Final

Beautiful Lies

Luhan berusaha menyiapkan penampilannya hari ini dengan baik. Sebuah setelan hitam yang membalut tubuhnya berhasil memberikan kesan maskulin juga romantic padanya. Dengan langkah pasti dia menaiki satu per satu anak tangga yang membawanya ke sebuah taman. Ya, hari ini dia datang menghadiri pernikahan Minseok.  Acara pesta pernikahan itu sendiri digelar di sebuah ressort di Pulau Jeju dengan konsep garden party yang diadakan di lahan terbuka berhamparkan rumput hijau, ditemani hembusan angin lembut, dan juga deburan ombak yang sesekali terdengar di kejauhan.

Suasana pernikahan semakin terasa saat Luhan melangkahkan kaki melewati red karpet terhampar sejak dari pintu masuk hingga menuju ke pelaminan. Ada beberapa gazebo yang terpencar di tiap sudut, sebuah grand piano putih berada di salah satunya. Ia masuk semakin dalam, kursi dan meja tamu yang diatur rapi di sepanjang sisi terpisahkan oleh pagar-pagar yang dihiasi  dedaunan hijau dan bunga-bunga cantik, semakin menambah semarak pesta. Melihat dari jumlah kursi yang tersedia bisa dipastikan acara pernikahan ini memiliki undangan terbatas.

Pulau Jeju, jujur ini pertama kalinya Luhan menginjakkan kaki di sana. Dulu, ia pernah berandai-andai jika dia akan menikah dengan Minseok di tempat itu. Tapi kenyataan berkata lain, ia bukanlah mempelai prianya. Meskipun sebuah pemikiran egois pernah terlintas di kepalanya, untuk merebut kembali gadis itu untuk dirinya. Namun egonya tak cukup berani untuk menghancurkan kebahagiaan Minseok bersama Won Geun sekarang.

Luhan mengecek jam di tangannya 08.24 dan acara akan dimulai pukul 09.00. Sepertinya dirinya terlalu awal datang ke tempat itu, beberapa tamu undangan yang sudah hadir tampak bergerombol asyik dengan pembicaraan mereka. Beberapa gadis muda menoleh sambil tersenyum saat Luhan melewati mereka untuk mengambil minuman di salah satu sudut taman. Sadar dirinya menjadi perhatian, Luhan mengatupkan bibirnya canggung berusaha menghindari tatapan mereka dengan mengedarkan pandangan ke sekitar. Wajah-wajah itu terasa asing bagi Luhan, dia menghela nafas karena tidak menemukan teman-teman masa sekolahnya.

“Kau sudah datang?”,

Luhan berbalik dan melihat Won Geun berjalan ke arahnya. Ia mengenakan tuxedo hitam dengan sebuah bunga disematkan di saku dadanya. Sebenarnya Luhan tidak ingin memuji tapi sungguh hari ini pria yang ada di hadapannya itu terlihat sempurna. Tentu saja, bukankah dia yang akan menjadi raja untuk hari ini. Dan sang ratu, ah pasti Minseok terlihat sangat cantik dengan gaun pengantinnya. Rasa iri kembali menyelimuti hatinya saat sadar bahwa bukan dirinya yang akan bersanding dengan Minseok di altar nanti.

“Ah, halo Won Geun”,  ujar Luhan sembari menganggukan kepalanya kecil. Dia sudah berlatih untuk tersenyum, tapi rasanya masih belum berhasil karena senyumnya masih terasa sangat kaku.

“Kau seharusnya datang lebih awal, Lu… kami sudah menunggumu dari tadi. Ikut denganku.., kita tidak punya banyak waktu”,

“Ya..?”, tanyanya tak mengerti, tapi sepertinya Won Geun enggan menjawab keingintahuan Luhan dengan berbalik dan mulai berjalan pergi. Luhan segera meletakkan gelas yang dipegangnya untuk mengikuti Won Geun yang sudah mendahului berjalan beberapa langkah di depannya.

“Aku ingin mengatakan sesuatu..”, ujar Won Geun akhirnya saat mereka berada cukup jauh dari keramaian.

“Katakan…”,

BUKkk..

Luhan tiba-tiba jatuh dengan kedua lutut menyentuh pasir, tangannya reflek memegang perutnya yang terasa sangat sakit hingga rasanya ingin muntah.

“Bayarlah semua kesalahanmu dengan membuat Minseok bahagia. Kalau kau membuatnya bersedih lagi aku akan memukulmu lebih dari ini..”, Sambil meringis menahan sakit ia mendongak pada Won Geun yang baru saja melayangkan bogem mentah pada perutnya, ia berusaha berdiri sambil terus memegangi perutnya.

“Apa maksudmu?”,  Luhan bukan orang bodoh yang tidak mengerti arti di balik kalimat Won Geun barusan, hanya saja dia tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Won Geun memejamkan matanya kuat-kuat, laki-laki itu telah memilih sebuah keputusan.

