Confession

Beautiful Lies

SM High School

Beberapa hari ini Luhan dibuat bertanya-tanya oleh sikap Minseok terhadapnya, perhatian yang Minseok berikan membuatnya berpikir bahwa gadis itu juga mempunyai perasaan yang sama. Harapannya mulai tumbuh saat dia tahu Minseok diam-diam menungguinya saat pingsan di ruang kesehatan tempo hari. Ingin rasanya bertanya langsung pada Minseok tapi Luhan tidak yakin gadis itu akan menjawab dengan jujur. Cemburu, adalah kata pertama yang muncul saat Luhan berpikir bagaimana mengetahui seseorang mencintaimu atau tidak. Bukankah cemburu tanda cinta?

Jam pertama kelas 11 IA 2 adalah olahraga, setelah mengganti pakaian dengan pakaian olahraga mereka pun segera menuju lapangan untuk melakukan pemanasan. Dan berhubung guru olahraga berhalangan hadir hari itu, maka setelah pemanasan mereka berbuat sesuka hati, banyak dari mereka yang bermalas-malasan di pinggir lapangan mengobrol satu sama lain, ada juga yang lebih memilih duduk di bawah pohon seperti yang ChanBaek lakukan, bahkan ada juga yang kabur ke kantin.

Sementara di tengah lapangan gerombolan siswi sedang berebut giliran dan perhatian Luhan, masih dengan suara cempreng mereka yang khas tentunya. Tidak mungkin kan mereka mendekati Chanyeol jika tidak mau berurusan dengan Baekhyun, yang dengan radar supernya mampu mendeteksi sekecil apapun bentuk godaan, entah itu berupa kedipan atau senyuman tipis. Banyak yang mempertanyakan bagaimana seorang Chanyeol mampu bertahan dengan gadis pemarah seperti dia.

“Tolong ajari aku cara memegang bola yang benar..”, seorang siswi menyodorkan bola basket pada Luhan, yang dengan cepat langsung direbut oleh siswi lainnya

“Mundur, sekarang giliranku..”.

“Tidak bisa, kau harus antri, ini giliranku..”, ucap salah satu siswi menghalanginya

“Luhan, boleh aku mengelap keringatmu..”, kata siswi lain, ditangannya sudah ada selembar tisu yang siap ditempelkan ke wajahnya. Luhan yang kaget segera memundurkan wajahnya ke belakang.

“Aku kipasi ya, atau mau pakai topi?”, menawarkan

“Mau minum? Aku takut kamu dehidrasi”,

“Luhan ajari aku saja..”,

“Tidak, aku saja..!”, protes yang lain

Aksi saling jambak dan saling dorong pun tak terhindarkan, mengabaikan Luhan yang memutar kedua bola matanya jengah. “Kalian berisik sekali!”, suara datar Luhan membungkam mereka sesaat. Ya hanya sesaat karena setelah itu mereka kembali adu mulut saling menyalahkan. Dengan langkah kesal Luhan meninggalkan gerombolan siswi genit itu, tadinya dia ingin membuat Minseok cemburu dengan meladeni mereka tapi gadis itu bahkan tak menolehnya sama sekali, dia sibuk mengejar bola yang menggelinding kesana kemari.

‘Bodoh, kenapa kau tidak minta aku mengajarimu’,

Dari kejauhan Luhan kagum melihat usaha keras Minseok. Dia sedang melempar bola basket ke atas ring, namun hanya mengenai papan dan memantul kembali, tergesa ia pun berlari mengejar bola yang menggelinding ke luar lapangan. Entah sudah berapa kali dia mencoba, namun hasilnya selalu gagal. Keringat sudah membanjiri keningnya, dengan terengah dia kembali ke lapangan. Mencoba lagi.

 

Lain waktu, Luhan meminjam gitar Chanyeol, bersiap dengan posisi gitarnya, menekan beberapa kunci. Bak gitaris professional dia duduk di atas meja dengan para fans yang mengelilinginya, jangan lupakan beberapa siswi dari kelas sebelah yang juga ikut nimbrung ke dalam kelas 11 IA 2. Sekilas ia melirik ke arah pintu dan menyeringai saat orang yang ditunggunya datang.

