Kim

Friends Forever

Kim Myungsoo memainkan telepon genggam di tangannya, informasi yang dia terima dari ibu Sungyeol masih berputar-putar di kepala. Oke, sekarang dia harus bagaimana? Setelah tidak sengaja menguping pembicaraan Jinri dan Ibu Sungyeol di rumah sakit tentang ritual itu, Myungsoo yakin Ibu Sungyeol tau cara menghentikan semuanya, dan dugaan Myungsoo memang tidak pernah salah. Walau harus dia akui cara menghentikan ritualnya begitu tidak terduga.

“Aku harus bagaimana, Soojung?”

Myungsoo memandang gadis yang terbaring di hadapannya, tapi hening, tidak ada jawaban. Satu-satunya suara yang terdengar hanyalah bunyi alat Elektrokardiogram di sebelah tempat tidur Soojung.

Semuanya tidak akan serumit ini andai dia tidak bertemu Soojung, atau andai saja Jinri tidak meninggalkannya bersama Soojung kemarin sore. Myungsoo masih ingat bagaimana jantungnya berdetak kencang saat Soojung berkata; “Aku rasa aku menyukaimu” di meja makan. Dan Myungsoo bersyukur pada Jinri yang datang dengan sekotak pizza saat itu karna dia tidak yakin bagaimana caranya menjawab pengakuan Soojung.

Walau sekarang, setelah kemarin malam tidak tidur dan memikirkan semuanya, Myungsoo akhirnya yakin apa yang dia inginkan. Myungsoo menginginkan Jung Soojung. Ini aneh, memang. Dia baru bertemu Soojung selama beberapa jam, tapi Myungsoo merasa sudah mengenalnya seumur hidup. Dan belum lagi hubungan tidak jelasnya dengan Jinri yang merupakan sahabat Soojung.

Rasanya aneh, bagaimana dua sahabat itu terlihat mirip tapi begitu berbeda. Jinri suka tertawa (Myungsoo ingat dosen Yoo pernah berkata kalau Jinri tampaknya bahkan akan tertawa pada daun yang berjatuhan), Soojung tidak begitu suka tertawa –tapi Myungsoo akan merasakan kupu-kupu aneh di dalam perutnya begitu berhasil membuatnya tertawa. Jinri adalah gadis yang sopan, Soojung kadang terlihat kasar dan tidak pedulian walau sebenarnya dia hanya tidak begitu pandai mengekspresikan perasaannya. Jinri sangat ceroboh dan sering kali terjatuh, dan Soojung biasanya adalah orang yang pertama kali menertawakan Jinri. Jinri selalu memperhatikan penampilannya (tentang pakaian apa yang cocok digunakan ke kampus, warna apa yang sesuai dengan kulit putih susunya) dan Soojung tidak begitu peduli pada penampilan –tapi Myungsoo bersumpah Soojung selalu terlihat seperti seorang fashionista. Jinri akan selalu memastikan untuk mengulur roknya, dan Soojung akan menaikan roknya –dan Myungsoo tidak akan protes, sungguh.

Jinri terasa seperti adik perempuan  lucu yang tidak pernah dimilikinya (Myungsoo memang punya seorang adik, tapi Moonso tidak lucu dan jelas bukan perempuan). Sedang Soojung adalah gadis yang benar-benar disukainya (seperti suka pada seorang wanita, sebagaimana Myungsoo menyukai Kim Doyeon –walau Myungsoo yakin dia jauh lebih menyukai Soojung daripada mantannya itu).

Dan sekarang, gadis yang benar-benar disukainya sedang terbaring koma di rumah sakit, tapi satu-satunya cara untuk menyelamatkannya adalah…  mengorbankan gadis satunya.

“Dia bilang aku harus mengacaukan urutan kematiannya, Jung.” Myungsoo menarik bangkunya ke sebelah tempat tidur Soojung. “Aku harus membunuh Jinri. Tapi, aku tidak yakin…”

Bagaimanapun Jinri adalah junior yang paling dekat dengannya dua semester ini. Teman sekaligus adik yang sangat menyenangkan, jadi bagaimana bisa?

