The Emotion

God who Falls in Love

Dengan gontai, Kris melangkahkan kaki menuju lokernya di lantai satu. Seragamnya tampak basah. Ya, bagaimana tidak? Ia terpaksa membasahinya supaya cairan cola kecoklatan tadi menghilang.

Kris mendengus pelan. Masih kesal rupanya dengan tingkah Chanyeol. Usaha melampiaskan emosi dengan berteriak sekencang mungkin dan menendang barang-barang di atap tak bisa menghapus rasa jengkelnya. Ya, meskipun sejujurnya sudah jauh lebih berkurang—sedikit lebih tenang. Namun, satu keputusan bulat sudah diambil Kris. Ia bersumpah tidak akan pernah berhubungan dengan makhluk bernama Park Chanyeol. Tak akan pernah ia menanggapi apa pun yang dilakukan pemuda bodoh itu. Tidak. Tidak akan lagi. Selamanya. Ia bersumpah.

Pemuda tampan bersurai pirang itu bermaksud mengambil blazer yang disimpan di loker—untuk menutupi seragam basahnya—kala matanya mendadak terpaku. Sebuah tas kertas tergantung di knop pintu loker. Benda itu jelas bukan milik Kris.

'Milik siapa ini? Mengapa tergantung di sini?' pikir Kris heran. Sungguh, ia tak mengerti siapa yang meletakkan benda itu di sana.

Dengan ragu, Kris mengambil tas kertas yang cukup besar itu dan mengintip apa isinya. Keningnya mengernyit mendapati benda-benda dalam tas. Sebuah atasan seragam sekolah, sama seperti yang dipakainya sekarang—namun jelas dalam kondisi kering—, sekotak tisu, dan setangkai bunga ungu. Satu tangkai batang dengan bunga kecil yang tumbuh saling berdekatan—bergerombol.

Purple Hyacinth—Hyacinth ungu. Bunga mungil beraroma manis. Bunga lambang permintaan maaf.

Kris tak perlu lagi membuka buku yang dipinjamnya beberapa hari lalu. Ia telah membaca dan menghapal isinya. Well, ternyata tak buruk juga isi buku itu. Ilmu tentang bunga ternyata cukup menarik untuk dipelajari. Begitu juga dengan fakta menarik bahwa setiap bunga—dan tumbuhan—punya makna tersendiri.

Mencermati benda-benda dalam tas, Kris tak perlu berpikir lama untuk tahu siapa yang memberikan semua itu. Siapa lagi kalau bukan makhluk bernama Park Chanyeol. Itu pasti dia. Kris tak mungkin salah.

Kris menjatuhkan tas dari Chanyeol dengan kasar ke lantai.

Tidak. Ia tak ingin lagi berhubungan dengan Chanyeol. Tidak lagi. Kris tak perlu menanggapi tingkah, perkataan atau pun menerima benda-benda dari pemuda konyol itu lagi. Tidak akan lagi. Titik.

Segera, Kris membuka loker, mengambil blazer dan memakainya. Setelah mengunci loker, pemuda bertubuh jangkung itu segera mengarah ke ruang guru. Kris berniat menemui Mr. Kim untuk meminta tambahan waktu untuk menyelesaikan hukumannya. Tentu saja, ia belum bisa menulis ulang seluruh jawaban. Kris masih harus mengikuti pelajaran lain, kan? Sebagai siswa yang berprestasi di bidang akademik, ia tak mau kehilangan sedetik pun waktu untuk mendapat ilmu baru—dari berbagai pelajaran. Karena alasan itulah, Kris berniat meminta perpanjangan waktu untuk mengerjakan hukumannya.

~ . ~

~ . ~

"Alasan apa yang harus kuberikan pada Mr. Kim? Haruskah aku memberitahu apa yang terjadi sebenarnya? Tapi, apa Mr. Kim akan percaya kalau lembar jawabku basah karena cola pemberian Park Chanyeol? Aish, pasti Mr. Kim tak akan percaya," gumam Kris. Pemuda bertubuh jangkung ini tengah memikirkan alasan pada guru matematikanya itu.

Kesal karena tak yakin dengan alasan yang akan dikatakan, Kris mengacak surai pirangnya kasar. Berbicara tentang rambut pirang Kris, ia beruntung sekolah di XOXO High School. Sekolah itu memang tak terlalu membatasi penampilan siswa-siswinya. Hal yang perlu dilakukan hanyalah datang dengan seragam sekolah, mematuhi aturan dan mampu berprestasi. Itu saja. Tak lebih.

Kris sudah nyaris sampai di ruang guru, namun ia belum tahu bagaimana harus berbicara dengan Mr. Kim. Ia baru saja akan masuk, saat mata elangnya mendapati Park Chanyeol berdiri di hadapan sang guru matematika. Dengan segera, ia menyembunyikan diri sehingga tak akan tampak dari dalam. Didekatkan telinganya pada sebuah jendela supaya ia bisa mencuri dengar dan sedikit mengintip. Sungguh, ia penasaran apa yang dibicarakan Mr. Kim dan si bocah menyebalkan itu. Apa Chanyeol membuat masalah lagi?

"Jadi, itu penawaran yang saya ajukan, Mr. Kim. Apa Anda setuju?" Suara bariton Chanyeol yang sedikit serak terdengar jelas.

Mr. Kim menata tumpukan kertas di depannya. Lelaki itu diam saja—tidak langsung menanggapi apa yang baru saja dikatakan siswa baru itu padanya. Mata tajam sang guru mengarah pada Chanyeol. "Kay yakin dengan penawaranmu itu, Park Chanyeol? Kau pikir kau akan bisa mengerjakan dua ratus soal sepulang sekolah? Kau terlalu berani, anak muda." Guru matematika paruh baya itu menyeringai. Sebuah seringai meremehkan.

Diremehkan seperti itu tak membuat Chanyeol mundur. "Anda boleh membuktikannya sendiri, Mr. Kim. Anda hanya perlu mengabulkan permintaan saya tadi kalau berhasil. Bagaimana? Anda setuju?" Chanyeol menunjukkan senyum khasnya—senyum lebarnya.

