Unbelievable

Beautiful Lies

Kediaman Rumah Keluarga Han

Sungmin tidak bisa menyembunyikan kegugupannya saat Kyuhyun memperkenalkannya pada kedua orang tua dan adiknya. Dia sangat terkejut saat pertama kali melihat keluarga Kyuhyun. Awalnya dia pikir orang tuanya memiliki wajah yang kaku dan akan bersikap dingin padanya atau adiknya yang angkuh dengan segala kemewahan yang  dimiliki. Tapi ternyata mereka sangat ramah.

Tuan Hanggeng memang pendiam tapi dia banyak tersenyum, sekarang dia tahu darimana Kyuhyun mendapatkan wajah tampannya. Di usia yang hampir menginjak separuh abad laki-laki ini tampak sangat bijaksana dengan sikapnya yang tenang. Sedangkan istrinya, Nyonya Heechul mempunyai kecantikan yang tak terbantahkan, fitur wajahnya sangat lembut dan keibuan, matanya bening dengan sorot mata yang tajam tapi terbingkai sempurna dengan senyum indahnya.

“Aku Kim Minseok..”, seorang remaja perempuan yang sedari tadi berdiri di antara mereka mengulurkan tangannya. Ini pasti adik perempuannya Kyuhyun, yang tadi diceritakan di mobil, batinnya. “Kau cantik sekali Kak”, puji Minseok tulus.

“Tentu saja, dia kan pacarku..!”, Sungmin terkejut saat Kyuhyun melingkarkan tangannya di pinggangnya, rona merah muncul seketika di pipinya. Tidak itu saja, dia bahkan mendaratkan sebuah ciuman di pipinya. Bukankah memeluk dan mencium tidak termasuk dalam skenario yang sudah mereka susun sepanjang perjalanan tadi. Matanya mendelik pada Kyuhyun yang dibalas dengan seringai di wajahnya.

“Ayo ke ruang makan, Kak..! Makan malamnya sudah siap..”, ajak Minseok tiba-tiba, seraya menarik tangan Sungmin menuju ruang makan. Kyuhyun mengikuti dari belakang sedangkan orang tua Kyuhyun masih di sana saling menatap penuh tanda tanya.

Tadi itu apa?

Sebenarnya anak kita homo atau playboy sih?

 

 

Acara makan malam itupun berjalan lancar sesuai rencana Kyuhyun. Orang tuanya mulai bertanya hal yang sudah dia perkirakan sebelumnya, seperti sudah berapa lama mereka berpacaran, dimana mereka bertemu, apa pekerjaan Sungmin, latar belakang keluarga Sungmin bahkan alasan mengapa mereka menyembunyikan hubungan. Semua berhasil mereka jawab layaknya sebuah ujian lisan ketika kuliah dulu.

Setelah makan malam bersama, mereka memutuskan untuk berbincang-bincang bersama di ruang keluarga.

“Sungmin benar-benar gadis yang anggun dan terhormat. Kyuhyun beruntung bisa memiliki dia sebagai pacar”, puji Hanggeng seraya tersenyum tipis yang berhasil membuat Sungmin tersipu malu. Dia tentu sangat senang dipuji ayah dari orang yang disukainya.

Heechul ikut tersenyum senang dan mengangguk, kini dia percaya kalau Kyuhyun adalah pria normal yang menyukai wanita. “Ahh, akhirnya Mama punya anak perempuan lagi, apalagi secantik dan sepintar Sungmin”.

Minseok langsung mengerucutkan bibirnya, sedikit cemburu pada pacar kakaknya yang kini mendapat perhatian dari semuanya. “Tapi, Minseok tetap anak perempuan kebanggaan Mama, kok!”, langsung memeluk Minseok yang duduk di sebelahnya dengan sayang, mengembalikan senyum cerianya.

“Dasar manja..”, Kyuhyun langsung tertawa mengejek.

Bugkkk!!

Minseok melempar bantal sofa tepat di wajah Kyuhyun sebelum kembali bersembunyi di pelukan Heechul. Sungmin yang berada di sampingnya  hanya tersenyum. Padahal baru beberapa jam dia berada di tengah keluarga Kyuhyun tapi sudah bisa membuatnya merasa nyaman. Betapa mereka menerimanya sebagai kekasih Kyuhyun dengan baik bahkan berulang kali memujinya. Kekasih? Ah bahkan ini hanya pura-pura, pikirnya.

