Chapter #12

Vector of Fate
Please log in to read the full chapter

 

Apa perasaanku berhasil sampai padamu?

 

***

 

Entah apa yang sebenarnya dipikirkan Rahee ketika dirinya sampai di pintu masuk gedung sekolahnya dan mendapati seorang Kwon Soonyong sedang berdiri bersandar pada loker sepatu yang notabene adalah milik Rahee.

Sambil mematung di tempat, Rahee terpaksa mengulang kembali kejadian yang tadinya berusaha untuk tidak terlalu dia pikirkan. Kemarin, dia sedikit senang karena bisa kabur dari Jimin tapi nampaknya keberuntungan tidak berpihak padanya karena pada akhirnya dia malah harus mengurus korban kecelakaan kecil yang ditimbulkan oleh properti rumah hantu kelasnya.

Kalau boleh jujur, Jimin adalah orang kedua yang ingin dia hindari, sementara yang pertama adalah korban kecelakaan itu sendiri, Kwon Soonyoung. Mengingat pertemuan pertama mereka yang bahkan bisa terbilang absurd, rasanya selalu aneh saat mereka tidak sengaja bertemu kembali. Apalagi pertemuan di hari kemarin yang juga bisa dibilang absurd. Namun, entah sejak kapan Rahee menyadari sesuatu. Baik itu saat berpapasan di koridor, menduduki meja yang berdekatan di kantin, atau bahkan tanpa sengaja bertemu pandang dari jarak jauh, selalu timbul perasaan aneh di hati Rahee.

Rahee tidak ingin mengelak, dia tahu cepat atau lambat harus menerima kenyataan. Perasaan itu bukan hal yang asing untuknya, dia cukup normal untuk ukuran seorang gadis remaja. Bukannya mengelak, dia lebih memilih perasaan itu untuk tumbuh lalu akhirnya layu dengan sendirinya, toh dia sendiri jarang bertemu dengan lelaki itu kan? Tapi hidup mungkin memang tidak ada yang simpel. Teorinya dipatahkan oleh realita, yang dia yakini akan dimulai dari sekarang.

Menyadari keberadaan Rahee, Soonyoung mendongak dan tersenyum, memaksa Rahee menguasai kembali kesadarannya dan menapakkan langkah kaki.

Ketika Soonyoung berkata “Terima kasih untuk yang kemarin,” Rahee tidak perlu repot-repot memberanikan diri menanyakan alasan keberadaan Soonyoung karena dia cukup paham kalau lelaki itu hanya ingin berterima kasih dengan baik.

Keheningan menyelimuti mereka berdua. Entah karena Soonyoung mendadak dilanda rasa gugup padahal dirinya tadi begitu bersemangat menunggu Rahee datang, atau Rahee sendiri yang bingung bagaimana dia bisa membuka pembicaraan. Sejak awal dia memang bukan tipe orang yang bisa menangani situasi seperti ini dengan baik, dalam hati dia ingin mencairkan suasana tapi sama sekali tidak tahu cara melakukannya.

Pada akhirnya situasi tidak berubah bahkan sampai Rahee selesai dengan urusan sepatu dan mereka berjalan beriringan menuju kelas masing-masing yang sama-sama berada di lantai dua.

Melewati koridor utama yang tidak bisa terbilang sepi bersama Soonyoung membuat Rahee merasa sedikit aneh. Pertama, karena dia memang jarang sekali terlihat berjalan bersama teman laki-laki di sekolah (kecuali Jimin atau Yoongi). Kedua, hampir setiap orang yang berpapasan dengannya kala itu membuatnya bingung setengah mati karena mereka mendadak melontarkan sapaan ramah.

Dari penampilan saja, sudah bisa ditebak kalau Rahee bukanlah siswi populer yang dikenal hampir seisi sekolah, bagaimana dia tidak terkejut kalau suatu pagi tiba-tiba semua orang yang dia temui menyapanya? Saat dia melirik Soonyoung yang masih setia menyamakan langkah dengannya, barulah dia sedikit paham. Melihat lelaki itu melambaikan tangan dengan senyuman terpasang di wajahnya sudah bisa menjelaskan kalau orang-orang itu menyapa Soonyoung, bukan menyapa Rahee. Oke sekarang Rahee malah merasa lebih aneh lagi.

