ERUDIUS : The Secret 3

ERUDIUS : THE SECRET
Please Subscribe to read the full chapter

Chanyeol berdiri sambil menumpukan berat tubuhnya pada lemari besi tempat penyimpanan bahan kimia. Matanya memandang nanar kondisi adik perempuan satu-satunya yang kini tergolek lemas di atas tempat tidur. Wajahnya begitu pucat, namun menunjukkan ekspresi damai. Sebuah ekspresi yang Chanyeol sendiri tak tahu, akan berapa lama bisa bertahan di wajah manis adiknya.

                “Chanyeol duduklah,” Ayah berdiri, menggeser kursi kayu itu ke arahnya yang sedari tadi tak mengeluarkan suara. Lelaki itu mengerjapkan matanya, lalu menggeleng pelan seraya tersenyum, “Tidak ayah, terimakasih. Aku lebih nyaman dengan lemari ini,” lelaki itu menepuk permukaan lemari dua kali.

                Ayah meraih tangan Chanyeol yang kini terasa beku. Entah karena apa, tangan hangat yang biasa menciptakan api itu kini berubah dingin. Cuaca? Apa karena cuaca malam Erudius yang mencapai minus 90 derajat itu? Bukankah selama ini Chanyeol baik-baik saja dengan segala situasi dan kondisi alam planet tempat tinggalnya ini? Atau apakah karena perasaan takut dan tegangnya?

                “Chanyeol.. kau tak apa?” Ayah bertanya dengan hati-hati sambil mengusap telapak tangan anak sulungnya. Chanyeol melirikkan matanya pada ayah, “uhm, tak apa ayah,” sebuah senyuman getir terlihat jelas di sana.

                “Kau takut?” sekali lagi ayah bertanya, namun lelaki itu hanya diam.

                Pikiran Chanyeol masih terbelit dalam berbagai benang masa lalu yang rumit, enggan untuk membebaskan perasaannya untuk sekedar merasa tenang sedetik saja. Wajah pucat Aya dan kondisinya yang kini tak sadarkan diri membuat Chanyeol mengingat kejadian saat pengasuhnya mati di hadapannya dan Aya.

                Sebagai seorang kakak yang diamanahi oleh mendiang sang ibu sebuah tanggung jawab untuk menjaga Aya, Chanyeol berusaha keras untuk tidak menunjukkan rasa takutnya di depan Aya. Ia hanya berpikir, jika dirinya menunjukkan rasa takut, Aya akan semakin histeris dan trauma yang dimilikinya semakin susah hilang. Meskipun dirinya sendiri juga trauma akan kematian Kyora yang tragis itu, ia hanya bisa menekan ketakutannya, berusaha memeluk adiknya, menenangkannya, memberikannya kenyamanan diantara rasa takut gadis kecil nya itu.

                Sementara saat ini, ia melihat wajah adiknya yang tak berwarna. Ia memiliki perasaan berbeda saat melihat wajah pucat Ran yang juga hampir serupa dengan warna wajah milik Aya sekarang, walau merasa takut, Chanyeol masih bisa meyakinkan dirinya jika Ran bisa bertahan dan tak ada satu hal pun yang harus ia takutkan. Tapi wajah Aya, wajah adik kesayangannya itu  membuat rasa takut Chanyeol membuncah melebihi apapun. Ia sangat takut, seperti saat melihat wajah Kyora yang putih membiru.

                Dengan segala sikap ke-bapak-an nya, Ayah memeluk Chanyeol. Ia tahu benar kondisi anaknya, perasaannya seperti tertusuk ketika melihat Chanyeol yang selalu berusaha keras menekan rasa takutnya.

                “Tak apa-apa, adikmu akan baik-baik saja. Dia anak yang kuat, tenanglah,” ujar Ayah, walaupun dirinya sendiri merasa khawatir.

                Baekhyun yang duduk di samping Aya juga memasang wajah sangat khawatir. Keningnya berkerut, kakinya tak bisa diam dan terus bergetar. 6 jam hampir terlewati begitu saja, setelah Aya pingsan dengan hidung yang mengeluarkan darah.

                Lay segera memeriksa gadis itu sesaat setelah Baekhyun menggendong tubuh Aya ke dalam ruang pribadinya yang berada di dalam laboratorium sel tahanannya. Kondisi pencernaan Aya yang beberapa hari lalu memburuk, semakin rumit sekarang. Gadis itu jarang makan dan nutrisi yang dibutuhkan tubuh lemahnya ini sekarang sama sekali tak terpenuhi. Terlebih paru-parunya mulai memburuk. Tanpa ia sadari, gadis itu membiarkan tubuhnya mengalami penurunan imunitas lebih cepat.

