Menjalani Kehidupan Baru

Hadiah Terbaik untuk Adik

fanfiction chanyeol juniel, fanfiction taeyeon juniel chanyeol, fanfiction taeniel, fanfiction taeyeon chanyeol, ff taeniel, ff chanyeol juniel taeyeon

[http://www.rosediana.net/wp-content/uploads/2016/03/ff-chanyeol-pekerjaan-chanyeol-sebagai-dj-penyiar-radio-768x676.png]

 

Chanyeol gemas dengan keadaan yang ia hadapi sekarang. Di pagi hari, seperti biasa, ia akan “berlomba” dengan Juniel untuk bangun lebih awal dan menyiapkan sarapan. Mereka lalu berjalan ke kampus, di mana Juniel menimba ilmu seputar seni rupa dan desain. Setelah memastikan adiknya masuk gerbang kampus, Chanyeol segera menuju stasiun radio, tempat di mana ia bekerja.

Ketika berjalan kaki itu, Chanyeol sering diingatkan banyak hal. Ia tersenyum getir mendapati dirinya berjalan kaki, ketimbang menunggangi kendaraan kesayangannya. Ia juga tak pernah membayangkan bisa terdampar menjadi penyiar.

Ketika memutuskan untuk membawa pergi Juniel dari rumah mereka sendiri, Chanyeol tak terpikirkan soal pekerjaan. Ia hanya lulusan SMA, dan tak memiliki riwayat memuaskan di bidang akademik. Namun ilham itu datang dari sang adik.

“Oppa ‘kan suka musik? Suka ngerap?” senyum Juniel berkembang ketika sang Oppa terlihat menyimak, “Pasti enak banget kalau bisa menjadikan hobi sebagai usaha. Iya, ‘kan?”

“Ah,” Chanyeol teringat sesuatu, “Kamu juga hobi nyanyi, ‘kan? Bikin grup duo, yuk? CJ Bersaudara, hmm?”

Juniel menatap dengan pandangan tak tertarik, “Ani!”

“Ayolah, suara kamu pas meng-cover Rain-nya Taeyeon itu bagus,” Chanyeol melihat adiknya tersenyum, “Kamu mengidolakannya sekarang. Kamu musti berusaha keras, biar nanti bisa berubah jadi memusuhinya?”

Sesuai dugaan, Juniel membelalakan mata.

“Dia Unnie, Oppa. Unnie yang berarti cinta dan hidupku...”

“Aw! Hati Oppa lecet,” potong Chanyeol, yang kemudian meremas saku kiri di dadanya,”Oppa cemburu, nih!”.

“Ottoke? Jangan bikin aku memilih diantara kalian, Oppa ,” Juniel juga pura-pura dramatis, “Aku dilema berat. Kalian menyiksaku. Aku... ”

“Pabo!” jitakan lembut mendarat di dahi Juniel, namun gadis itu malah tersenyum.

“Beneran, Oppa. Mana bisa aku memusuhi Taeyeon Unnie?” Juniel tak terima dengan ide itu, “Aku tetap jadi fangirl-nya. Titik.”

Setelah mendengus sebentar, Chanyeol menjelaskan, “Maksud Oppa, kamu juga kelak akan jadi penyanyi, otomatis akan jadi saingannya Taeyeon...”

“Oh...” Juniel memahami maksud kakaknya, tapi kemudian ia seperti terlonjak, “Eh enggak ah, Oppa! Aku enggak akan merebut posisi Taeyeon Unnie. Biar lagu dia saja yang ada di puncak tangga lagu, biar dia saja yang menjadi penyanyi terbaik, menjadi penyanyi dengan penghasilan tinggi, dan pokoknya menjadi sesuatu yang ia layak dapatkan.”

“Omo!” satu kata saja yang keluar dari Chanyeol.

“Serius, Oppa,” Juniel meluruskan topik, “Musik itu passion Oppa, ‘kan? kalau aku sih sudah fokus di bidang visual art.”

Chanyeol menangkap nasihat adiknya. Ia pun menjalani berbagai audisi. Sebenarnya ia cukup piawai memainkan gitar dan drum, thanks to les musik yang dulu sempat dijalani. Namun yang sering diadakan yaitu kontes menyanyi. Ia kerap lulus beberapa besar, tapi kemudian musti disingkirkan oleh peserta yang lebih bagus. Tak jarang jurinya melempar komentar,

“Tampangmu menjanjikan,” puji mereka, “Tapi suaramu, mian...” pungkasnya, membuat Chanyeol mengelus dada, “Apalagi bagian rap-nya, kamu perlu berlatih keras,” lagi-lagi ia menelan semua itu.

Sampai kemudian, audisi lain digelar. Namun yang diincar bukanlah penyanyi atau pemain musik, melainkan penyiar radio. Ketika memutuskan untuk ikutan, dirinya hanya bermodal nekad. Ia menjalani berbagai tes.