Myungsoo terdiam lagi, membiarkan suasana menjadi hening dan mendengarkan bunyi Elektrokardiogram yang makin lama jaraknya semakin jarang, detak jantung Soojung semakin lambat. Myungsoo memandang Soojung lagi, waktunya semakin menipis, dia harus berbuat cepat.

“Apa yang akan kamu lakukan jika kamu ada diposisiku?”

 

*****

 

Lee Sungyeol menatap pintu masuk café dengan pandangan kosong. Jika di hari lain pengunjung yang sedikit membuatnya senang (sedikit pengunjung berarti sedikit kerja), hari ini Sungyeol berharap cafénya memiliki lebih banyak pengunjung agar dia bisa melepaskan pikirannya dari Kim Myungsoo dan apa yang akan dilakukan sahabatnya itu.

Sungyeol tau seharusnya dia tidak mengizinkan Myungsoo bertemu ibunya, dia bisa bilang ibunya tidak ada di toko dan langsung mengusir Myungsoo, tapi pandangan Myungsoo yang sangat putus asa membuat Sungyeol tidak tega (itu yang pertama, bahkan Myungsoo tidak terlihat sekacau itu saat harus putus dengan nona Kim dari jurusan fashion setahun lalu).

Padahal Myungsoo sempat menertawakannya saat beberapa waktu lalu Sungyeol cerita tentang ritual sehidup semati yang dibertahu ibunya. Tapi tampaknya setelah melihatnya sendiri, Myungsoo akhirnya percaya pada ritual itu. Lebih lagi orang yang mengalaminya adalah gadis yang sedang dekat dengan Myungsoo, junior semester tiga Choi Jinri (yang kebetulan tidak pernah bertemu dengannya karena Sungyeol rajin membolos dua semester terakhir ini –lagipula Sungyeol pikir tidak banyak yang bisa dilakukan mahasiswa IT di sekolah, kau hanya perlu satu laptop dan semua tugas selesai).

Yang Sungyeol tau, dua dari tiga teman Jinri sudah meninggal, menyisakan gadis itu dengan satu temannya yang sedang koma. Itu berarti Jinri ada di urutan terakhir, dan urutan kematian itu tidak bisa dikacaukan jika gadis yang ingin diselamatkan berada di urutan terakhir dari dua orang. Jadi mungkin… Myungsoo tidak akan melakukan apapun, kan? Toh tidak ada cara yang bisa dilakukannya untuk menyelamatkan Jinri. Tapi entah kenapa ekspresi Myungsoo di mobil tadi membuat perasaan Sungyeol tidak enak.

Terdengar bunyi bel di pintu tanda ada pengunjung, Sungyeol menggelengkan kepalanya, dia harus berhenti berpikir yang tidak-tidak. Sungyeol melihat pengunjung yang datang, seorang gadis muda dengan wajah sedikit pucat, apa dia baik-baik saja? Sungyeol mengamati gadis muda itu, entah kenapa dia terlihat sedikit familiar.

“Satu Green Tea Latte ukuran besar.”

Ah, Green Tea Latte! Sungyeol ingat sekarang. Gadis ini yang dulu meminum Green Tea Latte yang diberikannya pada seorang pelanggan (yang membantu juga memberikannya tisu dan plester –Sungyeol tidak mau mengakui ini, tapi dia masih menyimpan plester pemberian nona-baik-hati itu). Sungyeol juga ingat si nona-baik-hati kecelakaan tepat di depan cafénya. Sayang sekali, Sungyeol heran kenapa orang-orang baik selalu ‘pergi’ lebih dulu.

“Ada yang lain, nona?”

“Tidak, itu saja.” Gadis di depannya mengeluarkan empat lembar uang seribu won dari dompetnya.

