HATRED Chapter 4

HATRED

Suasana aneh yang menyelimuti meja pojok di cafe itu membuat Seolhyun duduk dengan tidak nyaman. Sehun sibuk memainkan ponselnya, Hyejeong hanya duduk mengaduk aduk minumannya, sementara Hongbin sibuk dengan proposal yang ada di tangannya.

Setelah sekian banyak hal yang terjadi, berita tentang Hyejeong dan Seungwan tak juga surut. Tapi keempatnya tak pernah ada yang berniat membahasnya.

Seolhyun menendang kaki Hongbin di bawah meja, berharap ia bisa membuat suasana kembali mencair, kembali seperti sebagaimana mestinya. Tapi Hongbin hanya mengatakan apa  tanpa suara. Seolhyun merutuki sahabatnya itu, tampan dan pintar tapi terkadang membuat tekanan darahnya naik karena ketidaktanggapannya.

“ehemm.. yah kalian tau aku...aku sedang dekat dengan seseorang.” Hongbin menatap Seolhyun penasaran, tapi Sehun dan Hyejeong menatapnya tak tertarik.

“kalian tau Jiho? Woo Ji Ho?” nama itu sukses membuat ekspresi tanya di wajah Hyejeong. “kemarin dia memberikan coklat di dalam lokerku.” Seolhyun memandang ke awang-awang dengan senyum merona.

“wow cool!”celetuk Hyejeong, matanya mulai berbinar.

“benar kan? OMG dia manis sekali.” Seolhyun menoleh ke arah Hyejeong dan memegang tangannya. Kedua gadis itu tertawa terkikih.

“kau harus berhati-hati padanya Seolhyun-ah.” Kedua gadis itu menghentikan tawa mereka dan menatap Hongbin. “aku dengar dia suka merayu banyak gadis.”

“hei apa maksudmu, aku tidak pernah mendengarnya?“ jawab Seolhyun tersenyum sengir. “bagaimana menurutmu Sehun-ah?”

“entahlah.” Sehun masih bermain dengan ponselnya, ia masih tidak tertarik dengan apa yang diceritakan Seolhyun.

“tsk.. kau tidak seru.” Seolhyun melempar tisu pada Sehun, tapi lelaki itu berhasil menghindar dan menjulurkan lidah pada Seolhyun.

“yak!”

Hyejeong dan Hongbin hanya bisa tertawa melihat tingkah Seolhyun dan Sehun yang kekanakan.

Hyejeong berhenti tertawa dan mengerutkan alisnya saat seorang lelaki yang sangat dikenalnya menghampiri meja mereka.

“maaf mengganggu nona tapi presdir Shin meminta anda pulang sekarang.” Sopir yang begitu dikenalnya itu menundukkan kepalanya dalam.

Hyejeong menghela nafas panjang, “katakan padanya aku harus menyelesaikan tugasku? Apapun itu katakan padanya, aku sedang tidak ingin pulang.”

“tapi nona ada hal penting yang harus presdir bicarakan.“

“haisssh apa tidak bisa menunggu nanti saja.” gerutu Hyejeong, ia tetap tidak berniat beranjak dari duduknya.

Seolhyun menggoyang pelan lengan Hyejeong, mengisyaratkan sebaiknya ia pulang saja. Hyejeong hanya menatapnya tajam, membuat Seolhyun mendengus.

Ponsel Hyejeong berdering, gadis itu melihat nama kakaknya terpampang dalam pesan yang baru saja didapatkannya. Ia baca pesan itu dan mengerutkan alisnya, Min ah meminta ia pulang sama seperti apa yang dikatakan sopirnya. Ia gigit bibir bawahnya, kenapa semua orang memintanya pulang. Apakah ini benar-benar sangat penting?

Hyejeong memasukkan ponsel dalam tasnya dan berdiri, menimbulkan ekspresi tanya di wajah Seolhyun, Hongbin bahkan Sehun yang sedari tadi acuh.