“Oh iya, kapan kalian akan bertunangan? Lalu mau menikah bulan berapa?”, tanya Heechul dengan semangat. Seketika senyum dari wajah Sungmin menghilang, berganti ekspresi bingung.

Kyuhyun langsung syok,

“Kami belum memikirkan itu kok Mah..”, jawab Kyuhyun. Ini bencana, tidak sesuai rencana

“Kalau begitu besok Kak Kyu harus melamar Kakak Sungmin ya..!!”, perintah Minseok seraya menyatukan kedua telapak tangan di depan dada, matanya berbinar-binar.

“Uhukk!”, Kyuhyun terbatuk-batuk, tidak habis pikir dengan adiknya itu. Bukankah tadi dia sedikit tidak suka pada Sungmin lalu kenapa berganti menyuruhnya cepat menikah. Aneh.

“Kok belum sih? Kalian kan sudah dewasa, anak temen-temen Mama yang seumuran kamu malah ada yang udah punya anak. Mau sampai kapan kamu melajang terus? Menikah itu enak kok, iya kan Pah?”, melirik genit pada suaminya, Hanggeng yang langsung kejadian saat malam pertama mereka, menunduk malu. Pura-pura sibuk membaca majalah bisnis dan mendadak tuli.

“Papa sukanya ngacangin Mama gitu..!!!”, gerutunya kesal. “Oh iya, Mama punya pesen, nanti anak pertama kalian perempuan ya..! Ya ampun Mama gak bisa bayangin jadi nenek, punya cucu”.

“Minseok, jadi tante berarti ya Ma?”, mendongak pada ibunya yang kini memegang pipi dengan kedua tangannya, diiringi anggukan bahagia.

“Iya sayang, kita bisa belanja bareng biar rame…!! Sungmin dulu waktu kuliah kedokteran pernah belajar tentang cara membuat anak perempuan kan? Pasti tau dong teori bikin anak perempuan termasuk posisinya?”, ditanya begitu mukanya langsung merah padam. Semuanya terdiam menatapnya termasuk Kyuhyun. Lidahnya kelu tidak bisa bergerak.

“Rrr.. itu..”, Sungmin harus menelan ludahnya sendiri sebelum menjawab, jadi bingung mau menjawab apa. Mau bohong tapi kenyataannya dia belajar, mau jujur takut memperburuk keadaan. Akhirnya karena takut dosa karena berbohong, “Iya Tante”, katanya lirih

“Tuh Kyu..!! Sungmin aja udah ngerti. Kalian bisa belajar bareng terus praktek. Kalian harus berusaha, berdoa dulu sebelum mulai, lakukan dengan baik dan benar. Mama doain anak pertama hasilnya perempuan”.

BLUSH.!!

Sukses membuat wajah Kyuhyun dan Sungmin memanas hingga nyaris mendidih, refleks mereka menjauhkan diri satu sama lain. Sungmin jadi parno takut sentuhan kecil dari Kyuhyun bisa membuatnya hamil, sementara Kyuhyun jujur sangat malu dengan kelakuan ibunya yang tak terduga.

“Mama bagaimana sih? Kami ini kan belum…”, kata-kata Kyuhyun langsung tenggelam dengan perdebatan selanjutnya.

“Kasih Mama cucu yang banyak ya? Kalau bisa lima perempuan semua”, semangat Heechul

“Kebanyakan itu Ma! dua aja cukup, laki-laki perempuan sama aja”, Hanggeng yang dari tadi tidak terlibat pembicaraan ikut memberi saran

“Iya, jangan banyak-banyak. Nanti kalau keponakan Minseok ngikutin Minseok kemana-mana gimana?”, protes Minseok, terbayang dia yang lagi ngemall sambil bawa anak-anak kecil mirip guru TK.

“Enggak apa-apa, nanti bisa dibantu baby siter kok. Nah Kyu..! Min..! kasih Mama cucu yang banyak ya!”, ucapnya setengah memohon.

“Satu aja Ma”, rengek Minseok

“Dua aja”, ucap Hanggeng

“Lima! Lagian rumah ini sepi, pasti nyenengin kalau ada tawa anak kecil. Mama sering kesepian kalau kalian tinggal sekolah sama kerja. Papa sih dulu ga mau bikin anak yang banyak!”, keluh Heechul.