“Kau cukup populer, ya?” ucap Rahee yang sendirinya tidak percaya baru saja berhasil mengungkapkan isi pikirannya. Mendengarnya, Soonyoung hanya tersenyum kecil.

“Aneh rasanya orang sepertimu berteman dengan introvert begini,” ujar Rahee lagi.

“Aniya, aku berteman dengan siapa saja. Lagipula tidak akan ada ekstrovert kalau tidak ada introvert, begitupun sebaliknya. Kita saling melengkapi.”

Rahee terdiam, berusaha tetap menatap lurus ke depan. Kata-kata Soonyoung barusan berhasil menusuk hatinya, apa maksud lelaki itu?

Mereka berbelok di persimpangan koridor itu lalu mulai menaiki satu demi satu anak tangga. “Sekali lagi aku berterima kasih untuk bantuanmu kemarin, kau benar-benar ahli menerapkan pertolongan pertama,” Soonyoung tertawa. “Darimana kau mempelajarinya?”

“Umm, kakakku seorang dokter.”

“Wah, hebat! Sungguh, aku tidak tahu apa jadinya kalau tidak ada kau kemarin. Katanya petugas ruang kesehatan memang sedang libur.”

Oh, ini pertama kalinya Rahee merasa eksistensi kakaknya membuahkan sesuatu yang bermanfaat. Dalam hati dia berterima kasih sekaligus bersyukur karena oppa yang biasanya tidak bertanggung jawab itu memaksanya belajar bagaimana melakukan pertolongan pertama dengan baik.

Karena letak kelas yang diurutkan berdasarkan abjad, setelah menaiki tangga seharusnya Soonyoung berbelok ke bagian kiri koridor sementara Rahee bagian kanan. Sebelum saling melangkahkan kaki ke dua arah yang berlawanan, Soonyoung merogoh saku seragamnya sambil berkata, “Ulurkan tanganmu.”

Rahee tidak bisa menyembunyikan senyumnya saat sebungkus cokelat karamel diletakkan di telapak tangan kanannya, dia baru saja hendak mengucapkan terima kasih namun sosok Kwon Soonyoung sudah berlari menjauh sambil menoleh ke belakang, melambaikan tangannya.

“Bodoh, seharusnya dia melihat ke depan kalau tidak ingin menabrak sesuatu,” gumam perempuan itu sambil tersenyum geli. Dia memutuskan untuk kembali berjalan ke kelas saat netranya menangkap keberadaan seseorang dan membuat senyumannya bertambah lebar.

“Yoongi!”

 

***

 

“.... Lalu apa seharusnya kita menghilangkan genangan darah palsu itu, Hwarin? Hwarin?”

Lamunan Hwarin terbuyar setelah Wonwoo melambai-lambaikan tangan di depan wajah perempuan itu, dengan gugup dia meminta Wonwoo mengulangi ucapannya. “M-maaf, kau bilang apa tadi?”

“Apa kau sakit, Hwarin? Sepertinya kau terlalu banyak bekerja ....”

“Eh? Aku tidak apa-apa!”

Wonwoo menggeleng. “Kau butuh istirahat, aku akan menggantikan posisimu.”

Dengan itu Wonwoo langsung menyambar notebook yang tadinya selalu dipegang Hwarin seharian lalu menepuk bahu perempuan itu, menggumamkan sesuatu seperti “Istirahatlah” dan berbalik pergi.

Hwarin memandang punggung Wonwoo yang semakin menjauh dengan gamang, setengah tidak memahami apa yang baru saja terjadi. Tidak, yang lebih penting, apa gerangan yang telah merasuki seorang Jeon Wonwoo? Bukankah dia sendiri yang memaksa Hwarin agar menjadi perwakilan kelas? Kenapa tiba-tiba dia ingin menggantikan posisinya?

Tiba-tiba bulu kuduknya berdiri, jangan-jangan Wonwoo memang kerasukan sesuatu .... Hwarin baru saja hendak berlari mengejar ketua kelasnya itu sebelum dia pergi terlalu jauh tapi sesuatu menghentikannya. Apa tadi dirinya telah melamun? Sudah keberapa kalinya dalam kurun waktu hari ini? Sepertinya dia memang butuh istirahat, mungkin juga dia terlihat terlalu sakit sampai-sampai rasa iba Wonwoo akhirnya berhasil bangun dari hibernasi panjangnya, semoga memang begitu sih.