Mr. Kim tak menyukai senyum Chanyeol itu. Dialihkan pandangannya pada kertas soal di meja. "Kau sungguh berani sekali menantangku. Baiklah. Ini akan sangat menarik. Dari ratusan siswa yang pernah kuajar, baru kali ini ada yang berani menantangku secara langsung. Aku senang sekali. Mm—aku cuma perlu melakukan apa yang kauminta tadi, kan?"

Chanyeol hanya mengangguk.

"Tapi, jika kau tak mampu menyelesaikan dua ratus soal itu, kau tahu konsekuensinya, kan?" Sorot mata Mr. Kim begitu tajam. Ia ingin memastikan bahwa Chanyeol serius dengan penawaran yang menurunkan sia-sia itu.

Siswa baru bertubuh tinggi itu memamerkan deretan gigi putih nan rapinya dan kembali mengangguk.

Mr. Kim mendengus pelan. Ia benar-benar tak habis pikir dengan tingkah Chanyeol itu. Bodoh sekali. "Baiklah, temui aku di perpustakaan setelah pulang sekolah. Kau jelas tak bisa mundur sekarang, Park Chanyeol. Sekarang, kau boleh pergi."

"Terima kasih, Mr. Kim. Anda yang terbaik." Chanyeol menundukkan kepala sopan pada guru matematika killer itu dan meninggalkan ruang guru.

~ . ~

~ . ~

Menyadari Chanyeol akan keluar, Kris langsung memutuskan untuk bersembunyi. Ia masuk ke ruang kelas –yang entah kelas siapa- supaya si pemuda konyol yang menyebalkan tak tahu keberadaannya. Setelah merasa aman, pemuda jenius itu pun keluar dan segera memasuki ruang guru. Kris mendekati kursi Mr. Kim yang terlihat sibuk mencorat-coret kertas di depannya. Apa sang guru sedang sibuk membuat soal? Kris tak bisa memastikannya.

"Permisi, Mr. Kim," sapa Kris sopan. Ditundukkan kepalanya sedikit.

Mr. Kim mendongak—melihat siapa yang berani mengganggu aktivitasnya. Ah, Kris Wu. Siswa jenius di kelas dua. Bahkan, ia bisa mengatakan kalau Kris adalah siswa paling pandai di XOXO High School. Tapi, mengapa ia ke sini?

"Ada apa, Kris Wu? Ada kau ada perlu?" tanya Mr. Kim sembari menghentikan aktivitas menulisnya.

"Maaf saya mengganggu Anda, Mr. Kim. Saya ingin meminta bantuan Anda sedikit. Tolong berikan saya waktu tambahan untuk menyelesaikan hukuman saya tadi," kata Kris takut-takut.

Sejujurnya, Kris tak takut dengan Mr. Kim. Ia hanya tak mau bermasalah dengan guru satu ini. Reputasi dan rekor akademisnya tentu bisa tercoreng. Mr. Kim adalah seorang guru yang sangat berpengaruh di sekolah. Jelas, Kris tak mau sampai membuat atau memperpanjang masalah.

"Hukuman? Hukuman apa?" Mr. Kim berusaha mengingat hukuman apa yang dimaksud Kris. Tak lama, guru yang dikenal galak ini hanya mengangguk-anggukkan kepala. "Ah, masalah dengan siswa baru tadi? Kau tenang saja. Park Chanyeol sudah mengakui itu kesalahannya. Kau sama sekali tak bersalah. Jadi, kau tak perlu repot-repot mengerjakan hukuman tadi," tanggap Mr. Kim santai.

Mendengar penjelasan itu, Kris hanya bisa menelengkan kepala. Ia sungguh tak mengerti. "Eh? Tapi—"

Kris berusaha mengorek kejelasan lebih jauh saat guru paruh baya itu kembali berbicara. "Itu bukan salahmu, Kris. Seharusnya aku bisa menahan emosi tadi dan tak seharusnya melampiaskannya padamu. Kau adalah siswa pandai, Kris. Mana mungkin kau bertindak aneh-aneh kalau tidak benar-benar ada hal yang keterlaluan. Park Chanyeol memang sangat keterlaluan. Aku saja kewalahan menghadapinya. Kau tahu? Anak itu bahkan berani menantang— Ya ampun, aku lupa." Mr. Kim menepuk keningnya. Sepertinya, ia nyaris kelepasan bicara.

Guru matematika itu mencoba mengalihkan pembicaraan. "Lupakan saja. Yang pasti, kau tak perlu mengerjakan hukuman apa pun. Toh, sekalipun harus melakukannya, aku yakin kau bisa mengerjakannya. Ah, ini pelajaran hari ini yang kaulewatkan. Baca dan catatlah materi ini. Kau bisa mengembalikannya besok." Mr. Kim menyerahkan lima lembar kertas penuh materi.

Kris menerima kertas itu dengan kebingungan menggantung. Ia sungguh tak mengerti mengapa ia dibebaskan dari hukuman. Namun, Kris memilih diam. Pemuda tampan itu segera menundukkan kepala dan mengucapkan terima kasih. Mr. Kim sendiri kembali sibuk meneruskan aktivitas membuat soalnya. Kris keluar dari ruang guru penuh tanda tanya. Apa yang sebenarnya terjadi?

~ . ~


~ . ~

Bel tanda istirahat kedua berbunyi. Kris merapikan buku pelajarannya dan bersiap menghabiskan waktu di perpustakaan. Park Chanyeol yang duduk di sampingnya terlihat berdiri dan meninggalkan kelas.

Kris sedikit heran dengan perubahan sikap Chanyeol. Pemuda menyebalkan itu tiba-tiba berhenti mengganggunya. Bahkan, sepanjang pelajaran, Chanyeol hanya diam saja—memerhatikan penjelasan guru. Ia tak seperti Chanyeol yang dikenal Kris. Bukan sosok menjengkelkan yang suka mengganggu dan membuat masalah.

'Apa yang kaupikirkan, Kris? Kau pasti sudah benar-benar gila karena memerhatikan bocah menyebalkan itu!' Kris heran mengapa bisa muncul pikiran tentang sosok teman barunya itu. Ditampar-tampar kecil mukanya—berusaha menghilangkan pikiran tentang Chanyeol. Ah, Kris merasa harus menenangkan diri di atap sejenak. Perpustakaan bisa menunggu lain kali.