“Kok Papa dibawa-bawa! Papa kan sudah berusaha”, balas Hanggeng.

“Harusnya setiap hari kita berusaha. Papa sih sering ninggalin Mama keluar negeri”.

“Usaha apa Mah? Pah?”, Minseok yang kurang paham bertanya dengan polosnya.

“HENTIKAN!!!”, teriak Kyuhyun. Frustrasi. “Kalian ini kenapa sih? Buat apa bertengkar dengan mengatakan hal seperti itu?”.

Keduanya langsung diam.

“Ya udah, terserah kalian deh mau berapa anaknya?”, ucap Heechul

“KYAAA..!!”, teriak Sungmin kesal. “Eh maaf Tante”, buru-buru menutup mulutnya, menyesal sudah tidak sopan berteriak pada orang tua. “Kami kan belum nikah bagaimana bisa punya anak?”, katanya lembut, mengingatkan status mereka.

“Itulah kenapa tadi Tante nyuruh kalian cepet-cepet nikah. Apa mau kalian kasih cucu tanpa menikah?”, seru Heechul sambil tersenyum nakal. Sungmin langsung tepar dengan wajah semerah tomat.

“MANA BISA BUAT ANAK TANPA IKATAN PERNIKAHAN? ITU TIDAK SAH”, teriak Kyuhyun dengan frustrasi.

“Jadi Kak Kyu setuju buat nikah?”,

“Beneran itu?”,

“Ma..!!! kenapa maksa aku yang nikah duluan?”, protes Kyuhyun. “Anak Mama kan bukan hanya aku, kalau Mama mau cucu kan bisa minta sama Minseok..!!!”.

“Aku bikin anak?”, tunjuk Minseok pada dirinya sendiri, melongo.

HENING….

HENING….

HENING….

Tiga orang di ruangan itu terdiam mendengar kata-kata Minseok. Kyuhyun terlambat menyadari kesalahannya.

“ADIKMU UMURNYA AJA BELUM GENAP TUJUH BELAS TAHUN! BIKIN ANAK??? KAKAK MACAM APA KAMU??!!! KAMU MAU NGANCURIN MASA DEPAN ADIKMU HUH??!!!”, murka Heechul.

 

 

SM High School

Tidak sulit bagi Luhan untuk bersosialisasi dengan teman-teman barunya di sini. Pembawaannya yang ramah tidak saja membuat para siswi jatuh hati tapi perlahan membuat para siswa juga menerimanya sebagai teman bukan ancaman. Itu karena dia selalu menjaga jarak dengan banyak siswi, menunjukkan ketidaktertarikannya pada mereka, pengecualian untuk Minseok.

Jam istirahat, Luhan membuka seragam sekolahnya, menggantinya dengan seragam basket yang sebelumnya tersimpan di lokernya. Sesampainya di lapangan basket, pemuda berwajah cantik itu melihat beberapa siswa mendribble bola basket, matanya menangkap sosok bertubuh tinggi yang bernama Won Geun diantara mereka.

Berdasarkan informasi yang didapatkannya dengan mudah dari para siswi, Won Geun adalah siswa berprestasi di bidang akademik dan olahraga, terutama basket. Tahun lalu bahkan dia dipercaya menjadi kapten tim basket sekolah, tubuh atletis ditunjang tampang yang rupawan dan kulit putih pucat, tak ada satu pun siswa yang dapat menolak pesonanya. Walaupun Won Geun seorang yang pendiam, bersikap dingin dan cuek, hal itu tidak mengurangi kekaguman para guru dan siswa terhadapnya.

Tapi ada informasi yang membuat Luhan tidak suka, julukan Ice Couple yang diberikan pada Won Geun dan Minseok, karena dinilai memiliki kepribadian yang sama. Sedikit tersenyum ia kemudian berlari kecil menghampiri sekumpulan siswa tersebut.

“Hey, boleh aku bergabung?”, seru Luhan dari pinggir lapangan

Salah satu dari mereka menoleh ke arah Luhan. “Tentu saja, ayo masuk!”, ajak salah satu di antara mereka. Won Geun yang sedang berkonsentrasi memasukkan bola basket ke ring, tidak terlalu memperhatikan kehadiran Luhan.