“Aku tidak bisa menikah dengan Minseok..”, ia menarik nafas dalam sebelum menyelesaikan kalimatnya. “Aku bisa saja membuat dia bahagia dengan pernikahan kami tapi bersamamu aku tahu Minseok akan jauh lebih bahagia. Sebelumnya aku kira, mungkin suatu saat ia akan mencintaiku sepenuhnya tanpa menoleh pada masa lalunya. Ternyata aku salah. Minseok memang mencintaiku, tapi aku sadar… rasa cintanya untukmu jauh lebih besar. Dan sekeras apapun aku mencoba, aku tidak mungkin menggantikan posisimu di hatinya”.

“Maksudmu? Pernikahan ini?”,

“Ini pernikahanmu.. Aku sudah merelakan Minseok kembali untukmu”, Luhan tak tahu bagaimana mengungkapkan rasa terima kasih dan bahagianya pada Won Geun selain memberinya sebuah pelukan erat. Dia kehilangan kata-katanya. Tangan Won Geun menepuk pundaknya saat dirasa bahu Luhan bergetar, dia menangis,

“Tapi bagaimana dengan Minseok? Aku tidak yakin dia menginginkan ini”, ujar Luhan sedikit pesimis saat dia sudah bisa mengendalikan perasaannya.

“Kau akan tahu jawabannya nanti. Sekarang temui ayah Minseok, dia ingin bertemu denganmu. Yakinkan kedua orang tuanya bahwa kau bisa menjaga putrinya dengan baik”.

.

.

Pertemuan singkat Luhan dengan Tuan dan Nyonya Han berjalan dengan lancar, mereka akhirnya memberi restu dengan segala syarat dan ketentuan berlaku. Rupanya mereka sudah tahu banyak tentang dirinya termasuk kecelakaan yang pernah menimpanya dulu. Selebihnya akan dibicarakan setelah pernikahan dilangsungkan.

“Suamiku, seharusnya kita memberinya masa percobaan tiga bulan untuk lolos sebagai kriteria menantu idaman kita”, usul ibu Minseok saat Luhan sudah keluar dari ruangan untuk mengganti pakaiannya yang sebelumnya kusut dan kotor. Heechul masih tidak rela putri kesayangannya menikah dengan orang asing yang baru pertama kali dilihatnya itu. Dulu saat Luhan dan Minseok masih bersama, Heechul tidak pernah benar-benar bertemu dengan Luhan secara langsung.

“Ah, mana ada hal seperti itu. Percayalah, Luhan akan menjadi suami yang baik untuk putri kita. Setidaknya… sekarang aku punya teman yang bisa aku ajak bicara dengan bahasa Mandarin haha..”, Tuan Han terkekeh, saat menyadari Luhan juga berasal dari Cina seperti dirinya.

.

.

Seorang wanita yang bertugas mendandani Minseok terlihat puas dengan hasil kerjanya. Dengan hati-hati dia membantu Minseok berdiri, kemudian menuntunnya ke arah cermin besar yang ada di dalam ruangan itu.

Senyum manis mengembang di wajah cantik Minseok saat melihat pantulan dirinya di cermin. Seolah tak percaya dengan apa yang dilihat adalah dirinya sendiri.

Tubuh mungilnya dibalut dengan gaun pengantin putih yang sederhana namun indah, tanpa banyak aksen dan hiasan yang menempel di sana sini. Selain payet bunga yang diaplikasikan di bagian dada dan bawahan yang sedikit mengembang. Tatanan rambutnya dibuat melilit menyamping pada satu sisi memperlihatkan leher putihnya yang jenjang. Puncak kepala gadis itu dihiasi tiara yang dibuat dari jalinan bunga-bunga kecil, ditambah polesan make up natural membuat wajah cantiknya semakin segar bak putri dari negeri dongeng.

“Oh Minseok..! Cantiiikk..”, puji Baekhyun untuk kesekian kalinya sejak pertama kalinya melihat memakai gaunnya hingga selesai berdandan, diikuti anggukan kepala dari Kyungsoo. Sedari tadi kedua sahabat Minseok tersebut tidak berhenti memekik kegirangan, terutama Baekhyun yang terus berkomentar.

Baekhyun dan Kyungsoo sendiri mengenakan mini dress berwarna biru dengan bawahan yang berakhir tepat di atas lulut. Pita berwarna putih di area pinggang turut memberikan kesan feminism. Berbeda dengan Baekhyun yang menyanggul rambutnya tinggi, Kyungsoo membiarkan rambut sebahunya tergerai bebas.

“Suamimu sangat beruntung bisa mendapatkanmu”, tambah Kyungsoo. Rona merah di pipi Minseok semakin kentara.

