Choi

Friends Forever

600 Tahun Lalu, Dinasti Joseon.

 

Kejadian ini terjadi pada masa pemerintahan dinasti Joseon. Bagi seorang raja, memiliki banyak selir bukanlah hal yang tidak biasa. Begitu juga dengan raja pertama sekaligus pendiri dinasti Joseon, Raja Taejo.

Suatu hari di tahun 1396, Ratu kedua Taejo, Ratu Shin-deok meninggal dunia. Terlepas dari fakta bahwa Raja Taejo masih memiliki lebih dari 20 istri lain, Raja ternyata merasa terguncang karena Ratu Shin-deok adalah salah satu ratu yang paling disayanginya. Raja lalu memerintahkan pengawal untuk mencari penyihir yang bisa mencegah kejadian yang sama terulang, Raja tidak ingin kehilangan satu lagi permaisurinya.

Setelah mencari kesekeliling kerajaan, pengawal akhirnya menemukan seorang penyihir paruh baya yang sangat terkenal di kawasan Hanyang.

Penyihir paruh baya itu menyuruh raja untuk mencampur berbagai jenis cairan dan setetes darah dari raja dan  istrinya lalu memasukannya ke dalam sejumlah batang bambu yang telah di beri lubang, batang bambu itu lalu disatukan dengan  akar jati yang di ikat oleh raja dan semua istrinya, kemudian dikubur di bawah pohon halaman belakang kerajaan. Penyihir berkata bahwa Raja akan sehidup semati selamanya bersama semua istrinya selama bambu-bambu itu masih terikat rapi.

Raja Taejo merasa senang dan menghadiahi penyihir dengan dua karung koin emas, raja juga mengukir nama istri-istrinya di atas pohon tempat mengubur  bambu.

Sampai suatu saat istri pertamanya meninggal karena sakit. Disusul dengan istri yang lain yang meninggal dengan aneh beberapa hari kemudian.Hal ini terus berlangsung sampai lima orang istri raja meninggal dunia. Raja Taejo memanggil penyihir untuk menghentikan ritualnya. Penyihir meminta raja untuk membuka ikatan akar jati tanpa memutusnya karena itu bisa membuat raja dan semua istrinya meninggal.

Raja mencoba membuka ikatannya, Raja bahkan mengadakan sayembara untuk siapapun yang bisa membuka semua ikatan akar jati tanpa terputus akan mendapat hadiah besar, tapi semuanya gagal, tidak ada yang bisa membuka ikatan itu.

Raja yang berang memerintahkan pengawal untuk membunuh penyihir dan menguburnya bersama dua karung koin emas yang pernah di berikan raja.

Jumlah selirnya yang meninggal sudah mencapai sepuluh orang saat seorang penyihir dari dinasti goryeo mendatanginya. Penyihir itu menyarankan raja untuk mengacaukan urutan kematian dari ritual. Urutan kematian dapat dikacaukan dengan cara membunuh seseorang yang tidak seharusnya mati terlebih dahulu.

Raja yang tidak mau kehilangan semua istrinya –dan dirinya sendiri akhirnya setuju dan memutuskan untuk membunuh seorang istri yang tidak seharusnya mati, yaitu istri terakhirnya.

Setelah kematian  istri terakhir, tidak adalagi kematian beruntun istri raja yang terjadi di kerajaan Joseon.

 

*****

 

Choi Jinri membuka matanya perlahan. Hal pertama yang dia lihat adalah cahaya yang begitu menyilaukan, Jinri mencoba menutup matanya, tapi sebuah aroma menarik indra penciumannya, Jinri baru sadar dia merasa sangat lapar, Jinri membuka matanya lagi.

“Jinri, kau sudah sadar?” Hal pertama yang dilihat Jinri begitu penglihatannya kembali adalah wajah khawatir bibi pemilik toko.

“Aku dimana?” Jinri melihat kesekeliling. Dia berada di ruangan dengan dinding berwarna putih.

