyu, berharap Sunggyu menemukan kehangatan di sana.

***

"Kau pulang denganku saja! Aku tidak tahu dimana rumahmu!" mereka berjalan keluar ruang klub musik begitu bel pulang sekolah berbunyi.

"Naik sepeda?" tanya Sunggyu dengan nada meremehkan.

"Tidak, nanti anakmu bisa mati terguncang jika naik sepedaku."

"Ini, kan, anakmu juga." sungut Sunggyu.

"Sebesar itukah kau ingin aku menjadi ayah dari anakmu itu?" goda Woohyun.

"Percaya diri sekali, tuan Nam. Sepertinya anakku tak mau mempunyai ayah sepertimu."

"Tapi ibunya sangat menginginkannya, bukan?" Gelak tawa Woohyun menggema di pelataran.

Langkahnya tetap tak terhenti menuju tempat kendaraannya parkir.

Ia tak menyadari perkataannya tadi membuat wajah Sunggyu bersemu merah.

"Kajja! Sampai kapan kau mau berdiri disitu?"

Sunggyu terhenyak karena teriakan Woohyun, lalu berlari menghampirinya.

Ia bingung melihat Woohyun membuka sebuah mobil sport berwarna hitam.

"Ini mobil siapa?"

"Mobil sewaan." jawab Woohyun.

Sunggyu mengerutkan dahi, ia belum sepenuhnya tahu apa dan siapa sebenarnya pemuda di hadapannya ini.

***

Woohyun menatap ke setiap sudut ruangan megah itu dengan takjub.

Berbagai perabot dan barang antik berdiri angkuh di segala penjuru ruangan itu, seperti serdadu.

Woohyun merasa jantungnya berdegup sangat kencang, Ia melirik Sunggyu yang masih berdiri di sebelahnya menyusuri lantai marmer yang dingin di rumah itu.

Berkali-kali menahan napas, dadanya sesak seolah tak mendapatkan oksigen.

Satu tamparan telah ia dapatkan saat bertemu langsung dengan ayah Sunggyu di depan pintu tadi.

Kemudian tanpa berkata apapun, mereka dibimbing untuk masuk dan duduk di salah satu sofa di ruang tengah.

Televisi besar nampak di tengahnya, bagi Woohyun benda itu seperti mengejeknya.

Ia melihat sudut lain, foto keluarga yang besarnya melebihi kaca di rumahnya terpajang di sana.

Empat orang di foto itu, Sunggyu, Myungsoo dan kedua orangtuanya.

Satu dehamam membuat Woohyun tersadar. Ia mendapat tatapan tajam dari tulang punggung keluarga itu yakg kini tengah duduk di hadapannya.

"Benar kau yang menghamili anakku?" tuan besar Ki. akhirnya bersuara setelah beberapa saat menangguhkan diri untuk tetap menatap Woohyun.

Sunggyu sedari tadi hanya diam memandang Woohyun dengan tatapan cemas.

Woohyun menatap Sunggyu seolah minta persetujuan.

Sunggyu tak bicara apapun, tapi ekspresinya seperti memohon belas kasihnya. "Benar."

"Kenapa ia bisa hamil? Berapa kali kau 'bermain' dengannya?" Paru-paru Woohyun meronta, pasokan oksigen semakin menipis saja hingga rasanya tak sanggup untuk membuatnya bernapas lagi.

Ia tak menyangka mendapat pertanyaan menohok dan menampar seperti ini.

Pada kenyataannya ia belum pernah melakukannya sekalipun dengan Sunggyu.

"Aku lupa. Sepertinya sudah berulang kali." jawab Woohyun sekenanya.

"Cih! Anak muda jaman sekarang. Siapa namamu?" tanya tuan Kim masih dengan tatapan remeh.

"Namaku Nam Woohyun."

"Margamu Nam?"

"Benar."

***

"Woohyun tunggu, aku ingin bicara denganmu! Ya! Woohyun."

Blam.

Woohyun melesat begitu saja menggunakan mobil yang ia pakai tadi tak menghiraukan atau pura-pura tak menghiraukan panggilan Sunggyu.

Urusan gilanya hari ini telah selesai dan ia beruntung tak jadi santapan makan malam keluarga itu hari ini.

Ia terlalu lelah, dan tak ingin bicara lagi.

Sunggyu terdiam di tempatnya, ia sungguh merasa bersalah. Dan tiba-tiba ponselnya bergetar.

"Temui aku di kedai ramen besok sepulang sekolah." Seringai tipis terbentuk di bibir tipisnya begitu menirukan isi pesan yang masuk itu.

Pesan dari Woohyun.

***

Apa yang akan kau lakukan jika sebuah takdir mengubah hidupmu?

Berlari, menghadapinya, atau pura-pura tak peduli?

Berkali-kali Sunggyu menyunggingkan senyum hari ini, ia mengingat semua perlakuan pemuda yang tiba-tiba masuk kedalam kehidupannya, merekamnya dengan baik.

Ia menemukan keyakinan bersama Woohyun, padanya ia kembali bersemangat untuk melanjutkan langkahnya.

Takdir bukan untuk ditakuti. Memilih atau tidak memilih ia harus tetap menjalaninya.

Sedikit demi sedikit Sunggyu mampu menerima keadaan ini.

Pemuda itu seperti memberinya kekuatan kasat mata yang terus mendorongnya.Kharisma yang kentara membuatnya terbelenggu.

Ia tak bisa menyembunyikan semuanya lagi, ia bisa jujur hanya pada Woohyun.

Diam-diam ia mulai menyukainya. Pemuda biasa dengan sejuta pesona, cassanova dengan segala kehangatan.

