Getaran yang Salah

7 Reasons Why I Can Not Love You
Please Subscribe to read the full chapter

 “Seulgi-ya.. Apa aku boleh menjodohkan Irene dengan Wendy?” tanya Joy.

Aku terdiam membisu. Pertanyaan bodoh macam apa yang berani-beraninya diajukan oleh Joy. Padahal dia sudah tau aku sudah lama menyimpan perasaan kepada Irene. Mengapa kau seperti ini Joy, apa yang ada di benakmu?

Entah sejak kapan aku mulai mengagumi Irene. Dia cantik sekali. Bahkan memikirkan kecantikannya seringkali membuatku kehilangan pikiran.

Rambutnya yang tergerai sebahu, aku ingin sekali membelainya. Pipinya yang sedikit chubby dan mudah memerah saat dia malu, aku ingin menyentuhnya, menciumnya dengan lembut. Tubuhnya yang kecil namun proporsional, aku ingin sekali memeluknya dengan erat. Ah, Irene!

“T..tentu saja boleh. Mengapa kau harus izin kepadaku?” tanyaku dengan raut wajah seolah tidak tahu apapun.

Joy terlihat senang. Aku tahu alasan dibalik senyumnya. Pasalnya, Irene mempunyai sahabat yang bernama Yeri. Aku benar-benar bisa memastikan bahwa Yeri adalah tipenya Joy. Dia sangat menyukai orang yang ceria, yang bisa mengubah suasana di sekelilingnya menjadi lebih berwarna. Dengan menjodohkan Wendy dengan Irene sama saja bisa memudahkan jalannya untuk mendekati Yeri. Dia bisa saja berpura-pura mengatur strategi bersama Yeri agar Irene dan Wendy bisa bersama-sama.

“Irene kemarin mengirim pesan kepadaku. Dia bertanya apa Wendy punya pacar atau tidak. Dia bilang Wendy terlihat sangat cantik dan mengagumkan saat bernyanyi di auditorium kemarin.” Joy cekikikan dan aku hanya bisa memaksa diriku untuk tersenyum di depannya.

Kau jahat, Joy.

***

Aku dan Irene bisa mengenal satu sama lain karena kelas kita bersebelahan. Aku kelas 12A, yang berisi anak-anak pintar yang selalu mempunyai nilai diatas rata-rata. Sedangkan kelasnya, 12B, berkebalikan 180 derajat dengan kelasku. Tapi, dia adalah yang terpintar di kelasnya.

Aku selalu memandanginya dari jendela ketika dia melewati kelasku. Senyumku selalu terukir secara otomatis begitu melihat batang hidungnya.

Aku rasa aku menyukainya.

Tapi, aku tidak dekat dengan satupun anak di lingkaran pertemanannya. Bagaimana mungkin aku berteman dengan mereka? Mereka adalah sekumpulan anak-anak cheerleaders yang selalu berjalan dengan dagu yang terangkat tinggi dan memandang anak-anak sepertiku hanyalah anak cupu yang kerjaannya hanya mementingkan nilai.

Aku ingat, malam itu aku harus terus belajar untuk mempersiapkan olimpiade kimia yang sudah di depan mata. Tiba-tiba hpku bergetar karena ada notifikasi yang masuk.

Irene!

Bae Irene mengirim request di Facebook!

Hatiku begitu berdebar-debar. Padahal dia hanya mengirim permintaan untuk berteman, bukan? Tanganku sedikit bergetar saat aku ingin memencet tombol accept.

Sepuluh menit kemudian, dia mengirim pesan kepadaku. Bae Irene mengirim pesan! Aku tersenyum kegirangan seperti orang gila. Aku membaca berkali-kali pesannya sebelum membalasnya.

 

Hei, Kang Seulgi.

Terima kasih sudah menerima permintaan bertemanku.

Kau kelas 12A kan?

 

Tidak mungkin. Dari mana dia mengenalku? Dia sudah mengenalku? Oh, Tuhan. Kejutan macam apa yang aku terima malam ini.

 

Hey, Irene.

Sama-sama.

Betul. Bagaimana kau bisa tahu?

 

Lagi-lagi aku terkejut. Aku langsung meng-capture balasan dari Irene. Dia membuatku semakin bersemangat. Aku rasa aku tidak sanggup untuk membalas pesannya lagi. Jantungku mau meledak.

 

Siapa yang tidak tahu kau?

Tahun ini kau mewakili sekolah di Olimpiade Kimia kan? Keren!

Kapan-kapan mau ajari aku? Aku sedikit kesulitan untuk Kimia.