“Rumah sakit.” Rumah sakit? Kenapa dia di rumah sakit siapa yang …oh, Soojung! Jinri ingat sekarang, ingatan tubuh Soojung yang berbalur darah membuatnya bergidik.

“Soojung… bagaimana?”

“Temanmu itu?” bibi terdiam, mengambil sesuatu dari dalam tasnya, sebuah kotak makan berisi hoppang kacang merah kesukaan Jinri. “Makan dulu.”

“Bibi, apa yang terjadi pada Soojung? Dia

masih hidup.” Bibi menyumpalkan sepotong besar hoppang pada Jinri. “Memang koma, tapi masih hidup.”

Jinri menghembuskan nafas lega, syukurlah. Ngomong-ngomong, siapa yang membawanya ke rumah sakit? Hal terakhir yang diingat Jinri adalah tubuh Soojung yang penuh darah, lalu semuanya gelap.

“Bibi yang mengantarkanku kesini? Bagaimana dengan toko?”

“Ya.” Bibi menyumpalkan sepotong hoppang lagi. “Aku sudah menelpon anakku untuk menjaga toko.”

Jinri ingat bibi pernah menceritakan tentang anak laki-lakinya yang merupakan seorang mahasiswa semester tujuh di Yonsei. Itu berarti anak laki-laki ini adalah senior Jinri. Bibi tidak pernah memperlihatkan foto anaknya, tapi jika melihat wajah bibi yang masih tampak muda di umurnya yang sudah menginjak setengah abad ini, Jinri yakin anak laki-lakinya juga berwajah menarik. –walau Jinri yakin tidak ada senior yang lebih tampan dari Kim Myungsoo.

Jinri melihat kearah jam dinding di atas pintu, “sudah pukul 10, bibi sebaiknya pulang.”

“Kau tidak suka ada bibi disini?” Bibi mencoba terdengar tersinggung, tapi wajahnya hanya tersenyum kecil. Jinri tau bibi tidak sedang marah padanya.

“Aku suka, tapi bagaimana dengan anak bibi? Aku dengar dia masih kuliah? Aku heran kenapa aku tidak pernah bertemu dia di kampus.”

“Itu karena Sungyeol sangat pemalas, dia hampir tidak pernah masuk kuliah lagi sekarang.” Bibi menggeleng, lalu mengemasi tasnya. “Lagipula kamu kan tidak mengenalnya, Jinri. Lain kali bibi akan mempertemukan kalian.”

“Aku tidak sabar.” Jinri berkata, well Jinri benar-benar ingin bertemu anak bibi. Walau memang tidak ada pria yang lebih tampan dari Myungsoo, siapa yang mau melewatkan kesempatan berkenalan dengan pria tampan lainnya?

“Ngomong-ngomong, tentang ritual sehidup semati itu… apa bibi benar-benar tidak tau?”

“Tentu saja tidak, ini pertama kalinya aku mendengar ritual itu.” Jinri tidak bisa melihat ekspresi bibi yang sedang melihat ke arah jam. “Kau benar Jinri, aku memang harus pulang sekarang. Jaga dirimu dan jangan banyak bergerak.” Bibi memeluk Jinri lalu keluar ruangan.

Beberapa detik setelah bibi keluar dari kamarnya, Myungsoo segera masuk, seolah memang sudah berada di luar dari tadi.

“Jinri apa yang terjadi?” wajah Myungsoo terlihat tegang.

“Soojung jatuh dari jendela saat aku pergi membeli makan.”

“Kau seharusnya tidak meninggalkannya.” Myungsoo meninggikan suaranya. “Kau harusnya tidak membiarkan Soojung sendirian.”

 “Aku sudah memaksa Soojung untuk ikut tapi dia menolak –lagipula tokonya cukup dekat jadi aku pikir itu tidak apa. Aku hanya– aku–“ Jinri terisak, tidak sanggup melanjutkan. Ini memang salahnya, tapi dia harus apa? Apa Myungsoo pikir dia sengaja meninggalkan Soojung? Apa Myungsoo pikir Jinri senang melihat Soojung yang berbalur darah dan hampir mati?