Dengan cepat, Kris melangkahkan kaki menuju atap. Sebuah buku tampak digenggamnya erat untuk menemani. Namun, sesampainya di tangga teratas, Kris menghentikan langkah—tepat di belakang pintu penghubung tangga utama dan atap.

Secara tidak sengaja, Kris mendengar dua suara yang cukup familiar. Mereka tampak sedang bercakap=cakap. Penasaran, Kris memutuskan untuk menahan diri menghabiskan waktu di atap. Mencuri dengar perbincangan dua sosok itu lebih menarik sekarang.

Ya, Kris tahu persis siapa pemilik masing-masing suara. Mereka punya suara yang khas. Itu suara Park Chanyeol dan Byun Baekhyun.

Mm—Tunggu dulu. Jadi, mereka berdua saling kenal? Kris sedikit terkejut dengan fakta itu. Namun, itu bukan hal penting. Lebih baik, ia fokus mencuri dengar pembicaraan Chanyeol dan Baekhyun. Kira-kira, apa yang sedang mereka bicarakan?

~ . ~


~ . ~

"Kau tahu? Kau gila! Kau benar-benar sudah tidak waras!" Baekhyun menggelengkan kepala pelan sembari menatap lekat sang Dewa yang tengah asyik menyantap sandwichnya.

"Aku? Gila? Mm—Itu mungkin saja. Tapi, kurasa ini yang disebut cinta. Bukan cinta memang gila? Kurasa aku baru mengerti hal itu sekarang." Chanyeol terkekeh.

Baekhyun mendengus pelan. Diputar bola matanya dengan malas. "Tapi, tak sampai seperti ini, Yeollie! Kau bahkan sampai pindah sekolah! Kau tak mengatakan apa pun padaku tentang ini! Demi para dewa, kau ini benar-benar pembuat onar!"

"Aku hanya mengikuti kata hatiku. Apa itu tak boleh? Lagipula, aku tak membuat masalah, Baekkie!" Chanyeol kembali menggigit sandwich dan mengunyahnya. Sekarang, tangannya meraih strawberry juice kemasan untuk meredakan rasa haus.

Sang pengawal mendengus. Mata melotot tak percaya dengan yang didengarnya. "Tak membuat masalah? Apa kau ini bodoh? Sudah berapa masalah yang kaubuat hari ini, Yeollie? Di hari pertama, kau telah membuat masalah dengan Mr. Kim, guru paling galak di sekolah ini! Dan, kau tahu? Secara tak langsung, tingkahmu itu berimbas pada yang lain! Sepanjang pelajaran, Mr. Kim terus menyemburkan amarahnya! Aish, ini semua salahmu! Sialan!" seru Baekhyun emosi.

"Maaf—Maaf. Aku tak tahu," kata Chanyeol polos. Kini, sang Dewa tampak membersihkan remah-remah sandwich yang jatuh di seragamnya.

Baekhyun menghela napas panjang. "Kau bahkan membuat masalah dengan Kris. Kau tahu dia paling benci punya masalah di bidang akademis. Dan, hari ini, kau membuat rekor sempurnanya ternoda. Bahkan, kau membuat jawabannya basah karena cola. Oh, Park Chanyeol, demi dewa yang agung—Kau benar-benar sudah gila!" Pemuda kecil itu mengacak surai hitamnya frustasi.

Mendengar keluhan sahabatnya, Chanyeol hanya mengerucutkan mulut. "Aku benar-benar tak sengaja, Baekkie. Tadi, aku hanya ingin berbicara dengan Kris. Itu saja. Dan, aku terkejut karena dia ikut dihukum. Dan, masalah cola, aku juga tak tahu itu. Tapi, jangan khawatir. Aku telah minta maaf pada Kris. Bahkan, aku mempertanggungjawabkan perbuatanku itu."

Baekhyun menatap Chanyeol dengan pandangan menyelidik. Apa maksudnya dengan minta maaf dan bertanggungjawab?

Chanyeol bisa membaca pikiran Baekhyun. Karena itu, ia kembali bersuara. "Tadi, aku memberikan atasan seragam baru. Ya, ia tak mungkin menggunakan seragam berbau cola, kan? Aku juga memberikannya tisu untuk membersihkan diri. Ah, aku juga menyelipkan bunga Hyacinth ungu. Anggaplah, itu tanda permintaan maafku."

Alih-alih memuji atau bangga dengan 'pertanggungjawaban' sang Dewa, Baekhyun malah menghadiahi Chanyeol dengan sebuah jitakan di kepala. Chanyeol pun mengaduh kesakitan.

"Ya! Kau pikir Kris itu wanita? Oh, dewa yang agung, ampuni kesalahan makhluk ini! Sungguh, kau sangat bodoh! Berani benar kau memberikannya bunga? Kris pasti akan semakin marah, kau tahu? Kau bodoh sekali! Dan, yang paling buruk, kau membuat Kris terpaksa menulis jawabannya lagi! Kau benar-benar tolol, Park Chanyeol! Bad boy!"

Baekhyun benar-benar kesal. Ingin sekali ia memukul dewa berkekuatan sempurna itu berkali-kali. Sungguh menyebalkan sekali harus menjaga dewa yang suka seenaknya sendiri dan membuat masalah. Aish, mengapa Baekhyun yang ditunjuk untuk menjadi pengawalnya?

Chanyeol mengusap kepalanya. "Bukankah Kris suka bunga?" Tangan Chanyeol sekarang menggaruk kepala yang mendadak gatal sebelum melanjutkan perkataannya. "Ah, masalah jawaban itu? Tenang, aku sudah membereskannya!" Chanyeol memamerkan senyuman lebarnya.

Mata Baekhyun terpicing. "Apa maksudmu dengan membereskannya?" tanyanya menyelidik.

"Aku bertemu dengan Mr. Kim dan bernegosiasi," jelas Chanyeol enteng.

Mendengar jawaban Chanyeol, Baekhyun terkejut bukan main. Bernegosiasi dengan Mr. Kim? Apa ia bercanda?

Tanpa ditanya, Chanyeol kembali menjelaskan. "Aku mengakui insiden di kelas murni salahku. Aku meminta Mr. Kim untuk membebaskan Kris dari hukuman. Anggaplah itu caraku menebus kesalahan pada Kris. Aku telah melibatkannya dalam hukuman dan membuat jawabannya basah karenacola." Chanyeol kembali tersenyum.

