The Date?

God who Falls in Love

Dengan pasrah dan tanpa perlawanan, Kris mengikuti Chanyeol. Ya, bagaimana ia bisa melawan jika tangannya ditarik terus oleh pemuda menyebalkan itu? Usaha untuk melepaskan diri sudah Kris coba. Hasilnya? Nihil. Genggaman Chanyeol sungguh kencang. Semakin Kris memberontak, semakin kencang Chanyeol menggenggam tangan Kris. Mau tak mau, Kris menyerah. Ia lelah dan membiarkan dirinya saja terus ditarik.

“Ya! Park Chanyeol! Kita mau ke mana, eoh? Dan, bisakah kau berhenti menarikku? Aku bukan anak kecil, tahu! Lepaskan aku!” teriak Kris sebal.

Mendadak, Chanyeol berhenti dan membalikkan badan—membuat Kris yang berjalan di belakangnya pun harus menghentikan langkah tiba-tiba. Sungguh, beruntung ia bisa berhenti tepat waktu. Jika tidak, mungkin wajah Kris yang tampan akan menempel dengan wajah Chanyeol.

“Ya! Kalau mau berhenti, jangan mendadak! Bodoh sekali kau ini! Kau tak tahu berapa berharganya wajahku?” sungut Kris. Dipalingkan wajahnya ke arah lain supaya tak menatap wajah Chanyeol yang tampak semakin—er, menarik.

Chanyeol terkekeh pelan. “Bukankah kau bilang sendiri akan menemaniku hari ini? Seingatku, kau bahkan bilang ke mana pun aku mau, kan? Mm, aku punya banyak tempat yang ingin kudatangi, Kris. Jadi, ayo kita mulai kencan kita!” teriak Chanyeol kegirangan. Diangkat tangan kirinya ke atas bak tengah berdemo. Setelah melakukannya, pemuda bersurai hitam itu membalikkan diri dan mulai berjalan—masih menarik Kris—.

Aish, bisakah kau jaga mulutmu? Kencan? Kita? Cih, jangan bercanda! Kau benar-benar sudah gila, Park Chanyeol!” Kris kembali mendengus sebal.

Mendadak, penyesalan menyergap. Apa Kris memang harus menyelamatkan Chanyeol? Ia pasti sudah gila dan kehilangan akal sehatnya sampai nekat bertindak sejauh ini. Kris tentu hanya bisa merutuk sekarang. Memang apa yang bisa dilakukannya? Ia terjebak dengan Chanyeol! Sepanjang hari! Dan, kencan, katanya? Kris ingin membunuh pemuda itu dengan tangannya karena bersikap seenaknya sendiri. Argh, for the God’s sake!

“Yups! Kencan, Kris! Ah, kau mau menyebutnya apa, terserah sih. Tapi, akan kusebut ini kencan! Ngomong-ngomong, aku lapar. Bagaimana kalau kita makan? Argh, kau tahu, Kris? Aku sungguh bahagia sekali hari ini!” Chanyeol mulai berteriak heboh karena tak bisa mengendalikan emosinya. Sungguh, ia bahagia bisa berkencan dengan manusia yang membuatnya jatuh hati itu. Ia kembali menarik tangan Kris dengan semangat.

Kris lagi-lagi hanya mendengus. Tentu saja, ia juga mengumpat dalam hati. Oh God, beri ia kesabaran!

~ . ~


~ . ~

“Kau yakin tak mau pesan apa pun, Kris?” tanya Chanyeol khawatir.

Kris hanya menopang dagu malas dengan tangan kanannya. Tampaknya, ia tengah jengkel dengan pemuda di hadapannya. Pemuda bersurai pirang itu berusaha keras melupakan fakta kalau ia terjebak bersama Chanyeol seharian ini. Namun, ia jelas tak bisa melakukannya. Sekarang ia telah terjebak—tak bisa ke mana-mana. Tak mungkin Kris meninggalkan Chanyeol sendiri. Tidak setelah Kris bilang akan menemaninya ke mana pun pemuda bersurai hitam itu pergi. Oh, mengapa ia tadi mengatakannya? Bodoh sekali! Hari yang sungguh menyebalkan!

“Kris~ Jawab pertanyaanku! Jangan diam saja! Kau benar-benar tak mau pesan apa pun untuk dimakan?” Kembali Chanyeol melontarkan pertanyaan sama. Namun, hasilnya sama. Kris tetap tak mengacuhkan dirinya.

Sejujurnya, sang Dewa tahu kalau Kris lapar—sangat lapar—. Hanya saja pemuda bersurai pirang itu tak mau mengakuinya. Katanya tadi sih karena ia tak mau makan makanan yang belum pernah dicicipinya dari restoran asing. Kris bilang tak mau ambil risiko dengan memakannya. Benar-benar alasan yang aneh. Berlebihan.

Kedua pemuda ini tengah berada di sebuah restoran kecil dengan spesialisasi menu bibimbap. Setahu Chanyeol, bibimbap di restoran itu cukup terkenal. Namun, Kris tetap tak mau memesan apa pun. Demi image dan harga dirinya di depan Chanyeol, Kris rela kelaparan. Persetan dengan perutnya yang menjerit minta disi. Kris tak akan memakan bibimbap atau apa pun di restoran itu!

“Kutanya sekali lagi, Kris. Apa kau tak mau mengisi perutmu? Kau bisa sakit nanti!” Chanyeol benar-benar berharap Kris berhenti mempertahankan sikap arogannya. Namun, tak tampak tanda-tanda kalau pemuda yang ia sukai itu berubah pikiran.

“Kris~” panggil Chanyeol lagi. Kali ini, ia ingin memastikan untuk terakhir kali apa Kris benar-benar tak mau makan. Ya, siapa tahu dengan menanyakannya terus, Kris jadi mau memesan makanan. Sang Dewa hanya ingin Kris mengisi perutnya.

Kesabaran Kris habis. Ia lapar, terjebak dengan Chanyeol di tempat asing—karena kebodohannya sendiri—, dan sekarang harus mendengar rentetan pertanyaan yang terus diulang—membuat telinga dan kepalanya sakit serasa ingin meledak

Si jenius XOXO High School membelalakkan mata kesal sembari menggertakkan giginya. “Park Chanyeol! Bisakah kau diam?!” Teriakan Kris berhasil membungkam mulut sang Dewa. Chanyeol mengerucutkan bibirnya kesal dibentak seperti itu.