Dan lagi, kenapa Myungsoo sangat marah? Jinri tidak mengerti.

“Hey, jangan menangis.” Suara Myungsoo melemah, Myungsoo berjalan mendekat tangannya terulur tapi dia tidak memeluk Jinri, Myungsoo menarik tangannya lagi. “Aku khawatir, pada..mu.”

Jinri mengangguk, “maafkan aku.”

“Maafkan aku juga. Beristirahatlah lebih lama, aku akan keluar sebentar.”

“Kemana?”

“Beli makan. Aku lapar, kamu belum makan kan?”

Sebenarnya sudah, tapi … “Ya, aku belum makan.”

Jinri memandang dinding putih di hadapannya setelah Myungsoo keluar dari kamar. Jiyoung, Suzy, Soojung dan dia yang terakhir. Kalau Jinri tidak berhasil menyelamatkan Soojung, maka dia juga akan mati.

 

*****

 

Kim Myungsoo berdiri di depan asrama Jinri. Terdapat garis kuning polisi pada jalan tempat jatuhnya Soojung yang masih berwarna merah. Myungsoo mengangkat kepalanya, dari mana Soojung jatuh? Bila Soojung jatuh dari kamar Jinri, yaitu kamar nomor 5 di lantai tiga, maka seharusnya bukan disana tempat jatuh Soojung, tapi beberapa meter di sebelah kanan. Apa yang dilakukan Soojung di kamar orang lain sehingga dia terjatuh dari kamar itu? Atau mungkin juga Soojung tidak pergi ke kamar itu, tapi seseorang atau sesuatu memaksanya pergi kesana. Myungsoo bisa merasakan bulu kuduknya berdiri.

Tokonya berada di depan asrama, jadi… Myungsoo mengalihkan pandangannya kepada bangunan 7-eleven di seberang jalan. Disana. Myungsoo ingat sering pergi ke toko ini saat mengunjungi Jinri, tapi baru kali ini dia mengetahui status pemilik toko.

Myungsoo membuka pintu toko dan menemukan seorang pria tinggi (yang hanya lebih tinggi beberapa senti meter darinya mengingat tubuh Myungsoo juga cukup tinggi) berdiri di belakang kasir sambil mengunyah sepotong cumi kering.

“Myung!” Pria itu melemparkan cumi keringnya entah kemana dan tersenyum lebar menyambut Myungsoo. “Bagaimana kamu bisa tau aku ada disini?”

Yeol, kita sudah berteman sekian tahun dan kamu tidak pernah memberitahuku toko milik ibumu.” Myungsoo menggeleng, mengambil sebotol susu pisang dari kulkas dan berjalan meletakan selembar uang di kasir.

Well, Kamu tidak pernah bertanya.” Yeol atau Lee Sungyeol mengangkat bahu, memberikan Myungsoo uang koin kembalian.

Yah, Sungyeol tidak salah juga… Myungsoo mengangguk“ibumu ada?”

“Ada di belakang. Kenapa? Mau mengajaknya kencan?”

“Dan menjadi ayah angkatmu? Tidak terimasih.” Myungsoo tertawa sebentar, lalu wajahnya berubah serius. “Aku harus bicara.”

“Tentang ritual itu?” Myungsoo mengangguk menjawab pertanyaan Sungyeol, “aku pikir kamu tidak percaya.”

Myungsoo memang sempat tidak percaya saat Sungyeol pernah bilang kalau ibunya tau sebuah ritual yang bisa membuat seseorang bersama sehidup-semati, tapi… “setelah aku dengar percakapan ibumu dan Jinri, aku percaya.”

Lagipula, setelah menghadapi kematian dua sahabat Jinri dan satu orang lainnya koma, mau tidak mau Myungsoo harus percaya.