“Terima kasih..”, Minseok tersenyum lembut. Gadis itu tidak percaya hari ini akhirnya akan datang juga. Impiannya menjadi seorang pengantin akhirnya terwujud, setelah sekian lama.  Berbagai perasaan berkecambuk di dadanya. Gembira, cemas, gugup semua bercampur menjadi satu. Dia hanya berdoa dalam hati semoga upacara pernikahan ini akan berjalan dengan lancar.

Penata rias memberinya buket bunga pengantin mawar putih yang dihiasi baby breath di sekelilingnya, yang langsung digenggamnya erat. Minseok menghembuskan napas pelan untuk mengurangi ketegangannya.

“Kau gugup?”, tanya Baekhyun. Minseok mengangguk sebagai jawaban.

“Tentu saja gugup, mana ada pengantin yang tak gugup menjelang pernikahan yang tinggal beberapa menit lagi!”, timpal Kyungsoo pada Baekhyun langsung mengerucutkan bibirnya.

Pintu ruangan tiba-tiba berderit dan terbuka, menampilkan sosok Lee Won Geun, mantan tunangannya yang tengah tersenyum lembut. Minseok membalas dengan senyum kecil. Suasana mendadak tegang. Baekhyun dan Kyungsoo menghentikan perdebatan kecil mereka. Sedangkan Minseok seketika berdiri dengan detak jantungnya yang semakin berdebar kencang seiring langkah Won Geun yang mendekatinya.

Minseok sudah tahu apa yang terjadi. Jika bukan karena pria itu yang meyakinkannya untuk mengakhiri pertunangan mereka beberapa waktu lalu, pernikahan ini tak akan terjadi. Ada rasa yang sangat menyakitkan di dadanya saat pria itu membatalkan pernikahan mereka di saat-saat terakhir. Minseok tahu ia akan kehilangan seseorang yang telah menemani hari-hari sulitnya, tapi Won Geun berjanji mereka tetap akan berteman baik, meski pria itu mengaku butuh waktu.

Acara hari ini memang dirancang untuk Luhan dan Minseok. Bahkan Won Geun sengaja mengundang Luhan sebagai tamu tanpa memberitahu yang sebenarnya. Dia yakin reaksi Luhan akan menolak jika tahu dirinya sengaja membatalkan pernikahan demi dirinya.

Minseok menahan nafas, hingga sebuah kalimat terdengar.

“Luhan sudah menunggumu di altar…”.

Minseok menggigit bibir bawahnya, dengan mata berkaca-kaca, “Terima kasih”, ucapnya lirih.

.

.

Luhan berdiri dengan gelisah di altar, jantungnya berdetak kencang selama dia menunggu calon pengantinnya dan untuk setiap detik yang berlalu terasa sangat menyiksa. Belum lagi pandangan dari Kyuhyun yang tampak mengintimidasi dirinya. Tiba-tiba musik mengalun, para tamu mengalihkan pandangan, dari mempelai pria ke arah pintu masuk, yaitu sebuah gapura dari kanopi yang dihiasi dedaunan dan bunga merambat berwarna-warni.

Tampak si kecil Kyumin yang berumur tiga tahun melewati gerbang bunga tersebut dengan tatapan bingung, di belakangnya terdapat si kembar Sunghyun dan Minhyun yang melangkah maju, menebarkan kelopak bunga di atas karpet yang akan dilewati sang pengantin wanita. Melihat itu Kyumin justru berbalik ikut mengambil kelopak bunga dari salah satu keranjang dan meniru apa yang dilakukan kedua kakaknya. Dia pikir mereka sedang bermain dan itu sangat menyenangkan. Langkahnya yang dengan tiba-tiba berhenti sambil terus memainkan kelopak bunga dengan melompat-lompat sungguh menggemaskan. Luhan saja ikut tersenyum melihat tingkah lucu calon keponakannya itu, sedikit membantu mengurangi kegugupannya.

Tak lama setelahnya, dengan langkah anggun sembari mengampit lengan sang ayah, mempelai wanita masuk dengan senyum lembut yang terkembang di bibir cherry’nya.  Penampilan putri keluarga Han yang bak tanpa cacat itu membuat semua tamu terpesona. Tak terkecuali Luhan, yang berdiri di altar. Dia menjaga ekspresinya untuk tenang dan mati-matian menahan diri untuk tidak berlari memeluk gadis itu. Wanita yang sebentar lagi akan menjadi miliknya seutuhnya tersebut memang sangat menawan. Terlebih pipi chubby’nya yang bersemu merah saat tersenyum ke arahnya.

Luhan mengulum senyumnya sambil terus memperhatikan sang calon istri selangkah demi selangkah mendekatinya untuk bersumpah menjadi pendamping hidupnya, selamanya. Tuan Han menggengam erat tangan Minseok serta memandang putrinya tersebut dalam-dalam saat sampai di depan altar. Kemudian menyerahkan jemari mungil Minseok pada sang calon menantu.