Jrengggg….

Luhan menggenjreng senar gitar saat Minseok masuk ke kelas.

Geureohge nal bogo useumyeon? (Girl, don’t you know?)

“Kyaaa…aaa..!!!”, fansnya langsung berteriak histeris saat mendengar suara Luhan yang sangat lembut, mereka menggapai-gapai Luhan yang hanya menatap lurus ke depan, tepat ke mata Minseok yang berdiri terpaku, berusaha menyampaikan pesan cintanya.

Amureohji anhgineun himdeuro (It’s hard for me to not feel anything)

Da masin keopido beolsseo myeot janjjaeinde, Baby (I’ve already had several cups of coffee baby)

Mongronghan iyuneun mwoni oh mwoni (But why do I still feel like I’m in a dream)

Luhan terus bernyanyi dengan suara lembutnya diiringi lantunan akustik gitar yang sangat romantis. Kelas pun penuh dengan lope-lope beterbangan yang terus keluar dari mata para fans girlnya.

Girl, girl be my love…

Uri maeil keopireul masyeossgo, (We drank coffee every day)

Girl, girl be my love…

Bammada gin tonghwado haesseo, babe (We talked for a long time on the phone every night, babe)

Girl, girl be my love…

Ja, neomeool ttae do dwaesseuni (It’s time that you come to me)

Oh baby falling let’s fall in love

Setelah kata terakhir, Luhan menatap Minseok dalam, sebelum memberinya sebuah wink disertai senyuman paling manis yang mampu membuat siapapun diabetes dadakan jika memandangnya terlalu lama. Kali ini tidak ada teriakan histeris lagi karena semua fans Luhan telah terkapar di lantai bahkan sebelum dia menyelesaikan lagunya.

Hati Luhan berdegup sangat kencang ketika melihat senyuman malaikat Minseok, tak terbayangkan betapa bahagianya Luhan saat itu. Dia bisa merasakan perasaan hangat merasuki hatinya, badannya terasa sangat ringan dan melayang ke awang-awang ditemani ribuan kupu-kupu cantik.

“K-Kamu tadi denger aku nyanyi gak?”, tanyanya malu-malu. Keindahahan itu berubah menjadi mimpi buruk saat manik matanya menangkap bagaimana Minseok dengan anggunnya menyelipkan rambut ke belakang telinga.

“Denger kok, tapi gak jelas. Luhan nyanyi apa sih? Ada kopi-kopinya gitu..”,. ucapnya sambil melepas earphone putih yang sejak tadi terpasang di telinganya. Kalau tidak ingat gitar yang dipegangnya adalah barang pinjaman milik Chanyeol, sudah pasti dia ngamuk banting gitar saat itu juga. “Lho kok kamu gigitin ujung baju?”, Minseok mengerjapkan mata, kepalanya dimiringkan menunjukkan ekspresi bingung yang menggemaskan.

“Iya, aku mulai lapar..”, katanya asal.

 

Di kantin

Dua hari kemudian.

Luhan sedang tidak mood menebar pesona pada Minseok, usahanya sepertinya kurang mendapat respon atau mungkin memang gadis itu tidak menaruh perasaan apapun padanya. Luhan padahal sudah berusaha sebaik mungkin menjadi playboy professional di depannya atas saran Yixing, katanya tipe cowok bad boy sedang tren. Matanya dengan malas menjelajah sudut kantin, tampak beberapa fansnya yang sedang curi-curi pandang ke arahnya sambil berbisik-bisik. Luhan meregangkan otot badannya yang pegal dengan mengangkat tangan ke atas, aksinya tersebut langsung disambut kilatan blitz dan teriakan histeris. Menurut mereka itu adalah salah satu momen seksi Luhan selain basah karena berkeringat saat bermain basket. Mereka sebenarnya sempat patah hati karena Luhan lebih memilih Minseok tapi mereka toh tetap setia pada si rusa imut, dengan mendukung apapun yang membuat Luhan bahagia.

