HATRED Chapter 7

HATRED

HATRED

CHAPTER 7

Cast     :

AOA Hyejeong – Shin Hyejeong

            Red Velvet Wendy – Son Seungwan

            EXO Sehun – Oh Sehun

            AOA Seolhyun – Kim Seolhyun

            VIXX Hongbin – Lee Hongbin

            EXO Chen – Kim Jongdae

Rating :

PG – 13

Genre  :

            Romance | Angst

 

Hyejeong memandang pantulan dirinya dalam cermin. Melihat gaun indah itu melekat pada tubuhnya. Dadanya terasa sesak bercampur rasa tegang. Setelah hari ini apakah ada yang berubah dalam hidupnya ataukah semua akan berjalan seperti biasa.

Suara pintu yang terbuka membuyarkan pikirannya. Dilihatnya dari pantulan cermin Min ah dan Seolhyun menghampirinya.

“Kau cantik sekali.” Min ah memegang pundak Hyejeong dan tersenyum tulus padanya. Matanya nanar berkaca-kaca menahan tangis haru.

Hyejeong menutup mata dan menundukkan kepalanya, dirinya pun berusaha menahan air mata.

“sudah saatnya...” disampingnya Seolhyun merangkul pinggang Hyejeong. Senyum sendu terpatri di wajah cantiknya.

Hyejeong menggamit lengan ayahnya erat. Melihat orang sekeliling melebarkan senyumnya. Tak sedikit yang ternganga mengagumi kecantikan sang pengantin. Tapi sang pengantin tak sedikit pun menghadirkan senyum di wajah cantiknya.

Samar-samar Hyejeong melihat Jongdae tersenyum tak jauh lagi darinya. Saat tepat di depan altar lelaki itu mengulurkan tangannya dan disambut oleh Hyejeong.

Hyejeong tak sekalipun menatap manik mata Jongdae yang sedari tadi memandangnya. Janji suci pun begitu saja terucap dari bibir keduanya. Hyejeong larut dalam pikirannya hingga ia tersadar saat Jongdae mengecup keningnya. Ia menatap laki-laki dihadapannya. Lelaki itu tersenyum lebar, tampak bahagia. Sesaat Hyejeong membalas senyum itu dengan menitikkan air mata.

////

Hyejeong hanya menatap kosong. Dihadapannya kini ibu Jongdae sedang tersenyum dan mengelus rambut Hyejeong. Wanita itu coba menatap manik mata Hyejeong, mencoba menyelami dalamnya luka yang terpancar dari tatapan mata Hyejeong.

“kalau kau lelah, tidak perlu memaksakan diri untuk keluar dan menyambut para tamu.” Kata ibu Jongdae dengan suaranya yang begitu lembut.

Hyejeong hanya bisa menitikkan air mata entah untuk yang keberapa kalinya.

Ibu Jongdae kini memeluknya, membiarkan Hyejeong merasakan lukanya yang semakin dalam.

Suara ketukan pintu yang membuat pelukan mereka terlepas, sebelum mereka membuka pintunya, pintu itu terlebih dahulu dibuka dan menampakkan Jongdae yang melongokkan kepalanya dengan senyum manis dibibirnya.

“apakah sudah selesai?”

Hyejeong buru-buru menghapus air matanya yang hampir menganak sungai. Ibu Jongdae merapikan tatanan rambut dan gaun Hyejeong. Setelah pemberkatan pernikahan selesai, Hyejeong diminta untuk mengganti gaunnya dengan gaun yang lebih sederhana tetapi terlihat sangat anggun dan manis saat dikenakannya, ia harus menyambut tamu undangan.

Jongdae coba mengabaikan raut masam Hyejeong, ia tidak ingin moodnya terbawa menjadi buruk.

“baiklah itu dia pengantin baru yang sudah kita tunggu-tunggu.” Terdengar suara MC menggema di seluruh ballroom hotel.

Semua orang mengarahkan pandangannya pada Hyejeong yang menggamit lengan Jongdae. Tidak ada pilihan lain bagi Hyejeong selain ia harus mengikuti alur agar pesta yang menurutnya menyebalkan ini segera berakhir.

Hyejeong tak bisa mendengar apapun perkataan MC, pandangannya tidak fokus, pikirannya melayang layang kepada banyak hal. Ia ingin segera menyudahi ini semua, dadanya bergemuruh merasakan ketidaknyamanan, bagaimana ia berada diantara banyak orang asing yang sejauh ia memandang tak ada satupun yang ia kenal.