“Tanda tangan disini.” Sungyeol menyerahkan mesin atm gesek kehadapan gadis itu, “Silahkan menunggu tiga menit.”

Si gadis mengangguk, berdiri menunggu minumannya di depan counter sambil sesekali mencuri pandang pada Sungyeol. (Sungyeol rasa gadis ini tertarik padanya, sayang Sungyeol tidak ingin berhubungan dengan siapapun sekarang, padahal nona teman nona-baik-hati ini cantik juga.)

Tiba-tiba terdengar nada dering telepon (yang jelas bukan dari telepon genggamnya karena nada dering ini terlalu feminin). Sungyeol melihat nona teman nona-baik-hati meletakan dompetnya di meja counter lalu mengeluarkan telepon genggamnya, tuh kan nada dering ini milik perempuan. Sungyeol melihat nona teman nona-baik-hati tersenyum sebelum mengangkat telponnya. (Apa pacarnya menelpon? Lalu kenapa gadis ini terus mencuri pandang tadi?)

“Myungsoo!”

Tunggu dulu, Myungsoo? Sungyeol melirik nama yang dituliskan nona teman nona-baik-hati di mesin atm gesek, Choi Jinri. Gadis ini adalah Jinri? Bukannya Jinri harusnya ada di rumah sakit?

“Aku keluar untuk membeli minuman. Tenang saja, sudah ada yang menjaga Soojung di kamarnya.”

Jadi Myungsoo pergi ke daerah Ewha untuk menemui Jinri? Tapi bukannya Myungsoo sudah pergi sejak sekitar setengah jam lalu? Oh sudah tiga menit, Sungyeol mengambil segelas Green Tea Latte yang di sodorkan rekannya.

“Di café dekat rumah sakit Ewha, kamu tau? Café yang…”  Sungyeol menyerahkan minumannya pada Jinri, “…café dengan lambang delapan terbalik. Hanya berjarak sekitar lima menit jalan kaki dari Ewha.”

Dan kenapa Myungsoo perlu tau dimana Jinri sekarang? Toh dia bisa menunggu Jinri di rumah sakit, kan? Perasaan Sungyeol benar-benar tidak enak.

 “Ya, ya. Infi- apalah itu.” Jinri mulai beranjak pergi dari counter nya, secara reflex, Sungyeol menarik tangan Jinri. “Sebentar Myungsoo.”

“Ada apa?” Jinri terlihat heran.

Oke, sekarang apa? Sungyeol memang tidak berpikir jauh saat menarik tangan Jinri tadi. Apa dia harus bilang ‘nona, perasaanku tidak enak, sebaiknya anda tidak keluar?’ Tidak, itu akan terdengar aneh. Sungyeol menggeleng, lalu melihat bungkusan biskuit besar di sebelah kanannya.

Uh, ini.” Sungyeol menyerahkan sebungkus biskuit besar ke tangan Jinri. “free service.

 “Terimakasih banyak.” Jinri tersenyum lebar.

“Ya, dan uh, nona…” perasaanku benar-benar tidak enak, jadi… “Hati-hati.”

Jinri mengangguk lalu berjalan keluar sambil melambai padanya. Sungyeol memandang punggung Jinri yang terus menjauh. Ada apa dengannya? Entah kenapa, entah kenapa rasanya aneh sekali. Sungyeol menunduk, tanpa sengaja melihat dompet Jinri yang tertinggal di counter.

Sungyeol mengambil dompet Jinri, lalu berlari keluar. Jinri masih berada di pinggir jalan dan baru menutup teleponnya, wajahnya terlihat sanghat bahagia (apa yang di katakan Myungsoo di telepon hingga wajahnya begitu sumringah?). Sungyeol berlari mengejar Jinri yang mulai menyebrang jalan, saat matanya melihat sebuah mobil audi hitam dengan kecepatan tinggi dari sebelah kiri. Sungyeol bisa mendengar pekikan beberapa orang di pinggir jalan, tapi tampaknya Jinri tidak karena gadis itu tetap berjalan menyebrang dengan senyuman lebar di wajahnya. Sial, Sungyeol mempercepat larinya, menarik tubuh Jinri dan melemparkannya ke belakang. Berhasil, sekarang dia hanya perlu –duk.

