The Warning

Before The Dawn
Please Subscribe to read the full chapter

“Kenapa kamu tidak menceritakan kepada kami apa alasanmu datang kesini, Harrington?”

Han Sanghyuk tersenyum mendengar perkataan wanita muda yang merupakan kepala Institut Cornwall ini. Walaupun dia sudah dua tahun menikah, dia tetap tidak bisa memungkiri betapa cantiknya Rebecca Youngblood. Tinggi seratus tujuh puluh sentimeter, rambut hitam lurus panjang, mata lebar berwarna cokelat keemasan, hidung mancung, dagu runcing, dan kaki jenjang yang bisa dilihat dengan jelas karena dia hanya memakai rok pensil selutut. Pria tampan disampingnya juga sangat cocok untuk mendampinginya.

“Ah, pasti kau hanya ingin kue tart gratis bikinan koki kita, kan?” tanya pria itu sambil menunjuk sepotong kue tart diatas piring yang sudah disajikan oleh salah satu pelayan Institut Cornwall tadi. Setengah bagian kue tart itu sudah berpindah tempat ke perut Sanghyuk.

“Tidak, Ken.” Kata Sanghyuk sambil tertawa. “Aku hanya ingin memberitahu sesuatu saja.”

“Nah, kenapa kau belum memberitahunya sampai sekarang?” tanya Rebecca.

“Rebecca, jangan menatapnya dengan menghakimi seperti itu.” Tegur Ken.

Rebecca menyibak rambutnya dengan anggun. Sedetik kemudian aroma vanila menyebar di udara. “Aku masih punya banyak pekerjaan lain, Harrington Hallowgreen. Banyak laporan yang harus kubuat dan kulaporkan ke Institut London.”

“Aku mau melaporkan bahwa aku dan Annabella akan menghabiskan musim panas di Korea.”

Rebecca mendesah. “Itu saja? Kau membuang-buang waktu.”

Sanghyuk maklum dengan sifat Rebecca. Wanita temperamen ini memang lebih mementingkan pekerjaannya sebagai Kepala Institut daripada yang lain, berbeda dengan Eric.

“Aku tidak bermaksud untuk membuang-buang waktumu, Mrs. Youngblood. Aku mau menginformasikan saja, agar setidaknya kalian tahu dan tidak menganggap kami menghilang.”

“Ah, kalian belum pernah berbulan madu, kan?” tanya Ken.

Pipi Sanghyuk memerah. “Kita akan tinggal di Institut Seoul, kok. Tidak ada niatan untuk bulan madu.”

“Bukan tidak, tapi belum,” Ken tersenyum. “Kapan kalian berangkat?”

“Besok. Langsung dari Cornwall ke Seoul dengan pesawat.”

Rebecca mengerutkan kening. “Tidak pakai Portal saja biar gampang?”

“Belum ada warlock yang kukenal dengan baik disini. Tidak mungkin mempercayai seseorang begitu saja. Lagipula, paspor sudah kusiapkan semuanya. ” Jawab Sanghyuk.

“Oh, bersenang-senanglah dengan liburan kalian, kalau begitu.” Kata Ken.

“Tidak!”

Seorang gadis kecil yang kira-kira berumur sepuluh tahun berlari masuk kedalam ruangan. Gadis itu memakai gaun rumah rombeng bergaya kuno. Dia berlari kearah Rebecca dan memeluk kakinya. Dan saat itu Sanghyuk menyadarinya, gadis ini merupakan anak satu-satunya keluarga Youngblood yang menderita paranoia.

“Ada apa, Abigail sayang?” tanya Rebecca lembut sambil membelai rambut pendek anaknya. Dibalik sifat temperamennya, Rebecca sangat menyayangi anak semata wayangnya ini dan tidak masalah dengan kekurangannya.

Abigail mengacungkan telunjuknya yang gemetar pada Sanghyuk. “Dia. Dia tidak boleh pergi.”

“Mengapa begitu? Kamu mau berkenalan dan bermain-main dulu dengan Harrington?