“Aku akan panggil ibu.” Sungyeol masuk ke bagian belakang toko, lalu kembali lagi dengan seorang wanita paruh baya berwajah lelah. Myungsoo heran apa yang membuat ibu ini terlihat sangat kelelahan –nah, setelah dipikir-pikir lagi, Myungsoo juga akan kelelahan jika dia harus mengurus Sungyeol.

“Selamat siang.” Myungsoo membungkuk. Ibu Sungyeol tersenyum dan mengarahkan Myungsoo untuk duduk disalah satu kursi.

“Kau Myungsoo? Sungyeol sering menyebut namamu tapi ini pertama kalinya kita bertemu. Kau memang setampan yang Sungyeol bilang.”

Jadi Sungyeol menyebutnya tampan? Pft, bukankah Sungyeol sering bilang kalau Kim Myungsoo adalah manusia paling buruk rupa sedunia? Myungsoo melirik Sungyeol yang sedang berpura-pura menghitung sesuatu di kasir.

“Ya, bibi. Dan bibi jauh lebih cantik dari yang Sungyeol bilang.”

Wajah ibu Sungyeol memerah, Myungsoo bisa mendengar suara batuk Sungyeol di belakang.

“Sekarang aku mengerti kenapa Sungyeol bilang kau punya banyak penggemar.” Bibi tertawa. “Jadi kenapa kau kemari? Aku yakin bukan karena ingin berkenalan denganku.”

“Sebenarnya aku memang ingin berkenalan dengan bibi.” Suara batuk Sungyeol bertambah nyaring, “tapi ada hal lain lagi. Aku ingin mendengar sebuah cerita.”

“Cerita?”

“Tentang sebuah ritual yang bisa membuat orang sehidup-semati. Aku dengar dari Sungyeol bibi tau cerita itu.”

“Dan kenapa kau mau tau mengenai cerita ini?”

“Itu–“ Myungsoo menggaruk rambutnya bingung, apa dia harus memberitahu yang sebenarnya?

“Aku pernah bilang Myungsoo belajar di jurusan perfilman kan? Anak-anak jurusan film sedang sibuk membuat film pendek sekarang, aku yakin Myungsoo ingin mencuri cerita itu dan membuatnya sebagai naskah film pendek.” Sungyeol berteriak dari kasir.

Myungsoo mengiyakan, melirik Sungyeol dan mengirim ungkapan terimakasih melalui telepati –telepatinya tidak mungkin berhasil, tapi siapa peduli.

Genre ceritanya adalah horor. Aku tidak akan benar-benar menjiplak cerita bibi. Aku hanya perlu sedikit inspirasi.”

“Oke,” ibu Sungyeol mengangguk tidak yakin. “Tapi bibi harus jadi orang pertama yang menonton film pendekmu nanti, bagaimana?”

Uh, dia mungkin bisa minta bantuan beberapa temannya yang lain untuk itu. Myungsoo mengangguk setuju.

“Jadi, cerita ini terjadi sekitar 600 tahun lalu di dinasti Joseon, pada masa pemerintahan Raja Taeja. Raja Taeja adalah orang pertama yang melaksanakan ritual ini. Ritual ini dilakukan setelah meninggalnya istri kedua raja.”

Myungsoo ingat cerita mengenai kematian istri kedua raja di buku sejarahnya. Apa cerita ini nyata?

“Seorang penyihir dari Hanyang meminta raja untuk mengisi sejumlah bambu dengan berbagai jenis cairan dan satu tetes darah raja dan semua istrinya pada masing-masing bambu. Bambu di tutup dan di ikat dengan menggunakan akar jati, lalu raja dan semua selirnya bergantian mengikat bambunya dengan kuat. Setelah itu, bambu di kubur di bawah sebuah pohon.”

Jadi ritual yang dilakukan Jinri dan teman-temannya memang benar.