Sungyeol merasakan tubuhnya terlempar ke samping, uh, dia tidak berhasil menyelamatkan dirinya sendiri. Rasanya begitu aneh, dia bisa merasakan sesuatu yang basah keluar dari seluruh tubuhnya, tapi tidak ada rasa sakit sedikitpun. Sungyeol melihat audi hitam berhenti beberapa meter di hadapannya, lalu Kim Myungsoo keluar dari dalam dengan wajah horror.

Walau sedikit sulit menggerakan wajahnya, Sungyeol tersenyum. Ah, sekarang dia mengerti. Ternyata selama ini bukan Jinri yang ingin di selamatkan Myungsoo.

 

*****

 

Kim Myungsoo memandang puluhan orang berpakaian hitam yang keluar masuk di pemakaman. Beberapa dari mereka keluar dengan wajah sembab dan mata merah, ah pasti menyenangkan jadi Sungyeol, banyak yang menangisi kematiannya. Tapi anehnya, bibi tidak menangis. Myungsoo mengalihkan pandangannya pada ibu Sungyeol yang berdiri di depan pintu pemakaman. Wajah bibi terlihat sama seperti dulu, masih wajah lelah yang sama. Myungsoo tidak yakin apa dia bisa menemui ibu Sungyeol sekarang (sebenarnya tidak, tidak sekarang, tidak selamanya).

“Apa anda mau masuk sekarang?”

Myungsoo menggeleng, tidak. Masih ada terlalu banyak orang.

“Tapi waktu yang anda miliki tidak begitu lama lagi.”

Myungsoo mendengus, memandang sipir penjara bertubuh kurus di hadapannya dengan kesal. Ah, polisi ini mengingatkan Myungsoo pada ayahnya (yang menolak untuk menjenguk dan hanya mengirim Moonso ke penjara. Myungsoo harus menahan dirinya dari tertawa sinis saat Moonso berkata ayahnya sedang ada urusan di luar negri dan Myungsoo bisa keluar sekitar dua bulan lagi –tck, kekuatan uang memang luar biasa. Sayang itu uang ayahnya.)

“Tuan Kim?” panggilan sipir penjara menyadarkannya.

“Baiklah, lepaskan ini dulu.” Myungsoo menyodorkan tangannya yang di borgol, menyadari wajah sipir penjara yang tampak tidak yakin, Myungsoo melanjutkan, “aku tidak akan kabur, toh aku hanya dua bulan disini. Lagipula apa paman pikir aku bisa kabur?” Myungsoo menunjuk dua polisi berbadan besar yang duduk di belakang.

Sipir penjara akhirnya mengangguk dan membuka kunci borgol Myungsoo. “Waktu anda setengah jam.”

Myungsoo turun dari bus dengan langkah lunglai, berjalan pelan menuju Ibu Sungyeol yang sedang menepuk pundak seorang mahasiswi muda bermata merah (Myungsoo ingat itu Kim Dasom, mahasiswi jurusan teater yang pernah menguntit Sungyeol saat semester tiga –sampai sekarang Kim Dasom tampaknya masih sering datang ke café hanya untuk mengamati Sungyeol.)

“Bibi.”

Panggilan Myungsoo membuat bibi mendongak, Dasom yang juga tampak sadar dengan kehadiran Myungsoo segera membungkuk dan pergi (Myungsoo dengar dari Moonsoo kalau hampir seluruh kampus sudah tau berita Myungsoo yang tidak sengaja menabrak Sungyeol –Myungsoo juga dengar kalau banyak junior yang mengasihaninya karena dia harus kehilangan sahabat dekatnya karena ketidak sengajaan; Myungsoo sungguh ingin tertawa, andai saja para junior tau itu tidak sepenuhnya tidak sengaja)

“Bibi, maafkan aku.” Myungsoo membungkuk.