Dari jauh Seungwan menatap Hyejeong dan Jongdae. Senyum sedikit tersungging dibibirnya saat melihat pandangan kosong Hyejeong, ia bisa merasakan bagaimana hancurnya Hyejeong. Disamping Seungwan berdiri Seolhyun yang menggamit erat lengan Hongbin, entah mengapa ia seperti kehilangan energi melihat Hyejeong, Hongbin pun menggenggam erat tangan Seolhyun seolah mengatakan semua pasti baik-baik saja. Ingin rasanya Hongbin melakukan hal yang sama pada Hyejeong.

“ehem..hemm…” Sehun berdehem.

Membuat ketiga orang tadi menatap Sehun, tatapan mata mereka sama-sama mengisyaratkan pertanyaan, kemana saja Sehun baru muncul?

Sesaat Sehun menatap Seungwan lebih lama, gadis itu terlihat cantik dengan dress panjang sepaha berwarna hitam tanpa lengan. Rambut hitamnya ia biarkan tergerai. Penampilannya sedikit terlihat lebih dewasa dari biasanya dan itu membuat pipi Sehun memanas.

“dari mana saja kau Oh Sehun?!” Tanya Hongbin membuyarkan tatapan Sehun.

Sehun hanya menggedikkan bahu. Ia baru menyadari tangan Seolhyun dan Hongbin yang bergandengan, dan ia pun menatapnya skeptis. Membuat pertanyaan jelas tergambar di wajah Hongbin, namun Seolhyun justru melepaskan genggamannya dan malah memeluk pinggang Hongbin dan menyandarkan kepala di bahunya.

Seungwan hanya tersenyum melihat tingkah mereka. Sehun kembali menggedikkan bahu, dan kemudian merangkul pundak Seungwan. Gadis itu sontak menegakkan tubuhnya, tapi ia diam tidak melawan pun tidak membalas rangkulan Sehun.

Dihadapan mereka terlihat Jongdae yang tersenyum amat lebar, menatap Hyejeong yang kontras dengan wajah dinginnya, ia paksakan senyum hadir dibibirnya. Mereka saling berhadapan, tangan Jongdae menggenggam lembut milik Hyejeong.

Kalimat-kalimat manis keluar dari mulut Jongdae, tapi  

“….. i love you..”

hanya kalimat terakhir itu yang bisa didengar Hyejeong. Dan entah kenapa gadis itu segera memeluk Jongdae, ia lingkarkan tangannya dileher Jongdae, erat, begitu erat. Dalam beberapa detik Jongdae sempat tersentak, tapi ia balas pelukan Hyejeong tak kalah erat.

Membuat semua tamu undangan yang menyaksikan bersorak, bertepuk tangan dan tersenyum lebar. Melihat betapa manis mereka.

Hyejeong memejamkan matanya, air mata kembali menetes dari balik pelupuk matanya yang tertutup. Jongdae bisa merasakan tubuh Hyejeong bergetar, ia hanya bisa mengelus pelan punggung Hyejeong.

Mereka seolah tak peduli dengan orang disekitar mereka yang mulai berdansa mengikuti alunan musik, semua tamu undangan tampak menikmati pesta pernikahan itu, menghiraukan bagaimana pilunya perasaan sang pengantin.

Disamping itu, melihat Hyejeong seperti itu, Sehun melepaskan rangkulannya dari Seungwan, membuat gadis itu menatapnya. Sehun hanya tersenyum membalas tatapan Seungwan.

“aku harus pulang sekarang.” Katanya lembut.

Seungwan dan Hongbin yang mendengarnya sontak mengernyitkan dahi mereka. Pesta pernikahan ini baru saja dimulai tapi Sehun sudah berpamitan pulang.

“hmm hati-hati dijalan Sehun-ah.” Berbeda dengan Hongbin dan Seungwan, Seolhyun justru menanggapinya dengan santai. Ia tersenyum pada Sehun dan sempat menepuk pelan pundak Sehun.

Hongbin yang melihatnya, merasakan ada sesuatu yang tak ia ketahui tapi Sehun dan Seolhyun tau. Akhirnya Hongbin pun urung mengajukan pertanyaan kenapa Sehun harus pulang lebih awal. Tak jauh beda dengan Seungwan yang hanya bisa menatap Sehun berjalan menjauh dari mereka hingga tak tampak lagi punggungnya.