“Tolong jaga putriku dengan baik.. “,

“Aku akan menjaganya dengan seluruh hidupku..”, mengulurkan tangan, Luhan bisa merasakan tangan lembut Minseok menyusup di antara jemarinya. Keduanya menaiki tangga altar bersama, kemudian berdiri saling berhadapan. Tuan Han kembali pada istrinya yang tengah menangis, yang masih tidak percaya gadis kecilnya kini akan segera menikah. Tuan Han melingkarkan tangannya pada bahu istrinya untuk menguatkannya.

Prosesi pernikahan segera dimulai dilanjutkan dengan pengucapan janji suci keduanya.

“Dengan ini, saya menyatakan kalian sah sebagai suami istri, sekarang kalian boleh bertukar cincin”.

Dengan sedikit gugup, Luhan memasangkan cincin berwarna perak dan bermatakan berlian ke jari manis Minseok. Begitu juga sebaliknya. Minseok dengan lembut menyematkan cincin pada jari manis Luhan. Keduanya bertatapan mesra penuh cinta dengan kedua tangan yang masih saling menggenggam.

“I love you..”, ucap Luhan

“More than you..”, Minseok mengeratkan genggamnnya.

Upacara pernikahan diakhiri dengan kedua mempelai yang saling berciuman dengan lembut diiringi tepuk tangan riuh para tamu undangan.

Para hadirin tersenyum lega menyaksikan acara pernikahan ini. Sungmin bahkan sampai menitikkan air mata, turut bahagia akan pernikahan adik iparnya. Kyuhyun tersenyum tipis, terkesan tenang namun terlihat jelas bahwa dia juga gembira karena Luhan akhirnya menjadi bagian keluarga Han. Sedang Baekhyun jadi semakin bersemangat untuk mempersiapkan pernikahannya dengan Chanyeol. Kyungsoo cukup senang dengan buket bunga pengantin yang diberikan khusus oleh Minseok untuknya.

Namun dari semuanya, sayang sekali Lee Won Geun tidak ada di antara mereka. Dia bukan pria bermental baja yang sanggup melihat mantan tunangannya menikah di hadapannya. Dia takut akan berubah pikiran dan menghancurkan acara. Setelah menemui gadis itu di ruangannya, Won Geun langsung pergi meninggalkan Pulau Jeju.

.

.

Empat hari adalah batas waktu yang Luhan miliki untuk tetap berada di Seoul, dan dia terpaksa harus kembali ke Beijing tanpa Minseok. Nyonya Han belum mengijinkan Luhan membawa Minseok untuk tinggal bersama di sana, dengan alasan Luhan belum mempunyai tempat tinggal yang layak bagi putrinya. Baiklah layak dalam artinya Nyonya Han pasti mempunyai kriteria tinggi.. Luhan memang tidak sekaya Tuan Han tapi Luhan masih mampu untuk membeli sebuah rumah mewah dengan segala fasilitas di dalamnya. Hanya saja selama tiga tahun terakhir dia tinggal di apartemen bersama Lao Gao, praktis jika Minseok sekarang ikut Luhan maka mereka harus tinggal bertiga.

“Mama tidak benar-benar menyuruhmu menyiapkan rumah mewah untukku, jangan terlalu dipikirkan, tinggal sementara di apartemen pun tak apa..”, ujar Minseok seperti bisa membaca apa yang sedang dipikirkan Luhan. “Mama, hanya ingin berlama-lama denganku, mungkin karena sebelumnya tidak pernah terpikirkan aku akan menikah denganmu yang berasal dari Beijing”, tangannya sibuk melipat baju dan memasukkan ke dalam koper kecil untuk dibawa Luhan besok pagi. Tanpa menyadari kalau dari tadi Luhan menatapnya dengan pandangan kagum. Rasanya seperti mimpi dia bisa menikah dengan Minseok tiga hari yang lalu, memiliki seseorang yang begitu perhatian mengurus hal-hal pribadinya, membuatnya merasa dicintai. Sayangnya, mereka tidak bisa berlama-lama berada di Jeju karena alasan kesibukan masing-masing, juga tidak ada honeymoon untuk pengantin baru yang memang tidak diagendakan.

“Aku mengerti, aku juga sedikit merasa bersalah telah mengambil putri kesayangannya untuk hidup seterusnya denganku”.

“Hanya sedikit?”, tanya Minseok

“Eung.. hanya sedikit karena selebihnya aku merasa bersyukur bisa memilikimu..”, kata-kata Luhan sukses membuat Minseok blushing dan makin menundukkan kepalanya pura-pura sibuk. “Tidak bisakah aku tinggal lebih lama di sini..?”, rengeknya saat Minseok selesai mengepak koper dan menaruhnya di samping tempat tidur. Seperti anak kecil dia terus mengikuti Minseok yang sekarang beralih membereskan meja, ada beberapa bungkus makanan kecil dan minuman yang berserakan di sana.