“Kekacauan bermula saat satu lagi istri raja meninggal dunia karena sakit, lalu beberapa hari kemudian disusul dengan istrinya yang lain, dan yang lainnya lagi. Raja meminta penyihir untuk menghentikan semua itu. Penyihir memberi tahu raja bahwa cara menghentikannya adalah dengan membuka ikatan akar jati tanpa memutus ikatannya. Sayangnya, tidak ada satupun yang berhasil membuka ikatan yang berjumlah lebih dari dua puluh kali itu tanpa memutus ikatannya.”

Myungsoo ingat sangat sulit membuka empat ikatan yang dibuat Jinri bersama temannya, apalagi harus membuka lebih dari dua puluh ikatan?

“Lalu bagaimana? Apa ada cara lain untuk menghentikan ritualnya?”

“Ada, tapi–” Ibu Sungyeol menatap Myungsoo, wajahnya sangat serius. “apapun yang terjadi, jangan pernah lakukan cara ini.”

“Apa maksud bibi? Aku sudah bilang ini untuk film, bukan sungguhan.” Myungsoo tertawa gugup.

Ibu Sungyeol menatap Myungsoo lama, lalu menghembuskan nafas. “Cara menghentikan ritual ini adalah dengan mengacaukan urutan kematiannya.”

“Mengacaukan urutan kemarian?”

“Kematian itu, semuanya berurutan. Katakanlah jika seseorang yang tidak seharusnya mati, mati lebih dulu, maka urutannya akan  kacau, dan ritual itu akan berhenti. Jadi raja membunuh istri terakhirnya yang tidak seharusnya mati, dan setelah itu, tidak ada lagi istrinya yang meninggal.”

Myungsoo mengangguk, jadi begitu.

“Uh, ceritanya sudah selesai?” Sungyeol yang entah sejak kapan sudah berganti baju berdiri disebelah Myungsoo. “Aku harus pergi ke café.”

“Kau masih bekerja disana? Mau aku antar?”

“Mereka memberi gaji yang lumayan besar untuk seorang pelayan di café patbingsoo.” Sungyeol mengangkat bahu, “dan tidak, terimakasih. Café ku berada di dekat Ewha dan rumahmu berada di belakang Yonsei.”

“Aku tidak berencana pergi ke rumah, ayo aku antar.” Myungsoo merangkul bahu Sungyeol –yang harus dilakukannya dengan sedikit berjinjit. “Bibi aku akan pergi sekarang, terimakasih atas ceritanya. Aku janji bibi akan jadi orang pertama yang menonton film pendekku.”

Myungsoo menggiring Sungyeol masuk ke dalam Audi hitamnya.

“Myungsoo.”

“Ya?”

“Semua yang ibu ceritakan tadi, aku tidak tau apa yang kau pikirkan tapi jangan lakukan.”

“Kau percaya aku bisa melakukan itu?”

Myungsoo menyalakan mobilnya, pandangannya lurus ke depan.

“Tidak.”

“Aku juga tidak.”

Tapi mungkin, Myungsoo bisa melakukan apa saja demi menyelamatkan gadis yang dicintainya.

 

*****

 

Choi Jinri memasuki sebuah café kecil di daerah Ewha. Ini tempat terakhirnya bertemu dengan Jiyoung. Jinri tidak ingin pergi ke tempat ini karena itu mengingatkannya pada Jiyoung (dan darah, dan bagaimana tubuh kecil Jiyoung terlempar begitu mengenai mobil). Tapi berada di dalam kamar rumah sakit selama –Jinri melihat jam tangannya, kurang lebih delapan jam membuatnya merasa bosan dan café ini adalah satu-satunya café yang paling dekat dengan rumah sakit Ewha, tempatnya dirawat.

Rancananya dia hanya akan memesan segelas minuman, lalu kembali ke rumah sakit dan ikut menjaga Soojung di kamarnya. Sementara Jinri pergi, Jinri sudah membayar seorang perawat untuk menemani Soojung. Lagipula orang tua Soojung juga sudah menelpon bahwa mereka akan mengunjungi Soojung hari ini. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

Jinri berdiri di depan kasir, matanya melihat-lihat papan menu sebelum menemukan apa yang dicarinya.