“sepertinya aku memang harus pulang, sampai jumpa besok.”

 

Saat sampai di rumah, Hyejeong sudah melihat ruang tamu terisi dengan orang-orang yang tak asing dimatanya. Presdir Shin, Shin Min Ah, Kim Woo bin, Penasehat Jung dan gadis yang Hyejeong tak ingin sebutkan namanya –Seungwan. Tetapi dua orang lelaki lainnya, Hyejeong tak mengenalnya.

“duduklah Hyejeong.” Presdir Shin memerintahkan.

Hyejeong duduk di kursi kosong disebelah kakaknya. Ia menatap kakaknya penuh tanya, Min ah hanya tersenyum padanya, tapi Hyejeong melihat kesedihan di mata indahnya.

“baiklah, jadi ini gadis yang kau tawarkan padaku?”

Hyejeong mengerutkan alisnya saat mendengar perkataan satu dari lelaki yang tak dikenalnya. Apakah gadis yang dimaksud itu dirinya?

“jaga mulutmu Kim.” Presdir Shin menimpali, “Hyejeong perkenalkan ini—“

“Kim Ju Wan, Presdir Kim group, senang berkenalan denganmu gadis manis.” Belum sempat presdir Shin memperkenalkan, Presdir Kim terlebih dahulu memperkenalkan dirinya. Lelaki itu tersenyum lembut pada Hyejeong.

Hyejeong hanya menatapnya penuh tanya. Ia masih belum mengerti kenapa ia harus segera pulang karena ayahnya ingin mengatakan hal yang penting dan sekarang ia berhadapan dengan lelaki yang tak dikenalnya mengatakan bahwa dirinya adalah gadis yang ditawarkan ayahnya. Hyejeong kemudian sedikit membungkukkan badannya. Sekalipun banyak hal yang sedang tidak dimengertinya, entah mengapa Hyejeong merasa tenang saat melihat senyum dari lelaki itu.

“baiklah jika sebelumnya aku masih meragukan kesepakatan kita ini, tapi setelah melihatnya aku rasa aku menyetujui sepenuhnya dengan ini semua. Bagaimana Hyejeong-ssi?”

Presdir Shin merasakan perasaan lega dalam hatinya. Jika ini semua berjalan sesuai keinginannya maka ia bisa membayangkan banyak keuntungan yang didapatnya.

“maafkan aku, tapi apa maksud semua ini, aku masih tidak mengerti.”

“baiklah kita akan segera menikahkan mereka, aku bisa memberikan waktu dua bulan untuk persiapan pernikahan ini. Aku ingin pernikahan ini terlihat natural, bukan untuk menutupi skandal yang sudah tersebar. Bagaimana menurutmu Kim?” kata Presdir Shin mengabaikan pertanyaan Hyejeong. 

“untuk itu kau bisa bicarakan semua dengan penasehatku, aku percaya padanya dan untuk sekarang aku harus pergi karena ada bisnis yang harus kuselesaikan. Sampai bertemu pada kesempatan selanjutnya Hyejeong-ssi.”

“ayah apa maksud semua ini? pernikahan apa?” tanya Hyejeong setelah presdir Kim dan penasehatnya pergi.

“kau akan menikahi putra presdir Kim.” Jawab ayahnya singkat, membuat dua putrinya menampakkan ekspresi terkejut –Seungwan dan Hyejeong. Seungwan tau bahwa presdir Shin akan menutupi skandal yang terjadi diantara mereka, tapi ia tidak tau jika dengan cara seperti ini.

“apa?!” mata Hyejeong membulat, terkejut. Min ah menggenggam tangannya erat, mencoba menenangkan Hyejeong yang ia tau bisa kapan saja meledak karena emosi.

“kau ikuti saja semua rencana ini, kita tidak ada pilihan lain. Lagipula kita bisa mendapatkan banyak keuntungan dari pernikahan kalian.”