Nampaknya yang harus dilakukannya kini hanyalah beristirahat seperti suruhan Wonwoo, tidak mungkin dia memaksa lelaki itu agar dia bisa kembali melakukan tugas-tugas sebagai perwakilan kelas. Sejak dulu pun dia tidak bisa membantah apa yang dikatakan Jeon Wonwoo, begitupun dengan sekarang.

Menghela nafas panjang, Hwarin memasukkan tangannya ke dalam saku seragam, mulai berjalan tanpa tujuan mengikuti kemana langkah kaki membawanya pergi. Sekali lagi benaknya berputar, suara Namjoon di telepon semalam kembali terngiang di telinganya.

Ya, semalam Namjoon meneleponnya. Sudah terhitung entah berapa hari semenjak Hwarin mulai mengabaikan temannya itu, salahkan Namjoon sendiri yang terlalu menyebalkan sampai membuat Hwarin malas melihat wajahnya, rasa-rasanya selalu membuatnya ingin melempar sepatu tepat ke wajah Namjoon.

“Maaf. Kau benar-benar marah padaku?”

Mendengar Namjoon yang mengucapkan permintaan maaf setelah susah-susah meminjam ponsel Yoongi agar teleponnya diangkat membuat Hwarin hanya bisa menggigit bibir, kenapa sekarang malah dirinya yang merasa bersalah?

“Aku sungguh minta maaf, kuharap kau melihat penampilan kelas kita di pentas seni besok.”

Karena Hwarin tidak berkata sepatah katapun, Namjoon hanya mengatakan hal itu sebelum akhirnya menutup teleponnya, menimbulkan tanda tanya besar di benak Hwarin.

Apa maksudnya? Dia bahkan tidak tahu kalau kelasnya akan mengikuti pentas seni. Bukankah saat itu Namjoon menolak keras ajakannya untuk mengikuti ajang unjuk bakat itu? Berbagai macam pertanyaan terus menari-nari dalam otaknya bahkan hingga saat ini, beruntung dia tidak menabrak seseorang saat berjalan. Tersadar, dia berhenti dan mendongak, mengedarkan pandangan pada sekelilingnya. Sama sekali tidak percaya kalau kedua tungkainya telah membawanya ke depan ruang OSIS.

Kenapa? Sepertinya memikirkan Namjoon membuatnya tanpa sadar berjalan ke tempat yang dirinya yakini adalah dimana Namjoon berada. Mungkin dia harus minta maaf juga pada Namjoon.

 

***

 

Seseorang menepuk bahu Hyeso, membuat perempuan itu hampir melompat dari duduknya dan dengan cepat menoleh ke belakang. Menyadari kalau orang itu adalah Kim Hani, terbersit rasa kecewa dalam hatinya. Bohong kalau Hyeso bilang tadinya dia tidak berharap itu adalah Seokjin.

Hani meletakkan piring makan siangnya di meja lalu mengambil tempat duduk tepat di sebelah Hyeso, sedikit merasa penasaran kenapa belakangan ini temannya itu selalu makan siang di kantin yang kelewat ramai saat biasanya dia akan lebih memilih membawa bekal sendiri dari rumah.

“Tumben sekali kau mau makan di kantin yang ramai begini.”

“Demi makanan, Hani,” jawabnya enteng sambil memakan sesuap nasi. Di sebelahnya, Hani hanya bisa menghela nafas.

“Sepertinya kalau soal makanan pasti nomor satu ya buatmu?”

Anggukan kecil Hyeso yang masih fokus pada makan siangnya cukup untuk membuat Hani membisu dan memilih untuk ikut fokus pada kegiatan makan. Setelah beberapa menit diselimuti keheningan, Hani kembali membuka mulut. “Hey Hyeso, kau akan melihat pentas seni nanti kan?”

Tidak ada jawaban. Saat ditengok, orang yang ditanyai kini sedang mematung menatap ruang kosong di udara sambil bertopang dagu. Melamun kah?

“Hyeso?”

“Eh?” perempuan itu berkedip beberapa kali sebelum kembali menatap lawan bicaranya. “Ah, ya, tentu.”

Jawaban yang cukup jelas tapi malah menimbulkan rasa bingung di benak Hani, hanya saja dia tidak tahu kenapa dia merasa Hyeso sangat aneh kala itu. Oh, tiba-tiba Hani teringat sesuatu.

