The Touched Heart and the Warm Feeling

God who Falls in Love

Guyuran hujan telah berhenti. Chanyeol menutup payung dan memandang pemuda dingin yang masih memejamkan mata. Dewa berkekuatan sempurna itu memang sengaja menghentikan hujan saat ia menyadari Kris sudah jauh lebih baik. Pemuda bersurai pirang di sampingnya sudah cukup melampiaskan emosi lewat tangisan. Lagipula, Chanyeol tak mau membuat Kris terlalu basah atau kedinginan, apagi sampai sakit. Bukankah Chanyeol sangat perhatian?

“Kris, hujan sudah berhenti. Kau tak ingat pulang? Bajumu basah. Apa kau akan baik-baik saja dengan baju itu?” Chanyeol berusaha membuka percakapan.

Kris masih bertahan dalam posisi diamnya. Benar-benar mengabaikan Chanyeol.

“Kris—Hei, Kris—Apa kau tidur?” tanya sang Dewa lagi. Ia sedikit heran tak mendapati respon dari manusia dingin dan galak itu.

Lagi-lagi, Kris diam saja.

Chanyeol merasa sebal diabaikan. Ia memilih Kris mengeluarkan amarah dan umpatan padanya daripada mengabaikannya seperti sekarang. Itu akan jauh lebih baik. Berarti, Kris mengakui keberadaannya di sana dan ‘berbicara’ dengannya. Meskipun dengan kata-kata kasar sih. Ah, Chanyeol tidak ambil pusing dengan semua perkataan kasar Kris. Baginya, semua itu malah lucu. Chanyeol menyukai reaksi seperti anak kecil itu. Sangat menarik.

Chanyeol beranjak berdiri. Ia memosisikan diri di depan Kris yang masih bertahan dengan posisi diamnya. Masih mendongak dan memejamkan mata. Sang Dewa membungkukkan badan, mendekatkan wajahnya lebih dekat ke wajah Kris. Semakin dekat dan semakin dekat. Jarak yang memisahkan semakin hilang. Dua puluh sentimeter lagi—Semakin dekat—Dan—

“Ya! Jauhkan wajahmu dariku sebelum tanganku melayang dan merontokkan gigimu,” ancam Kris datar sembari membuka mata.

Pemuda yang diancam segera menarik badan dan tersenyum. “See? Itu selalu berhasil.” Chanyeol terkekeh.

Kris sendiri kembali menghela napas berat untuk kesekian kali. Tindakan konyol Chanyeol itu sering dilakukan dan Kris sudah terbiasa untuk mengabaikannya. Tak ingin ia membuatnya semakin jauh lebih menyebalkan dengan menanggapi Chanyeol. Daripada energinya terkuras habis untuk marah, bukanlah lebih baik membiarkan saja manusia menyebalkan itu?

Si pemuda bersurai pirang bangkit berdiri, mengeluarkan sapu tangan dari jaket dan mengusap wajah basahnya.

‘Sungguh menawan,’ pikir Chanyeol sambil terus menatap Kris.

Si jenius XOXO High School hanya memutar bola matanya malas kala mendapati tatapan penuh cinta dari lawan bicaranya. Kris memilih pergi—meninggalkan Chanyeol yang masih sibuk terpesona.

Merasa ditinggalkan, Chanyeol pun ikut melangkahkan kaki menyusul pemuda dingin itu. Dengan langkah kaki lebarnya, sang Dewa akhirnya bisa menyusul Kris. Ia sudah berjalan di sampingnya.

“Kris~ Kau mau pergi ke mana?” tanya Chanyeol dengan nada suara dibuat-buat.

Mendengar itu, Kris sungguh merasa risih. Ingin rasanya ia muntah. Namun, ia memilih diam—mengabaikan makhluk menyebalkan di sampingnya. Ia sadar, semakin ia menanggapi Chanyeol, semakin lama pula ia harus berurusan dengan Chanyeol. Si bodoh yang tak benar-benar bodoh itu.

“Kris~”

Baiklah, panggilan dengan nada suara menjengkelkan itu benar-benar mengganggu. Telinga Kris mulai berasa gatal.

“Kris~ Kris~” Lagi-lagi, Chanyeol memanggil nama Kris dengan cara sama.

“Kris~” Lagi.

Jengah sudah Kris sekarang. Dihentikan langkahnya tiba-tiba. Kris menatap tajam Chanyeol yang kaget harus ikut menghentikan langkahnya juga. Ia berkacak pinggang. “Ya! Park Chanyeol bodoh! Sinting! Menyebalkan! Berhenti memanggil namaku dengan nada menjijikkan itu! Kau membuatku ingin muntah! Dan, berhenti mengikutiku! Aku membencimu! Aku tak menyukaimu! Apa kau terlalu bodoh untuk menyadari itu? Apa kau tak muak betapa sering aku memarahi dan mengumpat padamu? Tak takutkah kau padaku seperti yang lain? Oh God, aku benar-benar ingin menghajarmu! Kurasa kau benar-benar telah kehilangan akal sehatmu! Kau membuatku muak setengah mati! BERHENTILAH MENCAMPURI KEHIDUPANKU!” teriak Kris penuh amarah.

Kris benar-benar terlampau emosi dan tak bisa mengendalikan diri. Sejujurnya, ia tak pernah ingin melampiaskan itu pada Chanyeol. Namun, ia tak tahu mengapa ia lepas kendali. Kini, ia terengah—terlalu lelah setelah mengeluarkan semua emosi yang tiba-tiba membuncah dan nyaris membuatnya gila.

Mendapati perlakuan kasar itu, kepala sang Dewa tertunduk lemas. Tak menjawab, tak merespons, tak melakukan apa pun. Ia hanya bergeming.