"Bibi, ramennya enak, aku minta semangkuk lagi." Sunggyu mengusap perutnya, ini adalah mangkuk keenam sejak ia masuk ke kedai ramen siang itu, namun hasrat laparnya tak kunjung mereda.

"Terima kasih, bibi yang cantik. Huwa, ini lezat sekali." serunya begitu bibi penjual ramen itu menyodorkan satu mangkuk lagi.

Sedang asiknya Sunggyu dalam aksi kunyah mengunyah, Woohyun 
tiba-tiba datang dan menarik mangkuknya.

"Fya! Affkhu seffdfang mfakaffn ifftuufh." ucap Sunggyu sambil mengusap mulut penuhnya dengan serabutan.

"Bibi, apa orang ini sudah bayar?" tanya Woohyun, ia menghitung jumlah mangkuk yang ia pikir mustahil jika itu hanya untuk dimakan sendiri.

"Ah, belum." jawab wanita tua itu singkat mengingat kesibukannya melayani beberapa pembeli.

"Bibi, uangnya aku taruh di meja, ya." Woohyun mengeluarkan uang dalam dompetnya dan meletakkannya dimeja tempat Sunggyu itu.

Kemudian ia menarik paksa lengan Sunggyu, hingga tubuh pemuda cantik itu terhuyung mengikutinya.

"Ya! Nam Woohyun, apa yang kau lakukan? Lepaskan aku!" Seberapa keraspun ia meronta percuma.

Tubuh dan cengkeraman Woohyun lebih kuat darinya.

"Jaga pola makanmu! Jangan makan sembarangan seperti itu." sentak Woohyun tanpa berhenti berjalan dan tanpa melepaskan cengkeramannya di lengan Sunggyu.

Sunggyu meringis. "Ya! Jangan cepat-cepat jalannya, perutku sakit!" keluh Sunggyu yang langsung membuat Woohyun menghentikan langkahnya, Sunggyu yang tak sadar karena pemberhentian tiba-tiba itu menabrak punggung Woohyun.

"Gwaenchannayo?" tanya Woohyun khawatir.

"Kenapa kau lama sekali? Kenapa kau selalu membuatku menunggu? Aku lapar, jangan salahkan aku jika aku makan makanan itu." sungut Sunggyu, temperamennya akhir-akhir ini sedang tidak baik.

Bukannya menghibur Woohyun malah semakin membuatnya kesal.

Pluk.

Woohyun melempar sekantung plastik berlogo lottemart ke arah Sunggyu, dengan gerak reflek pemuda itu menangkapnya.

Sunggyu membuka kantung plastik itu dan terkejut begitu melihat isinya.

"Susu? Makanan untuk ibu hamil? Dan ini buku mengenai kehamilan?" pekik Sunggyu, ia merasa malu dan juga senang.

Namja tampan dihadapannya ini memang namja yang benar-benar pehatian dengannya. Meski Sunggyu pikir pada awalnya mustahil namja seperti dia peduli jika dilihat dari luarnya saja.

"Jadi kau lama karena membeli ini?" Sunggyu menaikkan satu alisnya, bermaksud menggoda Woohyun dengan berpura-pura tidak suka.

"Kau tidak mau? Sini kembalikan!"

"Eh? Siapa bilang aku tidak mau, aku mau!" Sunggyu menarik dan memeluk kantung plastik itu, begitu tangan Woohyun mencoba merebutnya lagi.

"Aku minta bertemu hanya ingin memberi itu. Kajja, kau harus ikut denganku." Woohyun terus menarik-narik tangan Sunggyu dan mendorong paksa masuk ke dalam mobilnya.

"TIDAK MAU! LEPASKAN!!! KUBILANG TIDAK MAU, LEPASKAN! YA, LEPASKAN!"

Blam.

TBC

Akhirnya ff ini dilanjut, walaupun kayanya ga nyambungnya.. Mianhe..

Btw Gmn suka ga? 🙄
Klo ga, mw di ending aja ney ya..

N as always, gomawo buat yang ngabisin waktunya buat baca..

Ditunggu aja vote & commentnya.. 

-Trieriz-

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
imsmlee86 #1
Chapter 5: Sunggyu terlalu manjaaa, harus dimarahin sekali" kalau ga kasihan woohyun ;A;
imsmlee86 #2
Chapter 4: Myungsoo siap"itu mulut dijait sunggyu... btw kayak ada suasana bollywoodnya gitu ya woohyun sama sunggyu kejar"an mulu xD
imsmlee86 #3
Chapter 3: Rasanya pengen ke woohyun ke sekarang juga dan bilang: oppa aku hamil anakmu xD woohyunnya baik banget♡
imsmlee86 #4
Chapter 1: Buah jamblang... seriously hahahaha *emot ketawa nangis*
KiwiPrincess #5
Chapter 4: Huaaa..itu yg nguping siapa???? Ah, authornim selalu sukses bikin penasaran.. >.< semoga kelanjutannya bisa di update secepatnya.. >,<
pcyexx #6
Chapter 4: aaaaaa mkasih updatenyaaaaaa dibuat penasaraaannn wk, hidupp woogyuuuu wk
KiwiPrincess #7
Chapter 3: Waaahhh..jadi makin penasaran..what wil happen next?!? Jeng..jeng.. ?

Baru nyadar kalo aku blm ngesubscribe ini ff..aigooo.. ?
alonelover
#8
Chapter 3: Penasaran, Sunggyu bisa hamil gimana ceritanya.
pcyexx #9
Chapter 3: I'm seriously curious about the next chapter... please update soon author nim~
just please let woohyun show sunggyu that he really care about him, let they have their moment and understand each other better~ thank u for the update~ ^^