The Cursed Painting
Before The DawnSooyeon melihat pantulannya di cermin, lalu tersenyum miris. Dia kelihatan buruk sekali karena penyakit aneh yang menggerogoti tubuhnya ini. Kecantikannya lama kelamaan makin memudar.
Karena Donghae masih di kamar mandi, dia memilih untuk turun duluan ke ruang makan. Sooyeon sudah cukup kuat untuk berjalan sendiri berkat ramuan racikan dua orang yang menurut Sooyeon sangat unik. Satunya bertanduk, satunya lagi berambut merah.
Satu hal yang belum Sooyeon pikirkan sebelumnya, dia belum begitu hafal lorong-lorong di Institut yang sebesar istana ini. Selama ini dia selalu bersama Donghae atau diantarkan salah satu pelayan mereka. Mengeluarkan napas berat, Sooyeon berbalik untuk kembali ke kamarnya. Tapi, sebuah objek menarik perhatian wanita itu.
Objek itu adalah sebuah lukisan vertikal besar. Gambarnya berupa seorang perempuan berpakaian gaun hitam selutut dan berkaki serigala. Dibelakangnya, ada seorang laki-laki yang mempunyai taring panjang. Mereka berdiri di tengah hutan belantara dan ada bulan purnama di langit malam.
Saat Sooyeon melihat langsung ke mata si perempuan, matanya yang hitam langsung berubah menjadi kuning dan menatap Sooyeon tajam. Saat itulah Sooyeon merasa ada ribuan peluru menghujam kepalanya, membangkitkan memori-memori di masa lalunya. Sooyeon memegangi kepalanya yang sakit sekali. Matanya dipaksa tertutup dan dia melihat semuanya.
Seorang pria melayangkan wajan panas ke kepalanya. Lalu, seperti malaikat turun dari surga, Donghae datang dan menyelamatkannya serta Areum dari tempat yang sudah seperti neraka itu. Di suatu malam yang sunyi dia dan Donghae bercinta. Tepat sebelum dia terjatuh ke alam mimpi, dia melihat Donghae dalam wujud berbeda.
Sooyeon terjatuh ke lantai lorong dan terisak hebat. Bahunya gemetaran. Dia sudah berusaha keras untuk tidak mengingat alasan mengapa dia mendapatkan penyakit aneh ini. Tapi sekeras apapun dia berusaha, akhirnya gagal.
“Hei, bukannya itu Mrs. Lee yang dibicarakan Taemin hyung?”
“Kurasa iya.”
“Kenapa dia, hyung?”
“Ayo, kita bantu saja.”
Sooyeon mendengar derap langkah kaki dua orang mendekatinya. Keduanya berlutut di sampingnya, salah satu dari mereka memegang bahunya.
“Jangan lihat mata perempuan itu,” Ujar Sooyeon. Kepalanya masih pening.
“Mingyu, panggil orang. Siapa saja.”
Yang satu lagi mendengus sebelum pergi. “Sudah beribu kali kubilang jangan panggil aku seperti itu.”
Orang yang lainnya menyandarkan kepala Sooyeon di lengannya yang tegap. Sooyeon perlahan-lahan membuka mata. Dia melihat wajah seorang anak laki-laki berambut hitam berantakan dan kulitnya agak gelap. Sooyeon belum pernah melihat anak ini sebelumnya.
“Kau siapa?” Sooyeon bertanya.
“Tidak penting aku siapa,” kata anak itu. “Jelaskan saja kenapa Nyonya bisa seperti ini.”
Sooyeon terisak lagi. Anak itu pun menepuk-nepuk bahunya simpati. Tapi percuma saja, air mata Sooyeon tak kunjung surut.
--
“Habis darimana?”
“Bukan urusanmu,” Kata Areum ketus.
Taemin pun beranjak dari sandarannya pada dinding dan mengikuti gadis itu. Sudah tiga hari berlalu dan mereka belum juga mendapatkan waktu untuk latihan. Entah kenapa Taemin tidak menyerah untuk membujuknya.
“Kamu tidak capek ya menghindar terus?” tanya Taemin.
“Kamu tidak capek ya mengganggu terus?” balas Areum sambil masuk kedalam kamar. Sebelum dia sempat menutup pintunya, Taemin sudah menyelinap masuk.
Areum melotot. “Ngapain kau? Keluar sana!”
“Wah.” Taemin mendekat ke meja Areum dan mengangkat tumpukan kotak DVD dari sana. “Kamu mengoleksi semua musim Boy Meets World? Keren!”
Areum merebutnya. “Sudah, sana pergi. Aku mau nonton.”
“Nonton dimana?” Taemin melihat sekeliling. “Aku tidak melihat adanya televisi.”
“Kamu senang sekali, ya, mengurusi kehidupan orang?” bentak Areum. Dia kemudian membuka layar laptopnya di atas meja. Taemin mengangguk mengerti.
“Aku tahu tempat yang nyaman untuk menonton.”
“Hah? Dimana?” tanya Areum bingung. Dia tidak pernah melihat adanya televisi selama tinggal disini.
Taemin mengambil satu kotak yang ditaruh paling atas dan melangkah keluar. “Ayo, ikuti aku.”
Perjalanan menuju tempat tujuan cukup lama. Mereka melewati begitu banyak koridor dan lorong. Ketika mereka sampai di koridor lukisan terkutuk, Areum terperanjat dan langsung menutup matanya dengan tangan.
“Kenap—oh.” Taemin mendekati Areum dan menyingkirkan tangannya dari mata. “Nggak apa-apa. Lukisannya sudah ditutup Jinyoung.”
Perlahan, Areum membuka mata. Lukisan itu sudah ditutupi tirai putih. Tadi, dia terlalu panik sampai tidak menyadarinya.
Taemin menarik tangannya. “Yuk.”
Mereka ternyata berjalan menuju kamar Taemin. Kamar itu seperti kamar-kamar kebanyakan di Institut, dengan ranjang bertiang empat dan perabotan antik. Didalamnya, Areum masih belum menemukan keberadaan televisi. Ketika dia hendak bertanya, Taemin menekan-nekan layar tak kasatmata di dinding, membentuk sebuah pola. Terdengar bunyi klik pelan dan dinding itu bergeser, membuat Areum menganga.
“Jangan bilang siapa-siapa, ya. Selain aku dan Jinyoung, hanya kamu
Comments