 

Aku langsung mematikan handphoneku. Konsentrasiku bisa-bisa terhisap habis oleh pikiran-pikiran tentangnya. Tidak boleh, ini berbahaya untukku.

***

“Ya! Ya! Irene menyatakan perasaannya kepada Wendy. Apa kau pikir mereka akan jadian? Ah, aku rasa tinggal tunggu sebentar lagi.” Joy mengoyak-oyak tubuhku sambil berteriak histeris.

Aku menjawab sambil berpura-pura tertawa bahagia, “Oh ya? Hahaha baguslah.”

Aku memutuskan untuk tidak berlama-lama dengan Joy. Aku tidak ingin mendengar apapun yang dia katakan tentang Irene dan Wendy. Tapi, sungguh sial. Aku berpapasan dengan Wendy di tangga saat aku menuju ke bawah.

“Seulgi!” dia menarikku ke tempat duduk yang ada di seberang tangga. “Irene menyatakan perasaannya kepadaku. Apa kau pikir aku harus menerimanya?”

Setelah dua bulan aku tidak berbicara dengannya karena suatu konflik. Apa ini pertanyaan pertama yang harus dia tanyakan kepadaku? Jika dia bertanya seperti itu tentu saja jawabannya tidak!

“Aku akan menerimanya jika kau bilang aku harus menerimanya. Tapi jika kau tidak membolehkan, aku akan menolaknya.” Wendy menunggu jawaban dariku. Aku benar-benar bingung kata-kata apa yang harus kukeluarkan disaat seperti ini.

“Kau dulu menyukainya kan?” suara Wendy membuyarkan lamunanku.

Bukan hanya dulu, bodoh. Dulu ataupun sekarang sama saja. Aku tetap menyukainya. Dia tetap menjadi satu-satunya yang bisa mencuri hatiku. Dia yang bisa membuatku jatuh cinta sedalam ini. Dia satu-satunya yang membuatku bahagia hanya dengan meihatnya.

Aku memberanikan diri untuk menjawab. “Ah, itu dulu. Sekarang sudah biasa saja. Kalau kau memang menyukainya, kenapa harus menunggu persetujuanku untuk menerimanya?”

Sumpah!

Kang Seulgi!

Apa yang barusan kau katakan?!  Ah, kenapa aku melawan hati nuraniku sendiri?! Apa bisa kutarik lagi kata-kata yang barusan kukeluarkan? Bisakah? Bisakah?!

 

***

Dulu, Irene selalu melewati kelasku sendirian. Dia selalu sendirian ke manapun. Aku menyukai bagaimana dia terlihat begitu percaya diri melewati segerombolan orang-orang yang sedang menatapnya karena kecantikannya yang luar biasa. Dan karena dia selalu sendirian, aku ingin menjadi orang yang bisa menemaninya.

 

Saat pulang sekolah, aku selalu mengamatinya. Dia selalu pulang menggunakan bis, tapi sayangnya aku dan dia, pulang ke arah yang berlawanan. Ada satu hari dimana aku melihat Irene dijemput oleh Ibunya. Saat adiknya—yang kelihatannya masih kelas satu sekolah dasar—keluar  dari mobil, dia langsung memeluknya, menciumnya, dan adiknya tertawa bahagia menerima perlakuan tersebut. Mereka terlihat begitu dekat. Dia pasti tipe orang yang sangat menyayangi keluarganya.

 

Satu hal yang tidak pernah aku tahu selama aku mengenalnya. Dia benar-benar orang kaya. Ayahnya ternyata pemilik brand sepatu ternama. Namun, dia tampil begitu sederhana. Itulah alasan mengapa aku berani menyukainya. Jika dia berpenampilan seperti teman-temannya kebanyakan, pasti aku sudah lebih dulu mundur.

 

Hanya dengan mengamatinya hari demi hari, aku semakin jatuh cinta padanya.

 

***

Aku sedang mendengarkan musik di kelas sambil menyandarkan kepalaku di atas meja. Aku memejamkan mataku.

 

Tuk.. Tuk..

Telunjuk kecil mengetuk-ngetuk tanganku.

“Kang Seulgi? Sedang apa?”

Aku kaget. Irene tiba-tiba ada di depanku. Ya Tuhan, aku terpaku menatapnya. Dia tersenyum, dan senyumnya sangat cantik. Tidak biasanya dia menguncir rambutnya seperti ini di saat jam sekolah, yang kutahu dia selalu menguncir rambutnya ketika berlatih dengan timnya saja.

“Aku... Aku hanya sedang mendengarkan musik saja.” Jawabku.