////

“Hyejeong menyatakan perasaannya pada Sehun.” Kata Seolhyun tiba-tiba pada Hongbin.  Mereka kini sedang berada dalam mobil Hongbin. Seolhyun menatap nanar keluar jendela mobil. Disampingnya Hongbin tampak sedikit kaget dengan pernyataan Seolhyun, tapi ia coba tetap focus mengendarai mobilnya.

“Kenapa semua jadi semakin gila seperti ini Hongbin-ah?” Seolhyun menarik nafas, Hongbin diam.

“Kenapa Hyejeong tiba-tiba menyatakan perasaannya pada Sehun di hari pernikahannya dengan orang lain?”

Hongbin masih diam.

“Kenapa Hyejeong menyukai Sehun?”

Seolhyun memejamkan matanya dan sedikit memijat pelipisnya, entah kenapa ia sedikit pening memikirkannya. Dan Hongbin masih tetap diam.

“tadi saat Hyejeong mengganti bajunya, aku pergi menemuinya untuk memberikan kalung pemberian ibuku untuk dikenakannya yang aku rasa cocok dengan gaun miliknya. Tapi sebelum aku benar-benar masuk, aku melihat Sehun disana, Hyejeong memegang erat tangan Sehun. Aku tak bisa mendengar jelas apa yang mereka bicarakan, tapi aku bisa pastikan aku mendengar jelas saat Hyejeong mengatakan ia mencintai Sehun.”

Hongbin membiarkan Seolhyun menyelesaikan ceritanya.

“kau tau, tubuhku gemetar saat mendengar itu keluar dari mulut Hyejeong. itulah kenapa aku pergi.”

Itulah kenapa tadi  kau tiba-tiba menggamit lenganku dan menyandarkan kepalamu pada bahuku Seolhyun-ah. Pikir Hongbin.

“kenapa kau diam saja?”

Seolhyun bertanya pada Hongbin yang masih focus menyetir. Kini gadis itu menatap Hongbin.

“aku masih ingat dengan jelas tatapan mata Hyejeong pada Sehun. Dia terluka Hongbin-ah…”

Kini Hongbin sejenak menatap Seolhyun.

“apa yang harus kita lakukan?” gadis itu kembali bertanya.

Hongbin menggedikkan bahunya. Ia tersenyum hangat pada Seolhyun. Gadis itu menarik nafasnya panjang.

“bagaimana bisa Hyejeong hidup dengan laki-laki yang tak dikenalnya dan tak dicintainya selamanya? Apa dia bisa?” Entah kenapa Seolhyun memainkan ujung roknya, ia gigit bibir bawahnya tampak cemas.

Salah satu tangan Hongbin meraih tangan Seolhyun dan menggenggamnya erat.

“pasti bisa, kau tidak usah cemas. Hyejeong gadis yang kuat. Lagipula sepertinya Kim Jongdae adalah laki-laki yang baik, begitu juga dengan keluarganya. Dia hanya butuh waktu.”

Tanpa sadar Hongbin mengecup tangan Seolhyun, mencoba membuat gadis itu tenang. Dan ya Seolhyun merasa lebih baik sekarang, ia tersenyum menatap Hongbin.

“lagipula kalau Hyejeong tidak kuat, ia bisa minta cerai kan?”

Seketika Seolhyun melepas genggaman Hongbin dan memukul lengannya cukup keras.

“yak!!” teriak Hongbin sedikit kesakitan. “aku hanya bercanda~~”

“tidak lucu!” Seolhyun menimpali dan disambut tawa renyah dari Hongbin.

////

Hyejeong memandang langit-langit kamar yang ditempatinya kini. Kamar dengan nuansa cat earth tone ini lumayan membuat pikirannya tenang. Matanya juga sudah mulai lelah mengeluarkan air mata. Kini ia hanya bisa menghela nafas panjang. Berbagai memori terlintas dalam benaknya. Memori tentang kehidupannya saat ia kecil, memori tentang ibunya, memori tentang persahabatannya dengan Sehun, Seolhyun, dan Hongbin, bahkan memori tentang kedatangan Seungwan dalam hidupnya kembali terlintas. Dan disini di kamar yang asing ini ia merasa harus memulai kehidupan yang baru. Entah kehidupan yang benar-benar baru atau ia hanya harus melanjutkan kehidupannya yang dirasakannya sudah mulai hancur.

Beruntung ia di kamar ini sendiri, ya, hanya dirinya seorang. Ibu Jongdae bilang, kamar ini memang sudah dipersiapkan khusus untuk dirinya seorang diri.

“Selamat datang Hyejeong-ssi. Rumah ini sekarang rumahmu juga nak. Jadi jangan sungkan untuk meminta bantuan pada semua orang yang ada disini ya?”