Kris menarik napas dalam dan mengembuskannya perlahan. Ditatapnya Chanyeol dengan sedikit rasa bersalah. Sedikit. Hanya sedikit. ‘Apa aku sudah keterlaluan padanya? Aish, ini bukan salahku! Salahnya sendiri muncul di saat emosiku sedang tak menentu. Ya, kuakui aku juga salah melampiaskan emosi padanya. Tapi, ini juga salahnya! Bodoh sekali! Dia menyebalkan!’ umpat Kris dalam hati.

Chanyeol masih bergeming. Diam dan tertunduk lesu.

Jujur, Kris benci melihat itu. Sosok yang dikenalnya sering bertingkah konyol tanpa memedulikan ucapannya, sosok yang selalu menanggapi emosi Kris dengan senyuman lebar, jadi sosok pendiam seperti ini. Tidak. Kris tak menyukai perubahan yang tak pernah diduganya ini. Kris merasa sangat bersalah sekarang.

“Ya! Park Chanyeol! Dengar—” Kris berusaha berbicara dengan nada selembut mungkin—yang ia bisa—, berusaha menjelaskan. Namun, kata-katanya mendadak terpotong.

“Aku mengerti—” kata Chanyeol lirih—masih dalam posisi tertunduk.

Kris menahan napas mendengar apa yang dikatakan Chanyeol. Apa dia benar-benar sudah berlebihan sehingga Chanyeol jadi seperti ini?

Chanyeol mengangkat kepala, menatap Kris dengan pandangan yang sulit dijelaskan. Tatapan penuh ambisi kuat—tak tergoyahkan. Kris sedikit bergetar mendapati tatapan serius itu. Sosok di depannya benar-benar tampak berbeda. Serius sekali. Membuat Chanyeol sangat berkarisma dan—memesona.

“Aku paham apa yang ingin kauberitahukan padaku, Kris. Tapi, kau harus tahu—aku tak akan berhenti secepat itu. Aku tak akan menyerah untuk meruntuhkan tembok es di hatimu.” Chanyeol berhenti sejenak dan memandang lekat Kris. “Dengarkan aku, Kris. Kau adalah manusia yang telah mengubah hidupku. Aku merasa harus membalasnya dengan membantumu mengubah hidupmu,” lanjut Chanyeol serius. Tekad kuat tampak membara.

DEG!

Mendadak, jantung Kris terasa berhenti kala mendengar jawaban Chanyeol. Pertama kalinya, ada orang yang benar-benar peduli pada Kris sampai seperti ini. Tak terlihat kebohongan atau kepura-puraan dari Chanyeol. Lawan bicaranya itu benar-benar serius. Ada kehangatan menjalar di tubuh Kris—terutama di hatinya.

‘Apa yang terjadi? Mengapa perasaanku seperti ini?’ Kris benar-benar tak mengerti dengan perasaannya. Sungguh, terasa—aneh.

“Jadi—Ayo sekarang kita makan ddeokbokkiLet’s go, aku yang traktir, Kris!” teriak Chanyeol ceria. Ia sudah berubah jadi sosoknya yang biasa. Chanyeol konyol dan suka pamer senyuman lebar. Tangan panjang pemuda setinggi 185 sentimeter itu sekarang tampak menarik tangan Kris untuk mengikutinya.

Mendapati perubahan mendadak Chanyeol, Kris hanya bisa mengerutkan kening. Benar-benar bocah ajaib! Berubah-ubah tak terduga.

‘Apa hubungannya ddeokbokki dengan apa yang dikatakannya tadi? Ah, dia sudah kembali ke sosok menyebalkan seperti biasa,’ kata Kris dalam hati. Sejujurnya, ada sedikit rasa kecewa karena perubahan diri Chanyeol. Sosok serius tadi—Kris merasa bergetar melihatnya. Ah, mengapa ia jadi memikirkan bocah itu?

Kris menepis tangan Chanyeol dan memasukkan kedua tangannya ke dalam saku jaket. Namun, ia memilih tetap berjalan di samping Chanyeol, masih dengan wajah dingin dan arogannya. Dibiarkan langkahnya mengikuti ke mana si bocah aneh itu akan membawanya pergi. Ada sesuatu yang aneh kali ini. Kris tak bisa menolaknya. Sensasi emosional tadi—Ah, Kris benar-benar penasaran. Ia ingin merasakan hatinya bergetar lagi. Ia harap Chanyeol bisa menggetarkan hatinya.

‘Kurasa tak ada salahnya untuk menghabiskan waktu bersamanya kali ini. Toh, hanya kali ini. Aku yakin itu tak akan membunuhku. Baiklah, Kris—Malam ini saja. Malam ini saja.’

Itu keputusan akhir yang diambil Kris. mengikuti Park Chanyeol yang sekarang asyik berjingkrak-jingkrak di sampingnya. Masih dengan senyuman lebar menghiasi wajahnya.

~ . ~


~ . ~

Kris dan Chanyeol masih berjalan beriringan. Kris masih bertahan dengan ekspresi dinginnya, sementara Chanyeol—seperti biasa—berusaha keras mengajak bicara sosok di sampingnya.

Obrolan itu sedikit komunikatif. Kris menanggapi singkat Chanyeol dengan ‘ya’, ‘hmm’, ‘tidak’, ‘ya!’, ‘bisakah kau diam?’, ‘berisik!’ dan sejenisnya. Namun, yang paling sering diterima Chanyeol adalah tatapan tajam dan sikap diam Kris. Sang Dewa tak keberatan dengan itu. Ia tahu Kris sudah jauh lebih terbuka dan lembut sebenarnya.

Dua pemuda dengan tinggi di atas rata-rata itu tengah berjalan di jalanan yang sedikit sepi, saat terdengar suara tangisan.