Luhan menghela nafas panjang sebelum menempelkan pipi mulusnya pada meja.

“Halo bro..!”, sapa Yixing

“Hmm..”, tanpa mengangkat kepalanya, nada bicaranya masih terdengar kesal.

“Dicari Minseok”,

“Gak percaya..!”.

“Beneran kok.. Ini di sebelahku orangnya”, Luhan terlonjak, langsung duduk tegap menoleh ke kanan dan kekiri namun hanya nenemukan ruang kosong di samping Yixing. Luhan mengeram menahan emosinya yang sedang meninggi, sadar telah dikerjai mentah-mentah.

“Tapi bohong, buahahaha…”, lanjutnya sembari tertawa puas.

“Kau..!!!”, wajahnya merah padam”, YAA.., kemari kau!”, menggebrak meja, membuat seisi kantin menoleh pada mereka, momen ini juga tak luput dari jepretan mereka. Luhan tidak peduli dan terus berlari mengejar Yixing yang terlebih dahulu lari keluar kantin menuju arah kelas melewati lorong, beberapa kali dia menubruk siswa yang berlalu lalang. Luhan mengikuti Yixing berbelok ke arah perpustakaan dan

BRUKK…

“Aww..”, ucap seseorang yang jatuh tertabrak Luhan

“Minseokk..! Maaf, aku tidak sengaja. Kau tidak apa-apa?”, mengulurkan tangan pada Minseok, membantunya berdiri. Minseok menepuk-nepuk rok dan tangannya yang kotor. “Maaf ya..”, ucap Luhan lagi merasa sangat bersalah.

“Enggak apa-apa. Kebetulan kita ketemu, aku tadi memang lagi nyariin kamu kok..!”, seru Minseok bersemangat. ‘Jadi Yixing ga bohong ya?’, batin Luhan.

“Ada apa?”, keningnya berkerut, di atas kepala Luhan ada sebuah tanda tanya besar tak terlihat.

“Ke taman saja yuk..”, Luhan tersentak saat Minseok menyentuh tangannya untuk pertama kalinya, bukan ini bukan sentuhan tapi genggaman karena jemari mereka saling bertautan, dia bisa merasakan betapa halus dan mungil telapak tangannya dibanding miliknya. Kata-kata Minseok mengontrol saraf gerak Luhan yang meresponnya sebagai sebuah perintah, dengan patuh mengikuti langkah gadis di sampingnya. Sekarang Minseok dan Luhan sudah sampai di taman belakang, tempat favorit Minseok. Dua insan itu memilih untuk duduk di bawah sebuah pohon besar dan rindang.

 

Kelas 12 IA 1

“Jadi karena itu ya?”, Won Geun melirik sekilas pada orang yang mengajaknya bicara, pandangannya tetap lurus ke depan. Yifan ikut menopangkan kedua lengannya pada pinggir balkon kelas mereka. Dari lantai tiga mereka dapat melihat hampir seluruh lingkungan sekolah, termasuk taman belakang sekolah yang ditata dengan apik. Tentu saja yang  menjadi objek pandang mereka bukan bunga atau pohon yang menghijau, melainkan dua orang yang sedang asyik berbicara di bawah sana.

Won Geun mengepalkan tangannya saat Luhan membisikkan sesuatu di telinga Minseok kemudian tertawa bersama. Sakit hati meracuni bila membayangkan Luhan dapat menghabiskan waktu lebih banyak dibanding dirinya. Cemburu menyeruak dalam hati, tapi berhak kah dia cemburu? Siapa dia? Sekian lama mereka bersama bahkan tidak pernah terlontar kata cinta apalagi meminta gadis manis itu menjadi kekasihnya.

Awalnya Won Geun cukup nyaman dengan hubungan mereka yang seperti itu, namun sejak kedatangan Luhan, dia tahu cepat atau lambat Minseok bisa saja berpaling darinya. Dia juga tidak bisa menyalahkan Luhan yang jatuh cinta pada Minseok, yang seperti putri raja, ya faktanya dia memang putri keluarga Han yang terhormat, melihat kecantikannya pria mana yang tidak akan terpesona.