                “Para dewan intelejen itu...” Kris mencoba memecah keheningan, “Sampai kapan mereka membiarkan Aya seperti ini?” Kris mengusap dagu sebelum melanjutkan ucapannya, “Kita harus segera membawanya ke rumah sakit, apa sebaiknya aku kembali berbicara dengan mereka?”

                “Percuma..” Ayah menjawab lirih pertanyaan Kris, “Kita harus tetap menunggu. Mereka tak akan mendengarkan kita sebelum mereka sendiri yang akan mengizinkan Aya meninggalkan tempat ini,” lelaki yang telah beruban itu memejamkan matanya yang terlihat lelah, “Setidaknya Aya kembali pada kita, walaupun dengan status bebas bersyarat,”

                “Apa itu artinya Aya masih akan terus ke sini setiap hari?” tanya Lay.

                “Benar. Ia akan ke sini setiap hari, selayaknya seseorang yang bekerja pada sebuah instansi. Namun gerak-geriknya akan terus diawasi, baik secara langsung ataupun melalui kamera pengawas intelejen yang akan mengikutinya setiap waktu,” Ayah memijat pelipisnya pelan.

                Lay mendesah panjang. Wajahnya terlihat sedih. Ia merasa bersalah sebagai mentor dan temannya. Ia berpikir seharusnya sejak awal tak membantu keinginan Aya untuk meneliti serum itu, secara tidak langsung Lay juga membawa Aya hingga ke titik ini.. lelaki itu merasa sangat bersalah.

                “Lay, kau tidak usah merasa bersalah.. ini bukan salahmu..” ujar Ayah lagi. Namun Lay masih mendesah dan bergulat dengan perasaannya.

               

                Tak berapa lama, Heechul memasuki ruangan. “Dia belum sadar?”

                Tak ada jawaban, hanya sebuah anggukan dari Ayah.

               

                Heechul nampak berpikir keras sekarang, seperti sedang menimbang-nimbang sesuatu yang sangat rumit. “Bisakah kita berbicara sebentar?”

                Kini para lelaki di ruangan itu menolehkan kepalanya pada Heechul. “Ada apa?” tanya Kris menatap pria di sampingnya penasaran.

                “Aku.. begini, karena kalian kerabat Aya.. Apa aku bisa memercayai kalian? Tak ada orang yang bisa aku percayai di sini, selain Aya yang memiliki lencana phoenix itu,”

                Chanyeol kini mengerutkan dahinya, melangkah menuju meja yang menghalangi dirinya dengan Heechul, “Maksudnya?”

                “Akan memakan waktu panjang jika kuceritakan dari awal. Pendek kata, aku dan Aya menemukan sebuah dokumen rahasia di perpustakaan pusat. Dokumen ini akan sangat berbahaya jika ku simpan di ruanganku. Aku sudah mempelajarinya tadi, banyak sekali hal yang sangat membingungkan dan membuatku tidak habis pikir. Dokumen itu bukti dari segala legenda yang golongan air miliki. Kuharap kalian bisa menyimpan ini baik-baik, jangan sampai para Elit menemukannya,” Ujar Heechul dengan mimik wajah begitu serius. Baekhyun yang memang paling tahu mengenai lencana dan legenda golongan air itu memasang ekspresi keterkejutannya, matanya menatap Heechul tak percaya.

                “Kau bercanda?!” Baekhyun berdiri dari kursinya, “Jadi semua itu benar??”

                Heechul mengangguk lemah, “Dokumen ini menyimpan banyak sekali rahasia besar, akan kuambilkan sebentar,” Heechul berbalik kembali ke ruangannya seusai kata terakhir tadi ia ucapkan. Tak berapa lama, ia kembali sambil berlari kecil. Meletakkan buku hitam besar setebal lebih dari 20cm dengan beberapa lembar kertas di atas meja. Semua orang di ruangan segera berkumpul mengelilingi meja, memandang bingung pada benda yang menumpuk di hadapan mereka.

                “ini dokumen yang kau maksud?” tanya Lay. Heechul mengangguk.

                “Aku tak percaya, selama aku bekerja untuk para Elit, aku tak pernah berpikiran hal seperti ini akan terjadi,” ujar Ayah. “Walaupun aku tahu mereka menyimpan banyak rahasia yang aku sendiri tak mengetahuinya,”

                “Kuharap kalian membaca ini baik-baik,” ujar Heechul, menatap penuh harap pada sekelilingnya. Kris segera menyimpan buku dan lembar dokumen itu di sebuah tas yang ia temukan di ruangan Aya ini sebelum para penjaga memasuki ruangan dan memergoki buku itu.

                Benar saja, para penjaga muncul dibalik pintu dengan sebuah kamera kecil mengapung di atas mereka setelah Kris selesai menyembunyikan kertas-kertas tersebut. Sebuah kamera berbentuk bola, seperti yang dimiliki Luhan, siap mengawasi Aya setiap detik.