Hiks—Hiks—Hiks—Hiks—

Chanyeol menghentikan langkahnya. Kris sendiri memilih terus berjalan. Sang Dewa mengedarkan pandangannya ke arah barisan pepohonan nan gelap di samping jalan—berusaha melihat ada apa di sana. Suara tadi—ia cuma salah dengar, kan? Sungguh, Chanyeol merasa takut sekarang.

Ya, meskipun Chanyeol adalah dewa berkekuatan sempurna, bukan berarti ia memiliki kepribadian sempurna pula. Bertingkah seenaknya, kadang seperti anak kecil, melakukan berbagai hal konyol tanpa pikir panjang adalah salah satu sifat buruknya. Dan, satu lagi, ia takut akan sesuatu yang disebut manusia ‘hantu.’

Eii—Jangan bercanda. Dewa takut hantu? Bukankah itu menggelikan? Konyol sekali. Tapi, itu yang terjadi. Chanyeol benar-benar takut hantu. Karena itu, Chanyeol benci saat ia berada dalam situasi seperti ini. Dengan ketakutan menyergap, ia tak akan bisa fokus terhadap apa pun. Menggunakan sebagian kekuatan sempurnanya pun tak akan bisa.

Chanyeol masih mengedarkan pandangan dan menajamkan pendengaran. Ia sungguh berharap tadi hanyalah halusinasi.

Hiks—Hiks—Hiks—Hiks—

Suara itu terdengar lagi. Sontak, Chanyeol langsung lari mengejar Kris. “Kris! Tunggu aku!” teriak Chanyeol panik. Segera ia menggenggam erat lengan Kris.

Si pemuda jenius hanya melemparkan death-glarenya pada sosok ketakutan di sebelahnya. Namun, karena terlalu ketakutan, death-glarenya itu sia-sia saja. Eh, tapi tunggu dulu. Chanyeol? Ketakutan? Ah, ini menarik sekali.

“Aish—Apa yang kaulakukan?! Lepaskan tanganmu!” seru Kris sembari berusaha melepas genggaman erat Chanyeol.

Sang Dewa tak menggubris usaha Kris. Ia semakin erat menggenggam lengan pemuda di sampingnya. Matanya awas—mengamati segala sisi. Takut ia jika ada makhluk bernama ‘hantu’ muncul dari salah satu sudut gelap.

Aish—Park Chanyeol! Lepaskan tanganmu!” Kris mulai bersungut-sungut.

Chanyeol lagi-lagi mengabaikan Kris. “Kris~ Kau dengar suara tadi?” tanya sang Dewa tanpa mengalihkan pandangan dari arah belakang.

Merasa usaha melepaskan dirinya sia-sia, Kris akhirnya memutar bola mata malas. Surai pirangnya ia tiup setengah hati. Dengusan lolos. “Suara apa? Lepaskan tanganmu, Bodoh!”

Tangan Chanyeol terlepas. Namun, dengan cepat, tangannya beralih memegang erat jaket Kris. “Suara tangisan tadi. Kau tak mendengarnya?”

Sekarang, Kris tampak penasaran dengan apa yang membuat Chanyeol setakut ini. Mm—suara tangisan? “Dengar, Park Chanyeol. Kau pasti berhalusinasi. Aku sama sekali tak mende—” Kris tak meneruskan perkataannya.

Hiks—Hiks—Hiks—Hiks—

Baiklah, Kris mendengarnya sekarang. Tangisan. Suara tangisan anak kecil.

Hiks—Hiks—Hiks—Hiks—

Ah, Chanyeol memang tak berhalusinasi. Kris juga mendengar jelas tangisan itu. Jelas sekali.

Mendengar tangisan itu, Chanyeol semakin mengeratkan pegangannya pada jaket Kris. Si jenius hanya mematung. Ia terlalu penasaran dengan suara tangisan yang didengarnya.

“Sekarang, kau juga mendengarnya, kan? Menurutmu, apa itu tangisan hantu?” tanya Chanyeol takut-takut.

Ayolah, jangan harap Kris akan percaya kalau suara itu adalah suara hantu. Tidak. Tidak mungkin Kris akan percaya itu. Pikiran pemuda bersurai pirang sangatlah ilmiah, logis dan realistis. Hantu tak pernah ada dalam kamusnya.

“Hantu itu tidak ada, Bodoh!” jawab Kris sebal. Sekarang, ia memilih berjalan sembari mencari sumber tangisan yang didengarnya. Tanpa takut, ia terus melangkah.

Chanyeol hanya mengekor—memegangi jaket Kris erat-erat. “Kita mau ke mana, Kris?”

“Membuktikan apa yang kita dengar bukanlah tangisan hantu,” jawab Kris datar.

“Eh?” Terkejut Chanyeol mendengar jawaban setenang itu. Sejujurnya, sang Dewa takut setengah mati sekarang—apalagi Kris berniat mengajaknya untuk mencari sumber suara. Tapi, daripada ia sendirian, lebih baik ia mengikuti Kris saja. Setidaknya, kalau benar ada hantu, Kris ada di sana, kan? Mungkin saja hantu akan takut melihat wajah Kris yang terkesan angker. Baiklah, lebih baik ia ikut Kris saja.

~ . ~


~ . ~

Dua pemuda bertubuh jangkung itu menyusuri jalan kecil di dekat taman sembari mencoba menemukan sumber suara tangisan.

Hiks—Hiks—Hiks—Hiks—

Suara itu semakin terdengar jelas. Terus mengikuti sumber suara, Kris dan Chanyeol akhirnya sampai di sebuah taman bermain yang sepi. Di sana, mereka mendapati pemilik suara tangisan ’hantu’.

