Yakinkan Aku

7 Reasons Why I Can Not Love You
Please Subscribe to read the full chapter

Tepat pukul empat sore, kelasku berakhir.

Aku langsung menuju rumah salah satu muridku. Aku mengajar private matematika untuk anak sekolah menengah. Gaji perjamnya lumayan, tapi tetap saja jumlah itu tidak bisa memenuhi kebutuhanku. Selesainya aku mengajar, aku segera menuju SM Mart, tempat aku setiap harinya bekerja hingga tengah malam. Semua itu kulakukan agar bisa menghidupi aku dan Ibuku.

Aku tidak memiliki banyak teman di kampus. Bukankah semakin banyak teman yang kupunya, semakin banyak juga uang yang akan terbuang hanya sekadar untuk berkumpul bersama? Lagi pula, aku juga tidak punya banyak waktu senggang untuk bermain-main lagi.

Ketika aku sampai di tempat kerjaku, aku langsung berganti dengan seragam kerjaku yang berwarna biru kombinasi kuning. Aku melihat diriku sendiri di cermin, aku tampak hebat dengan seragam ini. Aku begitu bangga dengan pekerjaan yang kupunya, meskipun hanya paruh waktu.

“Selamat malam! Selamat berbelanja di SM Mart!” sambutku ketika pintu terbuka.

Seorang wanita dengan tubuh pendek, namun tampak tinggi karena heels yang dia kenakan, mengacuhkan salamku. Tak apa, itu sangat wajar. Dari seratus pelanggan yang datang, mungkin hanya seorang dua orang yang membalas salamku.

Dia mengambil sebungkus Oreo lalu membayar ke kasir.

“Totalnya, 800 won.” Kataku.

Dia membuka dompet dan mengeluarkan uang pecahan 1000 won. Selama aku mengambil uangnya dan menyiapkan kembalian, dia terus menatapku seperti akan menerkamku.

“Hey, berapa usiamu?” dia bertanya singkat kepadaku, dan membuatku merasa sangat canggung.

“A..Aku 20 tahun.” Jawabku sambil menyerahkan struk dan uang kembalian. “Terima kasih, selamat datang kembali.”

“Kau masih kuliah? Aku 23 tahun.”

Aku tersenyum dan menganggukkan kepalaku. Aku tidak tahu harus menjawab apa lagi.

Gadis itu  duduk di kursi kosong yang menghadap ke jendela. Dia sibuk mencatat sesuatu di buku yang dibawanya serta memakan oreo yang dibelinya tadi. Anehnya, dia hanya memakan biskuitnya saja dan menyingkirkan krimnya, dan hal itu membuatku tersenyum saat melihatnya.

Aku suka krim oreo tapi tidak menyukai biskuitnya.

Apa ini takdir?

***

Hari pertama,

Hari kedua,

Hari ketiga..

Sekitar pukul 9 malam, gadis itu datang lagi. Sudah tiga hari berturut-turut dia melakukan hal yang sama setiap malam.Tapi kali ini dia mengambil sebungkus Oreo dan sekotak susu lalu membayarnya di kasir.

“Totalnya 1500 won.”

Dia menyerahkan uang pas. Tapi dia melupakan susu yang dibelinya tadi dengan meninggalkannya di meja kasir.

“Nona, kau melupakan ini!” Aku berteriak dan memperlihatkan sekotak susu yang dengan sengaja ditinggalkannya.

“Ambil saja untukmu, Seulgi.” Dia tersenyum kepadaku dan kembali ke tempatnya biasa duduk dan melakukan ritual yang tidak kuketahui.

Aku menunjuk diriku yang kebingungan dan melakukan pemeriksaan terhadap tubuhku (re: meraba-raba). Tanganku tersangkut sesuatu yang menempel di dada kiriku.

Ah! Dia pasti tahu namaku karena dia membaca tag namaku.

***

“Totalnya 1500 won. Ada lagi yang bisa kubantu?”

Dia hanya tersenyum seperti biasanya. Aku pikir aku bisa mati jika terus menerus seperti ini,karena senyumnya sangat mematikan.

Sadar, Seulgi. Sadar. Kau hanya bekerja di sini dan kau harus bersikap professional.