“Musik apa? Boleh aku mendengarnya juga?” Irene mencopot earphone sebelah kiriku. Dia langsung memasukkan earphone tersebut ke telinganya.

Irene mengangguk-anggukan kepalanya sesuai irama lagu. “Lagu apa ini? Aku suka melodinya, sangat ceria.”

“Compass, Lady Antebellum. Mungkin kau tidak tahu bandnya, jarang yang mendengarkan musik country. Oh ya, dan bahkan musik videonya membuatmu senang jika kau menontonnya.” Aku merasa senang karena dia menyukai lagu dari salah satu band favoritku.

“Coba buka videonya. Aku ingin menonton.” Irene yang tadinya di depanku, pindah posisi ke sampingku. Dia menyeret kursi yang bahkan dia tidak tahu tempat duduk siapa itu.

Aku membuka video yang sudah lama aku download di handphoneku. Saat aku memainkan lagunya, tidak sedetikpun dia memandang hal lain selain layar handphoneku. Aku suka caranya menghargai musik yang kusuka. Aku memandanginya layaknya dia memandangi layar handphoneku. “Kau... cantik.”

Ah, kata-kata itu keluar begitu saja. Sekarang aku harus membereskan ini.

“Kau bilang apa barusan?” Irene melepas earphone dari telinga kanannya dan menatapku ingin tahu.

Aku gelagapan. Aku hanya menggeleng-gelengkan kepalaku. Irene tertawa kecil dan melanjutkan menonton videonya hingga selesai.

“Aku suka saat kau menggerai rambutmu.” Irene menarik perlahan ikat rambut yang kugunakan untuk mengikat rambutku dengan asal. Aku langsung merapikan rambutku. Wajahku terasa memanas. Aku tersipu malu saat Irene mengatakannya, aku tidak berani menatapnya. Irene lalu meninggalkanku begitu saja setelah aku salah tingkah karena kata-katanya.

***

“Apa kau bisa mengajariku cara menghafal unsur-unsur di tabel periodik?” Irene tiba-tiba sudah ada di sampingku. Aku tidak tahu bagaimana dia tahu aku sedang berada di perpustakaan.

“Ssst. Kecilkan sedikit suaramu.” Aku memarahinya. Wajahnya sangat lucu ketika aku menyuruhnya diam. Dia menutup mulutnya dengan tangannya yang kecil dan menahan tawa.

“Berapa lama kau yakin aku bisa menghafalnya? Aku ingin pengajaran yang hebat dari orang yang hebat juga.” Dia cekikikan di sampingku. Dia selalu tertawa karena hal-hal yang dikatakannya sendiri. Dasar aneh.

Aku mencoba untuk terlihat berkharisma. “Itu tergantung kapasitas otakmu.”

“YA!” dia memukul tanganku. Ya ampun, tangannya yang kecil ternyata menyimpan kekuatan yang besar.

Kemudian aku mencoret-coret di atas kertas. Mengajarinya untuk menghafal tabel periodik dengan cara yang paling mudah menurutku. Jangan terlalu cepat belajarnya, Irene. Kau bisa menghafalnya seminggu, sebulan, atau kau tidak perlu menghafalnya. Berpura-pura saja menghafal agar kau terus lupa dan kau terus bertanya kepadaku. Ini sangat menyenangkan.

Setelah aku mengajarinya, kami saling terdiam untuk mengistirahatkan pikiran masing-masing. Secara tidak terduga, Irene bertanya. “Kau sibuk nanti malam? Boleh kutelpon?”

Please Subscribe to read the full chapter

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
hi_uuji
#1
Chapter 7: Kasian banget di drabble ini Wendy jadi third wheel terus 💔🫂
hi_uuji
#2
Chapter 4: Aduuh bgsattt ini rumit bet dah
hi_uuji
#3
Chapter 2: Anjjjjjj sakit banget 😭
hi_uuji
#4
Chapter 1: Perasaan udah pernah baca ini di wp 😭😭😭 tapi tetep kaget 😭😭😭
HaradaKim #5
Chapter 7: Kok sedih ya
bpmaknae
#6
Chapter 7: Line terakhir dari juhyun ngena bgt, gila amaze aku ama fic ini
bpmaknae
#7
Chapter 6: Keren bgt idenyaa, joohyun yg bisa liat masa lalu dan seulgi yg bisa liat masa depan ughhh
bpmaknae
#8
Chapter 4: Nooooo plot twistnya parah :'(
bpmaknae
#9
Chapter 2: Aaaa gila gatau lg ini jantung biaa deg2an gini bacanya
Seulrenefrvr #10
Chapter 7: Sedih semua ya -____-