“Namaku Wu Yifan, panggil saja Yifan, salam kenal”, ujar siswa yang mengajak Luhan tadi.

“Salam kenal Yifan. Namaku Xiao Luhan”,

“Aku Zitao, tapi teman-teman sering memanggilku Tao”, ujar siswa bertubuh kurus di depannya.

“Kim Jongin”,

“Hai Chanyeol”, menyapa teman sekelasnya, yang dari tadi berkacak pinggang semenjak kedatangannya.

“Kau pasti mau tebar pesona kan?”, ujarnya kesal memandang sekeliling, beberapa siswi sudah mulai berkerumun sejak kedatangannya ke lapangan, melambaikan tangan pada Luhan

“Tidak, hanya bermain kok”, ucapnya. Won Geun menoleh pada mereka.

“Luhan?”, mengeryitkan kening

“Oh hai Kak Won Geun, boleh kan aku ikut bermain?”. Berdiri di hadapannya, membuat Luhan sangat menyesal karena sadar bahwa 178 cm itu lebih pendek dari 185 cm, memaksanya mendongak ketika berbicara. Ini tidak keren, pikirnya

“Hmm”, ucapnya singkat melewati Luhan begitu saja.

Setelah berkenalan sekaligus berjabat tangan, mereka semua mulai melakukan permainannya, 3:3

Chanyeol, Jongin, Won Geun melawan Luhan, Zitao, Yifan

“Baik kita mulai!”, ucap Yixing yang entah bagaimana ceritanya menawarkan diri menjadi wasit tak diundang.

Bola dilempar ke atas, saat itu juga Luhan dan Won meloncat berebut untuk mengambil bola basket tersebut.

 

Pertandingan basket itu pun dengan cepat menyebar ke seluruh sekolah, bahkan lebih cepat dari pesawat jet, hingga mampir ke telinga Baekhyun yang sudah pasti akan menyeret Minseok pergi ke lapangan basket untuk menonton. Dari dulu Minseok tidak pernah suka berada di keramaian seperti ini, tapi demi sahabatnya sejak kecil ia rela meninggalkan zona nyamannya di taman belakang sekolah.

Dengan malas Minseok mendudukkan dirinya di barisan depan meski sebenarnya tidak suka jika dirinya menjadi pusat perhatian, di dekatnya gerombolan gadis yang bersorak-sorak meneriakkan nama pemain yang sedang menunjukkan kebolehan mereka dalam pertandingan. Layaknya komentator, mulut mereka tidak berhenti berbicara.

“Ya ampunn..!! Aku gak kuat liat abs Jongin..!!!”, teriak salah satu siswi histeris, menutup matanya, tapi hanya sedetik karena setelah itu dia melihatnya lama tanpa berkedip.

“KYAAA..!!! Yifan seksi..”,

“Wow, Tao lompatnya tinggi banget..!”.

“Aku pengen ngelapin keringetnya Won Geun..”,

“Keren, Luhan nyetak skor lagi, aku mau jadi pacarnya..”.

“OMG, Chanyeol ganteng banget..!!”,

“Heh, apa loe nyebut-nyebut Chanyeol. Dia pacar aku..!!! “, bentak Baekhyun, siswi itupun cuma bisa nyengir.

“Eh Baekhyun, maaf gak liat kalo ada kamu”,

“Terus kalo gak ada aku, kamu mau ngapain?”, tantang Baekhyun. Minseok menghembuskan nafas panjang ketika mendengar omelan sahabatnya, sangat hafal dengan emosi Baekhyun yang mudah naik turun dan tak segan adu mulut dengan lawannya.

“Soeki kamu dukung tim yang mana?”, tanya Baekhyun yang sudah kembali melihat jalannya pertandingan, malas berurusan dengan siswi tadi berlama-lama. “Luhan apa Kak Won Geun?”, menyengol bahu sembari mengedipkan mata pada Minseok. Sudah bukan rahasia lagi kalau dua nama yang baru disebutkan oleh Baekhyun menaruh hati pada Minseok, apalagi Luhan. Si pangeran rusa itu selalu ada dimana Minseok berada. Sedangkan Won Geun, kakak kelas Minseok yang sudah lebih dulu dekat, terus menghujaninya dengan perhatian. Mereka berebut perhatian si Ice Princess, julukan untuknya yang terkenal jarang berbicara.