Kris meminum soda di depannya dengan cepat dan kembali menopang dagu. Matanya terpejam. Kris tengah berusaha melupakan rasa lapar yang mendera dan fakta menyebalkan kalau ia harus menemani Chanyeol sepanjang hari. Sungguh, Kris merasa jika hari ini akan jadi sangat panjang.

Sementara itu, Chanyeol memilih memutar-mutarkan gelas berisi minuman yang dipegangnya. Ia membisu. Tak berapa lama, pesanan sang Dewa tiba. Dengan cepat, ia mencampurkan bibimbap hingga rata. Berhadapan dengan makanan lezat di depannya, saliva memenuhi mulut sang Dewa. Tak sabar rasanya menyantap makanan manusia kesukaannya.

Chanyeol mengambil satu sendok penuh bibimbap, mengangkatnya ke udara, dan bersuara. “Mau coba?” Pemuda bersurai hitam menatap Kris penuh harap.

Kris bergeming. Ia hanya melirik isi mangkok besar di depan Chanyeol dengan sedikit jijik. Apa itu bisa dimakan? Kris belum pernah makan bibimbap. Maklum sejak kecil, ia tinggal di Cina dan akhirnya pindah belum lama ke Korea. Ia masih buta dengan budaya dan makanan asli Korea.

Melihat respons Kris, Chanyeol tahu kalau pemuda itu tak tertarik. Jadi, sang Dewa pun menyerah untuk menawari Kris makan. “Ya sudah kalau begitu. Selamat makan!” kata Chanyeol sambil memasukkan sendok berisi bibimbap ke dalam mulut. Sensasi makanan favoritnya memenuhi indera pengecapnya. Benar-benar lezat.

“Wuah! Ini enak!” Lagi, Chanyeol memasukkan beberapa sendok bibimbap ke dalam mulut, mengunyah dan menikmati makan siangnya dengan lahap.

Kris sendiri sekarang mulai merasa terganggu dengan Chanyeol. Cara makan pemuda itu membuat Kris tak tahan untuk tak melihatnya. Sungguh, cara Chanyeol makan benar-benar menggoda. Ia tampak begitu menikmati setiap suap makanannya—membuat Kris harus berusaha keras menahan saliva yang memenuhi mulutnya. Kris mulai tergoda untuk mencicipi makanan itu. Ingin ia mencoba satu suap saja.

Astaga, apa yang ia pikirkan? Tidak. Itu tidak akan terjadi! Kris menggelengkan kepala berusaha mengusir pikiran ingin makannya. Sial. Mengapa perutnya jadi semakin lapar? Rasanya semakin menjerit minta diisi!

Menyadari kalau Kris mulai tak bisa mengendalikan rasa laparnya, Chanyeol hanya tersenyum kecil. Diambilnya satu sendok penuh nasi dengan sayur-sayuran dan diarahkannya ke mulut Kris. “Cobalah, Kris. Sekali saja. Tenang, ini tak beracun. Jika beracun, aku pasti mati duluan. Ini enak, Kris. Kau hanya perlu mencobanya. Satu suap saja.” Sang Dewa memberikan senyuman lebar dan menganggukkan kepala, tanda kalau ia serius.

Kris menatap sendok penuh bibimbap itu dengan bimbang. Sungguh, mengapa makanan itu begitu menggoda? Tak bisa dipungkiri makanan yang dicampur aduk itu tampak menjijikkan, apalagi ia belum pernah memakannya. Tapi, tetap saja godaan mencoba makanan itu semakin menguat. Apa salah jika ia memakannya satu suap saja? Jika tidak enak, ia bisa memuntahkannya, kan?

Tatapan lekat Kris beralih ke arah Chanyeol lalu kembali ke sendok penuh bibimbap. Akhirnya, pemuda bersurai pirang itu mendekatkan mulutnya dengan sedikit ragu ke arah sendok. Mata Kris tertutup kala melakukannya. Ia siap memuntahkannya jika bibimbap itu tak seenak bayangannya. Dan, makanan itu pun berpindah ke dalam mulut Kris. Mata pemuda itu masih tertutup kala mengunyahnya.

Perlahan, sebuah sensasi menyentak Kris. Sensasi lezat memenuhi mulutnya. Pemuda bersurai pirang itu membuka mata dan menelan bibimbap tadi. Sungguh, ia tak percaya dengan rasa luar biasa dari makanan yang menurutnya sedikit menjijikkan tadi. Benar-benar enak. Kris ingin memakannya lagi. Merasakan kelezatan bibimbapmemanjakan indera pengecapnya.

Sadar kalau Kris menyukai bibimbap, sang Dewa terkekeh. “Enak, kan? Sudah kubilang bibimbap itu enak dan tak beracun,” goda Chanyeol.

Mendapati dirinya digoda, Kris mendengus pelan. Gagal sudah ia menjaga imagenya di hadapan Chanyeol. Dipalingkan mukanya ke arah lain dan kembali bersikap tak acuh. Chanyeol sendiri memilih kembali menikmati bibimbapnya tanpa bicara lagi.

Setelah menelan satu suap bibimbap tadi, rasa lapar yang mendera Kris semakin menjadi-jadi. Makanan tadi benar-benar telah memicu protes besar-besar dari perutnya. Tak bisa lagi ia menahan lapar lebih lama. Kris melirik Chanyeol yang masih menikmati makanannya dengan lahap. Kris menutup mata—berusaha menahan rasa lapar dan kembali dengan image angkuhnya. Namun, sia-sia. Ia tahu tak ada gunanya lagi mempertahankan imagenya sekarang. Kris butuh makan!

Helaan napas panjang lolos dari mulut Kris. Dengan suara lirih, ia memanggil teman sebangkunya. “Ya! Park Chanyeol—”

Mendengar namanya dipanggil, Chanyeol pun berhenti makan. Ditatapnya Kris lekat. “Ada apa, Kris?” tanya Chanyeol sambil menelengkan kepala.

Kris diam—tak bersuara. Namun, Chanyeol masih setia menunggu jawaban.