“Tidak bisa, kau kan harus bekerja.. lagi pula nanti aku kan menyusulmu ke sana kan”, ucapnya tanpa menoleh.

Luhan sebenarnya sedikit sebal karena Minseok terus menyibukkan diri dari kemarin, harusnya kan mereka bermesraan menghabiskan waktu berdua, apalagi besok dirinya akan pergi jauh. Bagaimanapun Luhan adalah laki-laki normal yang baru saja menikah dengan wanita cantik yang sangat dicintainya, boleh kan kalau dia berpikir yang iya-iya dengan istri sahnya.

Grepp..

Tiba-tiba Luhan datang memeluk dari belakang, menumpukkan dagunya pada salah satu pundak Minseok. Merasa pekerjaannya terganggu, Minseok refleks menoleh ke belakang hendak protes tapi mulutnya terbungkam seketika, kala bibir mereka saling menyentuh. Matanya membulat karena kaget dengan apa yang baru saja terjadi.

“Lu, apa yang-“, ucap Minseok sekilas saat berhasil melepaskan diri, namun kali ini Luhan justru menarik tengkuknya dan kembali menciumnya lebih dalam. Tenaga Luhan yang lebih besar membuat perlawanan Minseok serasa tidak ada artinya, hingga akhirnya ia menyerah dan larut dalam suasana. Tangannya yang semula diam kini terangkat mengusap punggung Luhan dengan gerakan yang sangat halus, yang justru semakin membuat kesabaran Luhan habis.

Luhan menjauhkan wajahnya dari Minseok, dengan senyum penuh kemenangan ia melihat bagaimana akhirnya Minseok menyembunyikan wajahnya di dadanya yang bidang dengan wajah yang merona. Tangan Luhan mengangkat dagu Minseok untuk melihat ke arahnya, jantungnya berdetak semakin cepat saat pandangan mereka beradu. Dan sebuah senyum yang Minseok berikan membuat hatinya terlonjak kegirangan, yang Luhan anggap itu sebagai persetujuan. Tanpa menunggu banyak waktu ia mengangkat istrinya ala bridal style kemudian membawanya ke ranjang dan merebahkan tubuhnya dengan hati-hati. Sepertinya malam ini akan menjadi malam yang indah untuk mereka.

.

.

Bonus : Mini Story of Luhan’s Family

.

Akhirnya Luhan berhasil memenuhi persyaratan ibu mertuanya untuk memberi putrinya rumah yang layak. Hampir setahun ini, Luhan dan Minseok menempati sebuah rumah besar di pinggiran kota Beijing, bukan rumah baru sebenarnya, rumah yang mereka tinggali adalah rumah lama Luhan bersama orang tuanya dulu. Minseok yang memintanya untuk merenovasi ulang rumah itu dan memperbaiki beberapa bagian yang rusak karena lama tidak ditinggali. Sejak kecelakaan itu terjadi Luhan tinggal di Haidan bersama neneknya namun sayang, dua tahun kemudian neneknya juga pergi untuk selamanya seperti halnya orang tuanya. Tak mau berlarut dalam kesedihan, Luhan akhirnya kembali ke Beijing untuk menggantikan posisi ayahnya mengurus perusahaan, dan memilih untuk tinggal bersama Lao Gao di apartemennya dibanding di rumahnya sendiri.

“Aku pulang…”, ucap Luhan ceria saat melangkahkan kaki ke dalam rumah. Tidak ada sahutan, biasanya saat Luhan pulang kantor Minseok akan menyambutnya atau malah sudah menunggunya di teras depan. Luhan mengeryitkan keningnya keheranan.

Di halaman samping Minseok tengah sibuk menyemprot bunga anggrek yang tumbuh di pot-pot yang menggantung di sepanjang dinding luar rumah. Di sekitarnya bisa dilihat rimbuanan bunga dan tanaman yang tumbuh dengan subur dan aneka warna, juga sebuah jembatan kecil yang melintasi kolam ikan di tengah taman. Minseok sendiri yang menatanya dengan sedemikian rupa hingga terlihat cantik dengan gradasi warna yang enak dilihat, membuat siapapun betah berlama-lama di sana.

“Di sini kau rupanya..”, Minseok menoleh, tersenyum mendapati Luhan yang berdiri di ambang pintu sambil menyilangkan tangan di depan dadanya.

“Maaf, aku terlalu sibuk sampai lupa ini jam pulang kantor”, Minseok menyudahi kegiatannya dengan meletakkan botol spray yang tadi digunakannya, menyambut tangan Luhan yang sudah terulur padanya.

