Empat Mata yang Tak Bertemu

7 Reasons Why I Can Not Love You
Please Subscribe to read the full chapter

Hari ini tepat setahun Seulgi menjalin hubungan dengan Juhyun. Mereka merayakan hari special itu dengan makan malam berdua di restoran favorit Juhyun. Restoran tersebut memiliki area indoor dan outdoor. Mereka lebih memilih untuk duduk di area outdoor karena jarak meja satu dengan yang lainnya cukup berjauhan, juga cahaya lilin yang terdapat di setiap meja membuat suasananya jauh lebih romantis.

“Apa harapanmu untuk hubungan kita?” Juhyun menatap Seulgi dengan serius.

“Aku ingin menikahimu.” Seulgi menjawab sambil mengunyah steak yang dipesan dengan tingkat kematangan medium-well.

“Kau sendiri?”

Juhyun mengalihkan pandangannya ke gelas kaca yang berisi anggur. Dia menyentuh gelas itu dengan jemarinya seolah menunggu detik yang tepat untuk menjawabnya.

“Aku berharap kau bisa mencintaiku seutuhnya, tanpa bayang-bayang orang lain.”

**

“Kau sudah menyiapkan materinya?” Tanya Seungwan yang sedang memotong-motong buah di dapur milik Seulgi.

“Sudah.” Jawab Seulgi singkat.

“Mapnya?”

“Sudah juga, Seungwan-ah… Cerewet sekali.”

“Hey, aku ini cerewet untuk kebaikanmu juga. Hari ini kau ada meeting dengan rektor dari universitas di seluruh Korea kan? Aku tidak ingin hari pentingmu jadi berantakan gara-gara kau lupa membawa sesuatu.”

“Astaga, aku terharu mendengarnya.” Seulgi menatap layar tabletnya dan sibuk membaca berita-berita terkini.

“Kau pikir aku bercanda ya? Ini, buah untukmu. Kau bisa makan di perjalanan.”

“Gomawo, Seungwan-ah…” ujar Seulgi yang tidak juga menatap Seungwan.

“Aku ingin menjadi tabletmu saja rasanya. Aku iri dia bisa diperhatikan terus olehmu. Bahkan saat berbicara denganku saja kau tidak pernah menatapku.”

Seulgi yang mendengar perkataan Seungwan langsung menaruh tabletnya di atas meja dan menarik tangannya. “Sini, kemarilah, duduk di sampingku.”

Seungwan menghampirinya dengan wajah cemberut. Seulgi memeluknya dengan erat seperti seorang anak kecil yang memeluk boneka kesayangannya. “Saat aku ingin berangkat kerja, aku tidak ingin menatapmu. Kau tahu kenapa? Karena jika aku terus menatapmu, aku tidak ingin kerja dan malah ingin menghabiskan waktu denganmu saja.”

“Pembohong… Kau memang tidak peduli denganku lagi karena aku…”

“Diam. Jangan bicara yang bukan-bukan… Dan jangan lagi menyempatkan datang ke sini pagi-pagi hanya untuk menyiapkan sarapanku. Aku bisa mengurus semuanya sendiri.”

“Apa kau benar-benar menyiapkan diri saat kita sudah tidak bersama lagi?” Nada bicara Seungwan memelas.

“Aku tidak mau menjawabnya. Aku benci saat kau mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti itu. Aku yakin kita akan tetap bersama, Seungwan. Jadi berhentilah bertanya seperti itu, kumohon…”

**

“Omo, omo, aku lelah sekali.” Seulgi merenggangkan pinggangnya ke kanan dan ke kiri. Dia dan Juhyun sedang sibuk memeriksa hasil ujian. Dia adalah salah satu dosen yang bekerja di Universitas Seolu yang amat terkenal.

“Kau sudah selesai memeriksanya?” Juhyun bertanya untuk memastikan.

“Iya, sudah. Kau tinggal berapa lagi?”

Juhyun mengangkat lembar ujian yang ada di atas meja. “Tinggal satu ini.”

Seulgi menunggu Juhyun memeriksa sembari merapikan file excel di laptopnya. Dia memasukkan nilai satu persatu dari mahasiswa yang lembaran ujiannya ada padanya.

Setelah sepuluh menit berlalu, Seulgi sudah selesai memasukkan nilai-nilai ke dalam file excel. Dia lalu meminta Juhyun membacakan lembaran yang dia pegang.

“Ji Seok Jin, enam puluh lima.” Juhyun mulai menyebutkan hasil ujian satu per satu. “Jae Seok Yoo, delapan puluh.”

“Lalu?”

“Kang Gae Ri, delapan puluh lima. Kang Seung Hwan,” Juhyun berhenti sejenak saat membaca nama itu. Namanya mirip dengan nama mantan pacar Seulgi, Son Seungwan. “Delapan puluh delapan,” lanjutnya.

 

“Kang Gae Ri, tujuh puluh. Kau dan aku Sembilan puluh.” Seungwan tertawa sambil menunjuk Seulgi dan dirinya sendiri.

“Ya! Apa maksudnya kau dan aku?” Seulgi kesal karena Seungwan bermain-main dengan nilai ujian mahasiswanya.