Hyejeong mengeratkan rahangnya, ia tatap ayahnya tajam, matanya memerah, air mata menggenang di pelupuk matanya. Bagaimana ayahnya begitu mudah mengatakan itu? Bagaimana ayahnya begitu mudah mengatur hidupnya?

“apa kau sudah gila? Tidak! Aku tidak akan menikahi siapapun! Ayah aku masih sekolah, aku masih sangat muda, kenapa aku harus menikah! Kenapa aku harus menikah dengan orang yang tidak pernah aku kenal. Kau menjualku? Lakukan semua yang ayah inginkan tapi aku mohon, aku mohon jangan pernah menghancurkan masa depanku!” Hyejeong berteriak, suara mulai sesenggukan karena tangisnya yang pecah. “kau memang hanya peduli pada bisnismu, kau hanya peduli pada uangmu! Kau sendiri yang memutuskan anak haram ini hadir dalam kehidupan kita, kenapa aku yang harus menebus semuanya?!”

“cukup Hyejeong! Keputusan ini sudah dibuat dan apapun yang terjadi kau akan tetap menikahi putranya!”

Seluruh isi ruangan itu tersentak dengan suara presdir Shin yang menggema di setiap sudut ruang. Lelaki itu kemudian pergi. Hyejeong hanya bisa menatap punggung ayahnya yang menjauh, tangannya mengepal kuat, air mata berlomba jatuh dipipinya. Min ah hanya bisa menangis melihat nasib adiknya, Woo bin memeluknya berharap bisa sedikit menenangkan istrinya. Ia tidak ingin terjadi sesuatu lagi dengan calon bayi mereka. Sementara itu Seungwan memandang Hyejeong dengan senyum kecil dibibirnya.

Perlahan aku akan menghancurkan mereka ibu, aku berjanji.

Seungwan hanya tidak mengerti, jauh didalam lubuk hatinya ia juga terluka melihat pemandangan didepan matanya.

~00~

Hyejeong masih belum berhenti menangis, ia peluk lututnya dalam. Ia biarkan lampu kamarnya temaram, kegelapan seolah menelan habis isak tangisnya. Pintu kamarnya terbuka menampakkan sosok kakaknya yang mulai kesusahan berjalan karena kehamilannya. Min ah menghampiri adiknya, duduk disampingnya, dan mulai menyingkirkan beberapa helai rambut yang menutupi wajahnya.

“semuanya akan baik-baik saja.” katanya lembut.

“aku tidak mau menikah kak, bukankah aku terlalu muda untuk itu?” balas Hyejeong dengan suara parau.

Min ah hanya bisa memandang iba, ia tidak boleh menangis, ia harus menjadi kekuatan untuk adiknya. Hyejeong benar, di usianya sekarang ini, gadis itu memang masih terlalu muda untuk menikah, mungkin masih banyak yang ia ingin lakukan. Terlebih menikah dengan seseorang yang tak pernah ia kenal, ia tidak tau apakah lelaki itu seseorang yang baik. Tapi bahkan Min ah tak bisa melakukan apapun, kepercayaan ayahnya terhadap dirinya sudah lama hilang sejak ia memilih menikahi Woo bin, lelaki yang ia cintai bukan lelaki pilihan ayahnya. Lelaki sederhana yang memulai karirnya sebagai pegawai di Shin group, bukan lelaki pengusaha besar seperti yang diharapkan ayahnya, tapi saat itu ia memiliki ibunya, ibu yang mendukung penuh keputusannya hingga akhirnya ia bisa menikah dengan lelaki yang dicintainya, walaupun ia harus kehilangan sosok seorang ayah. Dan kini ia membenci dirinya sendiri karena tak bisa berbuat banyak untuk Hyejeong.

“aku tidak ingin menikah kakak.... aku takut.”

Min ah membawa Hyejeong kedalam pelukannya. Gadis itu kembali menumpahkan tangis dipundak kakaknya. Min ah tak peduli sekalipun bajunya kini basah dengan airmata, ia hanya berharap setidaknya ia bisa selalu ada untuk Hyejeong.