Baekhyun memilih mengabaikan senyuman Chanyeol. Sudah terlalu sering ia melihatnya. Ia bosan. "Apa yang kautawarkan? Negosiasi itu tidak gratis, kan?" Sang pengawal sedikit penasaran. Apa negosiasi itu berhasil? Dan, apa yang harus dilakukan Chanyeol untuk menebus kesalahannya?

"Gampang. Dua ratus soal untuk dikerjakan sepulang sekolah. That's it," jawab Chanyeol santai. Ia mengeluarkan sebuah lolipop dan segera mengulumnya.

"Eh? Dua ratus soal? Nekat sekali kau ini, Yeollie! Dan, kau melakukannya demi Kris? Tsk-tsk. Sungguh sulit dipercaya kau bisa melakukan ini demi manusia. Mm—Tapi, kurasa dua ratus soal tak akan jadi masalah. Benar, kan?"

Chanyeol mengganggukkan kepala. Tak menjawab. Ia terlalu menikmati lolipopnya.

"Mm—sebenarnya tidak juga. Aku tak melakukannya demi Kris seorang. Aku ingin menyadarkan Mr. Kim kalau memberikan hukuman seperti itu tak baik. Meskipun, aku tahu, maksudnya itu baik. Beliau hanya ingin membuat siswanya pintar matematika."

Sebuah tautan tercipta. Mm—alasan Chanyeol tak buruk juga. Jika Mr. Kim berhasil sadar, imbas positif akan dirasakan semua siswa. Tapi, tetap saja Chanyeol harus menjaga sikap di kemudian hari. Terutama dengan Kris. Manusia sedingin es itu.

Keheningan tercipta. Kedua sosok itu sibuk dengan pikiran masing-masing.

Tiba-tiba, Baekhyun memecah keheningan. "Hei, Park Chanyeol—"

"Mm—Ada apa?" Chanyeol menoleh ke arah Baekhyun. Penasaran.

"Aku hanya ingin memperingatkanmu tentang aturan kita. Jangan melampaui batasmu. Kau harus berhenti sebelum terlambat. Ingat, kau tak boleh melanggar aturan. Mereka akan turun tangan jika kau semakin jauh melangkah. Kau tak pernah tahu apa yang bisa mereka lakukan," kata Baekhyun serius.

Chanyeol hanya menghela napas pelan. Lolipopnya masih bertengger di mulutnya. "Terima kasih atas peringatanmu. Tapi, aku tak mau. Aku akan menikmati apa yang ingin kulakukan. Ya sudah, Baekkie. Aku pergi dulu! Bye!" Chanyeol bergerak meninggalkan Baekhyun sembari melambaikan tangannya.

"Ya! Aku belum selesai bicara! Aish—Park Chanyeol! Kau hanya akan terus merepotkanku kalau terus bersikap seperti ini! Kau harus membayarku mahal! Woi, dengar itu!" teriak Baekhyun. Tangannya terangkat ke udara seperti berdemo.

"Akan kubelikan kau boneka Golden retriever yang lebih besar dari kemarin! Apa itu cukup untuk membayarmu? Sampai jumpa di kelas!" Chanyeol menghilang di balik pintu.

Baekhyun mendengus sebal. "Dasar dewa menyebalkan! Aish, dia harus benar-benar membayarku mahal. Awas kalau tidak, dia pasti mati!" Sang pengawal menatap langit biru dan memejamkan mata untuk menikmati indahnya hari itu.

~ . ~


~ . ~

Mendengar pembicaraan Chanyeol dan Baekhyun benar-benar membuat Kris terkejut setengah mati.

Jadi, Park Chanyeol yang meminta Mr. Kim membebaskan Kris dari hukuman? Tapi, mengapa? Sungguh, Kris tak habis pikir dengan bocah menyebalkan itu. Mengapa ia terlalu ikut campur? Apa Chanyeol mengira ia tak bisa menjalani hukuman itu? Tanggungjawab, katanya? Cih, itu pasti hanya alasan.

Namun, mendengar Chanyeol melakukan itu juga untuk memberi pelajaran pada Mr. Kim, amarah Kris sedikit mereda. Well, itu tak terlalu buruk. Kasihan siswa lain yang sering jadi korban guru matematika itu. Mm—Kris jadi penasaran. Apa Chanyeol akan berhasil menyelesaikan dua ratus soal itu? Dua ratus soal, yang benar saja! Kris harus melihat dan membuktikannya sendiri!

Kris mendengar langkah Chanyeol yang akan meninggalkan atap. Pemuda bersurai pirang itu segera beranjak dari tempat ia berdiri dan berlari menuruni tangga. Ia berharap Chanyeol tak mengetahui kalau tadi ia ada di sana.

~ . ~


~ . ~

Sepanjang pelajaran terakhir, Kris kembali mendapati Chanyeol yang sama. Pemuda itu terfokus pada pelajaran. Memang beberapa kali Kris melihat teman sebangkunya itu cengar-cengir, tapi Chanyeol tak melakukan atau mengatakan apa pun. Hanya tersenyum. Kris sendiri memilih mencoba tak terpengaruh dengan perubahan itu. Ia harus bisa mengabaikan Chanyeol jika tak ingin mati berdiri karena kesal.

Bel pulang sekolah berbunyi. Semua siswa memberesi perlengkapan mereka dan keluar kelas. Beberapa anak masih bertahan di dalam sembari mengobrol.

Chanyeol terlihat memasukkan peralatan tulisnya ke dalam tas sebelum melenggang pergi. Ia sempat mengucapkan 'sampai jumpa besok, Kris', namun si pemuda jenius hanya diam saja. Setelah Chanyeol pergi, Kris diam-diam berjalan ke arah perpustakaan. Tempat Chanyeol akan 'berperang' melawan Mr. Kim.

Mengintip apa yang dilakukan Chanyeol dari jendela perpustakaan bukan masalah besar bagi Kris. Apalagi, dengan tubuh setinggi 187 sentimeternya. Kris menahan napas, sedikit berdebar melihat apa yang akan terjadi.