See? Tak ada yang namanya hantu, Park Chanyeol. Sekarang, lebih baik kau segera lepaskan tanganmu dari jaketku!” kata Kris sambil berusaha melepaskan genggaman Chanyeol. Namun, pemuda itu masih saja bergeming. Seperti, sengaja mengabaikan ucapannya.

“Kris—Apa kau yakin mereka bukan hantu?” tanya Chanyeol memastikan melihat sosok yang dilihatnya.

“Apa lagi? Mereka hanya dua anak kecil yang menangis, Chanyeol! Bukan hantu! Sudah, aku mau pulang.” Kris membalikkan tubuhnya—bersiap meninggalkan taman bermain dan pulang ke rumah.

Chanyeol sendiri masih memandang lekat dua bocah yang masih menangis itu. “Bagaimana kau yakin kalau mereka bukan hantu?”

Kris mengurungkan niatnya untuk pergi. Ditiupnya surai pirang yang menggantung. Ah, ia lupa rambutnya basah. Ia akhirnya memilih menyisir pelan. Helaan napas terdengar. Sungguh, kapan Kris bisa bebas dari pemuda menyebalkan ini?

“Mereka itu manusia. Lihat, kaki mereka menapak tanah. Bukankah orang bilang hantu itu melayang? Kalau masih tak bisa percaya, tanyakan saja pada mereka sendiri,” jawab Kris asal. Jengah benar ia harus meladeni pemuda bergigi rapi itu. Sungguh.

Alih-alih percaya dengan Kris, Chanyeol malah menarik tangan si surai pirang untuk mendekati dua anak kecil itu. “Baik. Kalau begitu, kita tanyakan saja. Tapi, temani aku!”

Eh?

Terlalu terkejut, Kris tak bisa memberikan respons. Ia hanya pasrah ditarik paksa oleh Chanyeol.

Kedua pemuda jangkung itu pun berjalan mendekati dua anak yang tengah menangis itu. Ah, sebenarnya hanya satu sih yang menangis. Seorang gadis berusia tujuh tahunan itulah yang sedari tadi terisak. Sementara, anak laki-laki sepuluh tahunan terlihat memegangi tangan gadis itu—tampaknya tengah mencoba menghentikan tangisannya. Wajah keduanya mirip. Bisa disimpulkan mereka pasti kakak beradik.

“H—Hai—” sapa Chanyeol takut-takut.

Mendengar sapaan sang Dewa, kedua anak tadi mengalihkan perhatian ke arah dua pemuda tinggi nan tampak yang tampak mendekat. Si gadis mendadak menghentikan tangisnya. Namun, ia beringsut dan bersembunyi di balik punggung si anak laki-laki. Kakaknya itu terlihat sangat waspada. Matanya memicing sambil memegangi tangan adiknya erat-erat. Curiga ia dengan dua pemuda yang mendadak mendekat. Apa mereka penjahat?

Chanyeol tak membaca keadaan itu. Ia hanya ingin memastikan apa kedua anak tadi adalah hantu. “Mm, aku mau tanya sesuatu. Apa kalian hantu?” tanya Chanyeol polos.

Kris membelalak—menatap Chanyeol dengan pandangan tak percaya. Astaga, apa Chanyeol itu benar-benar bodoh? Bagaimana bisa ia terang-terangan bertanya seperti itu? Sungguh, konyol.

Si anak laki-laki mengernyitkan kening kala mendengar pertanyaan Chanyeol. Pertanyaan bodoh macam apa itu? Apa ia sedang berniat melucu? “Hantu? Apa kau gila? Kami manusia! Kau itu bodoh, ya?” teriaknya setengah marah, takut, heran, curiga. Semua bercampur dari satu.

Chanyeol mengerucutkan mulutnya dikata-katai bodoh oleh seorang anak kecil.

‘Ah, anak kecil itu lumayan juga. Dia cukup pintar menyadari bahwa Chanyeol bodoh!’ Kris terkekeh dalam hati.

“Kalian sendiri siapa? Penculik, ya?” lanjut si anak laki-laki dengan pandangan menyelidik.

Ingin rasanya, Kris menarik pujiannya. Anak itu sama konyolnya dengan Chanyeol. Bagaimana mungkin dia bertanya terang-terangan seperti itu? Kris, selamat bergabung di dunia ajaib ini.

Chanyeol masih sebal dikatai bodoh oleh anak tadi. Namun, ia semakin sebal karena dituduh penculik. “Kami? Penculik? Memang ada penculik setampan kami?” Sang Dewa mendengus.

“Cih, percaya diri sekali! Tampan? Kau? Jangan bercanda!” Anak tadi menjulurkan lidahnya. “Kalian sungguh orang dewasa menye—” Perkataannya terpotong.

Kruuk~~~ Kruuuyuukkk~~~

Suara itu terdengar keras.

Ketiga pasang mata beralih ke arah gadis kecil yang tampak malu. Pipinya memerah. Ya, suara tadi adalah suara perut keroncongan miliknya. Sungguh, ia sedang lapar sekarang. Belum sempat ia makan. Sang kakak tadi rupanya tengah menenangkan dan meminta gadis itu untuk bersabar karena tak ada makanan.

Si kakak menghentikan perdebatannya dengan dua pemuda jangkung berwajah tampan di depannya. Ia beralih menatap adiknya lembut-memintanya untuk bersabar, menahan laparnya. “Minji ya, tahan sebentar, ya? Oppa akan mencari makanan untukmu.” Suaranya penuh kasih sayang. Tampak jelas si kakak sangat menyayangi gadis itu.

“Sampai kapan, Kyuhyun Oppa? Minji lapar. Perut Minji sakit,” jawab gadis kecil itu polos.

“Sebentar lagi, ya? Oppa janji akan membawa banyak makanan untuk Minji.”