~00~

Hari ini hari minggu. Matahari sudah terik hingga memasuki celah-celah jendela kamar Hyejeong. Hyejeong menggeliat di tempat tidurnya, tubuhnya terasa kaku dan lelah mungkin karena ia menangis semalaman hingga tertidur. Ia membuka ponsel yang sama sekali tak dipegangnya sejak ia pulang dan mendapatkan berita menyedihkan itu.

Ia membuka group chat yang dominan dengan pesan Seolhyun dan semua hampir sama, menanyakan dimana Hyejeong, apa yang terjadi dengan Hyejeong, dan kenapa Hyejeong tidak membaca pesannya atau mengangkat teleponnya. Sedangkan Hongbin dan Sehun tak banyak menjawab, mereka sama tidak taunya dengan Seolhyun. Baru saja akan menjawab, ponsel Hyejeong berdering menampakkan nama Hongbin. Tanpa ragu Hyejeong mengangkat panggilannya.

“yak cepat turun sebelum aku mati kedinginan.”

“apa?” Hyejeong bersusah payah bangkit dari tempat tidurnya dan menyingkap korden dikamarnya, ia melihat kebawah dan menemukan Hongbin melambaikan tangan padanya dan membuat bahasa tubuh untuk mengajaknya jogging. Hyejeong melenguh panjang. Pagi ini ia sedang tidak ingin melakukan banyak hal, ia hanya ingin mengurung diri dikamar, berhibernasi jika memungkinkan. Tapi lihatlah Hongbin justru menghancurkan rencananya.

“pulanglah Hongbin, aku sedang tidak ingin pergi.”

“jadi kau benar-benar ingin aku mati kedinginan?”

“jangan bodoh ini musim panas Hongbin, diluar matahari sangat terik, tenang kau tidak akan mati. Mungkin aku yang akan mati karena mengurung diri.” Hyejeong menjawab frustasi. Ia bisa merasakan Hongbin kini sedang tersenyum.

“oh ayolah Hyejeong. Lihat kau sendiri mengatakan akan mati jika mengurung diri, jadi turun sekarang juga atau aku yang naik ke atas.”

“urrrgghhh... baiklah baiklah. Tunggu disana!”

Hongbin tersenyum lebar saat melihat Hyejeong keluar dengan menggunakan celana pendek dan jaket pink yang menjadi favoritnya, gadis itu mengikat tinggi rambutnya. Ia terlihat fresh, tapi sayang raut wajahnya yang masam merusak penampilannya. Hongbin menyadari satu hal, mata Hyejeong yang sembap.

“ada apa dengan matamu?”

“tidak ada, hanya kurang tidur.” Hyejeong menampik, untunglah Hongbin tak bertanya lebih dalam, lelaki itu lebih memilih menghiraukannya.

Sepanjang mereka berjalan, baik Hyejeong atau Hongbin tak banyak berbicara. Mereka memutuskan untuk berhenti dan duduk di bangku taman yang tampak sepi. Hongbin membuka botol airnya dan menyerahkannya pada Hyejeong, tanpa banyak bicara Hyejeong meneguk perlahan air itu.

“jadi kau ingin bercerita sekarang?” Hyejeong sudah menduga bahwa Hongbin tau sesuatu sedang terjadi dengannya.