“Belum terlambat ku kira..”, ucap Yifan, seakan mengerti jalan pikiran Won Geun. “Tidak bisa mendapatkan orang yang kau cintai sungguh menyakitkan. Tetapi yang lebih menyakitkan adalah mencintai seseorang dan kau tidak pernah memiliki keberanian untuk menyatakan cinta padanya. Katakan sekarang atau kau akan kehilangan dia selamanya dan menyesal…”, lanjutnya, Won Geun tertohok mendengar kata-kata sahabatnya itu. Semua yang dikatakannya benar, bahwa dirinya terlalu pengecut untuk sekedar mengungkapkan perasaan, dan terlalu takut untuk menerima penolakan.

 

Bel pulang sekolah berbunyi nyaring, para siswa menghambur ke luar kelas masing-masing, melepaskan kepenatan yang memenuhi kepala mereka seharian, menuju rumah masing-masing, namun ada beberapa yang masih bertahan di sekolah untuk mengikuti kegiatan ekstra kulikuler atau sekedar berbincang ringan dengan temannya. Won Geun duduk di belakang kemudi tanpa menjalankan mobilnya. Sesekali dia melihat jam tangan digital hitam yang melingkar di lengannya, melihat sekeliling namun yang ditunggu tak kunjung tiba.

“Maaf ya Kak, telat..”, Minseok kini telah masuk ke dalam mobil dan duduk di sebelahnya, berusaha mengatur nafasnya karena sepertinya dia berlari untuk mencapai sana. Setelah memastikan Minseok sudah memasang seatbealt, Won Geun segera memacu mobilnya menuju kediaman Han.

Tidak seperti biasanya, suasana hening menyelimuti mereka. Minseok terus mengarahkan pandangannya ke jalan, dan Won Geun memiliki banyak sekali pertanyaan di kepalanya, tetapi dia bingung ingin menanyakan yang mana dulu

“Hmm.. Apa ada masalah di kelas?”, akhirnya Won Geun yang membuka suara terlebih dahulu.

“Tidak kok”,

“Kamu menyembunyikan sesuatu dariku?”, Minseok terlihat gugup saat menggelengkan kepalanya.

“Apa benar kamu menyukainya?”, Won Geun akhirnya bertanya langsung ke intinya, mengingat kejadian yang dilihatnya dari kelas benar-benar membuatnya cemburu.

“Hah? Siapa?”, belum mengerti siapa yang dimaksud.

“Luhan. Xiao Luhan, murid pindahan yang duduk tepat di belakangmu”, Won Geun memperjelas siapa yang dia maksud tadi, mendengar nama Luhan disebut justru membuat Minseok tersenyum dan mulai mengerti. Menyadari Minseok terlihat memikirkan pemuda itu, membuatnya sangat kesal dan sedikit menginjak gas mempercepat mobilnya. Minseok hanya menganggukan kepalanya pelan sebagai jawaban.

Won Geun langsung banting setir ke kiri, menginjak rem pada mobil, Minseok sangat kaget karena dia mengerem mobilnya mendadak.  Hati Won Geun terasa sangat panas mendapat pengakuan langsung dari Minseok. “Jadi benar? Kamu menyukai Luhan?”, sekali lagi bertanya dengan nada tinggi, berharap jawabannya akan berubah.

Minseok kini merasa takut dengan perubahan ekspresi pemuda di depannya, tidak pernah sebelumnya dia melihat Won Geun semarah ini. Wajah Won Geun pun terlihat sangat menyeramkan di mata Minseok. Dia hanya dapat menundukkan kepalanya dalam-dalam, tangannya meremas rok sekolahnya mencari pelampiasan rasa takutnya.

“Lihat aku…”, suaranya melembut, tangan Won Geun menarik dagu Minseok agar melihat ke arahnya. Minseok pun memberanikan matanya menatap ke arahnya, meskipun dalam hatinya takut setengah mati. “Maaf, aku menakutimu..”, tangannya membelai lembut pipi chubby Minseok kemudian beralih pada rambutnya. “Aku hanya tidak suka melihatmu berdua dengan laki-laki lain, aku cemburu”, akunya.

