Chapter #3
Vector of Fate#3
Para penghuni kelas 1-C sedang di tengah-tengah mengerjakan tugas Ekonomi yang diberikan guru mereka saat tiba-tiba terdengar bunyi bel, menandakan jam pelajaran telah selesai.
“Kalian lanjutkan di rumah, kumpulkan besok di meja saya”
Mereka mengiyakan titah sang Guru, walaupun ada beberapa yang mengeluh kenapa harus mengumpulkan tugasnya besok padahal pelajaran tersebut hanya sekali dalam seminggu. Saat itu Jung Hyeso melirik teman terdekatnya, Park Choonhee, yang sedang berbicara dengan salah satu teman laki-lakinya. Tapi kerena kebisingan kelas dia tidak bisa mendengar pembicaraan mereka.
Choonhee hendak keluar kelas saat seseorang mendadak menepuk bahunya dari belakang. “Sepertinya kau dekat dengan Seokjin, ya?”
“Hyeso? Aniya, biasa-biasa saja”
Jawaban itu membuat Hyeso tertawa, “Mungkin dia ingin wajahnya disemprot air lagi.”
“Hahahah kau masih ingat ternyata, oh iya ngomong-ngomong―” Perkataan Choonhee terpotong saat dia mendengar suara seseorang yang menyebut namanya, dia menoleh dan mendapati Rahee melambai ke arahnya di depan pintu kelas.
“Sepertinya Rahee membutuhkanmu.. Kalau begitu aku duluan ya!”
Mereka saling melambai sampai sosok Hyeso berbelok di ujung koridor, Choonhee kembali menoleh ke belakang lalu sedikit tersentak saat mendadak Rahee sudah ada tepat di belakangnya. “Rahee? Ada apa?”
“Ah Choonhee, ayo ke klub bersama!”
“Memangnya kau masuk klub apa?” Tanya Choonhee.
“Klub Sastra. Kau masuk Klub Dance bukan? Kita searah”
Choonhee membulatkan mulutnya sambil mengangguk-angguk, mereka berdua lalu berjalan beriringan melewati koridor lantai dua yang sedikit ramai. “Apa tidak ada orang lain di kelas yang ikut Klub Dance?” Rahee membuka pembicaraan.
“Tidak tahu” Jawab Choonhee sambil menggeleng pelan. “Tapi sepertinya Hoseok ikut”
“Hoseok?” Tanya Rahee lagi, diikuti anggukan Choonhee. Dia cepat-cepat membuang muka, tidak ingin terlihat sedang menahan tawa gara-gara terbayang kejadian yang dia alami saat bersama Hyeso di gudang kemarin.
“Ah, Hyeso ikut klub apa?”
“Klub Seni”
“Woa apa dia pintar menggambar?”
“Ne, dulu dia bahkan pernah menang kompetisi. Bagaimana dengan Hwarin?”
“Daebak.. Umm, kurasa Hwarin masuk Klub Radio”
Kedua siswi itu melanjutkan obrolan mereka dan berpisah saat Choonhee sampai di depan ruang klub nya, sementara itu Rahee melanjutkan berjalan sendiri.
Sebenarnya semua hal berjalan normal, tapi Song Rahee mulai merasa ragu saat dia sampai di persimpangan di ujung koridor. Sebagai murid yang terhitung baru dua hari menginjakkan kaki di sekolah, Rahee masih belum bisa menghafal seluruh denahnya. Dia hanya bertanya pada salah satu teman sekelasnya tentang dimana letak Klub Sastra sebelum keluar kelas tadi dan mendapat jawaban yang berupa, “Kalau tidak salah di dekat ruang Klub Dance.”
Dia mendecak kesal, seharusnya dia mengerti untuk tidak bertanya pada sesama murid baru. Sambil terus menyusuri koridor dengan konsep ‘ambil jalur kiri’, perempuan ini merasa jantungnya mulai berdetak lebih kencang, takut dia tersesat lalu terlambat kegiatan Klub.
Dua menit berlalu dengan Rahee yang terus berjalan, lalu dia menghentikan langkahnya di ambang tangga yang tadi sempat dia lewati bersama Choonhee. Jadi apa? Aku kembali lagi? Selagi benaknya berputar terdengar langkah kaki yang berasal dari arah tangga. Diintipnya sedikit siapa orang yang datang itu, namun kemudian dia mengernyit. Orang-orang itu adalah teman-temannya di kelas, Park Jimin, Jeon Jungkook, dan oh.. Jung Hoseok.
Entah kenapa dia langsung berbalik dan mencari tempat bersembunyi di balik sebuah tong sampah. Mungkin akan lebih baik kalau dia menghampiri teman-temannya itu lalu bertanya dimana letak Klub Sastra, tapi saat itu sebuah gagasan terbesit di kepala Rahee, dia tidak mau terlihat seperti orang bodoh yang mencari ruangan klub nya sendiri sampai tersesat. Yah, begitulah perempuan saat sedang gengsi/? /apa
Setelah memastikan kalau ketiga teman sekelasnya sudah berjalan menjauh dari tempatnya bersembunyi, Rahee mulai menuruni tangga sambil menghela nafas panjang. Oke sekarang apa?
Keadaan sekolah sekarang belum bisa dibilang sepi, tapi sudah tidak seramai tadi. Rahee sama sekali tidak tahu harus berbuat apa, dia bisa saja bertanya pada salah satu siswa yang lewat tapi dia terlalu malu untuk melakukannya. Pada akhirnya yang dilakukannya adalah berusaha sebisa mungkin mencari ruangan itu sendiri, sampai saat dia hendak berbelok ke kiri (lagi) di ujung koridor yang lain, tanpa diduga ada orang lain yang datang dari arah berlawanan, alhasil Rahee bertabrakan dengan orang itu.
“Whoa―!”
“Aduh―!”
Mereka berdua memang tidak sampai terjatuh, tapi dahi Rahee terasa berdenyut sampai tangannya reflek mengusap bagian kepalanya itu. Saat membuka mata, dia menangkap sesosok laki-laki bermata segaris dengan rambut pirang yang menatapnya gugup.
“Ahh.. Mianhae― Hik..“
Mata Rahee membulat, dia sangat kaget karena bertabrakan dengan seorang lelaki yang rambutnya pirang (dia tidak mengira sekolah memperbolehkan siswa nya mewarnai rambut), tapi dia lebih kaget saat tahu kalau lelaki itu sedang cegukan.
“T-tidak apa-apa, aku juga minta maaf” Dengan sopan Rahee membungkukkan tubuhnya yang juga dibalas oleh lelaki itu.
Dia hendak pergi saat mendadak suatu ide muncul di pikirannya, spontan dia berbalik dan menahan lelaki pirang tadi. “Tunggu!”
Si Lelaki ikut berbalik dan menatap Rahee dengan mata sipitnya. “Hik.. Ya..?”
“Umm.. Apa kau tahu dimana letak ruang Klub Sastra?”
“Oh, itu ada di― Hik.. Lantai pe
Comments