“Aku dukung yang menang aja”, jawabnya diplomatis, senyumnya terkulum, manik matanya mengekor seseorang di tengah lapangan yang berlari kesana kesini, terlihat lelah bermandikan keringat. Dalam hatinya dia berharap orang itu yang memenangkan pertandingan.

“Kok gitu sih?”, Minseok hanya mengangkat bahunya, Baekhyun tertawa sebelum berteriak penuh semangat ketika Chanyeol mencetak angka dari jarak three point.

Baekhyun spontan berdiri dari bangkunya dan berteriak. “PARK CHANYEOL, I LOVE YOU..!!!”, membuat bentuk hati besar dengan kedua tangan di atas kepalanya. Minseok menolehkan kepalanya, tersenyum melihat kegembiraan Baekhyun, sahabatnya itu cukup ekspresif dengan perasaannya, meskipun mereka sering bertengkar tapi mereka pasangan yang sangat romantis menurutnya. Tidak ada hari tanpa bertengkar, tapi akan berbaikan kembali dalam hitungan menit.

Teriakan Baekhyun yang cukup keras membuat hampir seluruh siswa menoleh padanya, termasuk pemain yang ada di lapangan, di sana ada Luhan dan Won Geun yang sadar ada Minseok di antara para penonton. Seketika tensi permainan diantara mereka naik. Permainan kini berlangsung lebih seru, teriakan dari para siswi menghiasi setiap langkah dan gerakan yang dilakukan para pemain.

“WAahh… coba lihat mereka!

Teriakan para siswi itu benar-benar riuh, membuat lapangan basket indoor SM High School bergemuruh.

Duk..duk..duk..

Terdengar bunyi bola yang dipantulkan. Won Geun mendribble bola basket dengan tangan kanannya. Dia menyusuri salah satu sisi lapangan, sambil tetap mendribble bola dan berkelit dari semua lawan yang menghadangnya. Keringat yang mengucur deras di dahinya tidak dihiraukannya. Dia terus berlari dan berlari hingga sampai di depan ring.

“Woonnn! Kyaa…!”, seru seorang siswi sambil melompat histeris. Diikuti dengan teriakan tidak jelas dari siswi-siswi lainnya ketika Won Geun sudah bersiap memasukkan bola ke dalam ring. Namun baru saja pemuda itu hendak melakukan lay-up, Yifan menghadangnya.

“Sial..”, Won Geun celingukan ke sekitarnya, “Jongin!”, teriaknya sambil mengoper bola ke seorang di sampingnya.

Jongin dengan cekatan menangkap operan bola, mendribblenya sekali dan kembali melemparkannya pada Chanyeol tapi berhasil ditepis oleh tangan Tao. Bola itu terpantul ke lantai dan melambung tinggi. Para pemain berlari berebut menangkap bola, menimbulkan suara berdecit karena gesekan sepatu dan lantai yang mengkilap.

Luhan mendapatkan kembali bolanya, dengan kencang berlari ke arah ring lawan sambil terus mendribble bola. Chanyeol di ujung sana merentangkan tangan siap menghadang. Luhan menfokuskan pandangannya pada ring di depannya, melompat setinggi mungkin dengan bola di tangan.

BUK!

Sedetik kemudian… Luhan merasakan sesuatu yang keras menghantamnya dari samping, menghempaskannya ke lantai dengan keras. Teriakan para penonton berubah menjadi kecil, dia hanya mengingat tatapan ngeri diiringi teriakan siswa lain sebelum dirinya tertarik dalam pusaran kegelapan.

 

 

Ruang kesehatan yang biasanya sepi, kini berubah jadi pasar ikan. Luhan pingsan, tentu saja membuat fans’nya khawatir, mereka berkerumun di depan pintu dan jendela berharap bisa tahu kondisi terbaru kesehatannya. Seorang dokter jaga keluar dari ruangan yang langsung diberondong pertanyaan.

“Dokter, bagaimana keadaan Luhan?”,

“Dia tidak apa-apa kan?”.

“Sudah siuman atau belum?”,

“Semoga dia amnesia, dan aku akan mengaku sebagai pacarnya”, komentar siswi lainnya diiringi tawa terkikik.