“Anu—bagaimana ya? Ah, itu—mm—itu, pesankan aku satu. Aku lapar,” kata Kris sambil melengos. Malu rasanya karena seorang Kris terpaksa menelan kembali perkataannya. Sikap angkuhnya akhirnya runtuh juga karena tak bisa lagi menahan lapar lebih lama. Salahkan Chanyeol karena gara-gara ialah Kris jadi tergoda.

Chanyeol tertawa mendengar perkataan pemuda di depannya. Dasar kau ini, Kris. Mengapa tak sejak tadi kau melakukannya?

~ . ~


~ . ~

“Park Chanyeol! Apa maksudmu mengajakku ke sini?” tanya Kris pada Chanyeol yang berjalan di depannya.

Sekarang, kedua pemuda jangkung itu tengah berada di pantai. Entah apa yang dipikirkan Chanyeol sehingga mengajak Kris ke tempat penuh air itu. Lebih anehnya, Chanyeol tak membawa Kris ke pantainya, justru mengajak Kris naik ke tebing tinggi menghadap laut.

“Sudah, Kris. Ikuti saja aku.” Sang Dewa terus melangkah menuju puncak tebing. Tak perlu waktu lama, mereka telah sampai di tebing paling tinggi di pantai.

“Akhirnya, sampai juga kita. Hei, Kris. Kemari! Pemandangan dari sini indah! Kau pasti suka!” Chanyeol menoleh ke arah Kris yang malah terlihat membelakanginya.

Heran dengan sikap aneh Kris yang tak menanggapinya, Chanyeol pun mendekati pemuda itu. “Hei, kita sudah sampai di sini. Jangan sia-siakan pemandangan luar biasa yang bisa kau lihat dari sini.”

“Sialan kau, Park Chanyeol! Aku bisa terima kau mengajakku ke pantai. Tapi, membawaku ke tebing seperti ini? Kau berniat membunuhku, eoh? Menyebalkan!” Suara Kris terdengar gemetar di sela luapan emosinya.

Chanyeol terdiam. Sebuah pikiran melintas. Mungkinkah— “Kris, kau takut ketinggian?” tanya sang Dewa sambil berharap Kris akan menjawabnya ‘tidak’.

Kris mendecih. “Kenapa? Memang kenapa kalau aku takut ketinggian? Mau menertawakanku?”

Pemuda bersurai pirang itu duduk di tengah jalanan tebing. Ia takut terjatuh jika duduk di tepian tebing yang curam dan tinggi itu. Memunggungi pemandangan indah di belakang bukan masalah besar bagi Kris. Ia bahkan tak tertarik melihatnya. Tangan besar Kris mengeluarkan headset dan iPod—berharap ia bisa melupakan fakta kalau ia berada di tempat yang membuatnya ketakutan.

Chanyeol berjongkok di samping Kris. “Maaf. Aku tak tahu kau takut ketinggian,” kata sang Dewa menyesal.

Mendengar itu, Kris merasa tak enak. Apalagi, suasana jadi kikuk sekarang. Ia menghela napas. “Sudah! Sekarang, lebih baik nikmati pemandangan yang ingin kau lihat! Aku akan menunggu di sini! Kalau sudah selesai, kita tinggalkan tempat ini secepatnya! Dan, berhentilah menunjukkan raut muka seperti itu! Kau jelek sekali! Lagipula, aku sudah bilang akan menemanimu ke mana pun kau pergi, kan? Sebagai lelaki sejati, aku selalu memegang kata-kataku! Meskipun tak pernah kusangka kau akan mengajakku ke sini!”

Kris mencolokkan headset ke iPodnya. Baru saja ia akan menutupi telinganya dengan benda berwarna putih itu, Chanyeol sudah menarik tangannya—memaksanya berdiri—dan membawanya menuju puncak tebing yang mengarah ke laut.

“Pak Chanyeol sialan! Kubilang aku benci ketinggian!” Kris meronta—berusaha melepaskan genggaman tangan Chanyeol. Ia benar-benar tak suka dengan ketinggian, sekalipun tampang dan sikap Kris begitu dingin dan tampak begitu ‘kuat’.

Sejujurnya, Kris bisa saja melepaskan diri dari Chanyeol dengan kekuatan penuh. Namun, ia memilih untuk tidak melakukannya. Ia takut lepas kendali dan kembali memukul pemuda itu seperti kejadian di sekolah sebelumnya. Entah mengapa, Kris tak mau lagi melukai Chanyeol.

Astaga, ada apa dengannya? Mengapa ia sampai berpikiran seperti itu? Mengapa Kris jadi peduli pada Chanyeol? Kris pasti sudah gila!

Sementara itu, sang Dewa masih menggenggam erat tangan Kris dan menariknya sampai tiba di ujung tebing. Chanyeol menoleh ke arah pemuda bersurai pirang yang tak melihat ke arah depan—melihat pemandangan yang menurutnya mengerikan.

“Kris, berbaliklah! Lihatlah pemandangan indah ini!”

“Sialan kau, Park Chanyeol! Akan kuhajar kau kalau kita sampai di bawah!” ancam Kris tanpa mau berbalik. Tubuh pemuda itu kini gemetar. Sungguh, ia takut ketinggian. Meskipun ia tak melihat pemandangan di depan sana, pemandangan di sisi kanan dan kirinya memperlihatkan betapa tinggi posisinya sekarang. Kuatnya angin laut yang menerpa tubuh membuat keadaan semakin buruk. Bisa mati Kris kalau sampai terjatuh!

Chanyeol memegang bahu Kris. Dengan sedikit memaksa, ia memutar kepala dan tubuh Kris. Memaksa pemuda itu untuk melihat pemandangan yang sejak tadi dihindarinya.

Tak mau menyerah, Kris memilih memejamkan mata. Ia ketakutan setengah mati sekarang. Kris sadar Chanyeol pasti memandangnya sebagai manusia lemah karena takut ketinggian. Namun, masa bodoh! Bocah menyebalkan! Pasti Chanyeol akan tertawa dan terus mengejeknya karena hal ini!

“Bukalah matamu, Kris. Ini sungguh indah. Akan kupegang tanganmu jika kau takut. Aku akan memastikan kau tak akan jatuh. Aku janji. Namun, lihatlah pemandangan ini sebentar. Sebentar saja, ” kata Chanyeol serius.