Hanya itu yang ia ingat saat semua keluarga Kim menyambutnya tadi. Ia tidak tau kenapa ia tidak tidur di kamar Jongdae atau bahkan kenapa ia tak sekamar dengan Jongdae. Tapi ia bersyukur dengan itu.

Mengingat saat ia memeluk Jongdae saat di pesta saja sudah membuatnya muak. Kenapa juga ia harus melakukannya? Dalam hati ia mengutuk perbuatannya sendiri.

Terlalu banyak berkutat dengan pikirannya, akhirnya Hyejeong pun tertidur masih dengan riasan tipis dan gaun pesta pernikahannya.

-00-

Seungwan mengoleskan selai pada rotinya asal, pandangannya tampak tak focus. Entah kenapa ia merasa dirinya bodoh dengan membuat Hyejeong keluar dari rumah ini. Memang benar kini dirinya mulai bisa menikmati harta ayahnya tapi hanya itu. Tak banyak yang berubah dari kehidupannya dahulu selain uang. Ia hanya akan selalu menjadi Seungwan yang tak terlihat oleh siapa pun. Tak ada yang memperhatikannya.

Ia mulai terngiang dengan perlakuan Ibu Kim Jongdae kepada Hyejeong. Tidak hanya sekali tapi beberapa kali ia kerap melihat bagaimana mereka berdua berinteraksi. Seungwan iri melihatnya.

Mungkin sekarang Hyejeong lebih banyak mendapat perhatian dari keluarga barunya, sedangkan disini ia hanya duduk sendiri merasakan kesenyapan ditemani dengan kursi-kursi kosong dihadapannya.

Dan benar…

Hyejeong kini duduk bersama dengan entah berapa orang yang ada di meja makan ini. Dihadapannya kini ada seorang gadis kecil yang kira-kira berumur 7 tahun yang sedang menatapnya dengan menopang dagunya. Jika ia menoleh ke arah kanannya maka duduk seorang laki-laki berperawakan tak begitu tinggi sedang memainkan ponselnya. Sementara disamping lelaki itu ada seorang wanita yang sedang menyuapi anak lelakinya dengan telaten. Hyejeong tak mengingat persis siapa mereka. Pikirannya terlalu kacau saat kemarin ibu Jongdae coba memperkenalkan mereka satu per satu. Sedangkan disisi kirinya tampak seorang laki-laki yang sibuk membaca Koran ditangannya, Hyejeong hanya mengenal lelaki itu di meja ini, dia ayah Jongdae. Ia tak melihat ibu Jongdae atau bahkan Jongdae.

Beberapa menit yang lalu salah satu pelayan di rumah ini mengetuk pintu kamarnya pelan namun sudah bisa membangunkan Hyejeong, ia bukakan pintu dan dihadapkan dengan seorang pelayan yang membawa perlengkapan mandi serta baju untuk dirinya. Sejak saat itulah ia menyadari bahwa ia sama sekali tak membawa satupun barangnya ke rumah ini kecuali apa yang dipakainya di pesta kemarin. Setelah membersihkan dirinya pelayan memintanya untuk turun dan sarapan bersama. Awalnya Hyejeong malas karena bagaimanapun ia masih tidak bisa menerima pernikahan ini tapi disinilah akhirnya ia, duduk bersama keluarga besar Kim, walau masih dengan perasaan yang campur aduk.

“sayaaaang… aku sudah bilang jangan membaca koran saat di meja makan, dan Yerim sayang kenapa kau menatap kakak seperti itu nanti dia tidak nyaman sayang.”

Mendengar itu gadis kecil dihadapan Hyejeong tadi, gadis yang dipanggil Yerim oleh ibu Jongdae hanya terkekeh kecil.

Ibu Jongdae membawa beberapa piring berisi makanan yang diikuti oleh beberapa pelayan yang juga membawa makanan di tangannya.

Ibu Jongdae menduduki kursi di samping kiri Hyejeong. Sebelum duduk, perempuan paruh baya itu sempat mengelus rambut panjang Hyejeong sambil mengucapkan selamat pagi.

“Baekhyun-ssi?” ibu Jongdae memanggil laki-laki yang tadinya memainkan ponselnya. Perempuan itu seolah meminta lelaki yang dipanggil Baekhyun tadi untuk menyimpan ponselnya.

Lelaki itu hanya tersenyum kikuk, meminta maaf dan sedikit menundukkan kepalanya. Perempuan disampingnya terkekeh dan menyikut pelan laki-laki itu.