Ibu Sungyeol hanya menatap Myungsoo dengan tatapan mata lelah (jauh lebih lelah dari biasanya). Myungsoo menghembuskan nafas, percuma meminta maaf pada Ibu Sungyeol, toh kalau Myungsoo adalah beliau dia juga tidak akan pernah memaafkan dirinya sendiri. Jadi Myungsoo kembali berdiri dan berjalan masuk ke dalam pemakaman.

“Kali ini aku maafkan.” Myungsoo terdiam saat mendengar suara pelan Ibu Sungyeol, “Tapi… berhenti, Myungsoo.”

Oh, jadi bibi juga tau. Myungsoo tersenyum kecil, tidak akan, tidak jika dia sudah hampir bisa menyelamatkan Soojung. Seolah tidak mendengar permintaan Ibu Sungyeol, Myungsoo kembali berjalan.

Myungsoo duduk dihadapan makam Sungyeol, menaburkan bunga ke atas tanah yang masih basah. Maafkan aku, yeol. Siapa yang tau kau akan datang dan menyelamatkan Jinri? Myungsoo membatin.

“Waktu anda 15 menit lagi.” Salah satu polisi bertubuh besar di belakangnya mengingatkan. Myungsoo mendengus, huh harusnya dia meminta ayahnya memberi banyak tip untuk para polisi ini, mereka terlalu ketat itu menyebalkan.

Myungsoo membalikan pandangannya ke nisan batu Sungyeol saat tiba-tiba mengingat sesuatu; bagaimana kamu bisa kenal Jinri? Myungsoo yakin Sungyeol belum pernah melihat Jinri sebelumnya, Jinri masuk ke kehidupan Myungsoo saat Sungyeol mulai rajin membolos. Jadi bagaimana mereka bisa kenal?

Myungsoo merasakan seseorang berjalan mendekat, oh speaking of which; Choi Jinri sudah berada di hadapannya dengan mata bengkak. Myungsoo yakin dia pasti habis menangis –nah, siapa yang tidak menangis jika orang yang kau sukai (Myungsoo sudah tau Jinri menyukainya sejak lama) berniat membunuhmu demi sahabatmu sendiri?

Jinri membungkuk, menaburkan bunga ke atas kuburan lalu berkata dengan suara lirih. Sangat lirih sampai Myungsoo hampir tidak mendengarnya (beruntung daerah sekitar pusara ini sepi karena para pengunjung lebih memilih menjauhinya).

“Aku tidak mengerti.”

Myungsoo memandang Jinri, tidak mungkin “Kamu mengerti, kamu sangat mengerti.”

Jinri menatapnya lama, sesaat Myungsoo berharap Jinri benar-benar tidak mengerti, mungkin dia bisa berbohong dan mengatakan kalau dia benar-benar tidak sengaja dan mereka bisa kembali dekat, dengan begitu Myungsoo bisa lebih mudah membunuh Jinri dan menyelamatkan Soojung.

“Ini karena dia?”

Nah, Myungsoo lupa Jinri tidak sebodoh harapannya. Tentu saja Jinri tau karena siapa Myungsoo melakukan itu semua.

“Ya, karena dia.”

Myungsoo melihat Jinri mengalihkan pandangannya ke arah gundukan tanah, mungkin bermaksud menyembunyikan beberapa tetes air mata yang sudah terlanjur Myungsoo lihat. Dia sungguh tidak ingin membuat Jinri menangis, dia pikir dia sudah tidak begitu peduli pada Jinri (dia bahkan hampir membunuh Jinri), tapi ternyata melihat Choi Jinri menangis dihadapannya masih terasa sakit juga. Jinri memang sahabat yang baik. Myungsoo mengulurkan tangannya untuk menghapus air mata Jinri, tapi menariknya kembali saat dua penjaga bertubuh besar itu terlihat waspada.