Setelah berulangkali menolak, Kris sadar Chanyeol akan terus memaksanya sampai ia memenuhi permintaan bocah itu. Akhirnya, si jenius tampan pun membuka mata perlahan. Tanpa sadar, dipegangnya tangan Chanyeol erat-erat. Ketakutan masih memenuhi benaknya. Namun, tak seburuk tadi. Ada perasaan nyaman dan tenang yang tiba-tiba menyergap.

Mata Kris terbuka sepenuhnya. Berusaha keras ia untuk memusatkan pandangannya pada landscape di depannya. Mulutnya terbuka lebar.

Pemandangan ini—mengapa begitu indah? Mengapa baru sekarang, Kris menyadari keindahan alam seperti ini? Mata Kris nyaris tak berkedip disuguhi pemandangan menakjubkan. Lautan membentang luas dengan ombak berkejaran. Langit biru tampak indah dengan awan putih bersih yang menghiasi. Matahari sudah melewati titik tengah dan mengarah ke barat. Terpukau. Kris benar-benar terpukau. Sungguh luar biasa indah.

Diam-diam, Chanyeol melepaskan genggamannya dan memasukkan kedua belah tangannya pada saku celana. Ia membiarkan Kris menikmati keindahan yang pasti belum pernah dilihatnya. Sang Dewa menutup mata—membiarkan angin laut membelai surai hitamnya. Kedua pemuda ini membiarkan diri tenggelam dalam keheningan sejenak. Membiarkan diri mereka dimanja oleh alam.

“Kau benar-benar bodoh, Chanyeol,” kata Kris memecah keheningan. Mata pemuda bersurai pirang itu terpejam. Ia tengah menikmati sensasi luar biasa yang diberikan alam padanya.

Chanyeol membuka mata dan menatap Kris lekat. “Aku? Bodoh?” tanya sang Dewa tak mengerti.

Alih-alih menjawab pertanyaan Chanyeol, Kris memilih meneruskan perkataannya. “Namun, kurasa aku jauh lebih bodoh karena memercayai orang bodoh sepertimu.” Sebuah senyuman tersungging. Mata Kris masih terpejam.

Mendengar perkataan pemuda di sampingnya, Chanyeol tersenyum lebar. Ia memilih mengikuti apa yang dilakukan Kris. Menutup mata sejenak dan menikmati sensasi alam yang memanjakan mereka. “Ya, kurasa kita berdua sama-sama bodoh. Namun, bukankah itu berarti kita cocok?” Chanyeol terkekeh.

Kris membuka mata sejenak karena terkejut dengan tanggapan Chanyeol. Namun, ia kembali menutupnya tanpa memberikan respons. Ia tertawa kecil. Sungguh, teman sebangkunya itu selalu membuat kesimpulan yang memaksa. Sungguh, konyol.

Sebuah perasaan aneh menyergap diri Kris secara tiba-tiba. Namun, saat ini, ia tak ingin memikirkannya. Masa bodoh dengan perasaan itu. Entah, perasaan apa pun itu.

~ . ~


~ . ~

“Jadi, kau tak lagi takut ketinggian, kan, Kris?” tanya Chanyeol, sesaat setelah meninggalkan pantai. Kedua pemuda itu tengah dalam perjalanan kembali ke kota. Kini, Kris dan Chanyeol menyusuri jalan setapak kecil dekat taman tempat mereka bertemu Kyuhyun dan Minji.

Tak ada tanggapan dari sosok yang berjalan di belakang Chanyeol. Sang Dewa menoleh ke arah Kris. Pantas saja Kris hanya diam. Pemuda bersurai pirang itu malah asyik mendengarkan iPod dengan headset putih kesayangannya.

Dengan segera, Chanyeol berhenti dan berbalik arah. Dilepasnya paksa headset yang menutupi telinga Kris. “Kris Wu! Dengarkan kalau orang berbicara!” seru Chanyeol setengah kesal.

Terganggu dengan ulah teman sebangkunya, Kris menatap Chanyeol tajam. “Cih! Berisik sekali! Belajarlah untuk membatasi kata-katamu, Park Chanyeol! Dan, berhentilah mencampuri urusan orang lain! Tentang ketakutanku, itu bukan urusanmu! Ah, jangan bilang kau ingin mengatakan pada semua orang kalau aku takut ketinggian?” Si jenius kelas memicingkan mata curiga.

Sang Dewa meniup surai hitam yang menggantung. Astaga, bisakah pemuda itu berhenti berpikiran negatif? Mengapa Kris tak bisa berhenti curiga pada dirinya, sih? “Berhentilah curiga dan berpikiran negatif, Kris! Itu tak baik untuk mentalmu,” kata Chanyeol sambil berlari menjauh dari Kris, sebelum pemuda itu memakannya hidup-hidup.

Kris hanya mendengus. Sungguh, Chanyeol memang menyebalkan!

~ . ~

~ . ~

Akhirnya, kedua pemuda berparas tampan itu sampai di taman. Mendadak, Chanyeol berhenti berjalan dan berdiri di tengah jalan setapak yang membelah taman. Kepalanya terdongak—seolah menatap indahnya langit sore—dan matanya terpejam. Kedua belah tangan dimasukkannya ke saku celana.

“Kris, taman ini sungguh memiliki kenangan manis, ya? Kita bertemu dengan dua malaikat kecil itu di sini. Dan, saat itu, akhirnya, aku melihat sisi hangatmu.”

Kris mengerutkan kening. Headset masih terpasang menutupi kedua belah telinganya. Namun, pemuda bersurai pirang itu bisa mendengar perkataan Chanyeol. Sebenarnya, sejak tadi, ia mengatur volume musik sekecil mungkin, sehingga ia bisa mendengar cerocosan pemuda menyebalkan itu. Ya, Kris akui Chanyeol memang berisik. Namun, jujur, ia telah terbiasa. Bahkan, rasanya tak nyaman jika teman sebangkunya itu memilih diam.

Seberapa sering Kris menyuruh Chanyeol diam, pemuda itu tak akan pernah diam. Kalaupun ia diam, itu hanya bertahan sebentar saja. Bagaimanapun Chanyeol akan tetap berbicara dan mengganggunya. Ya, sekarang, Kris tak masalah dengan itu. Ia sudah membiasakan diri. Dan, Kris merasa nyaman karenanya.