Dia meraup kedua tangan Minseok dan menggenggamnya erat, “Jadilah pacarku”, dia yang mendapat pengakuan mendadak dari Won Geun sangat terkejut. Mereka memang sudah lama mengenal, sering menghabiskan waktu bersama tapi tetap saja mendapat pernyataan cinta dengan cara seperti ini tidak pernah terbayangkan dalam hidup Minseok. Untuk beberapa saat lamanya Minseok masih terpaku dan mencerna ucapan dari kakak kelasnya itu.

“Tapi Kak.. Aku,,”,

“Kamu tidak harus menjawab sekarang. Mulai hari ini lupakan Luhan dan berpalinglah padaku. Jangan terlalu sering bersamanya, karena itu membuatku sakit hati. Aku akan menjaga dan membuatmu bahagia”, sebuah kecupan hangat mendarat di kening Minseok, lagi-lagi membuatnya kaget dan mukanya menjadi merona merah.

Won Geun kembali menyetir membiarkan Minseok yang tenggelam dalam pikirannya sendiri, tiba-tiba dia teringat pada obrolannya dengan Luhan di taman belakang sekolah. Dan menimbulkan raut wajah bingung tetapi Won Geun tidak menyadarinya karena sepanjang perjalanan Minseok terus menundukkan kepalanya.  

 

Rumah Han’s Family

Minseok mengoleskan lipbalm berwarna cherry di bibir tipisnya, memberi tampilan segar pada wajah mulusnya yang putih pucat. Dia beruntung terlahir dengan alis tebal dan mata besar berbingkai bulu mata lentik sehingga tidak perlu banyak polesan pun wajahnya sudah terlihat sempurna. Perlahan dia menyisir rambut, membiarkannya tergerai bebas dengan sebuah jepit rambut berbentuk pita yang melekat di bagian atas telinga kanan rambutnya.

“Selesai”, ucapnya, berputar di depan cermin sehingga membuat dress soft pink selutut yang dikenakannya mengembang. Minseok pun meninggalkan kamarnya dengan langkah ceria.

“Selamat pagi Kak..”, sapanya ceria, bau harum menyerbak saat Minseok mendudukkan dirinya di samping Kyuhyun yang tengah melahap sarapan. Tatapan tajam mengiringi gerak tangan adiknya yang mengoles selai cokelat di rotinya, heran dengan penampilan adiknya. Cantik.

“Mau kemana?”, tanyanya basa basi, meski instingnya mengatakan dia akan pergi berkencan tapi akan lebih puas jika mendengarnya langsung dari mulut adiknya. Meskipun terkesan cuek, Kyuhyun sangat peduli dengan padanya, tidak ingin sembarangan lelaki menyentuh adiknya, apalagi jika sampai mempermainkan perasaannya.

“Pergi dengan temanku..”, ucap Minseok, mukanya memerah.

“Sudah ku duga...tidak boleh!”, ucap Kyuhyun singkat, tanpa menoleh.

“Kenapa?”, matanya membulat. “Kan tidak ada Mama Papa di rumah..”, ucapnya enteng usai meneguk susu cokelat hangat, meletakannya kembali dan menoleh ke arah kakaknya. Terang saja Minseok senang dengan kepergian orang tuanya itu, selama ini mereka sangat protektif terhadap si bungsu terutama Heechul, melarangnya pergi tanpa diantar sopir atau anggota keluarga Han yang lain. Kalaupun pergi dengan orang lain pasti itu adalah Baekhyun, sahabat Minseok sejak kecil.

“Justru karena tidak ada mereka di rumah, aku yang bertanggung jawab di rumah ini sekarang”. Orang tua mereka sejak kemarin pergi ke Jepang untuk urusan bisnis, dan baru akan pulang nanti malam atau besok. Sebagai anak laki-laki di rumah tentu saja Kyuhyun merasa perlu melindungi adiknya.

“Hanya sebentar kok..”,

“Tetap tidak boleh..”