Hyejeong hanya menggelangkan kepalanya. Ia sedang tidak ingin bercerita, ia tidak ingin mengingat kembali kenyataan bahwa dirinya harus menikah, bahwa dirinya seakan dijual. Lee Hongbin, lelaki itu selalu tau jika ada yang salah dengan Hyejeong yang bahkan Seolhyun tak bisa mengetahui. Tak heran Hyejeong jatuh cinta untuk pertama kalinya dengan Hongbin. Hongbin adalah lelaki pertama yang mengisi hati Hyejeong. Mereka pernah menjalin hubungan kekasih. Kala itu Hyejeong susah payah menyembunyikan hubungan mereka dari Sehun dan Seolhyun. Heyejong takut mereka beranggapan bahwa perasaan lebih dari teman bisa menghancurkan persahabatan mereka. Tapi Hongbin justru dengan mudah mengatakan pada keduanya bahwa mereka sepasang kekasih, dan tak seperti dugaan Hyejeong, Sehun dan Seolhyun menyambut dengan terbuka. Tentu saja mereka terkejut pada awalnya tapi Sehun dan Seolhyun tak mempermasalahkan asalkan hubungan diantara keempatnya baik-baik saja. Namun hubungan itu tak berlangsung lama, Hongbin yang memutuskannya.

“aku merasakan ada sesuatu yang salah diantara kita.”

Hyejeong masih mengingat kalimat itu.

“kau yakin kau mencintaiku? Tidak Hyejeong itu bukan cinta kau hanya kagum.”

“kau sedang membohongi dirimu sendiri.”

Kalimat yang membuatnya tak mengerti.

“Sehun. Oh Sehun.”

Hongbin tau. Tapi Hyejeong tidak. Hongbin selalu mengatakan bahwa ada binar saat Hyejeong menatap Sehun, dan Hongbin yakin itu cinta bukan kagum. Hongbin mengatakan jika hubungan yang mereka jalani tidak akan berjalan baik, ia tak menemukan binar itu dimata Hyejeong saat menatapnya. Persahabatan adalah jalan terbaik bagi mereka. Dan kini Hyejeong mengerti. Ia bisa menemukan binar itu saat menatap Sehun, tapi bukan hanya itu, ia kini mengerti kenapa jantungnya berdetak 10 kali lebih cepat saat ia dekat atau bahkan hanya memikirkan Sehun. Hyejeong jatuh cinta pada Sehun.

Hongbin tak membenci fakta itu, lelaki itu pernah mengatakan jika kau mencintai seseorang katakanlah sebelum kau menyesal. Tapi Hyejeong terlalu pengecut untuk mengatakannya, lebih baik ia memendamnya dalam-dalam hingga mungkin suatu saat perasaan itu akan terkikis.

~00~

Seungwan mengerutkan alisnya, satu persatu sampel botol parfum sudah ia semprotkan dan kini kepalanya pening karena terlalu banyak mencium aroma yang terkadang terlalu menyengat bagi penciumannya.

“aku rasa yang ini aromanya cocok denganmu. Cute n fresh.” Seungwan menoleh ke arah suara yang belakangan ini sangat familiar di telinganya.

“Sehun? Bagaimana kau bisa disini?” Seungwan tidak mengerti kenapa ia harus menanyakan hal bodoh seperti itu, ini tempat umum siapapun bisa disini.

“naik mobil?” Sehun menjawab dengan ekspresi polos diwajahnya. Seungwan merutuki tapi juga bersyukur dengan jawaban Sehun. Tidak, bukan itu maksud pertanyaannya. Tapi ia mengabaikannya dan meletakkan sampel parfum yang dipegangnya. Ia mengangkat keranjang belanjanya dan meninggalkan Sehun. Ia lebih baik segera pergi sebelum jantungnya kembali membuat irama yang asing bagi dirinya.

“hei, Seungwan, tunggu.” Sehun membuntutinya. “aku butuh bantuanmu.” Sehun menarik pelan pergelangan tangan Seungwan. Untuk beberapa detik, hanya keheningan yang menyelimuti keduanya.

“apa kau pikir kau bisa membantuku mencari hadiah untuk ibuku?”

Seungwan menaikkan sebelah alisnya, kenapa Sehun meminta bantuan padanya? Bukankah ia punya Hongbin? Atau Seolhyun? Bahkan Hyejeong? Apa karena kebetulan bertemu saja, tapi pada akhirnya ia setuju untuk membantu Sehun.