“Satu Green Tea Latte ukuran besar.”

“Ada yang lain, nona?” pria di kasir bertanya, Jinri merasa perah melihat pria ini tapi dia tidak yakin dimana.

“Tidak, itu saja.” Jinri mengeluarkan dompetnya, menyerahkan sebuah kartu kredit ke atas meja kasir.

“Tanda tangan disini.” Penjaga kasir menyerahkan mesin atm gesek ke hadapan Jinri, “Silahkan menunggu tiga menit.”

Jinri memutuskan untuk menunggu di depan kasir karena toh tidak ada pelanggan lain yang sedang mengantri –lagipula Jinri rasa wajah pria penunggu kasir cukup menarik untuk dipandangi.

Tiba-tiba telepon genggamnya berbunyi, Jinri meletakan dompetnya di atas counter lalu membuka telepon. Dari Myungsoo?

“Jinri.”

“Myungsoo!” Jinri bisa melihat pria penjaga kasir menatapnya dengan tatapan aneh, ups, apa dia bicara terlalu keras?

“Dimana kamu sekarang?”

“Aku keluar untuk membeli minuman. Tenang saja, sudah ada yang menjaga Soojung di kamarnya.”

“Membeli minuman dimana?”

“Di café dekat rumah sakit Ewha, kamu tau? Café yang…” Jinri mengambil minuman yang diberikan penjaga kasir, terdapat angka delapan horizontal di gelas minuman. “…café dengan lambang delapan terbalik. Hanya berjarak sekitar lima menit jalan kaki dari Ewha.”

“Itu lambang tidak terbatas, Jinri. Infinite. Aku rasa aku tau dimana.”

“Ya, ya. Infi- apalah itu.” Jinri merasakan tangan penjaga kasir menariknya saat dia mulai berjalan pergi. “Sebentar Myungsoo.”

“Ada apa?” Jinri melihat pria itu yang terlihat bingung.

Uh, ini.” Penjaga kasir menyodorkan sebungkus biskuit besar ke tangan Jinri. “free service.

Sekarang Jinri baru ingat pria ini. Pria yang dulu memberikannya segelas green tea latte gratis. Apa dugaannya mengenai pria ini menyukainya benar? Jinri tersenyum lebar.

“Terimakasih banyak.”

“Ya, dan uh, nona. Hati-hati.”

Oh, pria ini tampaknya benar-benar menyukainya, Jinri mengangguk lalu berjalan keluar sambil melambai pada penjaga kasir. Jika hubungannya dan Myungsoo masih tidak ada kejelasan juga, mungkin Jinri bisa menemui pria ini nanti. Oh, iya, Myungsoo. Jinri baru ingat dia masih menelpon Myungsoo.

“Myungsoo, kau masih disana?”

“Ya. Aku ingin memberi tahu sesuatu.”

“Apa?” jangan bilang kalau Myungsoo mau menyatakan cintanya padaku, Jinri memukul kepalanya, bagaimana bisa dia bepikiran seperti itu sekarang?

“Aku tau cara menghentikan ritual itu.”        Jinri tidak tau harus senang atau kecewa atas jawaban ini –tentu saja Jinri senang, ya tapi.. “tapi cara ini bisa saja membuat salah satu dari kalian mati.”

“Apa tidak ada cara lain?” Jinri tidak mau Soojung mati, bagaimanapun Soojung adalah sahabat satu-satunya sekarang.

“Tidak ada.”

“Kalau begitu lakukan.” Toh pada akhirnya mereka akan mati, iya kan? “Tapi, aku mohon selamatkan Soojung sebisa mungkin.”

Tidak terdengar suara Myungsoo selama sekian detik. “Ya, tentu saja.”

“Myungsoo?”

“Ya?”

Jinri menghela nafas berat, dia tidak tau kenapa, tapi Jinri rasa dia harus melakukan ini sekarang.