“Seharusnya aku sudah tau.” Jinri menghapus air matanya, lalu berdiri. “Selamat tinggal Myungsoo, aku harap kita tidak bertemu lagi.”

Oh, Myungsoo sungguh tidak berharap mereka tidak bertemu lagi. Andai keadaannya berbeda, andai tidak ada ritual bodoh itu, mungkin mereka semua masih bisa bersama. Myungsoo akan menjadi kekasih Soojung, dan Myungsoo akan membuat Sungyeol mendekati Jinri (Myungsoo masih tidak tau bagaimana Sungyeol bisa mengenal Jinri). Bukankah menyenangkan melihat dua temanmu bersama?

Tapi sayang keadaannya berbeda, dan Myungsoo tidak punya pilihan lain. Myungsoo berdiri, memegangi pisau kecil yang tersembunyi di tangan kirinya. Jinri bisa membalas dendam nanti, di kehidupan mereka yang selanjutnya. Tapi sekarang, Myungsoo ingin menjadi egois dan menyelamatkan Soojung.

“Selamat tinggal.” Myungsoo menerjang Jinri lalu menusukan pisaunya berkali-kali dengan keras. “Kita memang tidak akan bertemu lagi, Choi Jinri.”

Tubuh Jinri sudah terkulai lemah dan berlumuran darah saat dua polisi bertubuh besar menarik Myungsoo.

“Apa yang anda lakukan, terdakwa Kim Myungsoo? Anda akan mendapat hukuman yang lebih lama!”

Tidak apa, tambahan satu dua tahun bukan masalah besar bagi Myungsoo. (Lagipula dia bisa minta ayahnya untuk membayar dua kali lebih banyak). Yang terpenting adalah, Soojung sudah selamat sekarang, iyakan?

“Apa yang kamu  lakukan, Myungsoo!” Myungsoo melihat Ibu Sungyeol yang sedang memeluk tubuh merah Jinri sambil menangis (hey Bibi bahkan tidak menangis saat Sungyeol meninggal). “Tidak cukup Sungyeol, kau ambil Jinri juga?”

Myungsoo ingat Jinri pernah bercerita kalau bibi pemilik 7-eleven di depan asrama sudah dia anggap sebagai ibunya sendiri, jadi Sungyeol dan Jinri sebenarnya adalah saudara yang –tidak, sedarah? Myungsoo tertawa miris. Ah, itu berarti dia sudah membunuh kedua anak bibi. Mungkin bibi juga bisa membalas dendam padanya nanti, tapi yang terpenting sekarang adalah Soojung.

“Soojung, aku harus menyelamatkannya.”

“Oh, Soojung? Kau belum dengar?” Ibu Sungyeol meletakan tubuh merah Jinri dengan hati-hati, lalu berdiri menatap Myungsoo sambil menyeringai, “Kamu terlambat. Soojung sudah mati, lima menit lalu.”

Tidak mungkin! Bukankah, bukankah jika dia mengacaukan urutan kematiannya Soojung akan selamat? Myungsoo mengerang, melepaskan dirinya dari pegangan dua polisi berbadan besar, lalu mendekat ke arah Ibu Sungyeol.

“Jangan bohong!”

“Oh aku tidak bohong.” Ibu Sungyeol masih menyeringai (mungkin inilah balas dendam darinya) “Aku yang mendaftarkan Soojung ke rumah sakit, jadi mereka selalu mengirimkan kabarnya padaku.” Ibu Sungyeol memperlihatkan telepon genggamnya yang berisi pesan dari rumah sakit.

Jung Soojung, meninggal pukul 02:45 PM.

Oh, sial. Myungsoo tertawa, jadi apa yang dilakukannya sia-sia? Setelah –tidak sengaja, membunuh Sungyeol dan juga Jinri, pada akhirnya dia gagal menyelamatkan Soojung hanya karena (Myungsoo tertawa lebih keras) terlambat lima menit?