“kau bilang ibumu sudah bosan dengan bunga? Dan kau tidak tau ukuran bajunya jika kau ingin membelikannya baju? Ayolah Sehun, kau pasti bisa mengira-ngira bukan?”

Seungwan menampakkan wajah frustasi karena Sehun. Mereka berdua sudah hampir dua jam berputar mencari hadiah dan tak satupun bisa sesuai dengan keinginan Sehun.

“tidak, kau tidak mengerti. Ibuku itu memiliki selera yang susah untuk ditebak, dan bagaimana aku bisa tau ukuran yang pas dan sesuai. Apa kau tidak memiliki ide lain?”

“aku sudah menawarkan semua ideku padamu Sehun, pakaian, sepatu, tas, perhiasan, dan apa? Kau bahkan tak mempertimbangkan ideku huh?”

“sssttt! Diamlah aku sedang berpikir, pilihanmu terlalu materialistis, aku ingin sesuatu yang sederhana tapi berkesan.”

Seungwan memutar bola matanya. Sehun ternyata bukan lelaki yang seperti selama ini dipikirkanya. Sehun yang ia tau selama ini seseorang yang dingin ternyata adalah seseorang yang kekanakan.

“bagaimana dengan cake?” Seungwan akhirnya mengusulkan lagi.

“apa? Tentu saja aku akan membelikan cake. Bukan ulang tahun namanya jika tidak ada cake.”

“tidak...tidak. maksudku kau sendiri yang membuat cake untuknya. Kau tau, kau bisa membuat cake sesuai keinginanmu, memilih berbagai topping. aku rasa itu bukan ide buruk.” Seungwan menatap Sehun dan menaik turunkan alisnya.

Sehun mengerutkan alisnya berpikir. Iya ide itu tidak buruk juga.

“kalau begitu kau harus membantuku.” Sehun menarik lengan Seungwan untuk mengikutinya.

“apa? Tapi....” tak sempat memprotes, Seungwan sudah berada dalam mobil Sehun dan melaju kencang.

Sehun dan Seungwan tidak tau pasti kapan mereka berubah menjadi sedekat ini, tapi satu hal yang bisa dipastikan, baik Sehun atau Seungwan menyukai perubahan itu.

~00~

Hari ini akhirnya Hyejeong bertemu dengan lelaki itu. Ia tidak ingin memberikan penampilan terbaiknya, ia tidak ingin terlihat baik didepannya, mungkin dengan begitu lelaki itu akan mundur dan merubah pikirannya. Tapi kakaknya tidak ingin itu terjadi,

Kau harus tetap menghargai pertemuan ini Hyejeong, berikan penampilan terbaikmu. Kita mungkin akan menemukan jalan keluar lain, tapi kakak harap kau tidak berulah untuk saat ini.

Dan disinilah Hyejeong menatap pantulan dirinya di cermin. Ia tampak cantik seperti biasanya. Rambutnya ia biarkan tergerai. Dress hitam polos dengan panjang yang menggantung di paha, menampakkan kaki jenjangnya. Anting panjang yang menggantung di telinganya, menjadi detail tersendiri. Ia terlihat hampir sempurna, jika saja ia memasang senyum dibibirnya.

Hyejeong mengetuk-ngetukkan kakinya, menunggu memang membosankan, terlebih bersama ayahnya yang sedari tadi hanya membaca berita melalui tablet pc. Gadis itu menyapu pandangan di restoran mewah yang terlihat klasik dengan dekorasi dominan berwarna maroon. Restoran ini indah tapi suasana hati Hyejeong sedang tidak mendukung. Jika saja di tempat ini ia akan merencanakan pernikahan dengan lelaki pilihannya, lelaki yang dicintainya, maka semuanya akan sempurna. Pikiran Hyejeong melayang dan Sehun muncul dipikirannya. Jika saja keluarga Sehun yang sedang ia tunggu, jika saja kedatangan Oh Sehun yang ditunggunya. Jika saja....