Di dalam, Mr. Kim tampak memberikan setumpuk tebal soal pada Chanyeol. Kris sendiri belum pernah mengerjakan soal sebanyak itu! Bagaimana Chanyeol akan bisa mengerjakannya? Sungguh, apa Chanyeol akan berhasil? Kris benar-benar penasaran. Dan, muka Chanyeol itu—Mengapa tampak begitu santai? Raut mukanya bahkan ceria seperti biasa. Tak ada raut ketakutan atau kecemasan tampak. Bagaimana mungkin Chanyeol bisa mengendalikan emosi dengan setumpuk tebal soal di hadapannya? Apa ia benar-benar sudah tidak waras?

Setelah memberikan soal pada siswa baru yang berani menantangnya, Mr. Kim tampak bersantai membaca koran. Chanyeol sendiri hanya diam—serius sekali mengerjakan soal di depannya. Begitu cepat ia mencorat-coret dan menemukan jawaban. Soal satu per satu dibaliknya. Mencorat-coret lagi dan menulis jawaban.

'Terlampau cepat. Itu tak mungkin!' pikir Kris.

Apa yang dilihat Kris tak masuk akal. Chanyeol terlalu cepat membaca dan mengerjakan soal. Setiap menit, Chanyeol membaca soal dan mengerjakannya. Menit berikutnya, ia sudah membaca soal lain dan kembali menulis di lembar jawabannya. Apa Kris tak salah lihat? Dan, apa yang dikerjakan Chanyeol itu benar? Apa ia bisa mengerjakan semua soal itu? Tanpa kesalahan?

Jam lima sore.

Penantian panjang Kris selesai. Tak ia sadari, sore telah datang. Sungguh, ia terlalu asyik melihat Chanyeol berkutat dengan tumpukan tebal soal matematika dari Mr. Kim. Berbicara tentang guru matematika itu, ia terlihat tertidur di kursi. Kelelahan menunggu sepertinya.

Chanyeol terlihat selesai dengan jawabannya. Ia beranjak dari kursi setelah meregangkan tubuhnya yang pegal sebelum membangunkan sang guru. Diserahkannya semua jawaban yang telah ia kerjakan selama beberapa jam.

Masih dengan sedikit mengantuk, Mr. Kim sedikit tak percaya dengan lembar jawaban di tangannya. Namun, setelah merasa benar-benar sadar, sang guru segera mengoreksi jawaban itu. Raut muka Mr. Kim terbaca jelas. Ia tampak terkejut dengan setiap jawaban Chanyeol. Tidak bisa dipercaya. Bagaimana mungkin?

Satu jam sudah Mr. Kim mengoreksi pekerjaan Chanyeol dan akhirnya, ia berhasil menyelesaikannya. Lelaki paruh baya itu tampak mendengus sedikit kesal dan mengatakan sesuatu pada Chanyeol, sebelum beranjak pergi dari perpustakaan. Chanyeol sendiri tampak menggeliatkan tubuh dan tersenyum. Diambil tasnya lalu pergi mengikuti Mr. Kim keluar dari ruangan penuh buku itu.

Kris yang sejak tadi mengamati sudah mendapatkan jawaban atas rasa penasarannya. Namun, tetap saja ia bingung dengan Chanyeol. Bagaimana mungkin pemuda konyol itu bisa menyelesaikan semuanya? Pertanyaan itu—Ah, Kris tak pernah mendapatkan jawabannya.

~ . ~


~ . ~

Kris menopangkan dagu. Sesekali, ia menguap dan memejamkan mata. Memang beberapa hari ini, Kris kurang tidur. Bagaimana tidak? Rumah selalu penuh dengan pertengkaran kedua orangtuanya. Setiap malam, ketika mereka pulang kerja, selalu saja mereka cekcok. Mungkin keduanya terlalu lelah dengan urusan pekerjaan dan ketika di rumah, pasangan mereka yang jadi tempat pelampiasan emosi yang tertahan. Adu mulut terjadi. Nada tinggi. Saling serang. Semua itu memuakkan! Kris jelas tak bisa mengabaikan suara pertengkaran itu! Ia tak bisa tidur jadinya!

Kris baru saja akan jatuh tertidur, kala sebuah suara memanggil namanya—menganggu proses menuju dream land. "Kris!"

Pemuda bertubuh tinggi itu membuka mata—berusaha melihat siapa yang berani mengganggu acara tidurnya. Ah, Suho. Ketua kelas. Kris menatap siswa berkulit putih itu malas.

"Mrs. Choi menyuruhmu datang ke kantor. Katanya, ada yang harus ia bicarakan. Mungkin tentang lomba debat bahasa Inggris dua minggu lagi diKorea University. Segeralah ke kantor, beliau pasti sudah menunggumu. Dan, beritahu Park Chanyeol juga, jika kau bertemu dengannya. Mrs. Choi juga ingin berbicara dengannya. Aku sudah memberitahu Baekhyun tadi. Baiklah, aku pergi." Suho menyampaikan pesan itu dengan cepat. Dan setelah selesai, ia segera meninggalkan Kris.

Kris memutar bola matanya malas. Baiklah, ia memang sudah terbiasa dipanggil untuk mewakili sekolah di perlombaan akademis semacam ini. Yang jadi masalah, mengapa Chanyeol dan Baekhyun harus diikutsertakan?

Siswa jenius itu menoleh kursi sebelah. Tak ada tanda-tanda keberadaan makhluk menyebalkan itu di sana. Sembari mendecih, Kris bangkit dan berjalan ke ruang guru.

Sepanjang perjalanan menemui Mrs. Choi, kepala Kris mendadak saja penuh dengan Park Chanyeol. Ia sendiri tak tahu mengapa bisa begitu. Belakangan, pikiran tentang Chanyeol memang memenuhi diri Kris. Ya, terutama semenjak Chanyeol memberi pelajaran pada Mr. Kim, Kris mulai sedikit simpatik. Hanya sedikit—tolong, garis bawahi itu. Karena sejujurnya, Kris memang belum pernah bertemu dengan siswa yang berani melawan pada guru matematika galak itu. Bahkan, ia pun mati kutu menghadapi Mr. Kim.