“Taman kecil ini sungguh membuat perasaanku tenang. Aku menyukainya. Tempat ini akan jadi favoritku,” kata Chanyeol lagi dengan posisi sama. Mata tertutup dengan kepala mendongak seolah menatap langit.

Mendadak, Chanyeol merasa tangannya ditarik. Dan, entah bagaimana caranya, ia sudah jatuh telentang di bawah Kris. Mata pemuda di atasnya itu tampak membelalak lebar—memandang Chanyeol tak percaya. Kris tampak baru saja melihat hantu. Astaga, apa yang terjadi padanya?

“Astaga, Kris! Tak kusangka kau setertarik itu padaku,” kata Chanyeol tak bisa membaca suasana.

Sejujurnya, itu kesalahan sang Dewa. Terlalu menikmati indahnya alam, Chanyeol menggunakan kekuatannya tanpa sadar. Sang Dewa nyaris saja terbang melayang di udara!

Kris segera bangkit berdiri. Berulangkali, ia menggelengkan kepala, mengucek mata, dan menepuk pipinya. Ia ingin memastikan kalau ia benar-benar sadar kala melihat Chanyeol nyaris terbang dan melayang. Tapi, itu tak mungkin, kan? Apa ia terlalu lelah sehingga berhalusinasi? Namun, Kris memilih diam dan melupakannya. Kejadian tadi jelas tak masuk akal. Ia pasti salah lihat! Pasti!

Chanyeol pun ikut berdiri sambil membersihkan debu dari pakaiannya. Sebuah senyum lebar tersungging. Bodoh sekali, ia nyaris lepas kendali. Sekarang, sang Dewa menggaruk-garuk kepalanya—salah tingkah.

Melihat Kris yang sedikit syok, Chanyeol pun berusaha mengalihkan pembicaraan. “Ah, taman ini pasti indah kalau bunga-bunga bermekaran. Romantis sekali.”

Bunga? Bermekaran?

Lagi-lagi, Chanyeol kelepasan. Sial sekali! Sekarang, taman dengan beberapa bunga itu dipenuhi bunga yang bermekaran di setiap sudut. Mirip padang bunga karena berwarna-warni.

Segera, Kris melepaskan headset dari telinga dan mengalungkannya ke lehernya. Matanya mengedar ke sekitar. Tunggu! Sejak kapan taman itu dipenuhi bunga? Lagipula, musim apa ini? Tidak mungkin bunga-bunga bisa bermekaran sekarang! Sungguh, Kris merasa ada yang salah dengan mata atau pikirannya. Apa ia benar-benar sudah gila karena melihat keanehan seperti itu? Apa halusinasinya terlalu parah?

“Ya! Ya! Ya! Park Chanyeol! Apa kau yakin taman ini tadi dipenuhi bunga bermekaran seperti ini? Atau, aku yang tak memerhatikannya?” kata Kris dengan sedikit ketakutan. Ia sungguh takut kalau tanpa sadar dirinya sudah kehilangan akal sehatnya.

Chanyeol menggigit bibir bawahnya—berusaha menyembunyikan kecerobohannya. Ia memaksa diri untuk berbicara dan membuat alasan. “Eh? Bukannya sejak tadi memang sudah begitu?”

“Apa? Serius? Di musim seperti ini, bagaimana bunga bermekaran? Bukankah itu aneh? Seingatku, aku tak melihat apa pun tadi. Namun, bagaimana bisa seperti itu? Aneh! Aneh sekali! Apa aku sudah gila? Atau, aku terlalu lelah sehingga berhalusinasi? Astaga, perasaanku sungguh tak enak!” cerocos Kris tanpa henti.

Mendengar reaksi Kris, Chanyeol mendadak merasa depresi. Semua terjadi karena kesalahannya. Tak seharusnya, ia lepas kendali sehingga tanpa sadar menggunakan kekuatannya!

Tiba-tiba—

Breess—

Hujan turun dengan derasnya. Ya, lagi-lagi, Chanyeol lepas kendali. Itu semua karena perasaan bersalahnya karena membuat Kris panik. Hujan pun turun secara mendadak.

Namun, belum sempat sadar ia lepas kendali dan memperbaiki kesalahannya, tangan Chanyeol telah ditarik. Pemuda bersurai pirang itu terus menggenggam tangannya dan membawa sang Dewa ke satu tempat—mencari tempat teduh.

Chanyeol pun hanya memilih diam dan mengikuti pemuda bersurai pirang itu. ‘Kris—’ kata sang Dewa dalam hati.

~ . ~


~ . ~

Kris dan Chanyeol terus berlari mencari tempat berteduh. Tak lama, mereka pun menemukan satu bangunan tua yang tampak bersih dan terawat. Kedua pemuda jangkung itu pun memutuskan menunggu hujan reda di sana sambil mengeringkan seragam mereka yang basah. Beruntung, seragam itu besok sudah tak dipakai. Jadi, tak perlu mereka khawatir dengan hal itu.

“Aduh, maafkan aku, Kris. Aku lepas kendali,” kata Chanyeol menyesali perbuatannya. Bagaimanapun, semua yang terjadi adalah kesalahannya.

Kris mengusap wajah basahnya dengan sapu tangan. Mendengar perkataan Chanyeol, ia memandang pemuda bersurai hitam itu dengan bingung. “Ada apa denganmu? Untuk apa kau minta maaf? Hujan turun tiba-tiba itu bukan salahmu, kan? Belakangan, cuaca memang aneh dan tak menentu. Kurasa itu karena global warming yang semakin parah.”

Reaksi tak terduga Kris itu membuat Chanyeol salah tingkah. Ia akhirnya terkekeh pelan sembari menyandarkan tubuhnya pada pintu bangunan tua. “Ah, begitu, ya? Jadi, karena global warming ya?” tanggap sang Dewa serba salah. Sesungguhnya, itu salah Chanyeol. Beruntung, Kris tak menyadarinya.

Tiba-tiba—

Kriet—

Brak—

Pintu bangunan itu terbuka dan membuat Chanyeol jatuh telentang dengan keras ke lantai. “Aduh, pantatku!” teriak Chanyeol sambil mengaduh.