“Nona! Susumu!” Aku berteriak kepadanya karena dia meninggalkannya lagi.

“Oh?” Dia memajukan dadanya dan menunjuk dengan tangannya. Dia menertawakanku seperti tak punya salah.

Ah, memalukan sekali. Beberapa orang melihat kejadian itu dan aku merasa seperti orang mesum.

Aku meminta Seungwan, rekan kerjaku untuk menggantikanku sebentar di kasir karena aku ingin menghampirinya. Aku membawa sekotak susu yang ditinggalkannya tadi dan menaruh tepat di hadapannya.

“Aku tidak bisa menerima ini lagi. Hampir setiap hari kau memberiku susu. Kenapa?”

“Apa kau tidak mau susu? Kau mau bir? Soju?”

Lagi-lagi dia tertawa tanpa rasa bersalah.

“Bukan itu maksudku!” Aku menggeram. “Jangan memberiku sesuatu terus menerus seperti ini, bahkan kita tak saling kenal!”

Dia mengulurkan tangannya. “Bae Juhyun.”

Aku mematung seperti orang bodoh.

“Kenapa diam? Namaku Bae Juhyun. Aku ingin mengenalmu.”

***

“Juhyun-ssi, kenapa kau tidak memakan krimnya?” ujarku sambil merapikan rak yang terletak di belakang tempat duduknya. Aku sengaja bertukar pekerjaan dengan Seungwan agar aku bisa sedikit berbicara dengannya.

“Aku hanya suka biskuitnya, aku tidak suka krimnya.” Dia memisahkan satu persatu krim yang terdapat di biskuit Oreo.

“Aku kebalikannya.”  Aku memberikan senyum terbaikku, tapi dia malah tidak membalasnya.  Menyebalkan.

Aku mengobrol dengannya tanpa saling bertatap wajah karena aku sibuk menata produk di rak display.

“Kau mau ini?” Tangannya mengulurkan krim-krim oreo berwarna putih yang sudah terpisah dari biskuitnya.

“Taruh di meja saja. Nanti aku ambil.” Aku merasa senang karena dia ternyata tidak mengacuhkanku.

Juhyun selalu terlihat sibuk mencatat sesuatu di bukunya. Dengan rasa penasaran yang begitu dalam, aku pun bertanya. “Apa yang kau catat di buku itu?”

“Penjualan produkku. Kalian menjual produkku, oleh sebab itu aku sejak pagi hingga malam berkunjung ke SM Mart dari satu cabang ke cabang yang lain, hingga yang terakhir adalah di cabang ini.”

“Penjualan produk? Apa produk yang kau jual?”

Sambil menggigit Oreo di mulutnya, dia menunjuk sebuah snack yang kupegang.

“Apa? Snack ini adalah produk milikmu? Woaah! Daebak! Penjualan snack ini pasti sedang meningkat hingga aku harus menaruhnya lagi dan lagi di rak.” Mataku memelotot tak percaya jika orang di depanku ini adalah seorang pengusaha muda yang sukses.

“Sebentar lagi shiftmu selesai kan? Ayo, kita makan. Kau harus mau. Jangan menolaknya dan membuat waktuku terbuang percuma karena sudah menunggumu.” Matanya yang seperti bulan sabit itu menghipnotisku.

Aku mengangguk pelan dan membalik badanku hingga membelakanginya.

Kenapa dia begitu terus terang?

Aku takut salah mengartikan semua ini.

***

“Kenapa kau bekerja sampai selarut ini? Kau tidak takut?”

Untuk pertama kalinya aku berkenalan dengan seseorang dan menyetujui untuk pergi bersama dan mengobrol seperti ini.

“Takut? Satu hal yang kutakuti di dunia ini adalah saat aku tidak bisa melanjutkan pendidikanku. Jadi, aku harus berjuang agar aku bisa tetap melanjutkan kuliahku.”

“Jadi, selama ini kau bekerja untuk biaya kuliahmu? Maaf, tapi... di mana orangtuamu?”

“Ada, tapi aku tidak ingin membebaninya. Aku berjuang untuk mendapatkan beasiswa full semester ini. Nilaiku tidak boleh turun atau beasiswanya bisa dihentikan.”