Dan, semenjak Chanyeol berhasil 'mengalahkan' Mr. Kim, tak pernah ada lagi hukuman untuk mengerjakan soal. Well, tak sepenuhnya menghilang, namun memang kebiasaan Mr. Kim itu sudah berkurang. Tak segencar dulu ia mencari korban. Satu hal lagi, Kris menyadari kemampuan Chanyeol benar-benar di atas rata-rata. Kemampuan yang dilihatnya dulu bukanlah suatu kebetulan. Chanyeol memang jenius. Bahkan, Kris mengakui Chanyeol adalah rival yang berat. Namun, karena sikap supel dan cerianya, kejeniusan itu tersembunyi. Orang yang belum pernah mengenal Chanyeol pasti akan mengira bahwa bocah itu sangat bodoh.

Kris benar-benar tak mengira rasa simpatiknya berkembang ke arah yang salah. Sejujurnya, belakangan ini, Kris merasa nyaman dengan kehadiran siswa baru itu. Hidup Kris terasa berbeda. Katakanlah, lebih menarik.

Setiap hari, Chanyeol terus mengganggu Kris dan terus mengajak dirinya bicara—seperti biasa. Di mata Kris, apa pun yang dilakukan bocah itu adalah sebuah gangguan. Tak jarang, Kris mendapatkan berbagai benda atau makanan di loker atau mejanya—yang selalu diabaikannya. Dan, menurut Kris, hal itu sangat menyebalkan. Namun, di sisi lain, cukup lucu dan menggelikan. Lama-kelamaan, hal seperti itu jadi kebiasaan—makanan sehari-hari Kris. Si pemuda tampan bersurai pirang sudah merasa sangat nyaman dengan bocah dengan senyum lebar itu.

Kris membenci Chanyeol. Itu benar adanya. Siapa sih yang tak benci pada pemuda menyebalkan dan mengganggu seperti bocah itu? Namun, di sisi lain, Kris menyukainya. Menyukai dalam artian seberapa sering ia mengumpat dan mencacinya untuk sekedar melepaskan emosi—akan Chanyeol, keluarga dan segala masalah-, Kris tak perlu takut membenci atau menjauhinya seperti yang lain. Ada satu keyakinan bahwa Chanyeol memang ditakdirkan untuk berada di dekatnya. Entah sebagai apa—teman atau musuh, ia tak tahu.

'Astaga, Kris. Stop thinking of that idiot!' teriak Kris frustasi dalam hati. Ditepuk-tepuk mukanya sendiri untuk menyadarkan diri.

~ . ~

~ . ~

"So, you will be our school representative for the debate contest two weeks later. Kris Wu, Park Chanyeol and Byun Baekhyun, please, do your best. I'll infrom you for the practice later. You can leave now," kata Mrs. Choi pada ketiga anak didiknya dengan kemampuan di atas rata-rata di bidang bahasa Inggris itu.

"Yes, Ma'am." Kris, Chanyeol dan Baekhyun menundukkan kepala pada guru bahasa Inggris yang cantik itu dan beranjak meninggalkan ruang guru.

Langkah mereka terhenti kala Mrs. Choi kembali berseru. "Kris Wu!"

"Yes, Ma'am?" Kris berbalik—begitu juga dengan dua siswa di depannya yang tidak dipanggil.

"Please, smile! You will look better if you are smiling. Ask Park Chanyeol to help you. He looks charming because he always do that. And it may give good impression for the judges later. Park Chanyeol, please help Kris to smile, okay?"

Mrs. Choi mengerlingkan mata. Senang sekali ia menggoda siswa-siswanya. Ya, ia salah satu guru yang disukai para siswa karena selain cantik, ia sangat dekat dengan mereka.

Chanyeol mengangguk dengan penuh semangat. Senyuman lebar memamerkan deretan giginya yang putih dan rapi terbentuk. Kris menghela napas panjang, menundukkan kepalanya lagi dan meminta ijin untuk undur diri.

~ . ~


~ . ~

"Aku tak menyangka kita bertiga yang ditunjuk sebagai perwakilan sekolah. Ini mengasyikkan!" seru Chanyeol dengan semangat membara di sudut kantin. Dua siswa di depannya hanya diam—malas menanggapi apa yang dikatakan si troublemaker.

Kris mencermati setiap tema yang tertera di kertas yang dipegangnya. Tema yang mungkin dilombakan nanti. Baekhyun pun melakukan hal yang sama. Sementara Chanyeol? Ah, ia sibuk memakan kacang. Lihatlah, betapa banyak kulit kacang bertebaran di meja.

"Tema tahun ini cukup berat. Dan, beberapa di antaranya cukup aneh. Konflik dengan Korea Utara, K-pop wave yang meluas, dan yang paling aneh adalah masalah hubungan sesama jenis. Ah, kepalaku pusing mencari bahan dengan tema ini."

Baekhyun meletakkan kertasnya dan menjatuhkan kepala ke meja. Ia benar-benar tak mau berpikir saat ini. Mengapa ia yang harus terpilih dan terjebak di sini? Apalagi, dengan kelompok aneh ini! Kelompok dengan Kris si makhluk dingin dan arogan dan Chanyeol si dewa gila yang sinting. Ingin rasanya Baekhyun membenturkan kepalanya ke meja karena frustasi.

"Lawan kita juga berat. Siapkan diri kalian baik-baik." Kris menunjukkan dominasi. Ya, itu bisa dimaklumi. Ia selalu ingin jadi yang terbaik di mana pun ia berada. Meskipun, jika ia boleh jujur, kelompoknya saat ini—katakanlah cukup mengkhawatirkan. Tak yakin ia dengan kelompoknya.

Helaan napas berat tercipta kala melihat Baekhyun menempelkan kepala di meja dan Chanyeol asyik bermain dengna kacangnya. Kris mendesah. Bagaimanapun ia harus bisa sabar. Ia harus bisa mengendalikan diri supaya tak lekas marah. Ya, ini demi sekolah. Demi prestasinya pula. Ah, tapi bagaimana ia bisa yakin bisa menang dengan kelompok aneh ini? Pasti sangat sulit untuk melaju ke babak final. Kris memijat keningnya pelan.

"Tenanglah, Kris. Kita pasti akan menang." Chanyeol membalik-balik kertas berisi tema. Ditatapnya lekat wajah Kris yang kusut. "Kurasa kita akan dapat tema tentang hubungan sesama jenis. Jadi, kita pelajari itu saja. Yang lain, abaikan." Chanyeol tertawa.

Kris menatap dingin siswa menyebalkan di sampingnya. "Atas dasar apa kau bisa bilang seperti itu? Jangan asal bicara. Kita tak tahu tema apa yang akan kita dapat. Lebih baik kita siapkan semuanya."