Kris sendiri malah tertawa terbahak melihat kesengsaraan teman sebangkunya. “Sial sekali nasibmu, Park Chanyeol! Aish, sial! Aku tertawa sampai menangis!” Kris mengusap air mata yang keluar karena saking terpingkal-pingkalnya dirinya.

Chanyeol masih mengaduh. Susah payah, ia bangkit berdiri sambil mengusap pantatnya yang terjatuh dengan tidak elit.

Akhirnya, Kris berhenti tertawa. “Kau tak apa-apa?” tanya Kris sedikit khawatir.

Pemuda bersurai hitam itu tak menanggapinya. Ia terlalu terpesona dengan apa yang dilihatnya. Kris pun memilih melupakan pertanyaannya dan mengalihkan perhatian pada pemandangan yang tersaji di hadapannya.

Sebuah altar dengan barisan kursi berjajar rapi tampak menghiasi ruangan luas itu. Atap serupa kubah dengan lampu besar menggantung menambah keindahan. Gambar malaikat bersinar terang terlukis di jendela kaca di atas semakin membuat bangunan tua tadi memesona.

“Tak pernah kusangka ada tempat seperti ini. Apa ini geraja? Sepertinya, sudah tak terpakai,” kata Kris lirih sambil mengedarkan mata ke sekitar.

Je weiter meine Stimme dringt,

Je heller sie mir wieder klingt

Von unten.

Mein Liebchen wohnt so wit von mir,

Drum sehn’ ich mich so heiß nach ihr

Hinüber.

Kris terperangah kala satu lagu indah menggema memenuhi geraja. Lagu berbahasa asing itu tiba-tiba terdengar. Dan, suara yang menyanyikannya sungguh merdu dan indah seperti malaikat.

Tunggu dulu. Tak ada siapa-siapa di sana. Tak mungkin jika Chanyeol yang bernyanyi, kan?

Pemuda bersurai pirang itu pun segera menoleh ke arah Chanyeol. Tak salah lagi. Pemuda menyebalkan itulah yang tengah bernyanyi. Namun, bagaimana suara bariton Chanyeol bisa mencapai nada setinggi dan seindah itu? Sungguh, Kris merasa sedang bermimpi. Ditepuk pipinya pelan, berusaha menyadarkan diri.

Itu kenyataan. Kris tidak sedang bermimpi. Setelah beberapa saat Kris memilih berdiam dalam kebingungan—sekaligus menikmati lagu Chanyeol, lagu itu akhirnya berhenti. Kris tak lagi bisa menyembunyikan rasa penasarannya. “Ya! Park Chanyeol! Apa kau benar-benar yang bernyanyi tadi?” tanya Kris sedikit menyelidik.

Terkejut karena lagi-lagi kelepasan, Chanyeol menutup mulut dengan telapak tangannya. Salah tingkah. Namun, akhirnya, ia berbicara. “Eh? Iya, itu aku. Jelek, ya?” Sang Dewa menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal.

Kris menggeleng. “Itu indah sekali. Sungguh merdu bak suara malaikat. Tapi, serius itu suaramu? Kau tak sedang lipcynch, kan?” Kris curiga jangan-jangan teman sebangkunya iseng menyetel satu lagu dan berpura-pura bernyanyi. Tak mungkin Chanyeol bisa bernyanyi seperti itu! Tak masuk akal!

“Ei? Kau memujiku? Ah, aku terharu! Ya! Itu benar-benar suaraku! Ah, pokoknya aku senang karena kau ternyata memerhatikanku!” teriak Chanyeol gembira.

Sang Dewa berlari menghampiri Kris dengan posisi tangan terentang siap memeluk pemuda bersurai pirang itu. Namun, tangan kanan Kris menghentikan aksi Chanyeol. Beruntung, Chanyeol bisa berhenti tepat waktu sebelum mukanya berciuman dengan telapak tangan besar itu.

Posisi itu bertahan selama beberapa detik, sebelum Kris menyentil dahi Chanyeol dengan kerasnya—membuat pemuda bersurai hitam itu terhuyung ke belakang. “Jangan mimpi, Park Chanyeol!” Kris tersenyum puas karena berhasil memberi pelajaran pada pemuda menyebalkan itu.

Chanyeol hanya mengaduh dan mengusap dahinya. Sentilan Kris itu meninggalkan bekas memerah. “Ya! Kau tega sekali, Kris!”

~. ~


~ . ~

“Terima kasih, Kris, karena kau sudah menemaniku seharian. Sungguh kencan yang menyenangkan! Kurasa kita harus sering melakukannya!” Chanyeol tersenyum lebar seperti biasa. Sungguh bahagia sekali kelihatannya.

Mata Kris mendelik horor. Kencan? Lebih sering? Astaga, ia tak mau lagi terjebak dengan Chanyeol. Tak akan ada kata ‘lagi’. Never!

“Dan, terima kasih sudah menemaniku mencari oleh-oleh! Kau yang terbaik, Kris!” Chanyeol menunjukkan dua ibu jarinya.

Kris tadi memang sudah berbaik hati menemani Chanyeol membeli jaket untuk Baekhyun di rumah. Ya, sejujurnya, ia sedikit memaksa pemuda bersurai pirang itu sih. Yang penting, Kris tetap mau menemaninya, kan? Setia sekali.

“Sudah selesai bicaranya? Kalau sudah, aku duluan,” kata Kris sambil melenggang pergi—tanpa memedulikan atau pun menanggapi sang Dewa.

Chanyeol mengerucutkan mulutnya karena ditinggal begitu saja oleh teman sebangkunya itu. Apa Kris tak bisa memberi salam perpisahan dengan lebih normal? Apa hari ini sama sekali tak berkesan untuknya? Sungguh, kejam sekali!

Namun, Kris mendadak berhenti kala sebuah pertanyaan melintas di benaknya. Ia menoleh ke arah Chanyeol. “Ya! Lagu tadi—Apa judulnya?” tanya Kris pelan.

Chanyeol pikir Kris berhenti dan menoleh karena berubah pikiran akan memberikan salam perpisahan yang manis. Jadi, sang Dewa pun tak menjawab pertanyaan Kris tadi.