“Hmm… pasti saking sibuknya, kau juga lupa meminum susu dan vitaminmu, kan!”, tebak Luhan, dengan hati-hati membimbing Minseok berjalan perlahan masuk ke dalam rumah. Dia terus memandang ke bawah untuk memastikan Minseok mengambil setiap langkahnya dengan benar. Sekarang Minseok tengah hamil delapan bulan, tentu saja itu membuat Luhan semakin over protektif terhadapnya.

“Aku sedang tidak ingin minum susu hari ini, tapi tenang saja aku sudah meminum vitaminnya”, dibantu Luhan, ia duduk di sofa panjang dengan sandaran yang empuk dengan menyangga perut bagian bawahnya dengan kedua tangan, rasanya makin hari makin sulit saja tubuhnya bergerak apalagi dengan bayi mungil yang terus tumbuh di dalam kandungannya.

“Tidak ada alasan untuk melewatkan jadwal minum susumu, Sayang dan lagi.. ini kan demi bayi kita”, Luhan mengusap perut Minseok dengan lembut, “Hey, dia bergerak..”, pekiknya girang saat merasakan ada gerakan halus di sekitar telapak tangannya. Minseok hanya mengangguk. “Halo baby boy, apa kabar?”, kemudian menempelkan telinganya, seolah sedang mendengarkan sesuatu. Dengan ekspresi terkejut dia mendongak, “Minseok, kau tahu dia bilang apa?”,

“Apa memang?”,

“Dia bilang.. Ayah aku tidak bisa tidur, katakan pada ibu aku lapar”, Luhan mengatakannya dengan suara anak kecil yang dibuat-buat, yang langsung mengundang tawa Minseok.

“Bayi kita tidak mungkin mengatakan itu Lu..”,

“Eh, dia benar-benar mengatakannya”, Luhan bersikeras. “Sekarang aku buat susumu dulu ya, tunggu sebentar..”. Di dapur Luhan dengan cekatan mengambil gelas dan kaleng susu yang tersimpan di laci atas, dia bahkan lebih tahu berapa takaran susu dan air hangat yang pas daripada Minseok sendiri. “Ini minumlah..”, Minseok tetap meminumnya meski enggan, hanya seperempatnya saja kemudian mengembalikan pada Luhan. “Kenapa tidak dihabiskan?”,

“Nanti saja, kau ganti baju dulu sana. Kau pasti lelah sudah seharian bekerja..”,

“Tidak, sebelum kau habiskan susunya”, kembali menyodorkan gelasnya pada Minseok, untuk urusan kesehatan istri dan bayinya, Luhan selalu tegas dan tidak bisa dibantah. Minseok menghembuskan nafas, dia mengaku kalah meskipun dia benar-benar tidak ingin minum susu itu akhirnya dia habiskan juga. “Nah, sekarang baby boy kita pasti bisa tidur nyenyak. Dan maafkan aku telah memaksamu minum susu ini, tapi aku hanya ingin kalian berdua sehat. Aku tahu bulan-bulan terakhir kehamilan ini membuatmu tidak nyaman, kau sering terbangun saat malam karena dia terus menendang, juga kakimu yang bengkak. Aku tidak tahu bagaimana caranya berterima kasih padamu untuk semua yang sudah kau lakukan demi bayi kita”.

“Aishh.. berhenti menjadi Drama King, tuan Lu…”, Minseok memutar bola matanya bosan, terlalu sering dia mendengar kalimat ini hingga membuatnya tak lagi tersentuh, seperti pertama kali mendengarnya. “Cepat mandi sana, kau tahu kan aku sekarang sensitif dengan keringatmu”, ia mendorong tubuh Luhan menjauh.

“Baiklah Nyonya Lu, aku akan mandi…”, nadanya bicaranya sudah kembali ceria. “ehmm.. kau sudah mandi belum? Sudah lama kita tidak…”,

Plakkk..

Luhan meringis, sebuah majalah yang berada di tangan Minseok berhasil menyentuh kepala Luhan dengan tepat.

“Dasar rusa mesum…!!! Pergi sana”, usirnya

“Iya, iya… aku pergi”, sambil terus mengusap kepalanya, “Awas ya kalau nanti malam kau merayuku”, dia bangkit, buru-buru ambil langkah seribu ke dalam kamar tepat sebelum majalah itu terbang ke arahnya.

“Kyaaa..!!!!”, teriak Minseok kesal.

.

Minseok tidak punya banyak pilihan dalam berpakaian, selain baju longgar khas ibu hamil yang saat ini tengah dikenakannya. Sebuah atasan berwarna pink yang panjangnya hampir mencapai lutut dipadu dengan celana hitam yang tidak terlalu ketat. Juga sepatu flat semi terbuka yang membungkus kakinya. Sangat sederhana tapi sangat manis dikenakan Minseok.