Chanyeol meniup surai hitamnya sembari menjentikkan jari. "Atas dasar apa? Tentu saja—feeling!" Chanyeol kembali terkekeh.

Kris hanya mendesah mendengar itu. Sudah ia duga. Kris memilih mengabaikan Chanyeol. Tangannya sibuk bergerak di atas keyboard laptopnya. Sedang mencari bahan untuk debat, rupanya.

Siswa jenius itu mungkin masih akan terfokus pada layar laptopnya, kalau ia tak merasakan Chanyeol yang tengah sibuk menatapnya. Kris mendengus kesal. Terganggu. "Hentikan itu, Park Chanyeol! Kau membuatku ingin muntah!" bentak Kris. Ia benar-benar dongkol sekarang.

Alih-alih menghentikan aksinya, Chanyeol malah menyentuh pipi Kris dengan tangannya.

What the—

"Ya! Ya! Ya! Apa yang kaulakukan, eoh? Jauhkan tanganmu dari wajahku!" seru Kris keras. Tangan siswa bersurai pirang itu berusaha menyingkirkan tangan Chanyeol dari wajahnya.

Chanyeol sendiri masih bersikeras memegang wajah Kris. Baekhyun—yang sedari tadi masih menempelkan kepala di meja—mengangkat kepala untuk melihat keributan yang terjadi.

"Berhentilah memberontak, Kris. Aku hanya ingin mengajarimu tersenyum. Mudah kok. Tinggal tersenyum seperti aku, seperti ini!" Chanyeol memamerkan senyum lebar khasnya. Deretan gigi putih berjajar rapi.

Dengan cepat, Chanyeol menarik bibir Kris ke sisi atas sehingga terlihat tersenyum. Namun, mendadak senyuman di bibir Chanyeol menghilang. Matanya membelalak—begitu pun Baekhyun. Keduanya shock. Apa yang mereka lihat—astaga, tak seperti yang diharapkan. Chanyeol awalnya berpikir jika Kris tersenyum akan sangat menawan. Namun, ternyata—

"Oh my! Kau benar-benar tak berbakat. Apa kau benar-benar tak bisa tersenyum tulus?" kata Chanyeol polos sembari menarik tangannya dari wajah Kris. Kepala menggeleng tak percaya dengan apa yang dilihatnya.

Kris sendiri sibuk mengelus pipinya yang memerah, bekas tarikan paksa Chanyeol.

"Jangan tersenyum lagi, Kris. Apalagi dalam keadaan terpaksa. Kau tampak mengerikan!" tambah Baekhyun. Ia bergidik ngeri.

Mendengar pendapat dua siswa menyebalkan itu, Kris langsung emosi. Dipukulnya meja kantin keras—membuat Chanyeol dan Baekhyun kaget setengah mati. Dengan cepat, Kris menyambar kertas tema dan laptopnya dan pergi setelah mengumpat kasar.

Mendapati Kris pergi dengan emosi, Baekhyun segera memukul kepala Chanyeol. "Dasar bodoh! Ini salahmu, Park Chanyeol! Kris jadi marah sekarang! Ah, sudahlah! Aku lelah! Selesaikan masalah ini sendiri! Aku ingin semua segera selesai!" Baekhyun bangkit berdiri dan meninggalkan sang Dewa yang sibuk mengusap bekas pukulannya.

Chanyeol menggumam pelan. "Ya! Bagaimana mungkin ini salahku? Aku kan cuma membantu Kris tersenyum! Aish, sakitnya! Sialan kau, Byun Baekhyun!" Chanyeol terus saja mengaduh.

~ . ~


~ . ~

Kris mengeratkan jaket yang membalut tubuhnya. Setelah berjalan beberapa saat, ia memutuskan untuk duduk. Ia tampak sendirian di taman sepi dengan udara sedingin ini. Lampu-lampu di sepanjang taman tak bisa membuat suasana tempat itu sehidup siang hari.

Kris melihat jam tangannya. Sudah jam 9.05, rupanya. Pantas saja taman begitu sunyi. Pemuda berparas tampan itu berusaha keras memejamkan mata, namun tak bisa. Masih terbayang jelas pertengkaran yang baru saja terjadi di rumah. Pertengkaran kedua orang tuanya. Siapa lagi? Pertengkaran itu tak ada habisnya—malah semakin menjadi-jadi.

Tidak. Muak sudah—Kris tak mau lagi melihat atau mendengar pertengkaran itu. Pergi dari rumah adalah cara kabur terbaik. Setidaknya, ia tak perlu membuat dirinya sendiri tersiksa dan tertekan menyaksikan adu mulut tanpa akhir itu. Karena itulah, Kris sekarang tampak duduk sendiri menghabiskan waktu. Di taman sepi dan dingin. Sendirian.

Di saat sedang merenungi nasibnya yang malang, mata Kris terpaku pada sebuah keluarga yang berjalan bersama di jalan tak jauh dari taman. Seorang ayah, ibu dan dua anak yang telah beranjak dewasa. Mereka tampak begitu bahagia. Senyum dan tawa menghiasi. Sungguh, sangat menyenangkan bisa punya keluarga seperti itu. Seandainya saja, Kris juga bisa merasakan kebahagiaan keluarga. Mendadak, pemuda bersurai pirang itu merindukan masa-masa bahagia bersama keluarganya dulu. Mereka selalu ada bersama. Mereka belum sibuk sendiri-sendiri seperti sekarang. Mereka dulu sungguh berbeda.

Mata Kris mendadak nanar. Air mata menggenang—siap jatuh kapan saja. Didongakkan kepalanya, sehingga air mata tak akan turun menyusuri pipi. Hanya tertahan memenuhi matanya.

Sebuah suara familiar di telinga Kris terdengar. "Hei, Kris. Kau sendirian? Apa yang kaulakukan malam-malam di sini?"

Ah, Park Chanyeol. Mengapa ia ada di taman?

Kris sungguh merasa aneh dengan kehadiran Chanyeol. Apa Chanyeol itu sebenarnya hantu? Bagaimana mungkin ia bisa muncul di berbagai tempat yang ia datangi? Atau, jangan-jangan Chanyeol itu benar-benar stalker yang mengikuti Kris setiap hari? Ah, entahlah. Ia tak peduli.