 Aku sangat heran mengapa  aku terbuka dengan orang yang baru kukenal beberapa hari. Aku sangat sulit mengungkapkan perasaanku kepada orang lain. Tapi kenapa rasanya mengalir saja saat aku berbicara dengannya?

“Omo.. Bukankah kau bekerja sampai tengah malam setiap hari? Bagaimana kau meluangkan waktumu untuk belajar?”

 

“Bisa, aku harus bisa mengatur waktu. Aku biasa belajar di pepustakaan sambil menunggu jam kerjaku mulai, dan saat sampai di rumah biasanya aku belajar hingga pukul 3 pagi.”

“Pasti sangat sulit untukmu..” Dia menyentuh bahuku dan merangkulku.

“Ya, kita semua sebagai manusia pasti mengalami kesulitan, itulah yang membuat kita hidup.”

***

“Kau sudah punya pacar?”

“Ehm.. Belum, Juhyun-ssi.” Aku berdehem karena merasa sedikit tersedak.

“Lantas bagaimana kalau kau menjadi pacarku saja?”ujar Juhyun dengan enteng.

“Aku tau kita belum lama mengenal satu sama lain. Sejak pertama melihatmu, kau adalah alasan mengapa aku memilih cabang itu sebagai cabang terakhir yang aku kunjungi. Aku menyukaimu, Seulgi”

Jika aku mengikuti kata hatiku, sudah pasti aku menerima perasaannya tanpa ragu. Tapi pikiranku masih memikirkan begitu banyak hal yang tidak bisa kujelaskan satu persatu.

Aku masih terdiam dan menatap makananku yang sejak tadi hanya kuaduk-aduk.

“Seulgi, tak apa jika kau tidak bisa menjawabnya sekarang. Aku akan memberikanmu waktu untuk...”

“Aku mau.” Aku memotong omongannya.

***

Setiap malam dia masih terus mengunjungi SM Mart dan menunggu hingga jam kerjaku usai dan kita makan malam bersama, sebenarnya, malam yang hampir pagi. Aku mengenalnya dengan cepat karena dia bercerita banyak hal tentang hidupnya. Bagaimana dia memulai usahanya, bagaimana produknya bisa diterima di SM Mart, dengan waktu yang singkat, aku bisa memutuskan bahwa dia adalah wanita yang sangat menginspirasi hidupku.

Aku belum bercerita banyak hal kepadanya, dan entah mengapa dia tidak banyak bertanya kepadaku. Aku sempat berpikir bahwa dia hanya orang yang terobsesi dengan “status”, hingga saat aku dan dia sudah resmi berpacaran pun dia tidak begitu peduli kepadaku.

“Juhyun-ssi... aku ingin bercerita sesuatu tentang aku.”

“Apa yang ingin kau ceritakan?” mobilnya berhenti di lampu merah dan suasananya terasa sangat hening karena dia tidak menyalakan musik sama sekali.

“Orangtuaku bercerai, dan aku hanya tinggal dengan ibuku sekaran

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
hi_uuji
#1
Chapter 7: Kasian banget di drabble ini Wendy jadi third wheel terus 💔🫂
hi_uuji
#2
Chapter 4: Aduuh bgsattt ini rumit bet dah
hi_uuji
#3
Chapter 2: Anjjjjjj sakit banget 😭
hi_uuji
#4
Chapter 1: Perasaan udah pernah baca ini di wp 😭😭😭 tapi tetep kaget 😭😭😭
HaradaKim #5
Chapter 7: Kok sedih ya
bpmaknae
#6
Chapter 7: Line terakhir dari juhyun ngena bgt, gila amaze aku ama fic ini
bpmaknae
#7
Chapter 6: Keren bgt idenyaa, joohyun yg bisa liat masa lalu dan seulgi yg bisa liat masa depan ughhh
bpmaknae
#8
Chapter 4: Nooooo plot twistnya parah :'(
bpmaknae
#9
Chapter 2: Aaaa gila gatau lg ini jantung biaa deg2an gini bacanya
Seulrenefrvr #10
Chapter 7: Sedih semua ya -____-