“Aku menyukaimu.”

Myungsoo kembali terdiam, sebelum akhirnya menjawab. “Aku juga menyukaimu.”

Jinri mematikan telepon genggamnya, lalu melangkah untuk menyeberang jalan dengan senyum lebar dan langkah ringan. Astaga Kim Myungsoo juga menyukainya, Kim Myungsoo juga menyukainya, Kim Myungsoo juga –Tiin.

Suara klakson dan teriakan orang-orang menyadarkan Jinri, tapi dia tidak sempat berbuat apapun saat sebuah mobil audi hitam mendekat dan tubuhnya terlempar ke belakang. 

 

*****

 

Kim Myungsoo menatap gundukan tanah dihadapannya. Ck, Myungsoo ingat orang ini selalu berkata dia tidak mau tubuhnya dibakar dan lebih memilih untuk dikuburkan suatu saat nanti. –Padahal Myungsoo rasa jika tubuhmu dikremasi akan lebih menghemat biaya dan tempat.

Sambil coba mengabaikan tatapan beberapa orang yang tersisa, Myungsoo menaburkan bunga ke atas kuburan. Myungsoo sudah memilih untuk datang pada saat acara penguburan selesai, tapi entah kenapa masih ada saja orang yang melayat. Mungkin itu lah untungnya jadi orang baik, semua orang akan merasa kehilanganmu. Myungsoo tidak yakin apa ada yang akan datang di hari kematiannya nanti, sebab Myungsoo bukan orang yang baik.

“Waktu anda 15 menit lagi.” Myungsoo mendengus pada dua orang pria bertubuh besar di belakangnya. Ck, pasti pria besar ini yang membuat orang-orang terus memandanginya –atau mungkin juga alasannya adalah baju biru kedodorannya yang sangat tidak fashionable ini.

Myungsoo mengangguk, matanya beralih pada kuburan itu lagi saat seorang gadis dengan dress hitam panjang berdiri di hadapannya. Hey, ini hal yang berbeda. Orang lain hanya memandanginya tanpa benar-benar mendekat, tapi gadis ini lah yang pertama mendekatinya –atau kuburannya. Myungsoo mendongak untuk melihat wajah pucat si gadis, oh tentu saja.

Gadis itu membungkuk, menaburkan bunga ke atas gundukan tanah. Dari dekat, Myungsoo bisa melihat mata bengkak gadis ini. Apa dia habis menangis?

“Aku tidak mengerti.” Suara gadis ini terdengar lirih, Myungsoo hampir tidak bisa mendengarnya.

Myungsoo tau pertanyaan itu untuknya, jadi Myungsoo menjawab. “Kamu mengerti, kamu sangat mengerti.”

Gadis itu menatapnya lama, “ini karena dia?”

“Ya, karena dia.”

Gadis itu mengalihkan pandangannya ke kuburan, tapi Myungsoo masih bisa melihat tetesan air mata yang di sembunyikannya. Yah, padahal Myungsoo tidak ingin membuat gadis ini menangis lagi. Myungsoo ingin mengulurkan tangan kanannya untuk sekedar menghapus air mata gadis itu, tapi melihat dua pria besar di belakangnya berubah waspada, Myungsoo menarik tangannya kembali. Menjengkelkan, apa salah kalau dia ingin menenangkan seorang teman?

“Seharusnya aku sudah tau.” Gadis itu menghapus air matanya, lalu berdiri. “Selamat tinggal Myungsoo, aku harap kita tidak bertemu lagi.”

Myungsoo ikut berdiri, tangan kirinya yang dari tadi terus tersembunyi di kantong langsung siaga. Tanpa menghiraukan dua pria besar yang terus menempel di belakangnya, Myungsoo berjalan mendekat, ah Myungsoo tidak ingin melakukan ini pada gadis itu.