Suasana dihadapan Hyejeong ini benar-benar berbeda dengan suasana sarapan pagi di rumahnya. Ia bisa merasakan sedikit kehangatan di rumah ini.

Hyejeong menoleh ke arah kanannya saat merasakan ada seseorang yang menduduki kursi disampingnya. Kim Jongdae. Lelaki itu tampak membenarkan sedikit tatanan kerah bajunya, hanya Jongdae yang memakai kemeja rapi dan berdasi.

“kau benar-benar harus bekerja saat seperti ini Jongdae-ya?”

Ibu Jongdae bertanya mewakili pertanyaan di hati kecil Hyejeong.

“maafkan aku bu, tapi ya, aku harus pergi sekarang juga karena kalau tidak kerjasama kita bisa gagal.” Jongdae menjawab pertanyaan ibunya tapi ia menatap langsung manik mata Hyejeong, membuat gadis itu sedikit kikuk dan memalingkan wajahnya.

“apa tidak bisa kau saja yang berangkat Kim?” kini ibu Jongdae bertanya pada suaminya yang mulai memasukkan makanan dalam mulutnya.

“tidak…tidaaak.. kau tau kan jika dia yang memulai maka juga harus dia yang menyelesaikan.” Tegas ayah Jongdae, dan ibu Jongdae terdiam. Ia tak begitu tau tentang bisnis tapi ia mengerti bagaimana kerasnya suaminya itu.

Sejenak percakapan terhenti, masing-masing sibuk dengan makanan di piring mereka. Tapi Hyejeong hanya diam, ia tidak nafsu makan. Tangannya ia kepalkan dibawah meja entah mengapa.

Jongdae melihatnya, sekilas ia melihat Hyejeong yang hanya menatap kosong pada makanan dihadapannya. Dan hatinya sedikit merasa tidak nyaman melihatnya. Apa yang sedang dipikirkan gadis itu?

“ibu… hari ini kita kemana? Hari ini kan hari minggu.” Perkataan Yerim membuyarkan pikiran Jongdae. Laki-laki itu tersenyum melihat Yerim

Mendengar pertanyaan dari putri kecilnya, ibu Jongdae mengetuk ketukkan jari di dagunya seolah berpikir. “hmmm… memangnya Yerim ingin kemana?”

“Yerim ingin melihat pantai bu.” Gadis kecil itu menjawab pertanyaan dengan senyum malu-malu tapi matanya berbinar antusias.

“baiklah, bagaimana kalau kita ke pantai di busan?” Tanya ibu Jongdae.

Yerim membalasnya dengan anggukan antusias. “kakak Baekhyun, kakak Taeyeon, dan Dean, ikut juga kan?” gadis kecil itu menatap kakaknya antusias.

“tentu saja!” Baekhyun menjawab pertanyaan Yerim dengan mengacak pelan rambut gadis kecil itu.

“kakak Hyejeong?” Taeyeon menatap Yerim seolah bertanya kenapa gadis kecil itu tidak menyebut nama Hyejeong.

Yerim menatap Hyejeong dengan malu, ia kemudian melihat ibunya seolah meminta bantuan agar ibunya saja yang bertanya pada Hyejeong.

Ibunya tersenyum pada Yerim. Nyonya Kim kemudian menatap Hyejeong, dan saat itulah ia baru menyadari bahwa sedari tadi Hyejeong melamun dan belum menyentuh makanannya sama sekali.

Nyonya Kim memegang pundak Hyejeong pelan, “hari ini Hyejeong-ssi ikut ke pantai juga? Atau kau mau beristirahat saja di rumah kalau kau lelah?”

Sentuhan di pundak Hyejeong membuat ia menoleh pada Nyonya Kim, tapi ia tidak menjawab pertanyaannya. Raut bingung tampak jelas di wajahnya, Hyejeong tak mendengarnya.

Nyonya Kim hanya tersenyum, matanya berubah sendu melihat Hyejeong, “sepertinya kakak Hyejeong masih lelah Yerim-ah, biarkan dia beristirahat hari ini ya?”, Nyonya Kim kini menatap putri kecilnya.

Yerim hanya menganggukan kepalanya, kekecewaan tampak jelas di wajahnya.

“jadiiii… Yerim tidak mengajak Ayah?” Tanya Tuan Kim sembari memanyunkan bibirnya seolah ngambek karena tidak disebutkan oleh Yerim.