“Hyeso-ya!”

"Hm?”

“Kau tahu ada apa dengan Taehyung?”

Kening Hyeso berkerut, sedikit bingung dengan pertanyaan Hani. Bukankah dia pacar Taehyung? Kenapa malah bertanya pada Hyeso?

“Mana tahu, kau kan pacarnya?”

“Iya sih ....” kini Hani ikut bertopang dagu dan giliran dirinya yang menatap makan siang dengan sorot mata yang tidak bisa dijelaskan. “Aku tidak bertemu dengannya sejak kemarin siang, dia juga tidak membalas pesanku.”

“Sudah coba telepon?”

Seolah baru tersadar (atau memang baru tersadar), Hani segera merogoh sakunya dan mengeluarkan benda persegi dari sana. Tangannya bergerak lincah kesana-kemari sebelum akhirnya menempelkan benda itu ke telinganya. Entah kenapa melihat wajah tegang Hani membuat Hyeso ikut tegang.

“Bagaimana?”

“Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif, cobalah beberapa saat lagi.”

Cara Hani menirukan suara operator benar-benar terlampau mirip membuat Hyeso tidak bisa menyembunyikan tawanya. Sementara orang yang ditertawakan malah merasa semakin putus asa.

“Kau habis cari masalah dengan Taehyung, ya?” tanya Hyeso setelah tawanya reda.Hani memasang wajah bingung lalu menggeleng pelan.

“Apa sesuatu terjadi menyangkut Mark?”

Kenapa Hyeso tiba-tiba bertanya tentang Mark? Hani sama sekali tidak paham. Tapi dia memilih untuk menjawab jujur. “Kurasa tidak. Tapi Mark datang kesini kemarin.”

Ada banyak kemungkinan hal buruk terjadi jika laki-laki yang disebut Mark itu memang datang, mengingat Taehyung pasti tidak sengaja menguping pembicaraan Hyeso dengan Jimin dan Rahee di ruang prakarya sekitar seminggu yang lalu. Tapi menyebutkan semua kemungkinan itu satu-persatu hanya akan membuat Hani semakin depresi, jadi Hyeso memilih salah satu kemungkinan yang persentase nya paling tinggi.

“Dengar,” Hyeso berdehem, berharap Hani tidak akan melempar piring makan siangnya pada Hyeso setelah mendengar apa yang dikatakannya. “Sepertinya Taehyung melihatmu saat sedang bersama Mark kemarin.”

 

***

 

Semalam Jungkook hanya tidur beberapa jam, terlalu gugup memikirkan hari esok. Terdengar kekanak-kanakan memang, tapi dia tidak bisa menyembunyikan fakta kalau membayangkan dirinya menyatakan perasaan di atas panggung melalui sebuah lagu membuatnya luar biasa gugup. Lagipula esoknya dia harus berangkat pagi-pagi sekali, untuk apa berusaha terlalu keras untuk tidur?

“Apa ini akan benar-benar berhasil?”

Pertanyaan yang sejak kemarin terus menari-nari dalam pikirannya akhirnya bisa dia lontarkan. Hoseok sebagai salah seorang yang mendengarnya menyahut, “Kuharap juga begitu.” Sebenarnya tidak begitu jelas kepada siapa Jungkook bertanya.

Di sudut lain ruangan, Yoongi mendecak. Tidak mudah meyakinkan teman-temannya untuk melakukan hal ini yang sebenarnya adalah demi kebaikan diri mereka sendiri, bahkan sampai sekarang pun sepertinya mereka masih ragu-ragu.

Beberapa jam sebelumnya, mereka baru akan melakukan rehearsal yang dihambat oleh terlambatnya Taehyung. Datang-datang lelaki itu hanya menunjukkan cengirannya sambil berkata, “Kurasa kalian harus melakukannya berenam saja.”

Siapa yang tidak geram? Yoongi mungkin sudah menendang pantat Taehyung keras-keras seandainya dia tidak bisa menenangkan diri sendiri. Nampaknya hubungan temannya itu bertambah buruk kemarin dari apa yang diam-diam didengar Yoongi, maklum saja Taehyung menolak bercerita padanya dan hanya mengatakannya pada Jimin dan Hoseok. Yoongi hanya bisa memahami informasi bahwa seorang laki-laki bernama Mark datang untuk menemui Hani kemarin, lengkapnya tidak begitu jelas. Untungnya itu cukup untuk kembali membujuk Taehyung, dengan mengikuti rencana ini dia bisa dengan lebih mudah meluruskan masalahnya, begitu sih kata Yoongi.