Myungsoo memandangi pisau di tangan kirinya, dia akan di cap sebagai pembunuh dan orang yang membuatnya mendapatkan gelar itu bahkan sudah tidak ada di dunia ini. lalu apa gunanya dia hidup? Lucu, jadi ini inti permainan itu? Semua orang pada akhirnya akan mati. Myungsoo tertawa sangat keras, lalu menggoreskan pisaunya ke lengan kanannya.

Darah mengalir deras dari tangan kanan Myungsoo.

Jadi begini rasanya mati? Aneh, tangannya memang terasa sedikit perih, tapi selain itu tidak ada perasaan lain. Hanya, entahlah …damai? Myungsoo merasa lelah dan mengantuk,

dan lalu semuanya gelap.

 

END

 

 

END, yup. Cerita ini akhirnya selesai. Mungkin masih ada beberapa bagian yang ambigu ya, karena itu sehabis ini saya bakal tambahkan sedikit side story; beberapa adegan dari sudut pandang Myungsoo. Mungkin ga begitu banyak pengaruhnya, tapi siapa tau bisa membantu memahami cerita ini.

Daaan, walau  jelas ending cerita ini sangat mengecewakan (ini bukan ending yang saya mau pada awalnya, tapi beberapa hal terjadi dan akhirnya saya pilih ending ini. shawry.)

Anyway, makasih banyak buat yang sudah membuang-buang meluangkan waktunya untuk membaca dan ngasih feed-back ke cerita saya. Lot’s of lofe for y’all! *smooch* *hug* *smoooooch*

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
seungcheoreo #1
Chapter 6: idk why tapi aku selalu kebayang penggambaran myungsoo itu mingyu trs bukannya L ahahaha. nice fic, ceritanya bagus, bahasanya gampang dicerna. uh love you a lot!<3
hanieychoi #2
Chapter 5: Aku suka dengan jalan ceritanya. Aku tak sangka ceritanya berakhir dengan semuanya mati. Keep writing author. Fic kamu semuanya sangat bagus.
aliceeuu #3
Chapter 6: Yaampun ceritanya ganyangka banget. Ternyata myungsoo emang benar2 suka sama soojung sampai kayak gini. Ganyangka sumpah. Sungyeolnya kasian dia ga salah apa2 tapi dia mati. Ceritanya seru bangeeet!
babbychoi
#4
Chapter 5: I just...ugh! jinri dibunuh myungsoo?
yah bener2 dah
tapi bagus kok. ceritanya tapi tidah untuk myungsoo yang tiba tiba suka soojung dan bunuh jinriku!
hweeee :(
yunita_aulia
#5
Chapter 6: Omg, gue reader baru. Dan cerita ini serius, creepy bgt tapi keren! Hahaha. keren keren! Update terus, thor!
no-w-here
#6
Chapter 6: Akhirnya.... semua mati. OTL. Whyy Myungsoo? Tp aku rasa ceritanya dah di atur takdir (?) Yg nyebabin sumpah mereka itu jd kenyataan.. btw.. ga diceritain gimana akhirnya soojung jatuh? Bunuh diri kah krn depresii?
Btw aku nungguin updatean ff km yg the truth..
meimeipai #7
Chapter 6: ini semacam flashback gitu ya
babbychoi
#8
Chapter 4: Aku ga ngerti? Myungsoo kamu ngapain? Aku...ah entahlah. Jangan bilang myungsoo suka soojung :(
Lalu jinriku gimana? Pasti sungyeol nyelamatin jinri pas nyebrang ya?
Ah tunggu saja update selanjutnya. Cepet ya kak
Aku juga nunggu the truth sama ff myungli yg baru :D
seiranti
#9
Chapter 4: Gw ga nyangka myungsoo but why he hv to kill his friend too sungyeol.. Gw kira yg bakal jd heroicny jinri too bad she hv to die.. Next chap plss
no-w-here
#10
Chapter 4: Ini apaa yg terakhirr? Update sooooon pls.