“tentu saja ayah ikut, nanti siapa yang akan membelikanku makanan dan mainan yang banyaaaak?” Yerim membalas pertanyaan ayahnya, mata gadis itu kembali berbinar.

Semua yang ada di meja makan itu tertawa kecil melihat kelakuan Tuan Kim dan Yerim, Nyonya Kim memukul pelan pundak suaminya yang berperilaku kekanakan.

Sementara itu hanya senyum Hyejeong yang tak hadir dalam wajahnya, dan Jongdae yang melihatnya hanya bisa menghela nafas panjang. Hatinya berkecamuk, pikirannya beradu.

////

Hyejeong mendengar ketukan dari luar pintu kamarnya. Ia seperti tidak punya energy untuk menghampiri dan membukanya.

“masuk saja.” Hanya itu yang dikatakannya pelan.

Dibalik pintu itu ternyata Jongdae, ia pun masuk dan kembali menutup pintu dibelakangnya. Ia lihat Hyejeong duduk meringkuk di bangku dekat balkon kamarnya. Gadis itu memandang kosong pada jendela besar dihadapannya. Jendela itu menghadap langsung pada taman belakang rumah besar keluarga Kim. Jongdae duduk disamping Hyejeong.

Hyejeong yang mengetahui itu kemudian menyembunyikan wajah diantara kedua lututnya. Sesaat Jongdae melihat wajah Hyejeong yang basah dengan air mata.

“hari ini aku akan mengantarkanmu pulang, kau perlu membawa beberapa barang-barangmu bukan?”

Hening. Hyejeong hanya diam. Jongdae tak tau apa yang harus dilakukannya. Lelaki itu menarik nafas panjang.

“pagi ini aku harus pergi menyelesaikan kontrak kerjaku, nanti sore aku akan antarkan kau pulang untuk mengambil beberapa barang-barangmu.”

Hyejeong diam.

“besok kan kau harus kembali ke sekolah.”

Hyejeong masih diam. Jongdae masih menatapnya sendu.

“Hyejeong-ssi… kau akan tinggal disini bersama kedua orang tuaku dan Yerim. Kakakku Taeyeon dan suaminya Baekhyun akan segera kembali ke Shanghai mungkin minggu depan. Kau masih akan hidup seperti sebelumnya, tidak ada yang berubah. Kau masih bisa melakukan apapun yang kau mau, kau masih bisa berteman dengan siapapun yang kau mau. Yang berbeda hanya dengan siapa kau tinggal sekarang, dan mungkin beberapa peraturan di rumah ini saja yang berbeda. Tapi aku yakin hidupmu tak akan banyak berubah.”

Jongdae kembali menarik nafas panjang, “aku juga tidak akan tinggal di rumah ini, aku akan tinggal di apartemen. Jadi aku harap kau bisa tinggal disini dengan nyaman.”

Hyejeong masih diam, tapi ia mendengar dan coba memahami setiap kata yang keluar dari mulut Jongdae. Dan kalimat terakhir yang diucapkan Jongdae yang paling menarik perhatiannya.

Jadi itu kenapa ia hanya menempati kamar ini seorang diri. Pikir Hyejeong.

Ada sedikit perasaan lega saat Jongdae menjelaskan semuanya, tapi entah kenapa ada perasaan cemas juga yang ia rasakan jauh dalam lubuk hatinya.

Dan dengan semua perkataan Jongdae, kini Hyejeong menangis lagi. Semakin ia eratkan pelukan pada kedua lututnya. Jongdae bisa melihat pundak gadis itu naik turun, dan ia bisa mendengar suara Hyejeong yang sedikit terisak.

“maafkan aku Hyejeong-ssi…”

Perkataan Jongdae menggema di telinga Hyejeong, air mata gadis itu semakin deras. Ia mendengar suara pintu yang tertutup. Jongdae pergi meninggalkan Hyejeong yang kini menangis dengan suara yang semakin terisak.

-TO BE CONTINUE-

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
ohpearl #1
Chapter 4: lebih seneng kalo wendy yg lebih kesiksa sebenernya di banding hyejeong.... wenhun....lovpisan.... coba kim jongin, aku bkal setuju kalo nanti misal si wendy gantiin hyejeong buat nikahin jongin.... wkwk... abaikan aja author.... apapun yg anda buat saya akan suka.... ditunggu next nya
ara2712 #2
Chapter 2: Yay wenhun!! Somehow, hyejeong cocok juga jadi jahat, tapi semoga ngga lama-lama jahatnya hehe author-nim fighting!
alfors
#3
I wonder what would happen next?