Abigail menggelengkan kepala, kentara sekali terlihat menahan tangis. “Dia tidak boleh pergi!” Dia mengulang dengan tegas. “Karena—karena—waktu tergelap adalah saat fajar.”

Demi Raziel, anak ini paranoid atau memang tidak waras, pikir Sanghyuk.

Ken terlihat tidak enak dengan semuanya. Dia segera bangkit, sementara Rebecca memangku Abigail dan berusaha menenangkannya. “Mari kuantar kau sampai luar, Harrington.” Kata Ken.

Sanghyuk cepat-cepat berdiri dan menyusul Ken. Sebelum keluar ruangan, dia menyempatkan diri untuk menoleh, disambut oleh mata Abigail yang menatapnya dengan tajam.

Mata itu mengingatkan Sanghyuk pada sesuatu yang menyebabkan banyak masalah dari masa lalu.

--

“Aegi-ya!” Tangan Sanghyuk melingkari tubuh Seolhyun yang sedang menumis sesuatu. Seolhyun berjengit kaget dan segera protes.

“Ya, aku bukan anak bayi!” katanya tidak senang.

“Itu panggilan sayangku.” Kata Sanghyuk sambil melepaskan pelukannya dan berdiri disamping Seolhyun, merangkulnya. “Orang-orang sini senang memanggil orang terkasihnya dengan baby. Karena kita orang Korea, aku memilih untuk memanggilmu aegi yang berarti baby. Boleh, kan?”

Seolhyun mendengus. “Selama ini kamu yang menjadi bayi dirumah ini. Aku yang selalu mengerjakan segalanya, sementara kamu hanya leyeh-leyeh di kamar.”

Tangan Sanghyuk mencubit pipi Seolhyun dengan gemas. “Iya, deh, nanti aku akan mengepak sendiri barang-barangku untuk ke Seoul.”

“Tidak perlu. Semuanya sudah kumasukkan kedalam koper.” Kata Seolhyun sambil lanjut menumis. “Sekarang kau mandilah. Tubuhmu bau sekali.”

--

“Aegi-ya, wake up!”

Seolhyun mengerang. Dia menarik selimut untuk menutupi dirinya sampai keatas kepala.

“Kim Seolhyun!”

Dengan mata tertutup, tangan Seolhyun menggapai bantal untuk menutupi telinganya. Tapi, suara itu tetap tidak mau hilang. Mungkin suara itu adalah alarm terburuk yang pernah Seolhyun dengar.

“Oi! Annabella Hallowgreen!”

Seolhyun akhirnya menyerah. Dia membuka matanya dengan tampang cemberut dan mendapati Sanghyuk sedang berdiri di sisi ranjang, membawa sebuah keranjang piknik anyaman besar di tangan kirinya. Sanghyuk terlihat sudah rapi dengan kemeja dan celana panjang.

“Tidak bisakah kau membangunkanku dengan lebih lembut sedikit?” Seolhyun merajuk, membuat Sanghyuk tak tahan untuk mengacak rambutnya.

“Dasar sleepyhead.” Candanya.

“Kamu tuh yang sleepyhead! Keajaiban hari ini kau bangun lebih dulu dariku, subuh-subuh pula.” Kata Seolhyun.

“Nah, alasannya adalah karena aku ingin mengajakmu melihat matahari terbit. Sudah dua tahun kita tinggal disini dan belum pernah melakukannya. Asyik, kan?”

Seolhyun menyerngit. “Kita akan berangkat hari ini bukan?”

“Masih lima jam lagi sebelum pesawatnya berangkat. Tidak apa-apa, kok. Cucilah dirimu dulu, aku tunggu didepan rumah.”

Rumah bergaya Victoria yang Sanghyuk dan Seolhyun tempati berdiri tegak di atas bukit karang, menghadap ke laut. Setiap hari mereka beraktivitas dengan suara debur ombak yang lembut dan harum laut yang menyegarkan, hal-hal yang selalu Seolhyun impikan sejak dulu.