“Ayolah,.. Aku janji jadi anak yang manis deh..”, rayu Minseok.

“Kakak gak yakin cowok itu juga akan bersikap manis”, ucapnya sinis.

“Ayolaaah.. Kak,,”, rengek Minseok manja sambil menggaet lengan kakaknya, memandangnya dengan puppy eyes yang dibuat semenyedihkan mungkin dan Kyuhyun benci jika adiknya melakukan itu. Tidak, dia harus bertahan.

“Kakak..”, menggoyang-goyangkan lengannya.

Sedetik

Dua detik

Tiga detik

Kyuhyun menghela nafas panjang, “Baiklah, tapi dengan syarat”, ternyata pertahanannya runtuh hanya dalam tiga detik.

“Apa? Apa?”, ucapnya semangat

“Suruh dia datang menemuiku”,

“Hanya itu? Wuaahh, terima kasih”, mengeratkan pelukan pada kakaknya. “Nah, karena kakak sudah baik padaku, aku buatkan sandwich ya”.

“Ah, aku sudah ke-”, Minseok spontan menghentikan tangannya sembari memandang sedih ke arahnya, lagi-lagi dengan puppy eyes andalannya itu. “maksudnya kejunya ditambah, sepertinya aku masih lapar”. Minseok mengangguk senang dan melanjutkan kegiatannya membuat sandwich. Minseok adalah kelemahan Kyuhyun, dia tidak bisa mengatakan tidak pada adiknya,

13 tahun yang lalu dia hampir kehilangan Minseok gara-gara kebodohannya. Kyuhyun kecil sangat membenci adik perempuannya. Dirinya yang menjadi anak tunggal selama 10 tahun dengan limpahan kasih sayang tiba-tiba harus berbagi dengan bayi mungil yang semua orang puji kecantikannya. Ayahnya akan memarahinya jika membuat adiknya menangis, menyuruhnya berbagi mainan dan mengalah untuk adiknya. Ibunya juga tak jauh beda, dia lebih senang menemani adiknya bermain boneka daripada bersepeda dengannya di luar rumah. Adiknya…adiknya…dan selalu adiknya…

Hari demi hari rasa benci semakin tumbuh di hatinya, puncaknya adalah saat ulang tahun adiknya yang ke 4, Minseok mendapat banyak sekali hadiah dan banyak teman kecilnya yang datang ke pesta. Sedangkan ulang tahun Kyuhyun yang jatuh sebulan sebelumnya terpaksa harus diundur dengan alasan adiknya masuk rumah sakit karena demam, meskipun akhirnya dirayakan tetap saja Kyuhyun kecil telanjur kecewa dan sedih. Otaknya berpikir jika adiknya tidak pernah ada maka dia akan tetap menjadi kesayangan semua orang.

Sehari setelahnya, saat baby sitter yang mengasuh Minseok lengah. Kyuhyun kecil dengan sengaja mendorong tubuh mungil adiknya ke dalam kolam renang sedalam 2 meter yang penuh air. Gelembung udara keluar dari mulut mungil Minseok. Gadis kecil itu tak bisa bernapas lagi karena kehabisan oksigen. Matanya terpejam dan tubuh lemasnya tenggelam di dasar kolam.  Minseok tidak membuka matanya selama berminggu-minggu, paru-parunya hampir penuh dengan air dan otaknya kekurangan oksigen saat dibawa ke rumah sakit. Tidak banyak yang bisa dilakukan para dokter selain memasukan berbagai selang ke dalam tubuh mungilnya untuk menopang hidup.

Tentu saja penyesalan datang terlambat, karena Kyuhyun baru menyadari betapa dia kehilangan adiknya. Tidak ada lagi sosok ceria yang akan berlari menyambutnya di depan pintu saat dia pulang sekolah, tidak ada gadis kecil yang bernyanyi saat menemani ibunya berkebun, dan tidak ada yang akan merengek pada ayahnya untuk diajak berjalan-jalan. Kyuhyun sadar kehadiran adiknya tidak pernah mengurangi kebahagiaannya yang ada justru menambah kebahagiaannya dan orang-orang di sekitarnya.