“Astaga, aku terlihat sangat gendut”, gumamnya sambil mengelus perutnya yang membuncit di depan cermin, sambil memiringkan tubuhnya ke kiri dan kanan. Dia sedang bersiap untuk pergi ke dokter untuk pemeriksaan rutin kandungannya, biasanya dia akan pergi dengan Yang Mi, sepupu Luhan yang kebetulan tinggal tak jauh dari rumah mereka. Dia sudah menikah dan memilki dua anak perempuan berusia sepuluh dan tujuh tahun. Minseok juga banyak bertanya seputar kehamilan padanya, selain dari kakak ipar dan ibunya.

“Bayi anda terlihat sehat dan sangat aktif, Nyonya.. Lihat dia sekarang sedang menghisap jempolnya”, seorang dokter wanita yang sedang memeriksa Minseok, menunjuk satu titik di layar.

“Wah, lucunya..”, Yang Mi tersenyum, ikut mengamati calon keponakannya dengan gemas. “Apa ini kakinya?”, menyamakan gambar yang ada di layar dengan menyentuh bagian atas perut Minseok.

“Benar..”, angguk sang dokter. “Saat mendekati kelahiran, secara alami bayi akan memutar tubuhnya dengan kepala ada di bagian bawah. Nyonya Lu, apa anda sudah mulai mengalami kram di bagian perut bagian bawah?”,

“Belum, tapi bayiku sekarang bergerak tidak sesering biasanya, apa itu normal?”,

“Tidak apa-apa, jangan khawatir, itu terjadi karena ruang gerak bayi di kandungan semakin terbatas seiring tumbuh kembangnya”, kemudian dia juga menjelaskan hal lain seperti caranya membedakan kontraksi palsu dan kontraksi sesungguhnya, Minseok mendengarkan dengan sungguh-sungguh.

.

Saat hari libur, Luhan menemani Minseok belanja kebutuhan bayi, meskipun kamar bayi mereka penuh barang tapi semuanya tidak berguna, paling tidak untuk satu tahun ke depan. Sejak tahu bayi yang dikandungnya berjenis kelamin laki-laki, suaminya itu suka sekali membeli mainan seperti bola, boneka, robot, pistol air bahkan sebuah mini car sudah tersimpan rapi di garasi rumah sejak dua bulan yang lalu.

“Minseok, kita beli ini ya..”, lagi-lagi Luhan mengambil barang tidak berguna dari rak, sebuah robot Iron Man.

“Tidak Luhan, lagi pula kita sudah punya satu di rumah”, Minseok berhenti melangkah karena Luhan yang bertugas mendorong troli malah asyik dengan mainan di tangannya.

“Tapi ini kan beda serinya..”, ujarnya mempoutkan bibirnya, kemudian membolak balikkan kotak kardus itu dengan excited. Minseok rasanya seperti sedang mengajak anak balita ke toko mainan yang ngambek karena permintaannya tidak dituruti.

“Sebenarnya, kau mau beli untuk bayi kita atau untuk dirimu sendiri..?”,

“Tentu saja untuk putra kita, masa untuk aku sih, ha..ha..ha..”, dengan berat hati meletakkan kembali figure action favoritnya ke tempatnya semula. Menyusul Minseok yang sudah berjalan di deretan perlengkapan bayi. Mereka menghabiskan waktu lebih dari dua jam untuk akhirnya sepakat dengan apa yang akan mereka beli. Bukan karena terlalu banyak yang dibeli tapi perdebatan tentang warna dan model. Jika Minseok menyukai warna pastel maka Luhan akan memilih merah, jika Minseok menyukai motif polkadot, Luhan berkeras akan membeli motif garis. Begitu seterusnya hingga akhirnya banyak barang yang terbeli double karena tidak ada yang mau mengalah.

.

.

3 bulan kemudian

Seorang malaikat kecil telah hadir di dalam kehidupan Luhan dan Minseok, yang menambah kebahagiaan pernikahaan mereka. Kelahirannya disambut dengan suka cita oleh banyak orang, meski Nyonya Han sedikit kecewa karena bayinya laki-laki, padahal bayi mungil itu begitu cantik. Tak jarang Luhan protes jika ibu mertuanya datang berkunjung.

“Tapi bayi kami ini laki-laki Ma..”, Luhan mengingatkan pada ibu mertuanya, yang sedang tersenyum-senyum sambil menggendong Ziyu, nama bayi mereka. Yang tentu saja suara Luhan bagai angin lalu, karena tidak direspon Heechul. Di kepala bayinya sudah terpasang bandana pink dengan hiasan bunga-bunga, ini masih lebih baik sebenarnya dari pada beberapa waktu lalu saat ibu mertuanya memakaikan baju perempuan padanya.

“Ziyu cantik sekarang..”, colek Nyonya Han pada hidung mancung Ziyu yang dibalas kedipan mata tak mengerti, tangannya yang tertutup sarung tangan bergerak-gerak di depan mulutnya, mulai sesekali merengek. Heechul menempelkan telunjuknya pada pipi sang bayi yang langsung diikuti Ziyu dengan menolehkan kepalanya mengikuti sentuhan di pipinya. “Ah, Ziyu lapar ya..”.