Sekarang, Sanghyuk sedang berdiri menatap salah satu lukisan indah Tuhan berupa laut luas yang kosong, dan merasakan terpaan angin subuh yang dingin di pipinya. Sanghyuk menarik napas panjang, harum laut itu menyeruak masuk kedalam hidungnya, lalu menghembuskannya. Pilihannya bersama Seolhyun untuk tinggal disini memang tidak salah. Hanya dengan begini rasa penat dikepala mereka setelah berburu bisa menghilang begitu saja.

Seolhyun muncul beberapa menit kemudian dengan memakai dress selutut bermotif bunga-bunga dan sweter hangat warna merah jambu. Sanghyuk langsung menuntunnya menuju puncak bukit yang merupakan hamparan rumput yang luas. Sanghyuk menggelar tikar diatasnya.

Sementara itu, Seolhyun melihat isi keranjang dan menemukan beberapa potong buah, roti, dan selai blueberry serta kacang, masing-masing merupakan selai kesukaan Seolhyun dan Sanghyuk.

“Kamu benar-benar mempersiapkan ini semua?” tanya Seolhyun.

“Tentu saja, aegi.” Sanghyuk berbaring diatas tikar, memusatkan pandangan pada langit dimana cahaya matahari masih lemah sementara matahari sendiri masih berada di bawah horizon. Seolhyun mengikutinya, menaruh kepalanya di lengan Sanghyuk yang kemudian membentangkan selimut diatas mereka.

Mereka memutuskan untuk makan nanti saja. Mereka menatap langit sebentar, lalu memejamkan mata.

Sanghyuk membuka matanya kembali dan duduk ketika mendengar suara-suara. Dia menoleh kebelakang, mendapati seorang laki-laki sedang berdiri membelakanginya di bibir jurang beberapa meter dari posisi Sanghyuk sekarang. Laki-laki itu menatap kebawah, seperti sedang mempertimbangkan untuk bunuh diri.

Naluri Sanghyuk sebagai Pemburu Bayangan yang bertugas untuk melindungi segala makhluk keluar. Dia bangkit dan langsung berlari kearah laki-laki itu. Saat dia sudah sampai, dia menarik baju orang tersebut. Orang itu menyentak tangannya tanpa menoleh.

“Kenapa kau mau mengakhiri kehidupanmu?” tanya Sanghyuk pelan.

Orang itu kemudian membalikkan badan, menatap Sanghyuk dengan sorot mata jahat. Sanghyuk membelalak dan langsung mengingat bahwa mata inilah yang dia pikirkan saat menatap Abigail Youngblood.

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
keyhobbs
#1
Chapter 8: karena udah lama gk update jdinya agak2 pusing sama castnya-_- btw, seolhyun sama sanghyuk gk ada ya d chap ini..
affexions
#2
Chapter 7: update soon please:)
keyhobbs
#3
Chapter 7: Haduh taehyung..taehyung...kayaknya kehasut sma tu lukisan jdinya kek gitu,,-_-
keyhobbs
#4
Chapter 6: wah wah naeun-taemin putus semudah itu?humm~~ haduh...poor seolhyun:( berarti mereka gk akan punya anak dong?
affexions
#5
Chapter 6: daebak!!! kim's brothers sudah sampai:) can't wait for the other characters.. waaaah.. poor seolhyun:(
update soon please^^
affexions
#6
Chapter 5: great chapter!!!:) update soon please^^
keyhobbs
#7
Chapter 5: wah..love this chapter! Cause there's sanghyuk's parabatai, nam woohyun:) tpi ketemunya sama seolhyun, klo sama sanghyuk,pasti dia seneng bnget^^
koala_panda #8
Chapter 5: Wowww... Cool.. update soon please
affexions
#9
Chapter 4: daebak!!:) update soon please^^
keyhobbs
#10
Chapter 4: gila! Itu rumah vampirnya gede banget ya...nah lho, itu vampir yg nemuin taehyung siapa tuh? Pelaku pembunuhannya kah?