Kruuk~~~ Kruuuyuukkk~~~

Kembali lagi terdengar suara perut keroncongan. Kali ini, bukan dari perut Minji, akan tetapi dari sang kakak. Rupanya, bocah lelaki itu juga lapar, tapi menyembunyikkannya.

Kejadian itu membuat Kris dan Chanyeol bertukar pandangan. Sang Dewa mengalihkan pandangannya pada dua anak kecil di depannya. “Mm—Sebenarnya, kami dalam perjalanan untuk makan ddeokbokki. Kalian mau ikut? Kalian boleh makan sepuasnya, kami yang bayar,” kata Chanyeol lembut. Sorot matanya penuh kehangatan.

Mata kakak beradik itu menatap Chanyeol penuh harap—berbinar-binar senang, meskipun masih ada tatapan curiga dari sang kakak.

“Benarkah? Kau tak bohong, kan? Jangan-jangan, itu alasan untuk menculik kami?” tanya Kyuhyun, penuh selidik.

Mendengar itu, Chanyeol mengerang. Digaruk kepalanya frustasi. Ia berjongkok—menyamakan tingginya dengan anak sepuluh tahunan itu. “Dengar, ya. Mungkin wajah kami, terutama hyung itu—” Chanyeol menunjuk ke arah Kris—yang dibalas dengan death-glare—, “—sedikit menyeramkan. Tapi, percayalah, kami orang baik. Kalian boleh makan sepuasnya dan kami yang traktir. Setelah itu, kami antar kalian pulang. Janji,” jelas Chanyeol.

“Pulang? Tapi, kami tak punya rumah.” Kali ini, Minji yang bersuara. Raut mukanya berubah sedih. Kyuhyun—sang kakak—memilih memalingkan wajahnya.

Sang Dewa terdiam sejenak dan memejamkan mata. Ia tengah mencari tahu apa yang terjadi pada kedua anak ini. Sesaat, Chanyeol tampak terkejut dengan apa yang didapatinya. Namun, sejenak kemudian, ia menyunggingkan senyuman kecil. “Itu bisa dipikir nanti. Sekarang, lebih baik kita makan. Benar, kan, Kris?”

Begitu melihat tatapan meminta persetujuan dari Chanyeol, Kris mengangguk kecil. Ia tak tahu mengapa tak bisa menolak permintaan itu.

“Kalian benar-benar akan mengajak kami makan?” tanya Kyuhyun lagi. Sejujurnya, masih sulit percaya pada dua pemuda jangkung itu. Namun, desakan perut lapar membuatnya mempertimbangkan keputusan. Dengan setengah curiga, ia pun menerima tawaran makan tadi.

Chanyeol tersenyum dan berdiri.

Kris membuang muka dan berjalan meninggalkan mereka bertiga. Gadis kecil tadi—Cho Minji—langsung menyambar tangan Kyuhyun dan berlari mengejar Kris. Tangan mungilnya segera mengenggam tangan besar Kris.

Pemuda bersurai pirang itu sedikit terkejut dengan apa yang terjadi. Ingin rasanya ia menepis tangan Minji. Namun, melihat senyuman polos Minji, Kris jadi tak tega. Tanpa mengubah raut muka dinginnya, ia membiarkan tangannya digenggam oleh gadis kecil itu.

Chanyeol sendiri mendengus melihat pemandangan manis itu. Bagaimana tidak? Ia yang mengajak makan, tapi mengapa ia ditinggalkan sendirian? Sungguh tak adil! Ia pun segera berlari menyusul ketiga orang yang meninggalkannya. Dengan cepat, disambarnya tangan Kyuhyun—yang dibalas dengan dengusan sebal karena bocah laki-laki itu tak suka dengan Chanyeol—. Ah, pemandangan yang sungguh indah. Mereka berempat bak keluarga kecil yang bahagia. Manis sekali.

~ . ~


~ . ~

Kris, Chanyeol, Kyuhyun dan Minji memasuki sebuah kedai ddeokbokki yang kebetulan sedang sepi. Hawa dingin dan cuaca yang belakangan tak bersahabat membuat orang malas keluar rumah—lebih memilih meringkuk di bawah selimut hangat di rumah. Dua pemuda dan anak kecil tadi memilih duduk di sudut kedai, setelah memesan ddeokbokki, sup, dan omuk yang cukup untuk mengganjal perut mereka berempat.

Sepanjang perjalanan, Kyuhyun bercerita betapa berat kehidupannya dan Minji. Mereka anak yatim piatu. Sang ibu sudah lama meninggal. Dan selama ini, mereka tinggal bersama ayah yang sakit-sakitan di gubuk kecil milik seseorang. Beberapa hari yang lalu, sang ayah meninggal. Tak ada sanak saudara yang bisa mereka hubungi. Dunia semakin tak adil karena pemilik asli gubuk mengusir mereka. Dan seperti inilah mereka sekarang. Berjalan tanpa arah, tanpa tujuan. Tak tahu apa yang harus dilakukan.

Tanpa diberitahu pun, Chanyeol sudah tahu itu. Ia telah melihat masa lalu Kyuhyun dan Minji. Meskipun begitu, mendengar langsung cerita dari anak sekecil itu langsung, ah, rasanya begitu miris. Ternyata, banyak manusia yang hidupnya semenderita mereka.

Kris sendiri tampak tak acuh mendengar cerita Khuhyun. Tampang dinginnya masih saja terpampang. Namun, hatinya terasa sakit penderitaan anak sekecil Kyuhyun dan Minji. Tak punya apa-apa. Kris membandingkan keadaan kedua bersaudara itu dengan dirinya sendiri. Betapa beruntungnya dirinya hidup berkecukupan. Keluarga pun masih lengkap—meskipun, ya, mereka tak seperti keluarga  pada umumnya.

“Tapi, kami harus kuat. Appa selalu bilang, apa pun yang terjadi—sesulit apa pun itu—jangan pernah marah pada keadaan. Hadapi saja semua dengan senyuman dan rasa percaya kalau semua cobaan akan akhirnya. Semua akan berakhir baik.” Tak ada yang menyangka kata-kata sebijak itu keluar dari anak sekecil Kyuhyun. Sungguh, dewasa sekali.

Tertohok rasanya mendengar ucapan Kyuhyun. Mendadak, Kris merasa malu. Ia selalu menyalahkan keadaan. Semua yang terjadi, semua masalah—ia selalu menyalahkan orang lain. Ia selalu menghadapi semua dengan emosi dan amarah. Memalukan. Namun, Kris tak menunjukkan emosi kalau ia tengah tertohok. Ia memilih menyimpannya sendiri. Tak mungkin ia membiarkan orang melihat kelemahannya.

Chanyeol dan kedua anak kecil tadi tertawa kala melahap santapan yang memang cukup banyak itu. “Lalu, mengapa kau menangis, Minji ya?” tanya Chanyeol penasaran.

Gadis kecil itu tersenyum malu-malu sambil menyeruput sup hangatnya. “Minji lapar. Asal  Kyuhyun Oppa tetap di samping Minji, Minji akan jadi gadis yang kuat. Tapi, Minji tak kuat menahan lapar—jadinya menangis,” jawab gadis kecil itu polos. Ia tampak terkekeh sekarang.

Chanyeol menatap Minji lekat. Senang rasanya melihat gadis itu bisa tertawa. Ah, dadanya terasa berdesir. Namun, perhatian Chanyeol teralihkan pada sosok kecil lainnya.

“Huah—pedas—pedas—” seru Kyuhyun memecah suasana. Mulut anak laki-laki itu terbuka lebar dengan mata memerah. Air mata tampak menggenang. Sensasi pedas dari ddeokbokki membakar mulutnya. Ia tak menyangka makanan itu begitu pedas. Ia mengipas-ngipas mulutnya dengan tangan kecilnya—berharap rasa pedas yang menyiksa segera menghilang.

Kejadian itu membuat Chanyeol dan Minji tertawa. Kris hanya melirik sekilas. Sebuah senyum samar terlihat. Lucu sekali.

Tak tega melihat Kyuhyun jauh lebih menderita, Chanyeol bangkit berdiri untuk mengambilkan soda untuk bocah itu.

Kyuhyun masih megap-megap karena sensasi pedas. Ia berusaha keras untuk menghilangkan siksaan itu.

Minji sendiri hanya menatap lekat sosok pemuda yang sedari tadi diam. “Kris Oppa, tak makan?” tanya si gadis kecil.

Kris menggeleng kecil.

“Kris Oppa tak suka makanan pedas?” Kembali pertanyaan dilontarkan.

“Eh?” Kris sedikit bingung menjawab pertanyaan Minji itu. Bukannya ia tak mau ikut makan, hanya saja ia tak pernah makan di kedai pinggir jalan seperti sekarang. Ini pertama kali untuk Kris jajan di tempat seperti ini.

“Aaak—” Tanpa menunggu jawaban Kris, Minji sudah menusuk ddeokbokki dengan garpunya. Diarahkan tangan mungilnya ke arah mulut Kris. Berusaha menyuapi Kris, rupanya.

Kris bergeming. Tak tahu dengan apa yang harus dilakukannya.

“Kris Oppa—Aaak—” Minji masih belum menyerah. Ia ingin Kris mencicipi ddeokbokki itu. “Ini enak, Oppa. Cobalah,” tambah Minji.

Kris menyerah. Dibuka mulutnya dan melahap ddoekbokki yang disuapkan Minji. Ah, lumayan juga rasanya. “Terima kasih. Memang enak.”

Senyuman manis tersungging di bibirnya. Kris tak tahu mengapa ia bisa tersenyum semudah itu. Seingatnya, ia tak pernah tersenyum. Tapi, gara-gara Minji, ada sebuah perasaan hangat menjalar—membuatnya ingin menunjukkannya dengan senyuman.

Minji tampak gembira melihat Kris tersenyum—apalagi, setelah mencicipi ddeokbokkiyang ia suapkan.

“Wow, Kris. Senyummu menawan. Ternyata, kau bisa tersenyum juga. Kupikir itu mustahil.” Suara bariton Chanyeol mendadak terdengar.

Melihat sosok menyebalkan sudah kembali duduk—dan mendapati dirinya tersenyum—, Kris menarik senyumannya dengan cepat. Kembali, raut muka dingin dipasang. “Itu bukan urusanmu.” Kata-kata kasar kembali terlontar.

Chanyeol dan Minji tertawa dengan sikap Kris yang terlalu menjaga harga dirinya. Kris sendiri memilih melahap ddeokbokki yang tadi tak disentuhnya—melampiaskan rasa malu dan kesalnya.

“Chanyeol Hyung! Mana minumannya? Pedas!” Kyuhyun segera merebus kaleng soda di tangan Chanyeol.

Sang Dewa memang terlalu terpukau dengan senyum Kris. Sungguh, tak ia sangka Kris bisa tersenyum dengan mudahnya karena Minji. Padahal, sebelumnya, sudah berapa kali ia berusaha membuat pemuda itu tersenyum. Semua usahanya gagal. Well, senyuman dari hati memang yang terbaik. Seperti senyumannya sendiri—itu selalu dari hati. Ah, baiklah. Bukan saatnya membahas dirinya sendiri.

Kyuhyun tampak masih bergelut membuka kaleng sodanya. Tak terbiasa ia dengan minuman seperti itu. Maklum, kehidupan miskinnya tak membiarkannya merasakan bahkan menyentuh minuman instan bersoda.

Chanyeol pun mencoba membantu. Ah, memang sedikit susah. Ada yang salah dengan kaleng soda itu. Tiba-tiba—

Burst—

Kaleng soda terbuka dan memancarkan cairannya. Meluap dan keluar tanpa henti—membasahi pakaian Chanyeol dan Kyuhyun yang duduk berdampingan. Mungkin usaha mereka terlalu keras saat mencoba membuka kaleng soda tadi—sehingga tanpa sadar terguncang dan berefek seperti yang pernah Kris alami.

Kyuhyun jengkel setengah mati. Rasa pedas di mulutnya belum menghilang, sekarang ia basah dan berbau soda gara-gara Chanyeol. Dengan cepat, bocah itu memukuli sang Dewa dengan tangan mungilnya sembari menjambak rambut dan mencubit pipi pemuda konyol itu. Sungguh, Kyuhyun merasa sebal pada Chanyeol. Masalah selalu saja ada jika ada di dekatnya. Sementara, sang Dewa kini berusaha meloloskan diri dari serangan bocah laki-laki itu.

Kris dan Minji tertawa melihat pertengkaran Chanyeol dan Kyuhyun. Mereka bak anak kecil saja. Jelas, tak pernah ada anak kecil setinggi 185 sentimeter. Apalagi, lihatlah itu. Si kecil bertubuh jangkung kewalahan melawan anak yang benar-benar anak kecil.

Kris tak bisa berhenti tertawa. Sungguh, tak pernah ia tahu mengapa bisa terbahak seperti itu. Ah, malam ini begitu mneyenangkan. Terasa sangat penuh makna.

Meski sibuk meladeni Kyuhyun, Chanyeol sempat melirik sekilas—mendapati Kris bisa tertawa lepas. Bahagia rasanya melihat tawa itu. Ya, setidaknya dinding es Kris mulai mencair.

Setelah beberapa saat, pertarungan Kyuhyun dan Chanyeol akhirnya selesai, setelah sang Dewa memesankannya omuk lagi. Tak butuh waktu lama bagi keempatnya menyantap semua makanan yang dipesan. Perut si kakak beradik sekarang sudah penuh. Begitu pun dengan dua pemuda dengan tinggi di atas rata-rata itu.

~ . ~

~ . ~

Setelah berdiskusi sebentar, Kris dan Chanyeol memutuskan untuk pergi ke kantor polisi. Mungkin itu yang terbaik sekarang. Mereka berdua percaya jika polisi akan membantu Kyuhyun dan Minji dengan lebih baik. Mungkin mereka akan lebih mudah mencarikan tempat tinggal atau semacamnya bagi keduanya. Kyuhyun dan Minji hanya menurut. Lagipula, kakak beradik itu tak tahu lagi harus pergi ke mana.

Kris menggandeng tangan kanan Minji, sementara tangan yang satu digenggam oleh sang kakak. Ketiganya tengah menunggu Chanyeol, rupanya.

Belum ada lima menit menunggu, Chanyeol berlari dengan raut muka panik ke arah Kris. Pemuda bersurai pirang itu menduga sesuatu yang buruk akan segera terjadi—terutama melihat wajah Chanyeol saat menyambanginya.

“Kris!” Chanyeol terengah di hadapan Kris.

“Apa?” tanya Kris dingin.

“Aku lupa bawa dompetku! Aku tak bisa membayar makanan kita! Bagaimana ini?” teriak Chanyeol panik.

Kris menutup mata dan meniup surai pirangnya. Benar dugaannya.

“Pinjam uangmu dulu, ya, Kris? Okay? Ya? Ya? Ya? Please~” tambah Chanyeol memelas. Puppy eyes mulai ia perlihatkan.

See? Perasaan Kris selalu benar. Semua terlalu ‘lancar dan baik-baik saja’. Jika ada Park Chanyeol, pasti akan terjadi hal-hal buruk yang menyebalkan. Ini buktinya! Namun, akhirnya, Kris hanya menghela napas panjang—tanpa mengatakan apa pun—dan pergi membayar makanan tadi.

~ . ~


~ . ~

“Kami mohon bantuannya! Tolong temukan tempat yang baik untuk Kyuhyun dan Minji. Maaf merepotkan.”

Chanyeol dan Kris menundukkan kepala pada beberapa petugas kepolisian yang telah berjanji membantu kedua anak kecil malang itu.

“Baiklah. Kalian benar-benar pemuda yang baik hati. Dan, keputusan kalian tepat mengantar mereka ke sini. Jika tidak, kalian akan dituduh telah menculik anak-anak ini. Akan kami hubungi kalian saat Kyuhyun dan Minji mendapat tempat yang layak,” kata seorang polisi berwajah ramah.

Chanyeol dan Kris kembali mengangguk dan mengucapkan terima kasih.

Sang Dewa mendekati Kyuhyun dan Minji. Ia berjongkok—menyamakan tingginya dengan dua anak yang sekarang tampak mau menangis itu. Pertemuan singkat mereka sangat bermakna—membawa kenangan manis tersendiri.

“Kurasa, ini saatnya berpisah. Setidaknya untuk saat ini. Kuharap kalian bisa mendapatkan tempat yang baik. Kalian kuat! Aku yakin kalian bisa menemukan kebahagiaan di sana. Mm—jadi, sampai jumpa lagi!”

Dengan cepat, tangan sang Dewa merengkuh Kyuhyun dan Minji—memeluknya erat. Minji pun mengeratkan pelukannya.  Kyuhyun sendiri melakukannya dengan setengah hati. Bukan. Bukan karena ia benci pada Chanyeol. Hanya saja, itu terasa sangat kikuk.

Sebuah ciuman didaratkan ke pipi Chanyeol. Minji tersenyum manis. “Terima kasih, Chanyeol Oppa.”

Chanyeol balas mencium kedua pipi si gadis mungil. Senyuman lebar khasnya kini tersungging.

Kyuhyun menatap lantai. “Terima kasih atas makanannya, Chanyeol Hyung. Juga untukmu, Kris Hyung!” kata Kyuhyun sedikit dingin. Malu rasanya harus mengucapkan terima kasih pada kedua pemuda yang telah menolongnya malam ini.

Minji mendekati Kris. Sedari tadi, pemuda itu hanya berdiri—seolah tak peduli dengan apa yang terjadi. Tangan si gadis kecil menarik-narik jaket Kris—mencoba meminta perhatian. Mau tak mau, pemuda tampan itu menatap Minji dan berjongkok—membiarkan matanya berserobok dengan mata si gadis kecil.

Minji mendaratkan ciuman di keduan pipi Kris sebelum memeluk pemuda itu erat. “Terima kasih, Kris Oppa. Kuharap Oppa bisa menghadapi masalah Oppa dengan senyuman. Oppa tahu? Oppa seperti malaikat saat tersenyum.”

Mendengar itu, Kris tersenyum. Ada satu perasaan hangat yang kembali menjalar—memenuhi dan membuatnya merasa nyaman dan bahagia. Perasaan yang telah lama didambanya itu bisa ia temukan kembali lewat Kyuhyun dan Minji—dan tak lupa, Chanyeol yang menyebalkan itu—.

“Terima kasih kembali, Minji ya. Kuharap kita bisa bertemu lagi,” kata Kris lembut. Dieratkan pelukannya pada Minji setelah memberikan ciuman di pipi gadis itu.

Mereka pun berpisah. Tanpa tangisan. Hanya senyuman penuh kebahagiaan.

“Park Chanyeol—” panggil Kris memecah keheningan setelah mereka berdua keluar dari kantor polisi.

“Apa?” Sang Dewa memandang Kris yang tengah mendongakkan kepala.

Thanks a lot.”

What’s is for?” tanya Chanyeol bingung.

Everything happened tonight.” Kris tersenyum kecil. Sengaja ia sembunyikan supaya Chanyeol tak bisa melihatnya.

Yeah. You’re welcome.” Chanyeol tersenyum penuh arti. Bahagia dirinya dengan perkembangan yang terjadi. Inikah cinta yang manusia rasakan?

Kedua pemuda itu berjalan pulang dalam keheningan dan perasaan bahagia memenuhi benak masing-masing.

~ . ~


~ . ~

“Kalian sudah lihat apa yang terjadi, kan?” kata Baekhyun sembari memasukkan cermin ajaibnya ke dalam saku jaket.

Ya, Baekhyun dan beberapa sosok baru saja menyaksikan apa yang terjadi mala mini. Lebih tepatnya, apa yang terjadi dengan Chanyeol dan Kris lewat cermin milik Baekhyun.

“Aku tak tahu apa yang harus kulakukan sekarang. Aku butuh pendapat kalian,” kata Baekhyun lagi.

“Cukup berbahaya,” kata sosok laki-laki muda berjas.

“Cinta dapat menggerakkan manusia, tapi juga bisa membuat gila. Bahkan, kadang sampai bisa mengorbankan segalanya demi satu orang. Karenanya, tak pernah ada dewa yang benar-benar jatuh cinta, sekalipun hanya memilih satu orang saja,” sahut sesosok anak remaja berpakaian SMP.

“Jadi, Chanyeol harus segera dihentikan!” Kali ini, sosok paruh baya ikut bersuara.

Baekhyun menghela napas panjang. Memang tak ada cara lain. Tindakan Chanyeol sudah hampir melampaui batas. Sang pengawal terpaksa menemui dewa dan pengawal lain yang juga tinggal di dunia. Ia sungguh tak tahu apa yang harus dilakukan untuk menghentikan Chanyeol mencintai manusia. Ia tak bisa membiarkan sang Dewa memilih satu orang saja.

“Maaf, Yeoliie. Kami harus menghentikanmu!” kata Baekhyun lirih.


TO BE CONTINUED

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
chachamariditha
Chapter 6, 7, and 8 for you who miss this story. Lol. *jika ada*

Comments

You must be logged in to comment
Sky_Wings
#1
Plot ceritanya bagus!
can_tbeempty #2
Chapter 5: Lanjutin dooong
stressedouttt #3
really interesting..
LovelyMeyMey #4
Chapter 5: udah deh kris lupain tao kan udah ada chanyeol
AWPark #5
Oonie fighting ciayou ganbate.. keep writing. Cerita oonie DAEBAK!! ^-^
krisyeolcola
#6
Chapter 5: ouuuhh, poor kris TT
chanyeol: sini-sini aku temani XD
mr.kim... makasih dah buat kris sedikit (SEDIKIT) menyukai keberadaan chanyeol kkkkk
thanks for update, want more~
Syanamyun99 #7
nice story! lanjut ya min
krisyeolcola
#8
Chapter 4: udah lihat di wordpressnya untuk chapt ini hehehe
n aku terkekeh di bagian ini "Mr. Kim, saya tidak pendek!" XD
AWPark #9
Chapter 3: Next min... Greget nih..
krisyeolcola
#10
Chapter 1: hadduu, another taoris -_-
bhs formal terasa kaku, apa krn aku yg jrg bc fiksi dlm bahasa y? XD
foreword nya ngingetin aku sm salah satu krisyeol angst dsni dan ceritanya bgs bgt, cm bedanya ini ada humornya hmm
update soon :)