                “Kalian bisa membawanya sekarang,” ujar salah satu dari mereka yang berpenampilan paling rapi dengan lambang wilayah Timur dan beberapa lencana bertengger gagah di jas yang ia kenakan, membuat Chanyeol dan yang lainnya mengira bahwa dia salah satu orang penting di gedung ini. Heechul menatapnya malas dengan sebuah senyum remeh yang tersirat di wajahnya. Sedangkan pria itu melirik balik ke arah Heechul dengan mata tajamnya sekilas.

                Tanpa banyak basa-basi, Baekhyun segera mengangkat tubuh lemas Aya. Menggendongnya dan membawa gadis itu keluar diiringi para pria lainnya yang mengekor dari belakang.

               

                “Kau gagah sekali hari ini, Kyuhyun,” ujar Heechul dengan nada sarkas setelah sekelompok orang golongan api dan kawannya itu tak terlihat ekor matanya.

                “Kembali ke ruanganmu atau aku tak akan mengizinkanmu makan siang untuk satu bulan,” balas Kyuhyun dingin lalu melangkah meninggalkan area pribadi. Heechul mengangkat kedua bahunya lalu kembali ke ruangannya untuk beristirahat setelah semalaman ia membaca dokumen misterius yang ia temukan bersama Aya.

***

 

 

 

                 Waktu terus berjalan dengan jarum jam yang tak berhenti bergerak, langit pagi yang berwarna abu kebiruan itu semakin lama semakin gelap seiring siang yang menyambut. Gumpalan awan dengan titik-titik hitam itu sama sekali tak membiarkan perasaan seorang lelaki berambut cokelat itu merasa lega walau hanya sedetik. Hatinya sakit dan bibirnya mengatup sempurna. Sesekali ujung jarinya dari tangan yang sedang menggenggam sesuatu yang terasa dingin itu bergetar.

                “Aya bangunlah,” gumamnya lirih dengan mata sayu. Suasana sepi kamar rumah sakit membuat nafasnya serta nafas gadis itu terdengar jelas. Seorang gadis dengan selang bantu pernafasan dan jarum infus yang menancap di nadinya, membuat lelaki bernama Baekhyun itu seperti terjatuh ke sebuah kubangan lumpur hisap raksasa. Sesak dan sakit.

                Baekhyun terus menggenggam telapak tangan Aya dengan segala doanya, agar gadis itu segera sadar dan bisa melihat dirinya kembali. Ia rindu segala senyuman yang selalu bertengger di wajahnya, ia rindu ocehan Aya, segala celotehannya, bahkan segala pukulan kesal Aya padanya.

                Diantara suara detik jam, nafas dan mesin-mesin alat bantu kesehatan yang ada di ruangan ini, gadis itu menggerak-gerakkan bola matanya. Kelopak mata gelapnya masih menutup, dan irama nafas gadis itu terdengar sedikit lebih cepat.

                Baekhyun mengerjapkan matanya, ia segera bangkit dari duduknya lalu semakin menggenggam erat tangan Aya.

                “Aya? Aya? Kau mendengarku??” ujarnya, berusaha membangunkan Aya.

                Sedetik kemudian gadis itu membuka matanya perlahan, lalu memandang langit-langit kamar dengan pandangan kosong. Mulutnya tak terbuka sedikitpun, lantas melirik lemah ke arah Baekhyun yang sedang khawatir di sampingnya.

                Tak kuasa menahan rasa syukur, Baekhyun memeluk Aya, “Kau sa

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Tikakyu #1
Chapter 4: Author-nim, aku harap author bisa ngelanjutin ff ini..
Cerita sangat bagus, sayang kalau diabaikan seperti ini...
Tikakyu #2
Chapter 4: Aku gk tahu mau komen apa di chapter ini... Tapi aku harap mereka bisa menemukan vaksin tersebut, juga aku harap Luhan dan Aya gk nakal seperti ini lagi kedepannya...
Tikakyu #3
Chapter 3: Aigoo itu si Jisuk kenapa obsesinya terhadap kekuasaan besar banget sih?? Dia gak kasian apa pada anaknya sendiri??
Tikakyu #4
Chapter 2: Adegan Luhan Aya drama banget... :-) :-) so romantic
Tikakyu #5
Chapter 1: Ah mian mian, Aku salfok...
Kejam sekali ayahnya Luhan, dia sangat terobsesi akan kekuasa sampai2 ia tega melakukan hal yang kejam pada Aya dan anaknya sendiri...
Tikakyu #6
Chapter 1: Woah Kyuhyun saranghae....
Tikakyu #7
Oh terusan ERUDIUS : The Hypcrisy ya??
Ok, i'll read it...