Kris memilih menghela napas panjang. Ia sedang tak mau berdebat atau terganggu dengan Chanyeol saat ini. Ia terlalu lelah. Moodnya terlalu buruk. Mata Kris terpejam. Ia masih menahan air matanya untuk jatuh—apalagi, Chanyeol ada di sisinya. Ia tak akan membiarkan pemuda itu melihatnya selemah ini.

"Bukan urusanmu. Jangan ganggu aku!" kata Kris dingin. Posisinya masih saja mendongak dan memejamkan mata—seolah sedang menikmati sensasi angin malam menyapu wajahnya.

Chanyeol terdiam. Tak menanggapi apa pun. Hal itu malah semakin membuat Kris risih. Apalagi ia tak bisa lagi menahan lebih lama air matanya. 'Sialan. Mengapa air mataku semakin tak bisa tertahan? Park Chanyeol! Menyingkirlah dari sini! Aku tak ingin melihatku menangis! Sialan! Mengapa dia harus di sini! Seandainya saja hujan, pasti aku tak akan terlihat menangis! Aish, menyebalkan! Hujan, bisakah kau turun! Aku mohon!' seru Kris frustasi dalam hati.

Chanyeol menatap Kris lekat. Alih-alih pergi, ia malah memilih duduk di samping manusia yang menarik perhatiannya itu. Matanya memandang langit yang sekarang tampak gelap. Dibukanya lebar-lebar sebuah payung yang selalu ia bawa untuk menaungi. Tak lama, hujan perlahan jatuh—mengguyur area taman.

"Kris, sekarang hujan. Kau mau berteduh?" tanya Chanyeol polos.

Sebenarnya, Chanyeol tak perlu mendapatkan jawaban. Ia jelas sudah tahu jawaban Kris. Apalagi hujan ini adalah ulahnya. Ya, tadi Chanyeol sempat membaca pikiran Kris. Hujan akan bisa menyembunyikan tangis penuh luka Kris. Pemuda itu tak mau sang Dewa melihat kalau ia menangis.

Merasakan sensasi hujan membasahi wajahnya, Kris membuka mata. Kepala masih terdongak. Air matanya sekarang bebas jatuh—air mata penuh emosi yang ia tahan. Termasuk emosi kerinduan akan keluarga yang mencintainya. Ia membiarkan semuanya terlampiaskan—tanpa perlu khawatir Chanyeol akan melihatnya. Hujan telah menyembunyikan semuanya.

Kris sungguh bersyukur Tuhan mendengar doanya. Ia benar-benar ingin menangis dan Tuhan memberikannya hujan untuk menyelubungi fakta itu. Ya, ia sangat bersyukur hujan benar-benar turun. Tak terlalu deras, tapi cukup untuk menyamarkan apa yang terjadi sebenarnya pada Kris.

Kris sangat bahagia sekarang, meskipun air mata masih menyusuri wajah tampannya bersamaan dengan tetes air hujan. Tak ia pedulikan betapa dingin hujan yang membasahi sekujur tubuh. Tidak. Ia tak peduli. Ia bahagia. Dan, beruntung, Chanyeol—pemuda yang sedari tadi duduk di sampingnya—hanya diam, seolah menemani Kris tanpa mengganggu. Tak satu pun kata keluar dari mulut menyebalkan itu. Semua begitu tenang, seperti yang Kris inginkan.

Park Chanyeol.

Ah, ternyata bocah itu lumayan juga. Mungkin ia tak sepenuhnya membawa sial. Kris merasa Chanyeol memang lebih baik dari yang ia pikirkan selama ini. Pemuda jangkung itu kembali menutup mata dan menikmati hujan yang turun. Sebuah senyum terulas tipis.

Sang Dewa hanya menatap lekat Kris sejenak di bawah naungan payung dan ikut tersenyum penuh arti.


TO BE CONTINUED


Sumangga, yang mau meninggalkan jejak...

Terima kasih yang sudah mau mampir ke wordpress dan meninggalkan sandal dan sepatu. Itu sangat berharga. Dan, untuk yang belum meninggalkan sandal atau sepatu di sana kemarin, masih ditunggu. Jangan lupa apa yang sudah kalian bilang padaku, ya? Aku ga pernah lupa janji kalian lhoo~ Aku masih setia menerimanya kok. Mau diganti sembako atau angpao juga boleh. Kekeke~

Ingat, ya. Semua orang bisa menulis. Tapi, ga semua orang mau menulis. So, learn to appreciate it. That's all.

Silent readers tersayang, jaga kesehatan kalian.


Kunjungi wordpressku: chathelastcross.wordpress.com

Untuk yang kangen karya November0627, silakan datangi wordpressnya: diosaurus.wordpress.com

Kami sekarang akan aktif di wordpress.


Sosee you laterMaybe.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
chachamariditha
Chapter 6, 7, and 8 for you who miss this story. Lol. *jika ada*

Comments

You must be logged in to comment
Sky_Wings
#1
Plot ceritanya bagus!
can_tbeempty #2
Chapter 5: Lanjutin dooong
stressedouttt #3
really interesting..
LovelyMeyMey #4
Chapter 5: udah deh kris lupain tao kan udah ada chanyeol
AWPark #5
Oonie fighting ciayou ganbate.. keep writing. Cerita oonie DAEBAK!! ^-^
krisyeolcola
#6
Chapter 5: ouuuhh, poor kris TT
chanyeol: sini-sini aku temani XD
mr.kim... makasih dah buat kris sedikit (SEDIKIT) menyukai keberadaan chanyeol kkkkk
thanks for update, want more~
Syanamyun99 #7
nice story! lanjut ya min
krisyeolcola
#8
Chapter 4: udah lihat di wordpressnya untuk chapt ini hehehe
n aku terkekeh di bagian ini "Mr. Kim, saya tidak pendek!" XD
AWPark #9
Chapter 3: Next min... Greget nih..
krisyeolcola
#10
Chapter 1: hadduu, another taoris -_-
bhs formal terasa kaku, apa krn aku yg jrg bc fiksi dlm bahasa y? XD
foreword nya ngingetin aku sm salah satu krisyeol angst dsni dan ceritanya bgs bgt, cm bedanya ini ada humornya hmm
update soon :)