Baru saja Chanyeol akan berteriak, Kris mengulangi pertanyaannya lagi dengan sedikit penekanan. Rupanya, ia sudah menduga reaksi yang akan diperlihatkan Chanyeol. Bocah itu pasti salah sangka karena Kris mendadak berhenti. “Jangan berbicara apa pun! Jawab saja! Apa judul lagu yang kaunyanyikan tadi?”

Sebuah dengusan pelan lolos. Ternyata, Kris memang tak berniat mengucapkan salam perpisahan dengannya. Menyebalkan. Dengan setengah kesal, Chanyeol pun menjawab. “Ah, lagu tadi. Mm—Schubert ‘Shepherd on a rock’ baris kedua. Kalau tahu artinya, jangan marah, ya?” Sang Dewa mengusap tengkuknya.

Mendengar jawaban Chanyeol, Kris menautkan alis. Marah, katanya? Mengapa ia harus marah? Ah, sudahlah. Masa bodoh dengan itu. Yang penting, sekarang, Kris sudah tahu judul lagu indah tadi, sekalipun ia tak tahu artinya.

Kris membalikkan badan dan bergeming. Chanyeol sendiri memilih mengerucutkan mulutnya sebal karena ternyata, Kris benar-benar tak peduli dengannya. Cih, menyebalkan. Namun, akhirnya, hal yang dinantikan sang Dewa terdengar juga.

“Oh ya, mengenai hari ini, sama-sama. Meskipun aku kesal harus terjebak denganmu, kupikir hari ini tak terlalu buruk. Thanks. Sampai jumpa di sekolah!” kata Kris dengan gaya khasnya yang dingin dan sedikit arogan. Pemuda bersurai pirang itu melenggang pergi meninggalkan sang Dewa dengan senyum bahagianya.

“Lain kali, kita kencan lagi, ya, Kris!” teriak Chanyeol sambil melambaikan tangan penuh semangat.

Mendengar itu, Kris memilih diam dan terus berjalan. Namun, sebuah senyum terukir di bibirnya. ‘Kurasa, aku sudah benar-benar tertular kebodohannya. Payah sekali aku ini,’ kata Kris dalam hati.

~ . ~


~ . ~

Senandung riang mengiringi langkah Chanyeol ke rumah. Senyuman lebar penuh kegembiraan pun ikut menghiasi wajah tampannya. Ya, memang tak dipungkiri Chanyeol bahagia. Hari ini, ia bisa menghabiskan waktu dengan Kris. Kencan. Berdua saja. Ah, mengingat semua yang terjadi membuat Chanyeol terkekeh bak orang gila.

Tanpa bersuara, sang Dewa memasuki rumah. Takut rupanya jika ia sampai membangunkan Baekhyun. Ah, tidak juga. Ia hanya tak mau jiwa Rottweiler pemuda mungil itu muncul. Tidak. Ingin tak ingin Baekhyun marah-marah dan merusak hari sempurnanya. Karena itulah, Chanyeol sedikit berjingkat dan mengendap-endap. Gaya pemuda bersurai hitam itu malah bak pencuri. Mencurigakan.

Kekhawatiran akan membangunkan sang pengawal ternyata tak beralasan. Baekhyun tengah asyik menonton TV di ruang tengah. Tahu sahabatnya belum tidur, Chanyeol pun mengakhiri aksi berpura-pura jadi pencuri.

Disapanya Baekhyun dengan ceria. “Yo, Baekkie, my friend! Belum tidur?” Setelah melemparkan sapaannya, Chanyeol bergerak ke dapur untuk mengambil susu.

Hening. Tak ada jawaban dari Baekhyun. Yang terdengar hanya suara TV di ruang tengah.

Kening Chanyeol berkerut. Mengapa Baekhyun tak menjawabnya? Apa Baekhyun tertidur di sana? Segera ia membawa gelas susunya ke ruang tengah—ingin memastikan Baekhyun bangun atau tidak. Tebakannya lagi-lagi salah. Baekhyun tidak tidur. Ia tampak menikmati tayangan layar kaca di depannya. Namun, mengapa ia tak menjawab Chanyeol? Apa Baekhyun marah?

“Ya, Byun Baekhyun! Kau tak mendengarku?” seru Chanyeol yang memilih berdiri tak jauh dari Baekhyun duduk.

Lagi-lagi, nihil. Tak ada jawaban? Apa Baekhyun benar-benar berniat tak mengacuhkan dirinya?

“Jadi, kau mau mengabaikanku, eoh? Terserah kau sajalah. Aku juga tak peduli.”

Chanyeol menenggak susu hingga tandas sebelum meletakkan gelas di atas meja. Ia berharap dengan ikut mengabaikan Baekhyun, maka sang sahabat akan berhenti dari aksi diamnya. Ya, setidaknya, dengan balas menyapa dengan satu kata atau bergerak saja, sudah cukup. Namun, lagi-lagi, Baekhyun diam bak patung. Patung yang bisa bernapas.

Tak mendapati respons, Chanyeol mulai sebal. Mm, apa yang harus ia lakukan? Apa dengan membahas topik lain akan membuat Baekhyun berbicara? Bagaimana dengan topik tentang Kris? Apa pengawalnya itu bisa terpancing?

“Ya, Byun Baekhyun! Kau tahu? Hari ini menyenangkan! Akhirnya, aku berkencan dengan Kris! Sungguh, aku bahagia! Luar biasa! Aku tak menyangka Kris memang benar-benar memesona!” pancing Chanyeol antusias.

Akhirnya, Baekhyun bergerak juga. Pemuda manis itu melemparkan bantal yang tadi dipegangnya ke arah Chanyeol sekuat tenaga. Beruntung, refleks Chanyeol sangat baik sehingga benda itu tertangkap dengan mudahnya.

“Berapa kali lagi aku harus mengatakannya padamu? Kubilang, hentikan! Mengapa kau malah bertindak semakin jauh, Park Chanyeol! Bisakah kau serius dengan tugasmu sebagai dewa? Demi para dewa! Argh! Tak sadarkah betapa bahayanya tindakanmu itu! Kau melanggar aturan, Bodoh! Mereka akan turun tangan jika kau tak segera berhenti! Kau memang keparat, Park Chanyeol!”