Karenanya setiap malam dia berdoa pada Tuhan untuk membangunkan adiknya yang tertidur, dia berjanji dengan sepenuh hati akan menjadi kakak yang baik untuknya, berjanji untuk melindunginya dan berjanji akan membuatnya selalu bahagia. Di hari ke 22, doanya terkabul. Si mungil Minseok membuka mata, Kyuhyun adalah orang pertama yang dilihatnya tapi adiknya hanya menatapnya sedih tanpa mengatakan apapun dan saat Heechul memeluknya, Minseok justru menangis ketakutan.

Setelah pemeriksaan lebih lanjut ternyata otak kecil Minseok mengalami trauma yang berefek pada kemampuannya mengingat, dia mengalami amnesia. Keluarga Han dengan sabar mengajari putri kecil mereka tentang dunia, menceritakan siapa dirinya, mengenalkannya pada keluarga yang lain dan mengembalikan sebanyak mungkin kenangan bahagia yang terlupa. Semua keluarga sepakat merahasiakan insiden itu darinya, meski secara alami Minseok mempunyai phobia dengan air dalam jumlah banyak. Terkadang Kyuhyun berandai-andai jika Minseok tidak kehilangan ingatannya, Seperti apakah Minseok yang sekarang? Apakah dia akan membencinya? Apakah dia akan lebih ceria? Dan penyesalan Kyuhyun yang terbesar adalah dia belum minta maaf atas kesalahan yang pernah diperbuatnya dulu.

 

TIIN…TINNN…

Suara klakson mobil, Kyuhyun sedikit terkaget dan mengusap air matanya yang menggenang di sudut matanya segera bangkit dan menyusul Minseok yang sudah terlebih dulu berlari ke depan.

“Luhan..”, teriak Minseok sambil menghampiri seorang pemuda yang baru saja keluar dari mobil. Mereka saling berhadapan, layaknya sebuah cermin Luhan ikut tersenyum saat Minseok tersenyum. Tinggi badan mereka sangat ideal satu sama lain, cukup sedikit berjinjit maka Minseok bisa mencium Luhan tepat di bibirnya atau dengan mudahnya Luhan dapat mencium kening Minseok. Pikiran nakal terlintas di benak Luhan, membayangkan semua kemungkinan itu.

Kyuhyun berdehem membuyarkan lamunannya, sementara dia hanya menyeringai dan mengangguk dengan senyum yang dipaksakan pada kakak Minseok yang melihatnya dengan tatapan tidak bersahabat.

“Kak, kenalkan ini Luhan temanku. Luhan ini kakakku, Kyuhyun”, Minseok saling memperkenalkan keduanya.

“Salam kenal Kak, namaku Xiao Luhan”, mengulurkan tangannya yang dijabat Kyuhyun sekilas.

“Kok baru liat ya?”,

“Oh, saya murid pindahan dari Beijing, Kak, baru sekitar tiga bulan. Tapi orang tua saya sudah tinggal di Korea dari satu tahun yang lalu”, ucapnya sopan.

“Terus rumahmu dimana?”, adalah satu dari serentetan pertanyaan yang Kyuhyun lontarkan demi mengetahui identitas teman baru Minseok. Akhirnya setelah puas dengan informasi yang didapat termasuk no handphone Luhan, ia pun mengangguk yang ditangkap Minseok sebagai ijin untuk mereka pergi.

“Jadi, apa kami boleh pergi sekarang?”,

“Boleh,  Luhan, sekarang masukkan mobilmu ke garasi! kalian akan pulang pergi diantar sopir dengan mobil keluarga kami. Ingat ya, jangan macam-macam dengan adikku, jangan sentuh dia lebih dari berpegangan tangan, pulang sebelum jam makan malam dan jika aku menelepon, kalian berdua harus mengangkatnya, mengerti!”. Luhan mengangguk cepat.