Seperti mendapat angin segar, Luhan segera meminta bayinya. Tiap kali ibu mertuanya datang maka kesempatan Luhan menggendong bayinya semakin jarang, karena bayinya akan berada dalam kekuasaan ibu mertunya itu. “Biar ku bawa pada Minseok, Ma…”.

“Tidak usah, biar Mama antar sendiri Ziyu pada Minseok..”,

Tak kehilangan akal, Luhan menambahkan, “Biasanya kalau Ziyu rewel dia akan ngompol, kulitnya sensitif jadi kami jarang memakaikan dia diaper ..”. Heechul tampak berfikir sejenak, dia baru saja mandi masa iya harus ganti pakaian lagi kalau cucunya benar-benar ngompol.

“Baiklah, tapi nanti kembalikan pada Mama ya…”, dengan hati-hati menyerahkan Ziyu pada Luhan.

Gotta, seringai Luhan tipis

.

Ziyu selalu terbangun jam dua pagi, dan itu tugas Luhan untuk merawat dan membuatnya tertidur kembali. Tidak tega jika harus melihat Minseok tetap begadang setelah seharian mengurus bayi mungil mereka. Seperti sekarang, setelah mengganti popok dan memberinya ASI dalam botol yang sudah dihangatkan, dia menepuk-nepuk pelan punggung bayinya sambil menyanyikan lullaby pengantar tidur.

Luhan menatap bayinya penuh sayang, jika dilihat-lihat Ziyu sangat mirip dengan dirinya terutama pada bagian mata dan bibir, dia juga mewarisi pipi chubby Minseok yang membuatnya terlihat sangat imut. Pandangan mata Ziyu mulai sayu tapi tidak benar-benar tertidur, Luhan berjalan bolak balik di depan box bayinya berharap bayinya segera terlelap. Lima menit kemudian, Luhan meletakkan Ziyu dalam tempat tidurnya yang nyaman, menyelimutinya dan meletakkan dua guling kecil di kanan kirinya.

Entah karena tangan Luhan yang mengusap kepala Ziyu atau memang bayi itu sedang bermimpi, yang pasti si mungil tiba-tiba tersenyum dalam tidurnya yang tampak damai, membuat Luhan jadi tak tega untuk meninggalkannya dalam box sendirian. Padahal tempat tidur Ziyu masih dalam ruangan yang sama dengan tempat tidurnya.

Minseok membuka matanya perlahan saat mendengar suara rengekan bayinya begitu dekat di telinga. Antara bingung dan kaget melihat Ziyu di dekatnya, sedangkan Luhan sendiri tidur memeluk dirinya dari belakang dengan tangan yang dilingkarkan di pinggangnya. Minseok menepuk-nepuk pelan tubuh Ziyu untuk membuatnya tenang kembali. Setelah mencium pipi Ziyu yang gembil, dia memutar tubuhnya hingga berhadapan dengan wajah Luhan yang memiliki ekspresi tidur hampir sama seperti Ziyu.

Minseok tidak tahu bagaimana mendeskripsikan perasaannya saat ini. Dia merasa sebagai wanita paling beruntung karena bisa menikah dengan Luhan dan memiliki Ziyu sebagai anugerah dalam hidupnya. Minseok tak ingin apapun lagi dalam hidupnya, selain hidup bahagia bersama mereka.

FIN

 

 

 

 

Author's Note :

Yeaay.. akhirnya cerita ini selesai juga fiuhh... Maaf kalau endingnya mungkin ga sesuai ekspetasi hohoho... Tapi part paling susah dalam sebuah cerita itu memang bikin endingnya, plakk, abaikan.. OK, Thanks a lot for your attention, to read my story until finished and thanks to you who kindly drop your comment every time I update this story

Goodbye, friends 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Navydark
#1
Chapter 10: Yeaaay. Xiuhaaaaan. Menang saingan dari won geun buat minseok, skarang buat ziyu luhan saingan sama heechul. Kekekeke
Navydark
#2
Chapter 9: Aaaaaa, kan jadi ikutan galau deh. Minseok buat siapaaa?
yoeunseo #3
Chapter 8: pas awal chapter gokil lucu, kok tambah kesini angst gitu....
TT_TT
Navydark
#4
Chapter 8: Sedihnyaaaaaa, sedih buat semua. Clbk aja deh, hehe. Xiuhan jayaaa
Navydark
#5
Chapter 7: Noooo, minseok ahh...... Kan luhan kelamaan nih minseok keburu mau nikah deeeh
Navydark
#6
Chapter 6: Dasar kyu cemburunya agak kelewatan dan keterlauan tapi lawak banget gini.
Its okay thor, yg penting endingnya maknyoss buat xiuhan. Hoho