“Huuuu…”, respon lainnya

Dokter itu pun menghirup nafas panjang dan menghembuskannya, “Dia tidak apa-apa. sekarang sedang tertidur. Jadi saya mohon untuk tidak berisik dan menganggu. Sudah sana kembali ke kelas kalian masing-masing!”, mendorong beberapa siswi menjauhi ruang kesehatan.

“Jadi Luhan tidak amnesia, sayang sekali”, ucap Jongdae kecewa. Tak berapa lama bel masuk berbunyi memaksa mereka meninggalkan ruang kesehatan, membubarkan diri menjadikan lorong itu kembali sepi. Dokter berkacamata itu hendak berbalik membuka pintu ruang kesehatan ketika seseorang memanggilnya.

“Dokter!”, seru seseorang.

 

 

Yifan menepuk pundak Won Geun, dia perlu bicara dengannya. Ada sesuatu yang disembunyikan sahabatnya itu. Won Geun bukan idiot bodoh yang tidak bisa bermain basket dengan benar. Mustahil dia tidak sengaja mendorong Luhan hingga terjatuh, semua orang tadi bisa melihat dengan jelas bagaimana Won Geun mendorong Luhan dengan kedua tangannya. Pasti ada sesuatu.

“Apa yang terjadi?’,

Won Geun menenggak habis air yang ada dalam botol di genggamannya, meremas dan melemparnya masuk tepat  ke dalam tong sampah tak jauh dari bangku tempatnya duduk. Dia menatap Yifan.

“Apa maksudmu?”.

“Kenapa kau bermain dengan penuh emosi? Ini kan hanya permainan biasa, tidak seharusnya kau begitu berambisi untuk menang”.

“Bagaimana dia? Apa sudah sadar?’, balik bertanya, tanpa menghiraukan pertanyaan yang Yifan lontarkan padanya seolah bukan pertanyaan penting untuk dijawab.

“Ku dengar dia tidak apa-apa, sekarang dia masih istirahat di ruang kesehatan. Hey, kau mau kemana?”, dilihatnya Won Geun bangkit.

“Biar aku saja yang menunggunya di ruang kesehatan. Toh aku juga yang membuatnya begini”, meninggalkan Yifan di belakang yang menatap kepergiannya dengan alis bertautan, heran.

 

 

“Ouch!”, Luhan bangkit sambil memegangi kepalanya yang terasa pusing. Dia juga merasakan rasa nyeri yang menjalar di sekitar bahu kanannya.

“Kau sudah bangun?”, sapa Wo Geun. Sejal 30 menit yang lalu pemuda itu duduk di samping tempat tidur Luhan, menunggu lawan mainnya itu terbangun.

Luhan tidak menjawab, dia malah mengedip-ngedipkan matanya menerawang keadaan sekitarnya dengan bingung. Luhan merasa asing dengan ruangan tempatnya berada, semua dinding berwarna putih, terdapat tiga ranjang berseprei putih yang berjajar dengan tirai sebagai sekatnya. Di pojok ruangan ada lemari besar berisi obat dan bertuliskan P3K.

“Ini ruang kesehatan? Aku pingsan?”, setelah mencerna apa yang baru saja terjadi.

“Iya”, jawab Won Geun, Luhan membentuk bibirnya seperti huruf O dan mengangguk pelan. Dia berusaha bangkit dari tidurnya, tapi dirasakannya bahunya semakin sakit.

“Aduh”, memegang bahunya, meringis menahan sakit.

Won Geun yang awalnya terlihat biasa saja melihat ekspresi Luhan, langsung berubah cemas. “Ada apa? apa yang sakit?”, tanyanya, menggeser kursinya mendekat, bagaimanapun dia harus bertanggung jawab atas apa yang sudah terjadi pada Luhan.

“Tidak tahu! Bahuku terasa nyeri dan kepalaku pusing..”, Luhan memijat pelipisnya yang terasa berputar-putar.

“Kalau begitu aku minta maaf. Aku yang salah. Bagaimana kalau kau pergi ke dokter untuk pemeriksaan lebih lanjut, aku yang akan menanggung seluruh biayanya..”,

“Hah! Begitukah caramu minta maaf?”, kata Luhan memutar bola matanya tak percaya, betapa dinginnya pemuda yang duduk di sampingnya, ditariknya selimut hingga menutupi dada.