“hei Shin sudah lama menunggu, atau kau yang terlalu bersemangat dan datang lebih awal huh?”

Akhirnya yang ditunggu datang juga, Presdir Kim melontarkan sindiran yang ditanggapi dengan senyum kecut. Disampingnya berdiri wanita cantik yang Hyejeong yakini sebagai istrinya. Wanita itu tersenyum lembut pada Hyejeong dan hanya dibalas dengan senyum kecil olehnya.

“kau tau aku tidak punya banyak waktu. Jadi karena kau sudah datang, aku rasa aku harus pergi, banyak hal yang harus aku kerjakan. Kau bisa menanyakan apapun yang kau mau.” Presdir Shin berajak dari duduknya.

“apa maksud ayah?” Hyejeong menatapnya penuh tanya. Apa maksud ayahnya meninggalkan ia sendiri dengan mereka yang masih asing dengannya. Gadis itu menarik lengan ayahnya, tapi ditepis dan ditinggalkan begitu saja.

“ayah...ayah..” gadis itu sedikit berteriak, ia tampak panik dan berusaha berdiri dari kursinya, tapi tangan wanita itu mencegahnya. Wanita itu menatapnya dan tersenyum lembut. Hyejeong kembali duduk, ia tundukkan kepalanya, tangannya ia kepalkan keras.

“dasar tidak sopan, ternyata kau tidak berubah Shin.” Presdir Kim berkata lebih pada dirinya sendiri. “baiklah bagaimana kalau kita lupakan saja dia, dan menikmati makan malam kita, Hyejeong-ssi?”

Hyejeong masih belum menatap mereka, ia tidak tau apa yang harus dilakukannya. Ia juga ingin segera pergi. Tapi wanita itu berpindah mengisi kursi kosong disampingnya, kursi yang ditinggalkan ayahnya. Ia raih tangan Hyejeong, dan mengangkat dagu Hyejeong.

“kau tidak usah takut Hyejeong-ssi. Kita hanya akan makan malam disini, kami berjanji tidak akan menanyakan apapun padamu. Jadi tegakkan kepalamu, hmm?”

Sesuatu dari mata wanita itu membuat Hyejeong sedikit tenang, ia anggukkan kepalanya pelan.

“baiklah sebelumnya lebih baik aku memperkenalkan diriku. Aku Kim Se Jung, istri Presdir Kim Ju Wan, ah kau bisa memanggilnya dengan paman saja.” wanita itu tersenyum menyeringai pada suaminya. “dan kau bisa panggil aku bibi, bagaimana?”

Hyejeong tersenyum tipis, wanita ini bisa membuatnya nyaman dengan mudah. Sejenak Hyejeong melupakan bahwa ia disini sedang dijodohkan dan sedang bersama dengan orang yang sama sekali tak ia kenal.

“ah dan satu lagi.” Kim Se Jung melambaikan tangan ke arah lelaki yang sedang berjalan menghampiri mereka. Hyejeong bisa melihat senyumnya bahkan sebelum ia sampai dimeja mereka.

“maaf aku sedikit terlambat.” Lelaki itu masih tersenyum, ia mengambil kursi kosong disebelah Presdir Kim.

“dia putra kami...Kim Jongdae.”

-00- TO BE CONTINUE -00-

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
ohpearl #1
Chapter 4: lebih seneng kalo wendy yg lebih kesiksa sebenernya di banding hyejeong.... wenhun....lovpisan.... coba kim jongin, aku bkal setuju kalo nanti misal si wendy gantiin hyejeong buat nikahin jongin.... wkwk... abaikan aja author.... apapun yg anda buat saya akan suka.... ditunggu next nya
ara2712 #2
Chapter 2: Yay wenhun!! Somehow, hyejeong cocok juga jadi jahat, tapi semoga ngga lama-lama jahatnya hehe author-nim fighting!
alfors
#3
I wonder what would happen next?