Baekhyun tak bisa lagi mengendalikan emosi. Sekarang, ia hanya ingin melampiaskan semua rasa kesal yang menumpuk. Sudah cukup ia bersabar menghadapi tingkah Chanyeol yang seenaknya. Sebagai pengawal, ia merasa sudah gagal. Gagal membuat Chanyeol menjalankan tugasnya dengan baik. Gagal memperingatkan Chanyeol supaya tak melanggar peraturan. Ia gagal!

Mendengar ledakan emosi sang sahabat, Chanyeol terdiam—tanpa suara. Didekapnya bantal yang sempat ia tangkap. Tak lama, senyum kecil menghiasi wajahnya yang mulai berubah serius.

“Dua tahun atau pun ribuan tahun lalu, sudah kulihat banyak manusia yang merasakan cinta membara, sekalipun sekali seumur hidup mereka. Kau tahu sesuatu yang lucu? Awalnya, aku berpikir semua itu begitu konyol. Aku tak tertarik melihatnya. Sungguh, mengapa hanya demi satu orang, orang bisa jadi tak waras? Melakukan hal-hal tak masuk di akal demi cinta. Bahkan, mereka bilang akan mencintai dia seorang sampai mati. Aneh sekali. Aku sama sekali tak mengerti dengan cara pikir manusia.” Sembari mengeratkan pelukannya pada bantal, Chanyeol menutup mata.

Baekhyun tak berbicara. Ia memilih menatap lekat sosok sahabatnya.

“Aku tak pernah mengerti, Baekkie. Bagiku, semua itu tak ada artinya, sekalipun aku telah hidup di antara manusia selama ribuan tahun. Baiklah, mungkin bukannya aku tak mengerti. Kurasa aku tak mau mencoba mengerti. Setelah itu, aku mulai bosan dengan kehidupan manusia sekarang. Apalagi, belakangan, kantukku semakin menjadi-jadi. Tapi, semua berubah, Byun Baekhyun. Kris. Karena Kris, aku bisa mengerti. Cinta membara yang hanya kaurasakan karena satu orang. Bisa kaubayangkan betapa kencang jantungmu akan berdebar saat kau bersamanya? Kau ingin selalu di sampingnya—membuatnya tersenyum dan melakukan apa pun untuknya. Pikiranmu hanya dipenuhi olehnya—nyaris membuatmu gila. Itu memang aneh. Tapi, aku sekarang mengerti bagaimana perasaan manusia yang mencintai satu orang dengan sepenuh hati.”

Chanyeol membuka mata. Dipegangnya bantal dengan tangan kiri, sementara tangan kanan menyentuh dada. Ia kembali bersuara. “Aku sendiri tak tahu sampai kapan akan mencintai Kris. Namun, aku hanya ingin menikmati perasaan ini selama aku masih bisa. Lagipula, kurasa aku justru melakukan tugasku dengan lebih baik sekarang. Aku tak lagi mengantuk, Baekkie! Dan, aku pun kini semakin mengenal dan mengerti manusia. Apa itu salah?” Sang Dewa mencoba meminta persetujuan.

Baekhyun masih bertahan dalam sikap diamnya.

Chanyeol tersenyum miris. Dilemparkan bantal di tangan ke arah Baekhyun. Dengan sigap, sahabatnya itu menangkapnya—tanpa mengatakan apa pun. Sang pengawal sibuk bergelut dengan pikirannya sendiri sekarang.

Pemuda jangkung itu menyambar tasnya dan mengeluarkan sebuah jaket putih yang dibelinya bersama Kris dalam perjalanan pulang tadi. Ia berjalan mendekati sang pengawal yang tampak bergeming. Pandangan Baekhyun begitu kosong.

Segera, diserahkannya jaket itu pada Baekhyun. Pemuda bertubuh mungil itu menatap dingin benda yang diberikan padanya—tak bergerak menerima. Akhirnya, Chanyeol memaksa Baekhyun untuk memegang benda itu. “Ini untukmu. Tadi, aku sempat mampir untuk membelinya. Kuharap kau suka. Kalau begitu, aku ke kamar dulu.” Chanyeol tersenyum miris. Diacaknya surai Baekhyun sebelum melenggang pergi ke kamarnya.

Mata Baekhyun terpaku pada jaket di tangannya. Jaket putih dengan gambar Snoopy di bagian belakang. Ia sadar belum memiliki jaket seperti itu. Tangan Baekhyun mengerat memegang hadiah dari sang Dewa. Helaan napas berat terdengar.

“Kau bodoh dan nekat. Sekarang, apa yang harus kulakukan? Kau membuat situasiku semakin sulit.” Baekhyun merapikan surainya sebelum melangkah dengan gontai ke kamar. Ia harus memutuskan apa yang harus dilakukannya pada pemuda yang pernah—dan masih—dicintainya itu.


To be Continued

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
chachamariditha
Chapter 6, 7, and 8 for you who miss this story. Lol. *jika ada*

Comments

You must be logged in to comment
Sky_Wings
#1
Plot ceritanya bagus!
can_tbeempty #2
Chapter 5: Lanjutin dooong
stressedouttt #3
really interesting..
LovelyMeyMey #4
Chapter 5: udah deh kris lupain tao kan udah ada chanyeol
AWPark #5
Oonie fighting ciayou ganbate.. keep writing. Cerita oonie DAEBAK!! ^-^
krisyeolcola
#6
Chapter 5: ouuuhh, poor kris TT
chanyeol: sini-sini aku temani XD
mr.kim... makasih dah buat kris sedikit (SEDIKIT) menyukai keberadaan chanyeol kkkkk
thanks for update, want more~
Syanamyun99 #7
nice story! lanjut ya min
krisyeolcola
#8
Chapter 4: udah lihat di wordpressnya untuk chapt ini hehehe
n aku terkekeh di bagian ini "Mr. Kim, saya tidak pendek!" XD
AWPark #9
Chapter 3: Next min... Greget nih..
krisyeolcola
#10
Chapter 1: hadduu, another taoris -_-
bhs formal terasa kaku, apa krn aku yg jrg bc fiksi dlm bahasa y? XD
foreword nya ngingetin aku sm salah satu krisyeol angst dsni dan ceritanya bgs bgt, cm bedanya ini ada humornya hmm
update soon :)