“Kau ingin melakukan apa untuk menebus kesalahanku?”,

“Itu.!! ambilkan itu!”, tunjuknya pada guling yang tergeletak di atas ranjang tepat di belakang Won Geun, dia pun berbalik mengambil dan menyerahkan pada Luhan. “Nah sekarang kau sana pergi, aku mau tidur lagi..!!”, usirnya sambil memejamkan mata, tidak lupa guling yang dia peluk erat di depan dadanya.

“Kau yakin tidak apa-apa?”, tanyanya lagi, hanya memastikan. Kurang yakin tapi melihat tingkah Luhan barusan sepertinya dia sudah kembali menjadi Luhan yang menyebalkan.

“Iya..iya..cerewet sekali..! sudah ku bilang aku tidak apa-apa”, mengibaskan tangan di depan Won Geun menyuruhnya segera pergi.

Tanpa banyak bicara Won Geun berjalan menuju ambang pintu, menarik gagang pintu dan melenggang keluar ruang kesehatan.

“Kok pergi sih?! Harusnya dia maksa buat jagain aku!”, gerutunya.

Cklek…

“Kau kemba-..”, Luhan mendongakkan kepala ke arah pintu yang dikiranya Won Geun.

“Sudah sadar!”, seru seseorang yang dilihat dari penampilannya, Luhan menebak dia adalah dokter. Dia mendekati Luhan, mengeluarkan stetoskop dari kantung jasnya, menggantungkan pada lehernya. “Lho ku kira dia masih menemanimu? Sudah pergi?”, celingukan seperti mencari seseorang.

“Iya.. Berapa lama aku pingsan?”, tanyanya ketika dokter mulai mengecek nadi tangannya setelah sebelumnya mengecek pernafasannya dengan stetoskop, mulai menghitung sambil melihat ke arah jam tangannya, mencatat sesuatu di buku catatan medisnya.

“Hampir sejam mungkin. Syukurlah sepertinya keadaanmu sudah membaik. Aku sarankan kau tidak melakukan olahraga atau mengangkat benda berat seminggu ini, bahumu sedikit memar karena terbentur lantai tadi”.

“Iya dokter”, jawabnya malas

“Ah ya, waktu kau pingsan wajahnya terlihat sangat cemas, pasti dia sangat mengkhawatirkanmu ya.!”,

“Benarkah? Bukankah wajah Lee Won Geun selalu datar tanpa ekspresi”, masih dengan mata terpejam

“Yang aku maksud itu Kim Minseok. Dia memohon padaku untuk menjagamu tadi”.

Luhan membelalakan matanya lebar, terlonjak dari tidurnya dan terduduk kaget. “APA?!! Minseok ke sini?”, menoleh pada dokter yang membalasnya dengan kedipan bingung.

 

 

Curhat Corner

Hai reader, terima kasih sudah membaca, termasuk silent reader. Uhm cuma mau bilang kalau kalian membuka page ini di hp kemungkinan akan mengubah tatanan spasi di keseluruhan cerita jadi seperti tanpa spasi. Padahal aslinya udah dikasih jarak yang lumayan jauh per pindah bagian cerita.

Author lagi baper sama KrisTaoHan gara-gara MV Sing For You, makanya jadi inget basket T_T

Kayaknya fanfic dengan bahasa Indonesia kurang banyak peminatnya ya? Apa author ubah ke english aja?

Ditunggu reviewnya ya.. ^_^

Bye Bye

 
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Navydark
#1
Chapter 10: Yeaaay. Xiuhaaaaan. Menang saingan dari won geun buat minseok, skarang buat ziyu luhan saingan sama heechul. Kekekeke
Navydark
#2
Chapter 9: Aaaaaa, kan jadi ikutan galau deh. Minseok buat siapaaa?
yoeunseo #3
Chapter 8: pas awal chapter gokil lucu, kok tambah kesini angst gitu....
TT_TT
Navydark
#4
Chapter 8: Sedihnyaaaaaa, sedih buat semua. Clbk aja deh, hehe. Xiuhan jayaaa
Navydark
#5
Chapter 7: Noooo, minseok ahh...... Kan luhan kelamaan nih minseok keburu mau nikah deeeh
Navydark
#6
Chapter 6: Dasar kyu cemburunya agak kelewatan dan keterlauan tapi lawak banget gini.
Its okay thor, yg penting endingnya maknyoss buat xiuhan. Hoho