“Kalau kalian masih ragu-ragu bagaimana ini akan berhasil?”

Semua perhatian kini tertuju pada Taehyung, baik Yoongi maupun yang lain tidak percaya kalau orang yang tadinya terancam tidak mengikuti rencana ini sekarang malah berkata seperti itu. “Butuh kaca, Tae? Siapa yang tadi datang terlambat dan―”

Sindiran Jimin terhenti seketika saat Taehyung melotot marah padanya. “Setelah kupikirkan lagi, tidak ada salahnya melakukan ini. Malah kurasa ini rencana yang bagus.”

Oh, Yoongi berusaha untuk tidak tersenyum terlalu lebar setelah mendengar pujian Taehyung yang terdengar sangat tu

Please log in to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
nsama48
hello. maaf karena selama ini menghilang:") cerita ini udah jalan dua tahun tapi belum tamat aja;;
aku baru update satu chapter (walau mungkin kalian udah lupa ceritanya gimana), please kindly say if you're expecting another new chapter! oh iya, mungkin cerita ini bakal kurombak sedikit.

Comments

You must be logged in to comment
CHANGBOOM_ #1
same
keyhobbs
#2
Chapter 15: Heeh?? Jadi itu bayangan d belakang kookie itu beneran??kira in aku mah itu cuman byangan tukang bersih2 yg lewat hehehe... Eh iya,kok Rahee kayak yg ngindarin hoshi gitu? Terus malah sama yoongi, ahh...kok aku gk rela ya klo Rahee sama yoongi jadinya-_- eh, jimin masih begitu ya?kenapa sih sebenernya?? Ayo Jimin daripada sakit hati mending sama aku aja jimin mah, d jamin gk bkalan sakit hati...hahaha:D btw, mana nih pasangan jhope-hyora? Kok gk keliatan?hihi^^
keyhobbs
#3
Chapter 14: Uwwah....maaaaaf...bru sempet buka aff lg!! Jadinya ketinggalan deh-_- tpi gak apa-apa ya,comment nya sekalian aja, chap 12 jujur aku bru ngeh klo kelas F yg namanya soon young tuh hoshi, maklum bru kenal seventeen baru2 ini, nah d sini agak bingung Rahee itu bkaln sama hoshi ataukah jimin?atau yoongi?entahlah aku pusing..hehe, chap 13 hyeso-jin jadian!!!ya ampun aku bener2 gk bisa berhenti senyam-senyum pas mereka makan rujak and berakhir dgn pengakuan jin ke hyeso, duh pengen juga:( and chap 14, aku makin bingung, jimin kenapa???kok bilang umurnya tinggal bentar? Terus terus itu hoseok sama si cewek nya bkal jadian kah? Nah, klo soal jieun, menurut pemikiranku sih, jaga2 klo choonhee sama chanyeol, nah jungkook bisa sama jieun ahaha:D mian kepanjangan....
keyhobbs
#4
Chapter 11: whaha! Bkalan ada pertunjukan BTS dong ya??ini mereka bertujuh mau tampil^^ humm~~jdi pengen nonton-_- eh?ada mark ya?wwoah apa hubungan taehyung bkalan baik2 aja ya? Eh...ada namaku hihi...jd terharu deh^^ aku bkalan lebih rajin komen deh hihi,.
keyhobbs
#5
Chapter 10: jjiah si hoseok ngeganggu aja:D oh ya ada nama mark tuan tuh,apa d chapter2 selanjutnya dia bkalan muncul?
keyhobbs
#6
Chapter 9: wwoahh double update!!!thanks a lot authornim!!!^^ I love you...ah ya, aku cemburu sama jin-hyeso...gimana ini???boleh gak aku aja yg jadi hyeso?ahaha:D haduhh taehyung udh ngambil start duluan tuh,kayaknya bentar lg yg lain bkalan nyusul..gak sabar deh nunggu yg lainnya hihi^^ semangat terus untuk the next chapter yo!^^
keyhobbs
#7
Chapter 7: salut sama hoseok.. Dia baik bnget nyerahin nmor yg dia dpet buat taehyung,^^