“Selamat tinggal.” Tangan kiri Myungsoo menarik keluar sebuah pisau yang sempat dicurinya dari sersan penjaga penjara tadi pagi. Dia benar-benar tidak ingin melakukan ini tapi… ini lah satu-satunya cara untuk menyelamatkan gadis yang benar-benar dicintainya.

Dengan gerakan cepat, Myungsoo berlari menerjang gadis itu, lalu menusukan pisau di tangan kirinya ke dalam perut si gadis dengan keras. Sekali, dua kali, tiga kali.

Dua polisi berbadan besar di belakang yang tidak menduga serangan Myungsoo segera menarik tubuhnya.

“Apa yang anda lakukan, terdakwa Kim Myungsoo? Anda akan mendapat hukuman yang lebih lama!”

Lalu kenapa? Myungsoo tersenyum sinis. Toh dia sudah  pasti akan masuk penjara, Myungsoo tidak peduli pada tambahan kurungan satu dua tahun lagi selama dia bisa menyelamatkan gadis yang dicintainya. Lagipula membunuh gadis ini bukan apa-apa, dia bahkan membunuh sahabat dekatnya sendiri.

Myungsoo membaca nama pada nisan yang tertanam di kuburan; Lee Sungyeol.

Ya, dia sudah membunuh sahabatnya selama sekian tahun, membunuh gadis yang baru dikenalnya dua semester terakhir ini bukan hal yang besar.

Myungsoo mengalihkan pandangannya pada tubuh gadis yang tergeletak di tanah dengan darah yang mengalir deras dari perutnya itu. Myungsoo tersenyum lagi.

“Kita memang tidak akan bertemu lagi, Choi Jinri.”

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
seungcheoreo #1
Chapter 6: idk why tapi aku selalu kebayang penggambaran myungsoo itu mingyu trs bukannya L ahahaha. nice fic, ceritanya bagus, bahasanya gampang dicerna. uh love you a lot!<3
hanieychoi #2
Chapter 5: Aku suka dengan jalan ceritanya. Aku tak sangka ceritanya berakhir dengan semuanya mati. Keep writing author. Fic kamu semuanya sangat bagus.
aliceeuu #3
Chapter 6: Yaampun ceritanya ganyangka banget. Ternyata myungsoo emang benar2 suka sama soojung sampai kayak gini. Ganyangka sumpah. Sungyeolnya kasian dia ga salah apa2 tapi dia mati. Ceritanya seru bangeeet!
babbychoi
#4
Chapter 5: I just...ugh! jinri dibunuh myungsoo?
yah bener2 dah
tapi bagus kok. ceritanya tapi tidah untuk myungsoo yang tiba tiba suka soojung dan bunuh jinriku!
hweeee :(
yunita_aulia
#5
Chapter 6: Omg, gue reader baru. Dan cerita ini serius, creepy bgt tapi keren! Hahaha. keren keren! Update terus, thor!
no-w-here
#6
Chapter 6: Akhirnya.... semua mati. OTL. Whyy Myungsoo? Tp aku rasa ceritanya dah di atur takdir (?) Yg nyebabin sumpah mereka itu jd kenyataan.. btw.. ga diceritain gimana akhirnya soojung jatuh? Bunuh diri kah krn depresii?
Btw aku nungguin updatean ff km yg the truth..
meimeipai #7
Chapter 6: ini semacam flashback gitu ya
babbychoi
#8
Chapter 4: Aku ga ngerti? Myungsoo kamu ngapain? Aku...ah entahlah. Jangan bilang myungsoo suka soojung :(
Lalu jinriku gimana? Pasti sungyeol nyelamatin jinri pas nyebrang ya?
Ah tunggu saja update selanjutnya. Cepet ya kak
Aku juga nunggu the truth sama ff myungli yg baru :D
seiranti
#9
Chapter 4: Gw ga nyangka myungsoo but why he hv to kill his friend too sungyeol.. Gw kira yg bakal jd heroicny jinri too bad she hv to die.. Next chap plss
no-w-here
#10
Chapter 4: Ini apaa yg terakhirr? Update sooooon pls.