“Minseok, jangan pernah mau digoda oleh dia, jangan mau diajak ke tempat sepi dan hati-hati jika dia memberimu makanan atau minuman yang dirasa mencurigakan”, baik Minseok atau Luhan keduanya hanya bisa ternganga mendengar semua kalimat larangan dan perintah yang Kyuhyun berikan yang intinya, turuti atau tidak pergi sama sekali.

“Ah dan ganti bajumu ya, kakak tidak suka!”,

“Dia cantik kok pakai baju itu!”, puji Luhan jujur.

Kyuhyun memberi Luhan tatapan mematikan. “Dengar ya Luhan, justru karena adikku terlihat cantik memakai baju itu aku menyuruhnya menggantinya. Bisa mengajaknya jalan saat ini juga  bukan berarti kau bisa mendekatinya begitu saja! Aku tidak akan pernah membiarkan usahamu untuk mendekati adikku berjalan dengan mudah!”, Minseok menepuk jidatnya sendiri saat mendengar penuturan kakaknya.

Luhan membelalakan matanya terkejut, “Eh.. i..i..ya Kak, aku mengerti”, mundur selangkah.

“Dan ingat..!! Jika terjadi sesuatu pada Minseok, kau adalah orang pertama yang akan ku cari, mengerti..!”, ancam Kyuhyun sambil berlalu meninggalkan mereka dan melangkah masuk ke dalam rumah.

Setelah Kyuhyun benar-benar menghilang. Luhan menarik nafas lega, “Minseok, kakakmu serem ya..”, ucapnya diikuti anggukan pasti dari Minseok.

Tak berapa lama, mereka berdua berada dalam mobil keluarga Han, yang melaju dengan mulus hampir tanpa suara membelah ramainya pusat kota Seoul. Duduk manis di jok belakang ada Minseok yang sibuk dengan Iphone ditangannya, mengetikkan sesuatu sedangkan Luhan yang duduk di sebelah sopir melirik pada kaca spion dan berbalik melihat ke belakang.

“Minseok, kayaknya ada mobil putih yang ngikutin kita deh”,

“Hah?”, ikut berbalik melihat ke belakang lewat kaca yang berwarna gelap. Awalnya Minseok mengeryit heran, tapi sedetik kemudian terlihat seringai kecil di bibirnya, “It’s show time”.

 

 

Notes :

Akhirnya bisa update juga..

Ada yang penasaran sama tokoh Lee Woon Geun? Jadi dia itu main di drakor The Moon That Embracing The Sun jadi temennya pangeran kecil yang jago main pedang (Woon kecil), sama yang terbaru Cheer Up (Kim Yeol) ma Hyde Jekyll, Me (Lee Eun Chang). Ganteng kok kelahiran 27 Juni 1991, tinggi pula. Buahaha.. aslinya lebih muda setahun dari Minseok ma Luhan (1990) tapi karena pembawaannya lebih dewasa dibanding si fake maknaenya EXO ya jadilah, dia jadi kakak ganteng..

Seperti biasa ceritanya gak jelas hahaha...

Sent me privat message if you want be my friend, (emang ada yang mau, T_T), ya kali aja bisa nyampah bareng ngobrolin rusa atau si bakpao kukus

My beloved readers, please kindly drop your review... ^_^

Thanks for reading and Byee..

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Navydark
#1
Chapter 10: Yeaaay. Xiuhaaaaan. Menang saingan dari won geun buat minseok, skarang buat ziyu luhan saingan sama heechul. Kekekeke
Navydark
#2
Chapter 9: Aaaaaa, kan jadi ikutan galau deh. Minseok buat siapaaa?
yoeunseo #3
Chapter 8: pas awal chapter gokil lucu, kok tambah kesini angst gitu....
TT_TT
Navydark
#4
Chapter 8: Sedihnyaaaaaa, sedih buat semua. Clbk aja deh, hehe. Xiuhan jayaaa
Navydark
#5
Chapter 7: Noooo, minseok ahh...... Kan luhan kelamaan nih minseok keburu mau nikah deeeh
Navydark
#6
Chapter 6: Dasar kyu cemburunya agak kelewatan dan keterlauan tapi lawak banget gini.
Its okay thor, yg penting endingnya maknyoss buat xiuhan. Hoho