Mulai tes tertulis seputar musik, take voice, unjuk bakat bermusik, serta wawancara. Bagian terakhir ini yang paling mengujinya. Ia ditanya segala hal tentang stasiun radio yang diincarnya. Dan sebagai warga baru, tentu saja Chanyeol tak tahu.

Sempat terjadi perdebatan diantara juri. Banyak yang bersikukuh agar Chanyeol dieliminasi saja. Sementara kru perempuan mempertahankan karena kegantengannya. Dan kemudian, ada lelaki muda yang berdiri membelanya. Dia seperti mengarahkan segenap opini agar orang-orang setuju padanya. Dialah Jong hyun, yang kini menjadi sahabat, junior (secara umur), sekaligus jembatannya untuk mendapat sumber penghidupan.

"Kenapa kamu sampai bela-belain mendukung aku?" suatu hari, Chanyeol menanyakan hal itu.

"Biar ada teman," ungkap Jong hyun dengan santai.

"Maksudnya?"

"Aku juga pendatang baru di sini," jelas Jong hyun, "Kalau wajah-wajah lama membully 'kan setidaknya aku ada teman, yaitu kamu, Hyung!"

"Yah!

Jika sedang ada job selain siaran, Chanyeol akan senang menerimanya. Ia bisa melakukan pertemuan langsung dengan pendengar radio, menjadi MC di acara musik, meliput tokoh musik, dan sebagainya. Pihak radio sendiri sepertinya sudah menjadikan Chanyeol sebagai “visual” mereka.

Masalah lain tentang kelanjutan sekolah Juniel. Chanyeol malu untuk mengakui kalau pendapatannya tak akan cukup. Ia pun memberi izin pada sang ayah, agar bisa membiayai adiknya. Namun soal biaya hidup atau makan, Chanyeol menolak keras.

~

“Ada masalah, Hyung?” suara Jong hyun membuyarkan lamunan Chanyeol.

Sebenarnya jadwal siaran Chanyeol digelar nanti sore. Kalau wiken, ia bisa sampai malam. Namun karena di rumah tak ada siapa-siapa, Chanyeol lebih memilih tempat kerjanya. Paling tidak, ia bisa mengobrol atau menjahili koleganya. Kehadirannya juga bisa “dimanfaatkan” untuk mengelola media sosial radio. Ia malah sudah mendapat julukan sendiri. Baik itu Admin CY, Mimin CY, atau Happy Virus CY.

“Enggak,” Chanyeol memegang area belakang lehernya, “Pegel aja kelamaan mantengin komputer.”

“Juniel, ya?” Jong hyun menerka, “Gimana kabarnya sekarang?”

Walau tak mengungkapkan langsung, Chanyeol sudah membaca ketertarikan rekan kerjanya terhadap sang adik. Ia sangat lega, sebab Jong hyun merupakan sosok lelaki yang baik. Namun di satu sisi, dirinya tak bisa memaksa Juniel.

Pernah suatu kali ketika ketiganya bertemu, Chanyeol terus menggoda Jong hyun dan adiknya itu. Begitu di rumah, sang adik langsung memborbardirnya. Ia sudah senang karena bisa menerima Jong hyun sebagai teman, namun di saat yang sama malah menjadi canggung karena candaan Chanyeol.

“Hyung?” Jong hyun sudah duduk di kursi samping kiri Chanyeol, “Apa Juniel mimpi buruk? Sakit? Atau, pengin ketemu Kim Tae yeon?”

Chanyeol takjub akan nada khawatir dari Jong hyun.

“Kita harus serius mengumpulkan uang, biar bisa membeli tiket nonton konsernya,” kata Jong hyun, “Tapi kapan, ya? Oh iya! Taeyeon bakal menggelar konser untuk kesuksesan album terbarunya? Pasti Juniel pengin tiket itu. Kabar itu sudah nyebar di media sosial. Iya, ‘kan?”

Mendengar istilah “media sosial”, Chanyeol langsung mengerutkan alis. Begitu masuk dan log ini ke media sosial radio saja, ia sudah ingat Juniel. Sepulang kuliah, sang adik biasanya akan membuat fanart, menguploadnya ke instagram, lalu bercengkrama dengan akun-akun lain. Chanyeol memfavoritkan senyum dan interaksi Juniel dengan teman-teman dunia mayanya.

Namun pasca insiden kemarin, Juniel praktis tak pernah log in instagram lagi. Ia masih membuat ilustrasi Taeyeon, namun hasilnya hanya disimpan di dalam file khusus saja. Setelah itu, Juniel akan terlihat bosan. Kalau tidak menyaksikan tayangan televisi yang menjengahkan, ia hanya membaca sampai tertidur di sofa.

“Yah, Hyung!” Chanyeol refleks mengangkat lutut yang dipukul oleh Jong hyun, “Kamu kesurupan atau gimana, sih?”

“Jong hyun~ akan kumakan kamu...” Chanyeol menirukan mimik muka menakutkan, “Ambilkan aku chopstick, akan kumakan kamu...” lanjutnya, yang malah membuat Jong hyun tertawa, bukan ketakutan.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet