ERUDIUS : The Secret 2

ERUDIUS : THE SECRET
Please Subscribe to read the full chapter

“Aku tak akan pergi,” ucap Luhan tanpa menoleh pada ayah yang sekarang berada di belakang badannya.

                “Kau akan pergi lusa. Aku tak peduli jika kau akan terus seperti ini hingga waktu keberangkatanmu,” ujar ayah lalu meninggalkan ruangan. Luhan menggertakkan giginya, hatinya sangat panas dipenuhi amarah.

                Seketika itu juga Luhan berdiri dan segera menancapkan sebuah jarum berisi cairan berwarna biru pekat. Cairan obat penenang ayah. Obat yang selalu ayahnya konsumsi jika sakit kepala hebatnya datang, saat obat itu bekerja, ayah akan mati rasa untuk beberapa jam. Membuat ayah tak lagi menderita karena sakit kepala hebatnya. Penyakit yang ayah Luhan alami memang tidak biasa. Mungkin ada kaitannya dengan kerusakan otak? Bahkan saat ini golongan penyembuh sedang mencari jawabannya.

                “Maafkan aku ayah, aku tidak bisa terus menunggu disaat Aya sedang semakin melemah sekarang,” ucap Luhan dengan kaki yang terasa sakit karena terus berlutut selama dua hari ini. Ayah Luhan menggeram seiring dengan tubuhnya yang mulai melumpuh dan mati rasa. Dengan kemampuan telekinesisnya, Luhan menggerakkan tubuh ayah dan mendudukkannya seperti tadi di kursi kerja. Luhan membuka sebuah tutup persegi dari meja kerja ayah, lantas terlihat sebuah komputer kecil dengan kunci fingerprint di sana. Ia meletakkan ibu jari ayah di sana, lalu akses menu terbuka. Dengan lincah jemari luhan mengatur komputer itu, membuat gerbang dan beberapa pintu kini terbuka hingga Luhan mendapatkan akses untuk keluar mencari Aya di gedung dewan intelejen. Ayah Luhan terlihat menggeram, keringat mulai mengucur dari dahinya. “Kurang ajar..” geramnya.

                “Maafkan aku ayah,” ujar Luhan seraya meninggalkan ruangan, bahkan rumah besar baru nya itu.

 

ERUDIUS : The Secret (Chapter 2)

 

                Ayah Luhan hendak menghubungi bawahannya di dewan intelejen dengan tangan yang bergetar dan sangat berat seiring Luhan yang menghilang dibalik pintu. Ia susah payah meraih telepon dari meja kerjanya, namun sedetik kemudian telepon itu berdering hingga ia tak memiliki kesempatan untuk menghubungi bawahannya tersebut. Tangan berat itu segera menekan tombol merah, hingga kini sebuah hologram muncul di hapannya.

                “Wow.. Jisuk, kau terlihat buruk,” ujar seseorang di seberang sana.

                “Apa yang kau mau Won?” tanya ayah Luhan-Jisuk, dengan susah payah lalu menelan ludahnya.

                “Di mana anakku Aya?” ujarnya dengan geraman.

                “Mana.. mana a-aku tahu,”

                “Oh pria golongan telekinesis yang pandai berakting itu kini dapat terlihat jelas sedang berbohong,” Won tersenyum mengejek, “Katakan padaku di mana Aya? Aku tahu dia di bawah kekuasaanmu, lepaskan dia,”

                Terlihat senyum licik dari Jisuk, diantara peluh yang terus menetes membasahi pipinya, “Bagaimana bisa aku melepaskannya sementara dia sudah melakukan pelanggaran besar,”

                “Lepaskan dia atau aku mundur dari pemerintahan, berhenti meneliti proyek-proyek besar itu dan berhenti melakukan perencanaan lainnya. Lalu aku akan pindah ke Bumi, menjauh dari sini,”

                Jisuk berdecak, “Tsk, kau mengancamku? Apa urusanku dengan penelitianmu? Kau salah alamat jika mengancam dengan cara itu, pergilah pada para Elit dan memohon,”

                “Kau pikir begitu? Kau tidak tahu kalau para Elit Erudius itu meng-anak emaskan aku? Jika aku mundur, mereka akan menderita banyak sekali kerugian. Dan ketika mereka  bertanya mengenai alasanku mundur, akan ku katakan yang sebenarnya, jika aku berdebat denganmu ‘hanya’ karena kau menahan anakku. Lalu mereka bisa saja dengan mudah mencopot jabatanmu, bahkan menghalangi anakmu untuk masuk dalam pemerintahan, demi aku yang tidak meninggalkan penelitian,”

                Jisuk menelan ludahnya, ia mulai merasa goyah, dunianya terasa berputar dan tentu mati rasa. Beberapa saat lagi pria itu akan tumbang.

                “Begitu mudahnya kah semuanya untukmu Won? Kau selalu berada jauh di atasku, aku membencimu. Lalu bagaimana bisa aku melepaskan seseorang yang sudah melanggar hukum seperti anakmu itu,”

                “Anakku memang melanggar hukum, tapi kau tidak bisa membawanya seperti itu,”

                “Memang begitu aturannya,”

                “Aturan yang kau buat, kan? Lepaskan dia bersyarat. Aku tak bisa kehilangan anakku, dia sedang sakit sekarang,” kalimat datar Won menjadi penutup percakapan panas sambungan video call saat itu. Jisuk menutup matanya dengan perasaan sangat jengkel, lalu matanya kembali terbuka dengan sorot kebencian memenuhi bola mata hijau gelapnya.

                “Äku membencimu.. Won..” ujar Jisuk dengan suara yang parau karena tubuhnya semakin tidak bisa menahan obat penenang yang beberapa saat lalu disuntikkan Luhan padanya.

                Pip

                Won-Ayah dari Aya dan Chanyeol itu menutup teleponnya begitu saja tanpa mendengarkan kalimat terakhir Jisuk.

Kali ini lelaki dengan gurat wajah tegas itu tidak bisa berpikir banyak, yang ia khawatirkan hanya posisinya yang kini sedang terancam karena sang anak emas Elit Erudius kini memegang kendalinya. Sebenarnya bisa saja dia membalikkan semua perkataan Won dan mempertahankan argumennya, namun tubuh dan kepalanya terlalu berat untuk itu. Ia memutuskan untuk melepaskan Aya terlebih dahulu.

                Tangan bergetar Jisuk semakin berat dan sulit digerakkan. Kembali, dengan susah payah pria itu meraih telepon, menekan tiga buah tombol dan terdengarlah sebuah suara berat dari seberang.

                “Bebaskan bersyarat wanita itu,”  

***

 

 

                Aya berusaha bernafas diantara dadanya yang sesak. Ia menelungkupkan kepala diantara tangannya yang ia lipat di meja. Suara komputer menyala dan beberapa mesin di ruangan itu membuatnya semakin menjadi merasa mual tiba-tiba. Ia berlari menuju toilet dan memuntahkan segala yang ada di perutnya. Dengan nafas terengah dan kakinya yang lemas, ia melangkah menuju sofa lalu duduk di sana sambil menyelonjorkan kakinya.

                Ia menarik nafas dalam, lalu mengembuskannya pelan sebelum mata cokelat keemasannya itu melirik jam dinding. Kini jarum pendek jam telah menunjuk ke angka 1 dan gadis itu masih enggan untuk tidur. Setelah merasa lebih baik, pikirannya melayang pada ucapan Heechul di kafetaria tadi.

                “Gambar Phoenix itu.. lencana itu.. bukankah itu benda mitos milik golongan kami?”

                “Apa?”

                “Kau tak tahu? Kami memiliki mitos, sebuah lencana yang bisa menjadi kunci perubahan peradaban selanjutnya,”

                Aya mengangkat kedua bahunya, “aku tak tahu, lencana ini kudapat dari sepupuku. Sebelumnya, benda ini milik kekasihnya. ”

                “Lambang yang sama pertama kali ku temukan di perpustakaan pusat penelitian tiga tahun tahun yang lalu, kupikir mitos itu benar. Tapi karena aku pikir lencana itu tidak pernah ada, aku patahkan kepercayaanku,” Heechul membulatkan matanya, masih menatap lekat lencana yang Aya pegang.

                “Lebih baik kau periksa,”

                “Bagaimana bisa?”

               

                Tiba-tiba Aya berpikiran untuk mengecek ke perpustakaan pusat yang Heechul maksud, ia bergerak mencari sebuah lampu senter di berbagai sudut ruangan. Ia membutuhkan benda itu, berjaga-jaga jika ia memasuki sebuah ruangan gelap nantinya. Namun gadis berambut panjang itu tak menemukan benda yang ia inginkan.

                “Bagaimana bisa mereka tidak menyediakan lampu senter?” keluh Aya sambil berkacak pinggang memikirkan pengganti lampu senter. “Apa mungkin mereka tidak mematikan semua lampu di malam hari hingga mereka tidak membutuhkan lampu senter?” gumamnya, masih berdiri mematung di depan komputer. Sedetik kemudian matanya beralih pada sebuah handycam kecil yang tersambung dengan komputer, disediakan untuk merekam proses penelitian. Aya meletakkan jemarinya di benda itu, mencari fungsi light. Setelah memeriksa dan menemukannya, Aya segera melepaskan kabel penghubung dan memasukkan perekam itu pada saku celananya.

                Ketika ia hendak keluar ruangan, ia juga melihat Heechul menutup pintu ruangannya yang berada tak jauh dari ruangan yang Aya tempati.

                “Oh.. kau mau ke mana?” tanya Aya seraya menghampiri pintu keluar area ruangan pribadi.

                “Ke tempatmu, aku terus-menerus memikirkan lencana itu sampai tidak bisa tidur,” jawab Heechul. Aya terkekeh, ternyata tujuannya keluar ruangan di jam seperti ini juga dipikirkan oleh Heechul.

                “Kita periksa bersama,” ujar Aya, lantas mereka berdua membuka pintu keluar. Dua orang penjaga berdiri di sana dengan pakaian pelindung tebalnya, rompi anti peluru, juga helm dan senjata yang menggantung di kedua sisi pinggang mereka.  “Mau ke mana kalian?” tanya salah satu dari mereka dengan nada dingin, seperti sedang berusaha menakut-nakuti Aya dan Heechul.

                “Perpustakaan pusat di lantai tiga,” jawab Heechul santai.

                “Pada jam seperti ini?” tanya penjaga itu, menyelidik. Heechul menatapnya malas dan mengeluarkan suara tsk dari mulutnya.

                “Sudah berapa lama kau bekerja menjadi penjaga di sini? Kau baru?” tanya Heechul sambil melipat tangannya di dada.

                “2 bulan,” dengan bodohnya penjaga itu meladeni pertanyaan Heechul. Salah satunya lagi menatap tidak percaya rekan kerjanya itu karena menjawab pertanyaan sok dari Heechul.

                “Dengar, tugas kami di sini adalah meneliti. Menciptakan sesuatu yang baru, dan tentu saja kami butuh referensi, bahkan pada jam seperti ini. Jika kau sudah lama bekerja di sini, kau akan terbiasa melihat beberapa peneliti yang keluar-masuk perpustakaan pusat pada jam 3 pagi,” jelas Heechul dengan nada angkuhnya. Aya hanya mengangkat kedua alisnya, mengangguk-anggukkan kepala. “Kau takut kami kabur? Oh ya ampun.. sistem keamanan di sini diciptakan dengan begitu apik sampai semut pun tidak bisa keluar dari area ‘tahanan’ ini. Kau tidak lihat cctv dan alarm terpasang di mana-mana? Ya ampun...” ujar Heechul lagi sambil menggelengkan kepala. Lalu dengan tenang mereka melewati kedua penjaga itu.

                Aya menahan tawanya setelah berada cukup jauh dari para penjaga tadi, “Bisa-bisanya kau berkata seperti itu pada mereka,”

              “Aya, kita di sini bukan orang rendahan, kau tahu itu? Kita di sini ada untuk memenuhi kebutuhan dewan intelejen.” Jawab Heechul masih dengan nada sombongnya. Lagi-lagi Aya hanya mengangguk-anggukkan kepalanya sambil terus melangkah menuju perpustakaan.

                Setelah berjalan dan menyusuri anak tangga, akhirnya sebuah pintu besar menyambut kedatangan mereka. Dengan tenang Heechul membuka pintu itu, tak ada seorangpun di sana. Yang terlihat hanya puluhan rak buku, bukan.. bukan puluhan.. bahkan Aya tidak bisa menghitung berapa banyak rak yang ada di ruangan besar ini.

                “Rak itu ada di sudut, kupikir bagian itu luput dari jangkauan cctv.” Ujar Heechul sambil melangkah menuju rak yang ia maksud. Namun setelah berada di bagian sudut perpustakaan, lelaki itu malah terlihat kebingungan, “Aku lupa di mana lambang itu berada..” ujar Heechul sambil terus mencari, begitupun dengan Aya. Namun keduanya tetap siaga, mencarinya seolah-olah mereka sedang mencari buku referensi, mengingat ruangan ini tak luput dari pengawasan.

                “Aku menemukannya,” Heechul berbisik dari ujung rak dan berjongkok di bawah, di depan lambang itu berada. Aya membelalakkan matanya, menatap lambang itu tak percaya. Ia bahkan tidak memercayai cerita Heechul saat makan malam tadi.

                “Sudah kubilang aku memang pemikir yang baik, apa yang kupikirkan ternyata benar,” ucapnya bangga, “Kupikir memang para Elit itu menyimpan rahasia besar,” ia mulai berceloteh tentang teori konspirasinya. Sedangkan Aya, tanpa mendengar ocehan Heechul, kini ikut berjongkok dan menyentuh lambang itu. Tangannya segera mengambil lencana yang menggantung di kalungnya lalu Ia letakkan lencana itu pada permukaan lambang di rak, lalu memutarnya ke kanan.

                Klek

                Suara sesuatu terbuka lalu terdengar, hingga Heechul kini menghentikan ocehannya dan saling menatap dengan Aya. Gadis itu cepat meraba-raba permukaan rak yang tak jauh dari lambang phoenix, namun pikirannya sedikit terganggu dan khawatir, “Heechul-ssi, bergeraklah seolah kau sedang mencari buku agar pengawas tidak mencurigai kita yang tiba-tiba menghilang dari jangkauan cctv” pinta Aya, Heechul mengangguk dan segera berdiri, lalu bergerak seolah-olah ia mencari beberapa buku.

                “Apa yang kau temukan?” tanya Heechul dengan mata yang masih melekat pada barisan buku di depannya. Aya tak menjawab, ia masih mencari sumber dari suara singkat yang baru saja mereka dengar hingga tak sengaja ia menggeser permukaan rak di dekat lambang itu, lalu terlihatlah empat deret angka yang sepertinya seseorang gunakan untuk mengunci sesuatu di dalam rak itu.

                “Aku melihat kode..” ujar Aya seraya memutar kode, mencari kombinasi angka yang tepat. Setelah sepuluh menit berlalu, kode itu masih tetap mengunci. Aya mendesah pelan dengan tangan yang masih memutar-mutar kode tersebut.

                “kombinasikan angka 14 dan 13,” ujar Heechul seraya bergerak mendekat pada Aya. Gadis itu segera mengikuti perin

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Tikakyu #1
Chapter 4: Author-nim, aku harap author bisa ngelanjutin ff ini..
Cerita sangat bagus, sayang kalau diabaikan seperti ini...
Tikakyu #2
Chapter 4: Aku gk tahu mau komen apa di chapter ini... Tapi aku harap mereka bisa menemukan vaksin tersebut, juga aku harap Luhan dan Aya gk nakal seperti ini lagi kedepannya...
Tikakyu #3
Chapter 3: Aigoo itu si Jisuk kenapa obsesinya terhadap kekuasaan besar banget sih?? Dia gak kasian apa pada anaknya sendiri??
Tikakyu #4
Chapter 2: Adegan Luhan Aya drama banget... :-) :-) so romantic
Tikakyu #5
Chapter 1: Ah mian mian, Aku salfok...
Kejam sekali ayahnya Luhan, dia sangat terobsesi akan kekuasa sampai2 ia tega melakukan hal yang kejam pada Aya dan anaknya sendiri...
Tikakyu #6
Chapter 1: Woah Kyuhyun saranghae....
Tikakyu #7
Oh terusan ERUDIUS : The Hypcrisy ya??
Ok, i'll read it...