“Kang Seung Hwan, Kang Seung Hwan… Bukankah kau Kang dan aku Seung Hwan? Hahaha.” Dia tertawa lagi.

“Kau itu Seung WAN bukan HWAN! Oke?” Seulgi memberikan pandangan sinis ke Seungwan yang masih saja tertawa. “Tertawa saja terus…”

“Menyebutkan namanya yang seperti gabungan namaku dan namamu saja sudah lucu menurutku. Ditambah lagi melihat ekspresimu yang jengkel, jauh lebih lucu Seulgi.” Seungwan tak dapat menghentikan tawanya dan memeluk Seulgi.

 

Seulgi kehilangan fokus selama beberapa saat, sehingga dia bertanya lagi kepada Juhyun, “tunggu-tunggu, aku salah pencet. Tadi kau bilang berapa, Seungwan-ah?”

Juhyun langsung bereaksi ketika dia mendengar Seulgi salah menyebut namanya. Dia membanting tumpukan kertas yang ada padanya.

“Seungwan lagi, Seungwan lagi! Kapan kau akan melupakannya, Kang Seulgi?!” Juhyun berteriak.

“A-aku bukannya salah memanggil namamu. Tapi tadi mahasiswaku bernama Seungwan kan?” Seulgi beralasan. Sebenarnya dia memang memikirkan Seungwan saat mendengar nama itu.

“Seung Hwan! Apa kau tidak dengar? Seung HWAN!” teriaknya lagi.

“M-maaf… Aku sungguh tidak akan mengulanginya lagi.” Seulgi memelas dengan perasaan yang kacau balau.

“Tidak akan mengulanginya lagi? Seulgi, aku bahkan tidak bisa menghitungnya lagi berapa banyak kau salah memanggil namaku. Kita sudah berpacaran lebih dari setahun dan yang kau sebut terus-terusan adalah Wan-ah, Seungwan-ah…” Juhyun menghentikan perkataannya karena lehernya yang terasa tercekik.

“A-ku… Bae Juhyun!”

**

“Halo, Seulgi-ya! Kau di mana? Apa kau mengganti passwordnya?” Juhyun yang berdiri di depan pintu rumah Seulgi tampak panik meneleponnya.

“A-aku masih di kampus. Aku baru mengganti passwordnya karena temanku kemarin mengambil dokumen yang tertinggal.” ujar Seulgi setengah berteriak dari ujung telepon. Suara hujan yang begitu deras membuatnya harus sedikit menambah volume suaranya. “Kenapa kau ke rumahku? Bukankah kau sedang marah denganku?”

“Aku kehujanan, bajuku basah semua. Aku punya beberapa baju di rumahmu, kan?” Juhyun menggigil dan suara gemertak giginya mulai terdengar.

“Masuklah, passwordnya hari ulang tahunmu.” Seulgi beranjak meninggalkan tempatnya. Payung berwarna hitam yang terbuka lebar masih tidak bisa melindungi badannya dari hujan yang turun begitu deras.

Tiiit

Juhyun berhasil membuka kunci rumah Seulgi dengan memasukkan tanggal lahirnya. “Kapan kau akan sampai rumah?”

“Aku rasa sekitar satu jam lagi.”

“Hey, kau bilang kau di kampus? Jarak dari sini ke kampus hanya lima belas menit. Kenapa memangnya?” Juhyun bertanya dengan penuh kekhawatiran. Seringkali terjadi seperti ini. Semarah apapun mereka satu sama lain, tidak pernah ada yang bertahan lebih dari tiga hari. Mereka selalu membaik dengan sendirinya dan berbalik saling mengkhawatirkan.

“Aku masih ada sedikit kerjaan.” Seulgi menyembunyikan suaranya yang bergetar agar tidak ketahuan dia sedang kedinginan.

“Cepat pulang, aku akan memasak sup untukmu. Saranghae, Kang Seulgi.” Juhyun menutup teleponnya.

Saat itu juga Seulgi menutup pintu mobilnya dan menangis sambil menyan

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
hi_uuji
#1
Chapter 7: Kasian banget di drabble ini Wendy jadi third wheel terus 💔🫂
hi_uuji
#2
Chapter 4: Aduuh bgsattt ini rumit bet dah
hi_uuji
#3
Chapter 2: Anjjjjjj sakit banget 😭
hi_uuji
#4
Chapter 1: Perasaan udah pernah baca ini di wp 😭😭😭 tapi tetep kaget 😭😭😭
HaradaKim #5
Chapter 7: Kok sedih ya
bpmaknae
#6
Chapter 7: Line terakhir dari juhyun ngena bgt, gila amaze aku ama fic ini
bpmaknae
#7
Chapter 6: Keren bgt idenyaa, joohyun yg bisa liat masa lalu dan seulgi yg bisa liat masa depan ughhh
bpmaknae
#8
Chapter 4: Nooooo plot twistnya parah :'(
bpmaknae
#9
Chapter 2: Aaaa gila gatau lg ini jantung biaa deg2an gini bacanya
Seulrenefrvr #10
Chapter 7: Sedih semua ya -____-